Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2. 1. Pengertian

Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang


diwariskan (inherited) dan merupakan kelompok penyakit
hemoglobinopati, yaitu kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis
hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Kelainan
hemoglobin pada penderita thalasemia akan menyebabkan eritrosit
mudah mengalami destruksi, sehingga usia sel-sel darah merah menjadi
lebih pendek dari normal yaitu berusia 120 hari. Hal ini menyebabkan
penderita thalasemia mengalami anemia dan menurunnya kemampuan
hemoglobin mengikat oksigen (Wijayaningsih, 2013).

Talasemia merupakan salah satu penyakit yang mengenai sistem


hematologi dan seringkali dibahas bersamaan dengan rumpun
Hemoglobinopati. Hemoglobinopati sendiri adalah kelainan struktur
hemoglobin yang dapat mempengaruhi fungsi dan kelangsungan hidup
sel darah merah. Secara ringkas dapat disampaikan bahwa Talasemia
terkait dengan kelainan jumlah penyusun hemoglobin, sedangkan
hemoglobinopati adalah kondisi yang terkait dengan perubahan struktur
hemoglobin. Dua abnormalitas ini menyebabkan kondisi klinis anemia
kronis dengan semua gejala dan tanda klinis, serta komplikasi yang
menyertainya.

2. 2. Faktor Risiko
a. Pola Penurunan Sifat
Talasemia adalah penyakit autosomal yaitu penyakit
genetik yang dibawa oleh gen-gen yang terdapat di kromosom
autosom atau non sex kromosom, tepatnya kelainan di kromosom
11 dan 16 Karena sifat ini, maka penyakit Talasemia dapat diidap
oleh semua jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan.
Penurunan penyakit Talasemia terjadi secara resesif, yaitu bahwa
penyakit Talasemia (mayor) hanya terjadi ketika gen-gen mutan
penyebab Talasemia menurun dari alel-alel kedua orang tua
pembawa mutan atau karier Talasemia.

2. 3. Etiologi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik
herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi
produksi globin pada hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel
darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritroit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut
karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia).

2. 4. Klasifikasi
Berdasarkan kelainan klinis, Talasemia terbagi atas tiga (3)
pembagian utama yaitu : Talasemia mayor, Talasemia intermedia, dan
Talasemia minor. Kriteria utama untuk membagi 3 bagian itu berdasar
atas gejala dan tanda klinis, onset awitan, dan kebutuhan transfusi darah
yang digunakan untuk terapi suportif pasien Talasemia.
a. Talasemia mayor
Talasemia mayor adalah adalah keadaan klinis Talasemia
yang paling berat. Kondisi Talasemia mayor terjadi karena gen
penyandi hemoglobin pada 2 alel kromosom mengalami kelainan.
Pasien membutuhkan transfusi darah sejak tahun pertama
pertumbuhan pada rentang usia 6-24 bulan dan kontinyu sampai
seumur hidupnya. Rutinitas transfusi Talasemia mayor berkisar
antara 2 minggu sekali sampai 4 minggu sekali. Gejala Talasemia
mayor secara umum muncul pada usia 7 bulan awal pertumbuhan
bayi atau setidaknya pada bawah tiga tahun (batita).
Gejala awal adalah keadaan pucat pada kulitnya terlihat
pada bagian telapak tangan, mata bagian kelopak mata sebelah
dalam, daerah perut, dan semua permukaan kulit. Lambat laun
bayi akan terlihat lebih lemas, tidak begitu aktif, dan tidak
bergairah menyusu. Bayi akan mengalami kegagalan untuk
berkembang secara normal dan menjadi semakin pucat. Beberapa
masalah seperti diare, lemah, serangan demam berulang, dan
pembesaran perut progresif yang disebabkan oleh pembesaran
limpa dan hati dapat menjadi alasan pasien untuk datang ke
pelayanan kesehatan.
Di beberapa negara berkembang, disebabkan kurangnya
sumber daya yang ada, gambaran klinis Talasemia ditandai
dengan keterlambatan pertumbuhan, pucat, ikterus, hipotrofi otot,
genu valgum, hepatosplenomegali, ulkus kaki, dan perubahan
tulang yang disebabkan oleh perluasan sumsum tulang. Tulang
rangka akan mengalami perubahan struktur terutama pada tulang
panjang, perubahan khas daerah kraniofasial, dahi yang
menonjol, depresi dari jembatan hidung, kecenderungan untuk
kenampakan mata mongoloid, dan hipertrofi maxillae yang
cenderung mengekspos gigi atas (tonggos).
Gangguan pertumbuhan dan malnutrisi sering dialami
oleh pasien Talasemia mayor. Secara umum berat badan dan
tinggi badan menurut umur berada dibawah persentil ke-50,
dengan frekuensi gizi kurang dan buruk mencapai 64,1% dan 13,
2 %. Penyebab gangguan pertumbuhan belum jelas diketahui dan
masih kontroversial, namun data terkini menunjukkan terjadinya
gangguan fungsi hypothalamicpituitary gonad yang menyebabkan
gangguan sintesa somatomedin, hipoksia jaringan oleh karena
anemia, maupun efek yang berhubungan dengan pemberian
deferoksamin. Pada tahap ini transfusi darah harus mulai masuk
untuk menghindari keadaan klinis yang lebih berat.
Kelainan DM merupakan bagian komplikasi Talasemia
lainnya yang mempunyai morbiditas dan mortalitas paling tinggi
diantara hendaya endokrin lainnya. Penyebab utama terjadinya
kelainan DM pada pasien Talasemia adalah efek samping dari
kegiatan transfusi rutin. Deposit iron setiap transfusi dapat
memasukin komponen besi ke dalam tubuh 250 ng pada setiap
periode. Penumpukan besi terus menerus dan ketidakmampuan
tubuh untuk membuang besi menjadi faktor utama iron overload
dalam pasien Talasemia. Kelasi besi rutin adalah satusatunya
usaha aktif untuk mengekskresikan besi dalam tubuh pasien.
Administrasi Deferoksamin, Deferipron, dan Deferasirox; jenis
kelator yang tersedia; menjadi kebutuhan wajib pasien Talasemia.
Ketidakpatuhan konsumsi obat ini menjadikan banyak pasien
Talasemia jatuh pada kondisi iron overload yang berat.
Penumpukan besi berlebih akan didistribusikan pada semua
organ, salah satunya sistem endokrin. Pankreas, sebagai salah
satu organ endokrin penting dalam tubuh menjadi target deposit
besi dengan akibat terganggunya sistem homeostatis dan
biosintesis insulin pada pulau-pulau langerhans.
b. Talasemia intermedia
Talasemia Intermedia Sama seperti halnya Talasemia
mayor, individu dengan Talasemia intermedia terjadi akibat
kelainan pada 2 kromosom yang menurun dari ayah dan ibunya.
Perbedaan ada pada jenis gen mutan yang menurun. Individu
Talasemia mayor menurun 2 gen mutan bertipe mutan berat,
sedangkan pada Talasemia intermedia 2 gen tersebut merupakan
kombinasi mutan berat dan ringan, atau mutan ringan dan mutan
ringan. Onset awitan atau kenampakan klinis dari Talasemia
intermedia tidak se awal Talasemia mayor. Diagnosis awal bisa
terjadi pada usia belasan tahun, atau bahkan pada usia dewasa.
Secara klinis Talasemia intermedia menunjukkan gejala dan
tanda yang sama dengan Talasemia mayor, namun lebih ringan
dari gambaran Talasemia mayor. Pasien intermedia tidak rutin
dalam memenuhi transfusi darah nya, terkadang hanya 3 bulan
sekali, 6 bulan sekali atau bahkan 1 tahun sekali. Namun pada
keadaan tertentu, keadaan intermedia dapat jatuh ke keadaan
mayor jika tubuh mengeluarkan darah yang cukup banyak, atau
tubuh memerlukan metabolisme yang tinggi seperti keadaan
infeksi yang menahun, kanker atau keadaan klinis lain yang
melemahkan sistem fisiologis hematologi atau sistem darah.
Pasien Talasemia intermedia ini dapat cenderung menjadi mayor
ketika anemia kronis tidak tertangani dengan baik dan sudah
menyebabkan gangguan organorgan seperti hati, ginjal, pankreas,
dan limpa.
c. Talasemia minor
Talasemia minor bisa juga disebut sebagai pembawa sifat,
traits, pembawa mutan, atau karier Talasemia. Karier Talasemia
tidak menunjukan gejala klinis semasa hidupnya. Hal ini bisa
dipahami karena abnormalitas gen yang terjadi hanya melibatkan
salah satu dari dua kromosom yang dikandungnya, bisa dari ayah
atau dari ibu. Satu gen yang normal masih mampu memberikan
kontribusi untuk proses sistem hematopoiesis yang cukup baik.
Beberapa penelitian bahkan menyebut bahwa diantara pendonor
darah rutin pada unit-unit transfusi darah adalah karier Talasemia.

2. 5. Patofisiologi

Mutasi DNA

Produksi rantai alfa dan beta Hb Berkurang


Kelainan pada eritrosit

Pengikatan O2 berkurang

Kompensantori menigkat pada rantai A

Rantai B produksi terus menerus

Hb detektif

Ketidakseimbangan Polipeptida

Eritrosit tidak stabil Resiko Infeksi

Hemolisis Anemia Transfusi darah


berat berulang
Suplai O2 menurun

Hemosiderosis
Ketidakseimbangan
suplai O2 dan Kebutuhan Penumpukan zat
besi

Dyspneu
Endokrin Jantung Hepar Limpa Kulit
pucat
Penggunaan otot
bantu nafas Tumbang Gagal Hepatomegali Splenomegali
Terganggu Jantung
Kelelahan
Kerusakan
Resiko Integritas
Gangguan Nyeri akut
Intoleransi Cidera kulit
tumbuh
aktifitas kembang

Malas Makan

Intake Nutrisi < Defisit nutrisi


2. 6. Manifestasi Klinis
a. Talasemia Mayor
1. Anemia simptomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan
turunnya kadar hemoglobin fetal.
2. Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah
merah yang berinti pada darah perifer, tidal terdapat HbA,
kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4 g/dL.
3. Lemah dan pucat
4. Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat,
kurus, penebalan tulang tengkorak, splenomegaly, ulkus
pada kaki, dan gambaran patognomonik “hair on end”.
5. Berat badan kurang
6. Tidak dapat hidup tanpa transfuse
b. Talasemia Intermedia
Thalasemia Intermedia : Anemia mikrositik, bentuk
heterozigot, tingkat keparahannya berada diantara Thalasemia
Minor dan Thalasemia Mayor, masih memproduksi sejumlah
kecil HbA, anemia agak berat 7-9 g/dL dan splenomegaly,
tidak tergantung pada transfusi. GejalaKhas anemia ini yaitu :
1. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek tanpa
pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan
tulang dahi juga lebar.
2. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering
ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena
penimbunan zat besi.
c. Talasemia Minor
Thalasemia Minor / Thalasemia Trait : tampilan klinis normal,
splenomegaly dan hepatomegaly ditemukan pada sedikit
penderita, hyperplasia eritroid stipples ringan sampai sedang
sampai sumsum tulang, bentuk homozigot, anemia ringan,
MCV rendah. Pada penderita yang berpasangan harus
diperiksa.Karena karier minor pada kedua pasangan dapat
menghasilkan keturunan dengan Thalasemia Mayor. Pada
anak yang besar sering dijumpai adanya :
1. Gizi buruk
2. Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang
mudah diraba
3. Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan
hati, limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma
ringan saja.

2. 7. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah tepi : Hb, gambangan morfologi eritrosit dan Retikulosit
meningkat
b. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
c. Hb F meningkat : 20-90% Hb total
d. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb
F
e. Pemeriksaan Pedigree : kedua orang tua pasien Thalasemia
mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>3,5%
dari Hb total).
f. Foto Ro tulsng kepala : gambaran hair on end , korteks menipis,
diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
g. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum
tulang sehingga trabekula tampak jelas

2. 8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada anak dengan talasemia
menurut Kyle dan Carman (2015) adalah :
a. Transfusi darah
Transfusi sel drah merah adalah pengobatan utama bagi
anak yang menderita talasemia sedang atau berat. Anak
dengan beta talasemia Intermidia akan memerlukan transfuse
darah pada saat tertentu. Misalnya anak memiliki infeksi-
infeksi atau penyakit lain, atau anak dengan talasemia beta
mayor (anemia cooley), kemungkinana besar memerlukan
transfuse darah secara teratur (sering kali setiap 2-4 minggu).
Transfusi ini membantu mempertahanan kadar hemoglobin
dan sel darah merah dalam kondisi normal.
b. Iron Clelation Therapy (Pemberian kelasi zat besi)
Hemoglobin dalam sel darah merah adalah protein yang
kaya akan zat besi. Transfusi darah secara teratur dapat
menyebabkan penumpukan zat besi dalam darah, kondisi ini
disebut iron overload yang dapat merusak hati, jantung dan
bagian tubuh lainnya. Sebagai pencegahan digunakan iron
chelation therapy untuk menghilangkan kelebihan zat besi
dari tubuh. Jenis obat yang digunakan adalah deferoxamine
dan deferasirox.
Kelasi besi adalah kebutuhan utama kedua yang
mengiringi transfusi darah yang dilakukan. Pemberian
transfusi rutin setiap bulan selama hidup dapat menyebabkan
penumpukan besi dalam tubuh. Sifat besi yang tidak bisa
dikeluarkan secara alami oleh tubuh harus dibantu dengan
kelator agar bisa diekskresikan ke luar tubuh. Indikator
penumpukan besi dalam tubuh dapat dinilai melalui jumlah
kantong darah yang ditransfusikan, kadar serum feritin,
transferin, biopsi hati untuk mengukur kadar besi, mengukur
besi melalui MRI, dan feritometer.
c. Folic Acid Supplement
Asam Folat adalah vitamin B yang meningkatkan jumlah
sel darah merah. Pasien Talasemia mengalami berbagai
kondisi metablisme akibat gangguan anemia dan bisa
mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Nutrisi pasien Talasemia harus diperhatikan mengingat
kondisi iron overload akibat transfusi. Pemberian nutrisi
antioksidan diindikasikan untuk semua pasien seperti asupan
yang mengandung kalsium, vitamin D, folat, trace mineral
(kuprum/ tembaga, zink, dan selenium), dan antioksidan
(vitamin C dan E).
d. Splenektomi
Splenektomi adalah tindakan insisif untuk memotong
splen atau limpa dari tubuh. Splenektomi tidak akan menjadi
alternatif ketika tranfsui rutin dapat dilakukan sejak usia dini
dan berlangsung secara adekuat. Tindakan spelenektomi dapat
diindikasikan untuk keadaan seperti kebutuhan transfusi
meningkat hingga lebih dari 200-250 mL PRC /kg/tahun atau
1,5 kali lipat dibanding kebutuhan biasanya, hipersplenisme,
leukopenia dan trombositopenia. Splenektomi adalah tindakan
yang berisiko mengingat limpa adalah organ yang penting
untuk metabolisme. Tindakan operatif splenektomi dapat
berisiko terjadinya sepsis terutama akibat Streptococcus
peneumonia. Infeksi lain adalah akibat jamur, malaria,
protozoa, neisseria, dan lain sebagainya. Trombosis pasca
splenektomi-dengan frekuensi yang sedikit, adalah komplikasi
lain yang dapat terjadi pasca tindakan operatif.
e. Vaksinasi
Penanganan yang insentif dan optimal pasien Talasemia
melibatkan tindakan vaksinasi untuk mencegah beberapa
penyakit. Pada penanganan yang adekuat, Vaksin
Pneumokokus direkomendasikan sejak usia 2 bulan, dan
diulang pada usia 24 bulan. Pemberian ulangan dapat
diberikan setiap 5 hingga 10 tahun. Transfusi rutin dapat
menyebabkan peningkatan risiko hepatitis B, untuk itulah
vaksinasi hepatitis B menjadi sebuah keharusan. Pemantuan
hepatitis harus dilakukan secara rutin dengan perangkat
parameter-parameter kesehatan hepar seperti SGOT, SGPT,
IgG, dan IgM terhadap hepatitis. Vaksin influenza secara
adekuat diberikan setiap tahun. Selain itu pemantauan
terhadap HIV juga harus diperhatikan mengingat pasien
mendapatkan transfusi dari pendonor lain.

2. 9. Penatalaksanaan Keperawatan
Dasarnya perawatan thalasemia sama dengan pasien
anemia lainnya, yaitu memerlukan perawatan tersendiri dan
perhatian lebih. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah
kebutuhan nutrisi (pasien menderita anorexia), risiko terjadi
komplikasi akibat tranfusi yang berulang-ulang, gangguan rasa
aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit dan cemas orang tua terhadap kondisi anak (Ngastiyah,
2005).
Menurut Suriadi (2006) tindakan keperawatan yang dapat
dilakukan terhadap pasien dengan thalassemia di antaranya
membuat perfusi jaringan pasien menjadi adekuat kembali,
mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitasnya, memenuhi
kebutuhan nutrisi yang adekuat dan membuat keluarga dapat
mengatasi masalah atau stress yang terjadi pada keluarga.
Perawat juga perlu menyiapkan klien untuk perencanaan
pulang seperti memberikan informasi tentang kebutuhan
melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kondisi fisik anak, jelaskan terapi yang diberikan mengenai dosis
dan efek samping, jelaskan perawatan yang diperlukan di rumah,
tekankan untuk melakukan control ulang sesuai waktu yang di
tentukan (Suriadi, 2006).
2. 10. Komplikasi
Komplikasi Talasemia menurut CDC (2020) adalah :
a. Penyakit Jantung dan Hati
Transfusi darah secara teratur adalah pengobatan standar
untuk talasemia. Transfusi dapat menyebabkan penumpukan
zat besi di dalam darah (keleebihan zat besi). Ini bisa merusak
organ dan jaringan. Terutama jantung dan hati. Penyakit
jantung yang disebabkan kelainan zat besi merupakan
penyebab utama kematian pada penderita talasemia. Penyakit
jantung termasuk gagal jantung, aritmia (detak jantung tidak
teratur) dan serangan jantung.
b. Infeksi
Diantara ank yang menderita Talasemia, infeksi adalah
penyebab utama penyakit dan penyebab kedua paling umum.
Anak dengan speen removal memiliki resiko lebih tinggi
karena tidak memiliki organ yang melawan infeksi.
c. Osteoporosis
Banyak penderita talasemia mengalami masalah tulang,
termasuk osteoporosis, ini merupakan kondisi tulang dimana
menjadi lemah dan rapuh serta mudah patah.

Sumber:

Marnis, Dona., Ganis, Indriati., Fathar, Annis Nauli. (2018). Hubungan tingkat
pengetahuan ibu dengan kualitas hidup anak thalasemia. Jurnal
Keperawatan Sriwijaya, 5(2), 31-33.

Purba, Daisy Handayani., dkk. (2020). Ilmu kesehatan anak. Medan : Yayasan
kita menulis.
Rujinto, Lantip. (2019). Talasemia : genetik dasar dan pengelolaan terkini.
Purwokerto : Universitas Jenderal Soedirman.

Tunnaim, Nurjanna. (2019). Asuhan keperawatan anak dengan thalasemia di


ruang rawat melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Samarinda : Politeknik Kesehatan Kalimantan Timur.

Yuliastati., Nining. (2016). Modul keperawatan anak. Jakarta : Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai