Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Klinik Anak
Dosen Pengampu : Asep Setiawan, M. Kep.

Disusun oleh :

Randi Pabyana

J2214901042

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

2022/2023
A. Definisi
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan
masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan
oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen
globin (Nurarif, 2013).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hematolik dimana kerusakan sel
darah merah dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 120 hari).
B. Etiologi
Etiologi terjadinya thalassemia alfa dan beta adalah genetik. Penyakit ini
diturunkan dari orang tua secara autosomal resesif. Suatu kondisi autosomal
resesif menyatakan bahwa diperlukan kedua kopi gen dari orang tua untuk
munculnya penyakit yang diderita. Pada talasemia kelainan genetik terdapat
pada pembentukan rantai globin yang salah sehingga eritrosit lebih cepat lisis.
Hal ini menyebabkan penderita harus menjalani tranfusi darah seumur hidup.
Thalassemia diklasifikasikan menjadi thalassemia alfa dan beta berdasarkan
pada penurunan dan kerusakan rantai globinnya. Jumlah pembawa sifat
thalasemia di Indonesia masih tinggi dengan 3-20% pembawa sifat α
thalassemia, 3 % pembawa sifat β thalassemia dan 1-33% pembawa sifat HbE
yang merupakan salah satu variasi hemoglobinopati yang lain (Tursinawati &
Wijayanti, 2018)
C. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang terjadi pada pasien thalassemia yaitu sebagai
berikut :
Merasa lemah, perkembangan fisik tidak sesuai umur disebabkan karena
pertumbuhan sel dan otak yang terhambat oleh karena suplai oksigen atau Na
ke jaringan yang menurun, berat badan berkurang, tidak bisa hidup tanpa
tranfusi darah, anemia, pembesaran limpa, perubahan bentuk wajah,
penonjolan tulang tengkorak, terjadi peningkatan pertumbuhan tulang maksila,
terjadi facecoley, hepatomegali dan kecemasan. Dan juga terdapat :
1. Pucat
2. Anorexia
3. Diare
4. Sesak napas
5. Pembesaran limfa dan hepar
6. Ikterik ringan
7. Penipisan kortex tulang panjan, tangan dan kaki
8. Penebalan tulang kranial.
D. Klasifikasi
Berdasarkan kelainan klinis, thalasemia terbagi atas tiga (3) pembagian
utama yaitu : Thalasemia mayor, thalasemia intermedia, dan thalasemia minor.
Kriteria utama untuk membagi 3 bagian itu berdasar atas gejala dan tanda
klinis serta kebutuhan transfusi darah yang digunakan untuk terapi suportif
pasien thalasemia.
a. Thalasemia Mayor
Thalasemia mayor adalah keadaan klinis thalasemia yang paling
berat. Kondisi thalasemia mayor terjadi karena gen penyandi hemoglobin
pada 2 alel kromosom mengalami kelainan. 13 Pasien membutuhkan
transfusi darah sejak tahun pertama pada rentang usia 6-24 bulan dan
kontinyu sampai seumur hidupnya. Rutinitas transfusi thalasemia mayor
berkisar antara 2 minggu sekali sampai 4 minggu sekali. Gejala thalasemia
mayor secara umum muncul pada usia 7 bulan awal pertumbuhan bayi
atau setidaknya pada bawah tiga tahun.
Gejala awal adalah keadaan pucat pada kulitnya terlihat pada
bagian telapak tangan, mata bagian kelopak mata sebelah dalam, daerah
perut, dan semua permukaan kulit. Lambat laun bayi akan terlihat lemas,
tidak begitu aktif, dan tidak bergairah menyusu. Bayi akan mengalami
kegagalan untuk berkembang secara normal dan menjadi semakin pucat.
Beberapa masalah seperti diare, lemah, serangan demam berulang dan
pembesaran perut progresif yang disebabkan oleh pembesaran limpa dan
hati dapat menjadi alasan pasien untuk datang ke pelayanan kesehatan
(Lantip Rujito, 2019).
b. Thalasemia Intermedia
Sama seperti halnya dengan thalasemia mayor, individu dengan
thalasemia intermedia terjadi akibat kelainan pada 2 kromosom yang
menurun dari ayah dan ibunya. Perbedaan ada pada jenis gen mutan yang
menurun. Individu thalasemia mayor menurun 2 gen mutan bertipe mutan
berat, sedangkan pada thalasemia intermedia 2 gen tersebut merupakan
kombinasi mutan berat dan ringan, atau mutan ringan. Onset awitan atau
kenampakan klinis dari thalasemia intermedia tidak seawal 14 thalasemia
mayor. Diagnosis awal bisa terjadi pada usia belasan tahun atau bahkan
pada usia dewasa. Secara klinis thalasemia intermedia menunjukan gejala
dan tanda yang sama dengan thalasemia mayor namun lebih ringan dari
gambaran thalasemia mayor.
Pasien intermedia tidak rutin dalam memenuhi transfusi darahnya,
terkadang hanya 3 bulan sekali, 6 bulan sekali atau bahkan 1 tahun sekali.
Namun pada keadaan tertentu, keadaan intermedia dapat jatuh ke keadaan
mayor jika tubuh mengeluarkan darah yang cukup banyak atau tubuh
memerlukan metabolisme yang tinggi seperti keadaan infeksi yang
menahun, kanker atau keadaan klinis lain yang melemahkan sistem
fisiologis hematologi atau sistem darah. Pasien thalasemia intermedia ini
dapat cenderung menjadi mayor ketika anemia kronis tidak tertangani
dengan baik dan sudah menyebabkan gangguan organ-organ seperti hati,
ginjal, pankreas dan limpa (Lantip Rujito, 2019).
c. Thalasemia Minor
Thalasemia minor bisa juga disebut sebagai pembawa sifat, traits,
pembawa mutan, atau karier thalasemia. Karier thalasemia tidak
menunjukan gejala klinis semasa hidupnya. Hal ini bisa dipahami karena
abnormalitas gen yang terjadi hanya melibatkan salah satu dari dua
kromosom yang ada dikandungannya, bisa dari ayah atau dari ibu. Satu
gen yang normal masih mampu memberikan kontribusi untuk proses
hematopiesis yang cukup 15 baik. Beberapa penelitian bahkan menyebut
bahwa diantara pendonor darah rutin pada unit-unit transfusi darah adalah
karier thalasemia (Latip Rujito, 2019).
E. Patofisiologi/Patway

Penyebab Primer Penyebab Sekunder


 Sintesis Hb A  Defisiensi asam folat
 Eritropoisis tidk efektif  Hemodelusi
 Destruksi eritrosit  Destruksi eritrosit oleh
intramedular s.retikuloendotelial

Mutasi DNA

Produksi rantai alfa dan beta Hb Berkurang

Kelainan pada eritrosit

Pengikatan O2 berkurang

Kompensator pada rantai a

rantai B produksi terus menerus

ResikoInfeksi
HB Defectif

Transfusi darah
Ketidakseimbangan polipeptida
berulang

Eritrosit tidak stabil Anemia


Berat Hemosiderosis

Hemolisis
Penumpukan besi
Suplay O2 menurun

Ketidakseimbanga suplay O2 ke
n suplay O2 dan jaringan perifer
Kebutuhan menurun

Hipoksia Perfusi perifer


tidak efektif

Dyspneu
Endokrin
Jantung hati limfa Kulit
Penggunaan otot menjadi
bantu nafas kelabu
Tumbang
terganggu Gagal Hepatomeg Splenome
jantung ali gali
Kelelahan Kerusakan
Gangguan integritas
tumbuh kulit
Intoleransi Resiko
kembang Nyeri akut
Aktivitas Cedera

Malas makan

Intake nutrisi
menurun

Defisit nutrisi
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah:
- HB : kadar hb 3-9g%
- Pewarnaan SDM : anisotiosis, poikilositosis, hipokromia berat, target
cell, tear drop cell
2. Gambaran sumsum tulang : eritropoesis hiperaktif
3. Elrktroforesis Hb :
- Thalassemia alfa : ditemukan hb barts dan Hb H
- Thalasemia beta : kadar hb F bervariasi antara 10-90% (N:<=1%)
G. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
thalassemia.
a. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat
menyebabkan penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, 25
aritmia atau detak jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan
di jaringan jantung. Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan
penderita thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali
untuk memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan
menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung
menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung. Perawatan
untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi
yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim
konversi angiotensin.
b. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat
tubuh kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang
dapat terjadi adalah sebagai berikut:
1) Nyeri persendian dan tulang
2) Osteoporosis
3) Kelainan bentuk tulang
4) Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
c. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang
sel darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada
meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa
tumbuh lebih besar. Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel 26
darah yang sehat akan menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan
menjadi terlalu aktif, serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat.
Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa merupakan satusatunya
cara untuk mengatasi masalah ini.Vaksinasi untuk mengatasi potensi
infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis, disarankan untuk dilakukan
jika anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan limpa, hal ini
dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi. Segera temui dokter
jika anak Anda memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam,
karena bisa berakibat fatal.
d. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati
atau penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi
rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu,
penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga
bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat
antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat
dilakukan terapi khelasi.
e. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap
zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah
melakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan sistem 27
hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin diperlukan
untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat akibat
kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar
hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
1) Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
2) Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus
dilakukan anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk
mengukur pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan
pada para remaja yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu
tahun sekali.
H. Penatalaksanaan medis
1. Tranfusi darah
2. Terapi khelasi besi (iron chelation) terdapat obat- obtan yang di gunakan
dalam terapi khelasi besi yaitu :
- Deferoxamin (yang di berikan melalui bawah kulit)
- Deferasirox ( pil ang di konsumsi satu hari sekali)
3. Suplemen asam folat
4. HLA ( human leukocyte antigens)
I. Pengkajian keperawatan
1) Pengkajian
Menurut Susilaningrum, dkk (2013) pengkajian yang dilakukan pada anak
thalasemia adalah sebagai berikut:
a. Asal keturunan atau kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar Laut Tengah
(Mediterania), seperti Turki, Yunani, Cyprus, dan lain-lain. Di
Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, dan
merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor menunjukkan gejala klinisnya secara jelas
sejak anak berusia kurang dari satu tahun. Sedangkan pada thalasemia
yang gejalanya lebih ringan biasanya baru datang untuk pengobatan
pada usia sekitar 4-6 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Kecenderungan mudah timbul infeksi saluran nafas bagian atas atau
infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transportasi.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data adanya kecenderunga gangguan tumbuh
kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalasemia
mayor. Pertumbuhan fisik kecil untuk usianya dan adanya
keterlambatan kematangan seksual seperti tidak ada pertumbuhan
rambut, pubis, dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami
penurunan. Namun, pada jenis thalasemia minor sering kali terlihat
seperti pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola makan
Anak sering kali mengalami kesulitan untuk makan, hal ini sebabkan
adanya anoreksia. Sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak
sesuai dengan usianya.
2) Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak lincah seperti anak pada usianya. Anak
dengan thalasemia lebih banyak istirahat, ini sebabkan bila aktivitas
seperti anak normal akan lebih mudah merasa lelah.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Karena thalasemia merupakan penyakit keturunan, perlu dikajinya
orangtua yang menderita thalasemia. Apabila kedua orangtua menderita
thalasemia, maka anaknya berisiko menderita thalasemia mayor. Oleh
karena itu, konseling pranikah sebaiknya perlu dilakukan karena berfungsi
untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan dari
keturunan.
4) Riwayat ibu saat hamil (Ante natal care)
Selama masa kehamilan hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalasemia. Sering kali orang tua merasa dirinya sehat.
Apabila diduga adanya faktor risiko, maka ibu perlu dijelaskan risiko yang
mungkin akan dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memastikan
diagnosis, ibu segera mungkin dirujuk ke tempat fasilitas kesehatan untuk
mendapatkan tindakan lanjut.
5) Kesiapan dalam belajar
Pada anak thalasemia dapat dilihat melalui sikap keingintahuan, respon
dalam menerima pelajaran yang diberikan. Hal tersebut yang menjadi
kebutuhan belajar pada anak thalasemia.
6) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah, tidak selincah
anak seusia yang normal.
b. Kepala dan bentuk wajah
Pada anak yang belum atau tidak mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk wajah
mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar,
serta tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat (anemis) dan kekuningan.
d. Bibir terlihat pucat kehitaman.
e. Pada inspeksi terlihat dada sebelah kiri menonjol disebabkan adanya
pembesaran jantung yang disebabkan anemia kronik.
f. Perut kelihatan membuncit, serta ketika melakukan palpasi adanya
pembesaran limpa dan hati (hepatospeknomegali).
g. Pertumbuhan fisik kecil dan berat badan kurang dari normal untuk
anak seusianya.
h. Adanya keterlambatan pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak
usia pubertas.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuningan, jika anak sering mendapatkan transfusi
darah warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini sebabkan
adanya penimbunan besi zat besi dalam jaringan kulit.
J. Masalah keperawatan
1. D.0009 Perfusi Perifer Tidak Efektif.
a. Definisi :
Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
mengganggu metabolisme tubuh.
b. Penyebab:
1) Hiperglikemia
2) Penurunan konsentrasi gemoglobin
3) Peningkatan tekanan darah
4) Kekurangan volume cairan
5) Penurunan aliran arteri dan / atau vena
6) Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis. merokok,
gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam , imobilitas)
7) Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. diabetes
melittus, hiperlipidemia)
8) Kurang aktivitas fisik.
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : (Tidak tersedia)
Objektif :
1) Pengisian kapiler >3 detik.
2) Nadi perifer menurun atau tidak teraba.
3) Akral teraba dingin.
4) Warga kulit pucat.
5) Turgor kulit menurun.
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1) Parastesia.
2) Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten).
Objektif:
1) Edema.
2) Penyembuhan luka lambat.
3) Indeks ankle-brachial < 0,90.
4) Bruit femoral.
e. Kondisi Klinis Terkait.
1) Tromboflebitis.
2) Diabetes melitus.
3) Anemia.
4) Gagal Jantung kongenital.
5) Kelainan jantung kongenital/
6) Thrombosis arteri.
7) Varises.
8) Trombosis vena dalam.
9) Sindrom kompartemen.
2. D.0139 Risiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
a. Definisi :
Beresiko mengalami kerusakan kulit (dermis, dan/atau epidermis)
atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,
kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen)
b. Faktor Risiko
1) Perubahan sirkulasi
2) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3) Kekurangan/kelebihan volume cairan
4) Penurunan mobilitas
5) Bahan kimia initatif
6) Suhu lingkungan yang ekstrem
7) Faktor mekanis (mis. penekanan, gesekan) atau faktor elektris
(elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
8) Terapi radiasi
9) Kelembaban
10) Proses penuaan
11) Neuropati perifer
12) Perubahan hormonal
13) Penekanan pada tonjolan tulang
14) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/
melindungi integritas jaringan
c. Kondisi Klinis Terkait
1) Imobilitas
2) Gagal jantung kongesif
3) Gagal ginjal
4) Diabetes mellitus
5) Imunodefisiensi (mis. AIDS)
6) Kateterisasi jantung
d. Keterangan
1) Dispesifikkan menjadi kulit atau jaringan
2) Kulit hanya terbatas pada dermis dan epidermis, sedangkan
jaringan meliputi tidak hanya kulit tetapi juga mukosa, kornea,
fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau
ligamen.
3. D.0077 Nyeri Akut
a. Definisi :
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lamat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang 3 bulan.
b. Penyebab
1) Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif (tidak tersedia)
Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
d. Gejala dan Minor
Subjektif (tidak tersedia)
Objektif
1) Tekanan darah meningkat
2) pola napas berubah
3) nafsu makan berubah
4) proses berpikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaforesis
e. Kondisi Klinis Terkait
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaukoma
4. D.0056 Intoleransi Aktivitas.
a. Definisi :
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari
b. Penyebab
1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2) Tirah baring
3) Kelemahan
4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Mengeluh lelah
Objektif
1) frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi sehat
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1) Dispnea saat/setelah aktivitas
2) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3) Merasa lemah
Objektif
1) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2) Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas
3) Gambaran EKG menunjukan iskemia
4) Sianosis
e. Kondisi Klinis Terkait
1) Anemia
2) Gagal jantung kongesif
3) Penyakit jantung coroner
4) Penyakit katup jantung
5) Aritmia
6) Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
7) Gangguan metabolic
8) Gangguan muskuloskeletal
5. D.0019 Defisit Nutrisi
a. Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism
b. Penyebab
1) Ketidakmampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
4) Peningkatan kebutuhan metabolism
5) Faktor ekonomi (mis, finansial tidak mencukupi)
6) Faktor psikologis (mis, stres, keengganan untuk makan)
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif     : (tidak tersedia)
Objektif :
1) Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal .
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1) Cepat kenyang setelah makan 
2) Kram/nyeri abdomen
3) Nafsu makan menurun
Objektif :
1) Bising usus hiperaktif
2) Otot pengunyah lemah
3) Otot menelan lemah
4) Membran mukosa pucat
5) Sariawan
6) Serum albumin turun
7) Rambut rontok berlebihan
8) Diare
e. Kondisi Klinis terkait :
1) Stroke
2) Parkinson
3) Mobius syndrome
4) Celebral palsy
5) Cleft lip
6) Cleft palate
7) Amyotropic lateral sclerosis
8) Kerusakan neuromuscular
9) Luka bakar
10) Kanker
11) Infeksi
12) AIDS
13) Penyakit Crohn’s
14) Enterokolitis
15) Fibrosis kistik
6. D.0136 Risiko Cedera
a. Definisi :
Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi
baik
b. Faktor Risiko
Eksternal
1) Terpapar pathogen
2) Terpapar zat kimia toksik
3) Terpapar agen nosocomial
4) Ketidaknyamanan Transportasi
Internal
1) Ketidaknormalan profil darah
2) Perubahan orientasi afektif
3) Perubahan sensasi
4) Disfungsi autoimun
5) Disfungsi biokimia
6) Hipoksia jaringan
7) Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
8) Malnutrisi
9) Perubahan fungsi psikomotor
10) Perubahan fungsi kognitif
c. Kondisi Klinis Terkait
1) Kejang
2) Sinkop
3) Vertigo
4) Gangguan penglihatan
5) Gangguan pendengaran
6) Penyakit Parkinson
7) Hipotensi
8) Kelainan nervus vestibularis
9) Retardasi mental
K. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi keperawatan

1 Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan tindakan Dengan kriteria hasil: Perawatan sirkulasi
Efektif atau intervensi keperawatan  Warna kulit pucat menurun Observasi
selama 3 x 24 jam maka  Edema perifer menurun  Periksa sirkulasi perifer
diharapkan perfusi perifer  Kelemahan otot membaik  Identifikasi factor risiko gangguan
meningkat.  Pengisian kapiler membaik sirkulsi
 Monitor panas, kemerahan, nyeri,
atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik

 Hindari pemasangan infus atau


pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah
pada ekstremitas keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan
tourniquet pada area cedera.
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan hidrasi.
Edukasi

 Anjurkan berhenti meroko


 Anjurkan berolahraga rutin
2 Resiko Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dengan kriteria hasil: Perawatan integritas kulit
Kerusakan Integritas atau intervensi keperawatan  Elastisitas meningkat Observasi
Kulit selama 3 x 24 jam maka  Hidrasi meningkat  Identifikasi penyebab gangguan
diharapkan integritas kulit  Kerusakan lapisan kulit integritas kulit
dan jaringan meningkat. menurun Terapeutik

 Pendarahan menurun
 Ubah posisi tiap jam jika tirah baring
 Nyeri menurun
 Gunkan produk berbahan petroleum
atau minyak pada kulit kering
 Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit.
Edukasi

 Anjurkan menggunakan pelembab


 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstreme
 Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya.
3 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Dengan kriteria hasil: Manajemen nyeri
atau intervensi keperawatan  Frekuensi nadi membaik Observasi
selama 3 x 24 jam maka  Pola nafas membaik  Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan tingkat nyeri  Keluhan nyeri menurun durasi,frekuensi, kualitas, intensitas
menurun.  Meringis menurun nyeri

 Gelisah menurun  Identifikasi skala nyeri

 Kesulitan tidur menurun.  Identifikasi respon nyeri non verbal


 Identifikasi factor yang memperberat
dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan atau
kenyakinan tentang nyeri.
 Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas tidur
 Monitor efek samping penggunaan
nyeri.
Terapeutik

 Berikan teknik non farmakolog untuk


mengurangi nyeri
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat tidur
 Pertimabangkan jenis dan sumber
nyei dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode dan


pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan tehnik non farmakologi
untuk mengurangi nyeri.
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian analgetik jika


perlu.
4 Intolerasi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Dengan kriteria hasil: Manajemen energy
atau intervensi keperawatan  Kemudahan dalam Observasi
selama 3 x 24 jam maka melakukan aktivitas sehari  Identifikasi gangguan fungsi tubh
diharapkan toleransi hari meningkat yang mengakibatkan kelelahan.
aktivitas meningkat.  Kekuatan tubuh atas bawah  Monitor pola dan jam tidur
meningkat  Monitor kelehatan fisik dan
 Keluhan lelah menurun emosional
 Dipsneu saat aktivitas Edukasi
menurun.
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap.
Terapeutik

 Sediakan lingkunag nyaman rendah


stimulus
 Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang
menenagkan
 Fasilitasi duduk disisi tempat tidur jika
tidak dapat berpindah atau berjalan.
Kolaborasi

Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara


meningkatkan asupan makanan
5 Deficit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Dengan kriteria hasil: Manajmen nutrisi
atau intervensi keperawatan  Porsi makan yang dihabiskan Observasi
selama 3 x 24 jam maka meingkat.  Identifikasi status nutrisi
diharapkan status nutrisi  BB atau imt meningkat  Identifikasi alergi dan status makanan
terpenuhi.
 Frekuensi makan meningkat  Identifikasi perlunya penggunaan
 Nafsu makan meningkat selang NGT.
 Perasaan cepat kenyang  Monitor asupan makan
menurun  Monitor BB
Terapeutik

 Lakukan oal hygine sebelum makan


jika perlu
 Sajikan makanan secara enarik dan
suhu yang sesuai
Edukasi
 Anjurka posisi duduk jika mampu
 Anjurkan diet yang di programkan

Kolaborasi

 Kolaborasi dg ahli gizi untuk


menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang di butuhkan.
6 Resiko Cedera Setelah dilakukan tindakan Dengan kriteria hasil; Pencegahan cedera
atau intervensi keperawatan  Kejadian cedera menurun Observasi
selama 3 x 24 jam maka  Luka atau lecet enurun  Identifikasi obat yang beresiko
keparahan dan cedera yang  Pendarahan menurun menyebabkan cedera
diamati atau dilaporkan  Fraktur menururn  Identifikasi kesesuaian alas kaki atau
menurun. stoking pada ekstremitas bawah.
Terapeutik

 Sedikan penvahayaan yang memadai


 Sosialisasikan pasien dg keluarga
denga lingkunag rawat inap
 Sediakan alas kaki anti slp
 Sediakan urinal untuk eliminas di dekat
tempat tidur
 Pasiakan barang barang pribadi mudah
di jangkau
 Tingkat frekuensi observasi dan
pengawasan pasien sesuai kebutuhan.
Edukasi
 Jelaskan alas an intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan keluarga
 Anjurkan berganti posisi secara
perlahan dan duduk beberapa menit
sebelum berdiri.

Anda mungkin juga menyukai