Anda di halaman 1dari 13

Diagnosis dan Tatalaksana Thalassemia Beta pada Anak

Resmi Suci Euis Kartini

102016149

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi: Jln. Arjuna Utara no.6, Jakarta Barat 11510

Resmi.2016fk149@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Thalasemia merupakan golongan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan secara autosom
resesif, disebabkan mutasi gen tunggal, akibat adanya gangguan pembentukan rantai globin alfa
atau beta. akibat adanya gangguan pembentukan rantai globin alfa atau beta. Individu homozigot
atau compound heterozygous, double heterozygous bermanifestasi sebagai thalasemia beta
mayor yang membutuhkan transfusi darah secara rutin dan terapi besi untuk mempertahankan
kualitas hidupnyaDi Indonesia, thalasemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak
ditemukan. Terapi tranfusi reguler dibutuhkan untuk mempertahankan hemoglobin.
Kata kunci : Hemoglobin, Thalasemia

Abstract

Thalassemia is a class of hemolytic anemia which is inherited autosomically recessive, due to a


single gene mutation, due to the disturbance of alpha or beta globin chain formation. due to
interference with the formation of alpha or beta globin chains. Homozygous or compound
heterozygous individuals, double heterozygous manifests as beta major thalassemia requiring
routine blood transfusions and iron therapy to maintain their quality of life. In Indonesia,
thalassemia is the most common genetic disorder. Regular transfusion therapy is needed to
maintain hemoglobin.

Keywords : Hemoglobin, Thalassemia


Pendahuluan

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara


resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel
darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari). Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produksi
rantai globin pada hemoglobin. Haemoglobin adalah bagian sel darah merah yang mengangkut
oksigen daripada paru-paru keseluruh tubuh. Semua bagian tubuh manusia memerlukan oksigen.
Akibat kekurangan sel darah merah akan menyebabkan kelihatan pucat karna hemoglobin (Hb)
yang rendah (anemia).1

Thalasemia merupakan golongan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan secara


autosom resesif, disebabkan mutasi gen tunggal, akibat adanya gangguan pembentukan rantai
globin alfa atau beta. Individu homozigot atau compound heterozygous, double heterozygous
bermanifestasi sebagai thalasemia beta mayor yang membutuhkan transfusi darah secara rutin
dan terapi besi untuk mempertahankan kualitas hidupnya. Thalasemia didistribusikan secara luas
pada daerah Mediterania, Timur Tengah, subkontinen India dan Asia Tenggara mulai dari Cina
Selatan melewati Semenanjung Malaya sampai ke Indonesia. Pada banyak negara ini frekuensi
gen untuk thalassemia yang berbeda dan variasi variasi struktur hemoglobin sangat tinggi.
Seiring dengan perbaikan kondisi sosial pada negara-negara berkembang dan penurunan
mortalitas oleh karena infeksi dan malnutrisi, anak-anak dengan thalassemia yang sebelumnya
akan meninggal muda sekarang bertahan cukup lama untuk memerlukan perawatan. Di
Indonesia, thalasemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak ditemukan. Angka
pembawa sifat thalasemia adalah 3- 5%, bahkan di beberapa daerah mencapai 10,6 % sedangkan
angka pembawa sifat HbE berkisar antara 1,5-36%.2

Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap

1. Anemia mikrositik ringan. Anemia mikrositik dapat disebabkan oleh defisiensi besi,
thalassemia, keracunan timbal, anemia sideroblastik atau anemia penyakit kronis. Indeks
MCV, RDW, dan anamnesis riwayat pasien dapat mengeksklusi etiologi. MCV biasanya
kurang dari 75 Fl pada thalassemia dan jarang kurang dari 80 fl pada anemia defisiensi
besi sampai hematocrit kurang dari 30%.3
2. Indeks mentzer (MCV/eritrosit). Pada thalassemia, indeks mentzer <13 sedangkan pada
anemia defisiensi besi, indeks mentzer lebih dari >13. Rasio bernilai 13 dianggap
meragukan.
3. Nilai red blood cell distribution width (RDW) meningkat. RDW dapat membantu
membedakan defisiensi besi dan anemia sideroblastik dengan thalassemia. Semakin
tinggi RDW berate semakin anisositosis.
4. Leukositosis palsu akibat retikulosit/eritrosit beriniti yang terhitung sebagai sel darah
putih.
5. Trombositopenia akibat hipersplenisme.

Elektroforesis
Pemeriksaan ini digunakan hanya untuk kasus-kasus hemoglobinopati seperti talasemia.
Pemeriksaan ini menggunakan agar elekroforesis dan darah, dengan bahan yang ada akan
dibentuk suatu gambaran kurva yang menunjukan kadar masing-masing globin dalam suatu
SDM. Petunjuk adanya talasemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart’s dan HbH. Pada talasemia
beta, kadar HbF bervariasi antara 10-90 %, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak
melebihi 1%.

Diagnosis Banding

Anemia defisiensi besi


Anemia yang terjadi akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis karena cadangan
besi kosong. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya pembentukkan hemoglobin.2
Etiologi
1. Kebutuhan gizi besi meningkat : anak dalam masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi.
2. kehilangan zat besi karena perdarahan :
 Traktus gastrointestinal : pemakaian OAINS, tukak peptic, kanker lambung,
kanker kolon, diverticulosis, hemoroid, infeksi cacing tambang.
 Traktus urinaria : hematuria
 Traktus respiratori : hemoptoe
 Organ genitalia perempuan : menoragia, metroragia
3. Konsumsi zat besi yang kurang (factor nutirisi), yaitu kurangnya jumlah konsumsi zat
besi dalam makanan sehari-hari. Kebutuhan zat besi yang diperoleh dari makanan ialah
sekitar 20mg yang diserap.
4. Gangguan absorbsi zat besi pasca gastrektomi, penyakit colon, tropical sprue.
Manifestasi klinis

 Gejala umum anemia : lemah, cepat lelah, mata berkunang-kunang, pucat.


 Gejala khas defisiensi besi : kiolonikia (kuku sendok), atropi papil lidah, stomatis
angularis, disfagia, maupun pica. Stomatis angularis ialah lesi makulopapular dan
vesicular pada kulit sudut bibir dan perbatasan mukokutaneus; sementara atrofi papil
lidah ialah kondisi tidak terdapat atau umumnya papil formis pada lidah. Gejala disfagia
muncul akibat rusaknya epitel hipofaring. Besi termasuk salah satu nutrisi yang
diperlukan untuk replikasi, penyembuhan, dan proteksi sel sehingga defisiensi Fe akan
menyebabkan kerusakan sel yang terjadi pada beberapa area tersebut. Koilonikia ialah
hilangnnya konveksitas longitudinal dan lateral pada kuku, dengan penebalan pada ujung
distal menyerupai sendok. Mekanisme terjadinya belum jelas. Pica ialah perilaku
memakan bahan-bahan non-nutrisi, misalnya pasir, tanah, kapur dan sebagainya.4
Kondisi tersebut dapat terjadi pada defisiensi besi akibat hilangnya sensasi pengecapan
dan gangguan neurologis.2
Anemia Penyakit Kronik
Anemia penyakit kronis merupakan bentuk anemia derajat ringan sampai sedang yang
terjadi akibat: infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit neoplastik yang telah berlangsung
1–2 bulan dan tidak disertai penyakit hati, ginjal dan endokrin. Jenis anemia ini ditandai dengan
kelainan metabolisme besi, sehingga terjadi hipoferemia dan penumpukan besi di makrofag.
Secara garis besar patogenesis anemia penyakit kronis dititikberatkan pada 3 abnormalitas
utama: ketahanan hidup eritrosit yang memendek akibat terjadinya lisis eritrosit lebih dini,
respon sumsum tulang karena respon eritropoetin yang terganggu atau menurun, dan gangguan
metabolisme berupa gangguan reutilisasi besi.
Pada pemeriksaan status besi didapatkan penurunan besi serum, transferin saturasi
transferin, dan total protein pengikat besi, sedangkan kadar feritin dapat normal atau meningkat.
Kadar reseptor transferin di anemia penyakit kronis adalah normal. Berbeda dengan defisiensi
besi yang kadar total protein pengikat besi meningkat, sedangkan feritin menurun, dan kadar
reseptor transferin meningkat.4
Klasifikasi

Thalasemia diklasifikasikan berdasarkan apakah produksi rantai alfa atau beta yang
terganggu. Derajat keadaan klinis bergantung pada jumlah gen normal yang ada. Manusia secara
normal memiliki 4 gen globin alfa (kromosom 16) dan 2 gen globin beta (kromosom 11). Oleh
karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap gen
globin α memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β,
menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin
gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang. Thalassemia diklasifikasikan
berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β.
berbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia.5

a. Thalassemia α

Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16 maka akan
terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α maka
terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu gen
atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokasi kedua gen yang delesi berada
pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+
sedangkan pada dua gen dilabel αo.

1) Delesi 1 gen α / silent carrier

Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga secara umum
kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya.
Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya.

2) Delesi 2 gen α / Thalassemia α minor

Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan.
Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier
yang bisa menurunkan gen kepada anak.
3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H

Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah
untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi
rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/
β4).

4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart

Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam
kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis.
Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal)
dan rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts
(γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) atau Hb H (β4, tidak stabil)

b. Thalasemia β

Hemoglobin utama saat lahir adalah hemoglobin janin yang terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai
gamma flobin. Tidak seperti alfa globin, beta globin belum diekspresikan sampai setelah lahir,
saat produksi gamma globin menurun. Kadar hemoglobin dewasa, yang terdiri dari dua rantai
alfa globin dan dua rantai beta globin, rendah saat lahir dan meningkat secara bertahap dalam
beberapa bulan pertama kehidupan. Karena itu, gejala thalassemia beta biasanya belum terlihat
sampai setelah usia 6 bulan. Serupa dengan thalassemia alfa, keparahan berkaitan dengan jumlah
gen yang mengalami delesi.5

1) Thalassemia βo

Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan. Satu pertiga penderita Thalassemia
mengalami tipe ini.

2) Thalassemia β+

Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi sebanyak 10-50% dari
sintesis rantai globin β yang normal dihasil kanpada keadaan ini.

Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :


a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan
penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya,
penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut,
sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang
bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita
thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai
terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bias muncul gejala lain seperti jantung
berdetak lebih kencang dan facie scooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia
mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum
tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita
thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya,
penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur
hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat
bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi
tergantung dari berat ringannya penyakit.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalassemia namun individu
hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak
bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah.
Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan
pasang ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan.
Seperti anak menjadi anemia, lemas, dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia
minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi
tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya

Patofisiologi

Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutase pada gen


globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut kurang atau tidak ada.
Di dalam sumsum tulang mutase thalassemia menghambat pematangan sel darah merah sehingga
eritropoieseis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah
merah mudah sekali rusak atau umumnya lebih pendek dari sel normal.3
Hemoglobin terdiri atas cincin heme yang berisi besi dan empat rantai globin (dua rantai alfa
dan dua rantai non alfa). Komposisi empat rantai globin menentukan tipe hemoglobin:

1. Hemoglobin fetal (HbF): dua rantai alfa dan dua rantai gamma.
2. Hemoglobin A (HbA, tipe dewasa): dua rantai alfa dan dua rantai beta.
3. Hemoglobin A2: dua rantai alfa dan rantai beta.

Ketika lahir, jumlah HbF mencapai 80% dan jumlah HbA hanya 20%. Transisi dari globin
gamma ke globin beta dimulai sejak kelahiran. Sekitar usia 6 bulan, bayi yang sehat sudah akan
bertransisi ke HbA. Jumlah HbA2 dan HbF sangat kecil sehingga dapat diabaikan.

Pada beta thalassemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu
kompensator yang meningkat dalam rantai alpha, tetap rantai beta memproduksi secara terus
menerus sehingga menghasilkan hemoglobin deficitve. Ketidak seimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hali ini menyebabkan sel darah merah menjadi
hemolysis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.6

Etiologi

Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik
dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang
terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin
beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya
sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen
dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).7

Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak


diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel–selnya/Faktor
enetik. Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,
maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau
Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai
darah yang normal. Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa
sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia trait/pembawa
sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka
dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui
bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka. Apabila kedua orang tua menderita
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah
yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.

Epidemiologi

Sekitar 5% populasi dunia memiliki varian globin tetapi hanya 1,7 % memiliki trait
talasemia alfa atau beta. Talasemia mengenai baik laki-laki maupun perempuan dan terjadi
sekitar 4,4 setiap 10.000 kelahiran hidup. Thalasemia didistribusikan secara luas pada daerah
Mediterania, Timur Tengah, subkontinen India dan Asia Tenggara mulai dari Cina Selatan
melewati Semenanjung Malaya sampai ke Indonesia. Pada banyak negara ini frekuensi gen
untuk thalasemia yang berbeda dan variasivariasi struktur hemoglobin sangat tinggi. Seiring
dengan perbaikan kondisi sosial pada negara-negara berkembang dan penurunan mortalitas oleh
karena infeksi dan malnutrisi, anak-anak dengan thalasemia yang sebelumnya akan meninggal
muda sekarang bertahan cukup lama untuk memerlukan perawatan. Pada daerah-daerah ini juga
ditemukan penyebab dari tingginya frekuensi thalasemia. Di Indonesia, thalasemia merupakan
kelainan genetik yang paling banyak ditemukan. Angka pembawa sifat thalasemia adalah 3- 5%,
bahkan di beberapa daerah mencapai 10,6 % sedangkan angka pembawa sifat HbE berkisar
antara 1,5-36%. Di Indonesia, thalasemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak
ditemukan. Angka pembawa sifat thalasemia adalah 3- 5%, bahkan di beberapa daerah mencapai
10,6 % sedangkan angka pembawa sifat HbE berkisar antara 1,5-36%.8

Gejala Klinik

Penderita thalasemia memiliki gejala yang bervariasi tergantung jenis rantai asam amino
yang hilang dan jumlah kehilangannya. Keluhan umumnya muncul pada usia 6 bulan, kemudian
dilakukan pemeriksaan fisis yang meliputi bentuk muka mongoloid (facies Cooley), penderita
sebagian besar mengalami anemia yang ringan khususnya anemia hemolitik. Keadaan yang berat
pada beta-thalasemia mayor akan mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah,
penderita tampak pucat karena kekurangan hemoglobin. Perut terlihat buncit karena
hepatomegali dan splenomegali sebagai akibat terjadinya penumpukan Fe, kulit kehitaman akibat
dari meningkatnya produksi Fe, juga terjadi ikterus karena produksi bilirubin meningkat. Gagal
jantung disebabkan penumpukan Fe di otot jantung, deformitas tulang muka, retrakdasi
pertumbuhan, penuaan dini.5,9

1. Thalassemia mayor. umumnya diketahui sejak bayi, dengan gejala : tampak pucat, lemah,
lesu, sering sakit, kadang disertai perut yang membuncit. Pasien membutuhkan transfusi
darah terus menerus seumur hidup setiap 2-4 minggu sekali.
2. Thalassemia intermedia. Biasanya baru terdiagnosis pada anak yang lebih besar, dan
biasanya tidak membutuhkan transfuse darah rutin
3. Thalassemia minor/ trait/ pembawa sifat. Biasanya tidak bergejala. Tampak normal,
namun pada pemeriksaan darah dapat ditemukan kadar Hb yangs edikit dibawah normal

Penalaktasanaan

Setelah terdiagnosis dan bila tidak ada kegawatan, pasien dapat dirujuk ke spesialis anak.
Penderita trait thalassemia tidak membutuhkan pengobatan khusus. Pada thalassemia simtomatis
dibutuhkan transfusi darah untuk mempertahankan kadar Hb 9 g/dl dan mendukung
pertumbuhan yang normal. Untuk penderita thalassemia beta intermedia, kebutuhan transfusi
disesuaikan dengan penilaian klinis. Thalassemia alfa intermedia atau penyakit HbH
menyebabkan hemolysis ringan atau sedang. Hemosiderosis transfusional dapat dicegah dengan
penggunaan obat kelasi besi.4,10

Panduan transfuse packed red cell (PRC) bagi penderita talasemia

Indikasi:

- Hb <8 g/Dl
- Hb >8 g/dl dengan keadaan umum kurang baik, anoreksia, gangguan aktivitas, gangguan
pertumbuhan, adanya pembesaran limpa yang cepat, dan perubahan pada tulang.

Pemberian dan kecepatan pemberian


- Diberikan sampai target Hb 12 g/dl, tidak boleh melebihi 15 g/dl
- Bila Hb>5 g/dl, berikan 10-15 Ml/KgBB/kali dalam 2 jam atau 20 Ml/KgBB/ dalam 3-4
jam
- Bila Hb <5 g/Dl, Berikan 5 ml/KgBB/ kali dengan kecepatan 2 ml/kgBB/jam. Beri
oksigen

Pemantauan dan control

- Control 2-4 minggu sekali bagi penderita talasemia lama


- Kadar ferritin dan besi diperiksa tiap 6 bulan
- Fungsi organ dipantau tiap 6 bulan

Tatalaksana medikamentosa lainnya dapat diberikan:

- Asam folat, untuk memenuhi peningkatan kebutuhan akibat eritropoiesus yang infektif.
- Vitamin E sebagai antioksidan
- Terapi kelas besi, untuk mengatasi kelebihan besi akibat transfuse. Indikasi kelasi besi:
1. Ferritin > 1000 mg/dl dan saturasi transferrin serum >50% atau
2. Transfuse >5 L atau transfuse sudah >10 kali atau transfuse kurang lebih sudah 1
tahun

Kadar ferritin dipertahankan 1000-2000 mg/dl. Deferoksamin meningkat besi dan kation
divalent lain, sehingga dimungkinkan ekskresi melalui feses dan urine. Deferoksamin diberikan
secara subkutan selama 10-12 jam, 5-6 hari dalam satu minggu dengan dosis 40mg/kgBB.

Obat kelasi besi oral saat ini sudah tersedia dan memebrikan efikasi yang baik
(deferiprox dan deferasirox). Dosis deferiprox adalah 75 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis. Obat
kelasi besi oral kurang stabil tetapi memiliki keunggulan dalam hal proteksi terhadap jantung
dibandingkan deferoksamin.

- Vitamin C hanya diberikan bagi mereka yag mendapat terapi kelasi besi, diberikan 100
mg per hari sebelum terapi kelasi besi

Splenektomi diindikasikan pada kondisi:

- Limpa terlalu besar (schuffner IV-VIII atau >6 cm) karena bahaya terjadi rupture
- Hipersplenisme dini: jika jumlah transfusi >250 ml/kgbb dalam 1 tahun terakhir
- Hipersplenisme lanjut; pansitopenia.

Splenektomi dilakukan oada usia >5tahun. Sebelum usia 5 tahun limpa masih membentuk
system imunitas tubuh. Splenektomi dapat dikerjakan pada usia <5 tahun jika terdapat
trombositopenia yang berat akibat hipersplenisme.

Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada thalassemia beta mayor atau intermedia berkaitan dengan
stimulasi berlebih sumsum tulang, eritropoesis yang tidak efektif, dan kelebihan besi akibat
transfuse berulang. Masalah kelebihan besi (iron overload) merupakan masalah utama pada
talasemia yang memerlukan transfuse berulang. Kondisi ini mengganggu semua fungsi organ
tubuh terutama jantung. Dengan transfuse darah berulang, penyerapan besi akan berlanjut dan
akan menimbulkan penimbunan besi pada organ visceral (hemosiderosis). Pada jantung
menyebabkan kardiomiopati, pada hati timbul gangguan pembekuan darah dan metabolic, pada
kelenjar endokrin dapat terjadi hipergonadisme dan diabetes mellitus (pada masa remaja dan
dewasa).2

Bayi yang tidak diberi tatalaksana akan mengalami keterlambatan pertumbuhan,


abnormalitas skeletral, pubertas terlambat, diabetes mellitus, gangguan tiroid dan osteoporosis.

Splenomegali dapat terjadi pada talasemia simtomatis. Splenomegali


dapat ,memperburuk anemia dan menyebabkan neutropenia dan trombositopenia. Pada
umumnya kematian diakibatkan komplikasi jantung dan infeksi (terlebih pada penderita dengan
splenektomi).

Kesimpulan

Talasemia merupakan kelainan sintesis hemoglobin dimana merupakan kelainan penyakit


anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia
dibedakan atas talasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan antara talasemia
mayor dan minor. Talasemia mayor sangat tergantung pada transfuse dan talasemia minor
(karier) biasa tanpa gejala. Talasemia diturunkan berdasarkan Hukum Mendel, resesif atau ko-
dominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala omozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih
berat daripada talasemia alfa atau beta. Namun untuk menyimpulkan thalassemia jenis apa, perlu
dilakukan anamnesis lebih lanjut, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lanjutan yang lengkap dan
terarah.

Daftar Pustaka

1. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta E.A. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4.


Jakarta. EGC; 2014. h
2. Sudiono H, Iskandar, Edward H, Halim S.L, Kosasih R. Penuntun Patologi Klinik
Hematologi. Edisi 5. Jakarta : PT Sinar Surya MegaPerkasa; 2016. H
3. Atmakusuma Djumhana : Thalassemia : Manifestasi Klinis, Pendekatan Diagnosis, dan
Thalassemia Intermedia.In Sudoyo. AW, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata
K Marcellus, Setiati Siti, Editors : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2006 : 1388
4. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi 6. Jakarta: Elsevier. 2014
5. Bernstein D, Shelov S. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC. 2014
6. Muhammad A, Sianipar O. Penentuan defisiensi besi anemia penyakit kronik
menggunakan peran indeks STfR-F. Yogyakarta : Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory.12(1). 2015. h.
7. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi; alih bahasa: Lyana
Setiawan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2005.h. 67-87
8. Regar J. Aspek genetic talasemia. Manado: Jurnal Biomedik; 2009.1(3). hal 152-57
9. Sumantri R, Supandiman I, Fadjari TH, Fianza PI, Oehadian A : Talasemia: Buku
Onkologi Medik. Bandung : Sub Bagian Hematologi Onkologi Medik dan Pusat
Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD; 2003 : 16.
10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Pencegahan Thalassemia ; 2010 :4.

Anda mungkin juga menyukai