Anda di halaman 1dari 22

RESUME KARDIOVASKULER

“ Thalasemia dan Anemia “

Oleh:
YESI SEPRIYANI
183110239

Dosen Pembimbing :

Ns. Hj. Tisnawati, SSt,S.Kep, M.Kes

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG


PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG
2020
THALASEMIA
A. Pengertian Thalasemia
Talasemia merupakan sindrom kelainan yang di wariskan dan masuk ke dalam kelompok
hemoglobinopati, yakni kelainan yang di sebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin
akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Talasemia merupakan kelompok gangguan
darah yang diwariskan, dkdikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik
molekul hemoglobin(Muscari, 2005). Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik
heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta
(Hoffbrand dkk, 2006).
B. Etiologi Thalasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang di turunkan secara
resesif di tandai oleh defisensi produksi globin pada hemoglobin. Dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur elitrosik menjadi
pendek (Kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut akibat hemoglobin tidak normal
(Hemoglobinopati). Kalasifikasi talasemia di bedakan atas :
1. Talasemia minor
2. Talasemia mayor
3. Talasemia intermedia

Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah

1. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan


2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa
globin.
C. Patofisiologi Thalasemia
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada
gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang
atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel
darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi
Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari
sel darah normal (120 hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan
dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta
thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin
yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu
kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara
terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel
darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri
dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus
menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan
tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai alpha
dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001)

D. Manifestasi Klinis Thalasemia


1. Talasemia Minor/Talasemia Trait :
Tampilan klinis normal, splenomegali dan hepatomegali di temukan pada sedikit
penderita, hyperplasia eritroid stipples ringan sampai sedang pada sumsum tulang,
bentuk homozigot, anemia ringan, MCV rendah. Pada penderita yang berpasangan
harus di periksa. Karena kanker minor pada kedua pasangan dapat menghasilkan
keturunan dengan talasemia mayor.
Pada anak yang besar sering di jumpai adanya :
a. Gizi buruk
b. Perubahan buncit karena pembesaran limpah dan hati yang mudah di raba
c. Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpah dan hati (Hepatomegali). Limpah
yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja
2. Talasemia Mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1
tahun yaitu :
a. Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan seiring dengan turungnya hemoglobin
fetal.
b. Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah merah yang berinti pada
darah perifer, tidak dapat HbA. Kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4g %.
c. Lemah, pucat.
d. Pertumbuhan fisik dan perkembangan terlambat, kurus, penebalan tulang
tengkora, splenomegali, ulkus pada kaki, dan gambaran patognomonik “hair on
end”
e. Berat badan kurang
f. Tidak dapat hidup tanpa transfusi
3. Talasemia Intermedia
a. Anemia mikrositik, bentuk heterozigot
b. Tingkat keparahan berada dia antara talasemia minor dan talasemia mayor. Masih
memproduksi sejumlah kecil HbA.
c. Anemia agak berat 7-9g/dL dan splenomegali
d. Tidak tergantung pada transfusi

Gejala Khas :

1. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara
kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar
2. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering di transfusi, kulit menjadi kelabu
karena penimbunan besi.
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini
karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha
bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lama-
kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga
terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena penghancuran darah
terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha
mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga
mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah
bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan
salah satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand dkk,2006)
5. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai
umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit.
6. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor,
anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl). Gejala deformitas tulang, hepatomegali
dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi
nampak pada masa dewasa.
7. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,
polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
8. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC)
menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan
tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di
Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
9. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena
kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai
beta.
E. WOC Thalasemia
PATHWAY THALASEMIA

Penyebab primer: Penyebab sekunder:

Sintetis Hb A << - Defisiensi asam folat


- Eritropoisis tidak efektif - Hemodilusi
- Destruksi eritrosit intramedular - Destruksi eritrosit oleh s.
retikuloendotelial

Mutasi DNA

Produksi rantai alfa dan beta Hb berkurang

Kelainan pada eritrosit

Pengikatan O2 berkurang

Kompensator pada rantai α

Rantai β produksi terus menerus

Hb defectif

Ketidakseimbangan polipeptida MK :Resiko


Infeksi
Eritrosit tidak stabil

Transfusi
Hemolisis Anemia darah
berat berulang
Suplay O2 <<
Hemosiderosis

MK :
Ketidakseimbang Suplay O2 ke Ketidakefektifan Penumpukan
an suplay O2 dan Hipoksia
jaringan perfusi jaringan Besi
kebutuhan perifer <<
Dyspneu

Endokrin Jantung Hepar Limpa


Penggunaan otot Kulit
bantu napas menjadi
Tumbang kelabu
Gagal
Kelelahan terganggu Jantung Splenomegali

MK : MK : Hepatomegali
MK :
Intoleransi Keterlambatan Resiko
Aktivitas pertumbuhan dan Cedera
perkembangan
Malas makan MK : Nyeri Akut

Intake
nutrisi << MK :Kerusakan
Integritas Kulit

MK : Defisit
Nutrisi
F. Klasifikasi Thalasemia
1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)
Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom 16
(terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan
mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang
dari kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang ada masih
bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia
terkena thalasemia.
b. Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan
terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit
hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl.
c. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia hipokromik
mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis. HbH terbentuk
dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak
memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β 4).
Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam
eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat
tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV(mean
corpuscular volume) 60-70 fl.
d. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb
Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai γ sehingga
rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi klinis dapat berupa
ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6
g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan
tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan
beberapa jam setelah kelahirannya.
2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom
11.
a. Thalassemia β o
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak
dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA
b. Thalassemia β +
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun
hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk
walaupun hanya sedikit.
Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
a. Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat
thalasemia.Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan
biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita
bercirikan :
1) Lemah
2) Pucat
3) Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
4) Berat badan kurang
5) Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya.
b. Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan,
biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan
untuk orang normal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-
anaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
1) Gizi buruk
2) Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
3) Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati(Hepatomegali
), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja
Gejala khas adalah:
1) Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung,
jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2) Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya
menjadi kelabu karena penimbunan besi
G. Komplikasi Thalasemia
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan penurunan
kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung yang tidak
beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta
mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi jantung, dan
setahun sekali pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik
jantung menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung. Perawatan
untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi yang lebih
menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim konversi angiotensin.
2. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh kekuerangan
sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi adalah sebagai
berikut:
1) Nyeri persendian dan tulang
2) Osteoporosis
3) Kelainan bentuk tulang
4) Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel darah yang
memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah darah yang
ada di dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan menjadi tidak
efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta mulai
menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa
merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini. Vaksinasi untuk mengatasi
potensi infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis, disarankan untuk dilakukan jika
anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa
berperan dalam melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak Anda memiliki gejala
infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat fatal.
4. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya beberapa
hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis
di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta
hepatitis. Oleh karena itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi
hati tiap tiga bulan sekali. Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan
mengonsumsi obat antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah
dapat dilakukan terapi khelasi.
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat besi.
Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi khelasi,
dapat mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan terapi pergantian
hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang
terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar
hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
1) Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
2) Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-anak
penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur pertumbuhannya.
Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja yang sudah memasuki
masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.
H. Penatalaksanaan Thalasemia
1. Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
a. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi
darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut
hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating
agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi
yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
b. Splenectomy dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan
rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
c. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan
asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan
obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan
bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
d. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat penghelasi
besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam
dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus :
1. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau
anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2. Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila
limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan
cukup besar.
3. Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4. Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu
membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan
minum teh.
5. Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur
diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya
sangat mahal dan sarananya belum memadai.
3. Penatalaksanaan Pengobatan
1) Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan
transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi tubuh
untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras sehingga
terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati, penipisian
tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal jantung, perut
membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering disertai patah tulang
disertai trauma ringan.
2) Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada organ-
organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman , sementara
penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung, kelenjar
endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat, tidak
menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat mempunyai keturunan.
3) Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B,
hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak
thalassemia menjadi rendah diri.
4) Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang pembawa
sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25% anak normal/
sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25% anak sakit
thalassemia mayor.
4. Penatalaksanaan Pencegahan.
a. Pencegahan primer
penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang
homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan :
25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan
sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus
homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan
50% lainnya normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion
merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot
intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus
(Soeparman dkk, 1996).

ANEMIA

A. Pengertian Anemia
Anemia , dalam bahasa yunani tanpa darah adalah penyakit kurang darah yang ditandai
dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan
normal. Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah,
kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah
(Price, 2006 : 256).
B. Etiologi Anemia
Anemia umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Gizi yang buruk atau gangguan
penyerapan nutrisi oleh usus. Juga adapat menyebabkan seseorang mengal;ami kekurangan
darah. Demikian juga pada wanita hamil atau menyusui, jika asupan zat besi berkurang,
besar kemungkinan akan terjadi anemia. Pendarahan saluran pencernaan, kebocoran pada
saringan darah di ginjal, menstruasi yang berlerbihan, serta para pendonor darah yang tidak
diimbangi dengan gizi yang baik dapat mjemiliki resiko anemia.
Perdarahan akut juga dapat menyebabkan kekurangan darah. Pada saat terjadi
pendarahan yang hebat, mungkin gejala anemia belum tampak transfusi darah merupakan
tindakan penanganan terutama jika terjadi pendarahan akut. Pendarahan teresebut biasanya
tidak kita sadari. Pengeluaran darah biasanya berlangsung sedikit demi sedikit dan dalam
waktu yang lama.Berikut ini tiga kemungkinan dasar penyebab anemia :
1. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan.
Bisa disebut anemia hemolitik ,muncul saat sel darah merah dihancurkan lebih cepat
dari normal (umur sel darah merah normalnya 120 hari).Sumsum tulang penghasil sel
darah merah tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan sel darah merah.
2. Kehilangan darah.
Kehilangan darah dapat menyebabkan anemia karena perdarahan berlebihan,pembedahan
atau permasalahan dengan pembekuan darah.Kehilangan darah yang banyak karena
menstruasi pada remaja atau perempuan juga dapat menyebabkan anemia.Semua faktor
ini akan meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat besi ,karena zat besi dibutuhkan untuk
membuat sel darah merah baru.
3. Produksi sel darah merah yang tidak optimal.
Ini terjadi saat sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darh merah dalam jumpah
cukup.ini diakibatkan infeksi virus,paparan terhadap kimia beracun atau obat-
obatan(antibiotic, antikejang atau obat kanker).
Penyebab umum dari anemia:
a. Perdarahan hebat
b. Akut (mendadak)
c. Kecelakaan
d. Pembedahan
e. Persalinan
f. Pecah pembuluh darah
g. Penyakit Kronik (menahun)
h. Perdarahan hidung
i. Wasir (hemoroid)
j. Ulkus peptikum
k. Kanker atau polip di saluran pencernaan
l. Tumor ginjal atau kandung kemih
m. Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
n. Berkurangnya pembentukan sel darah merah
o. Kekurangan zat besi
p. Kekurangan vitamin B12
q. Kekurangan asam folat
r. Kekurangan vitamin C
s. Penyakit kronik
t. Meningkatnya penghancuran sel darah merah
u. Pembesaran limpa
v. Kerusakan mekanik pada sel darah merah
w. Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
x. Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
y. Sferositosis herediter
z. Elliptositosis herediter
aa. Kekurangan G6PD
bb. Penyakit sel sabit
cc. Penyakit hemoglobin C
dd. Penyakit hemoglobin S-C
ee. Penyakit hemoglobin E
ff. Thalasemia (Burton, 1990)
C. Klasifikasi Anemia
1. Anemia mikrositik :
a. Anemia defisiensi besi
Anemia yang paling banyak terjadi adalah anemia akibat kurangnya zat besi .
Zat besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin.Oleh sebab itu , ketika tubuh
kekurangan zat besi , produksi hemoglobin akan menurun. Meskipun demikian ,
penurunan hemoglobin sebetulnya baru akan terjadi jika cadangan zat besi (Fe)
dsala tubuh sudah benar-benar habis .Kurangnya zat besi dalam tubuh bisa
disebabkan banyak hal .Kekurangan zat besi pada bayi mungkin disebabkan
prematuritas, atau bayi tersebut lahir dari seorang ibu yang menderita kekurangan
zat besi.Pada anak-anak mungkin disebabkan oleh asupan makanan yang kurang
mengandung zat besi . Sedabgkan pada orang dewasa , kurangnya zat besi pada
prinsipnya hampir selalu disebabkan oleh pendaraah menahun atau berulang-
ulang yang bisa berasal dari semua bagian tubuh.
b. Anemia penyakit kronik
2. Anemia makrositik :
a. Anemia defisiensi vitamin B12 ( Anemia Pernisiosa )
Anemia ini memiliki ciri sel-sel darah abnormal dan berukuran besar
(Makrositer) dengan kadar hemoglobin per eritrosit yang normal atau lebih tinggi
(hiperkrom) dan MCV tinggi. MCV atau Mean Corpuscular Volume merupakan
salah satu karakteristik sel darah merah. Sekitar 90% anemia makrositik yang
terjadi adalah anemia pernisiosa.
Selain menggangu proses pembentukan sel darah merah kekurangan
vitamin b12 juga mempengaruhi sistem saraf,sehingga penderita anemia ini akan
merasakan kesemutan ditangan dan kaki ,tungkai dan kaki,dan tangan seolah mati
rasa,serta kaki dalam bergerak.gejala lain yang dapat terlihat diantaranya adalah
buta warna tertentu,termasuk warna kuning dan biru,luka terbuka dilidah atau
lidah seperti terbakar,penurunan berat badan,warna kulit menjadi lebih
gelap,linglung,depresi,penurunan fungsi intelektual.
b. Anemia defisiensi asam folat
3. Anemia karena perdarahan :
a. Perdarahan akut
b. Perdarahan kronik
4. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik terjadi bila sel darah merah dihancurkan jauh lebih cepatdari
normal.umur sel darah merah normalnya 120 hari .pada anemia hemolitik,umur sel
darah merah lebih pendek sehingga sumsum tulang penghasil sel darah merah tidak
dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan sel darah merah.
6. Anemia aplastic
Merupakan jenis anemia yang berbahaya, karena dapat mengancam jiwa.
Anemia aplastik terjadi bila” pabrik”(sumsum tulang )pembuatan darah merah terganggu
.Pada anemia aplastik ,terjadi penurunan produksi sel darah (eritrosit, leukosit dan
trombosit).Anemia aplastik disebabkan oleh bahan kimia ,obat-obatan ,virus dan terkait
dengan penyakit-penyakit yang lain.
7. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit (sickle cell anemia) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai
dengan sel darah merah yang berbentuk sabit ,kaku ,dan anemia hemolitik kronik.pada
penyakit sel sabit,sel darah merah memiliki hemoglobin(prootein pengangkut oksigen)
yang bentuknya abnormal,sehingga mengurangi jumlah oksigen dalam sel dan
menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.sel yang berbentuk sabit akan menyumbat
dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa ,ginjal,otak,tulang,dan organ lainnya
,dan menyebabkan kurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut.sel sabit ini rapuh dan
akan pecah pada saat melewati pembuluh darah,kerusakan organ ,bahkan sampai pada
kematian.
D. Patofisiologi Anemia
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt
terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat
penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel
darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat
beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam
system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses
ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan
meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera,kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor
pendarahan, hemolisis eritrosit
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan
dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun
akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya
otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan
seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak,
tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).
E. WOC Anemia

Kegagalan sumsum tulang kehilangan sel darah merah


berlebihan

Defisiensi Fe, asam

Pengetahuan folat
Informasi
berkurang berkurang Anemia

Perubahan
Nutrisi

Kadar eritrosit dalam Bilirubin masuk


PK Anemia
darah menurun dalam darah

Daya tahan tubuh


Kadar Hb menurun menurun Agak Ikterik

Resiko Infeksi
Suplay Oksigen ke sel Gangguan proses
tubuh menurun metabolism energi

Perubahan perfusi
jaringan Lemah lesu
Paru-paru terkompensasi
meningkatkan O2 ke
Fungsi sel otak
tubuh Intoleransi
terganggu
Tachipneu Aktivitas

Gangguan perfusi serebral


Pola napas tidak efektif
F. Manifestasi Klinis
1. 5L ( lemah, letih, lesu, lelah, lalai )
2. Kepala pusing
3. Palpitasi
4. Mata berkunang- kunang
5. Perubahan jaringan epitel kuku
6. Disphagia
7. Pembesaran kelenjar limfe
8. Perubahan kulit dan mukosa yang progresif, seperti lidah yang halus, keilosis
9. Terdapat tanda- tanda malnutrisi
10. Anoreksia
11. Diare
12. Dispepsia
13. Pucat
14. Agak ikterik
15. Adanya gangguan neurologis seperti parestesia, gangguan keseimbangan, perubahan
fungsu serebral, demensia.
16. Splenomegali
17. Demam
18. Perdarahan
19. Sklera ( warna pucat pada kelopak mata bagian bawah )
G. Komplikasi Anemia
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia
akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena
infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah
lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan
dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan
rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak.
H. Penatalaksanaan Anemia
1. Theraphy / Tindakan Penanganan
Tindakan umum : Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang:
a. Transpalasi sel darah merah.
b. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
c. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah
d. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan
oksigen
e. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
f. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya)
a. Anemia defisiensi besi
Penatalaksanaan : Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan
yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur. Pemberian preparat fe.Perrosulfat
3x 200mg/hari/per oral sehabis makan Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis
makan.
b. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
c. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
d. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian
cairan dan transfusi darah.
DAFTAR PUSTAKA

Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi . Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia, A.Samik
Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif, Dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia, A.Samik
Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC

Sylvia A.Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit buku 2. EGC. Jakarta. 1995

Maureen Okam, M.D (Harvard Media School). (1999). Thalassemia Information. Jakarta
:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Muscari,Mary E.(2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai