Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN THALASEMIA

I. Konsep Dasar Penyakit


1.1 Definisi Thalasemia
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah
Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan
jumlah rantai globin atau struktur Hb. (Nursalam, 2005)
Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited)
dan masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang
disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau
dekat gen globin. (Nurarif dan Kusuma, 2016)
1.2 Etiologi
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada
hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh
darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia). (Nurarif dan Kusuma, 2016)
1.3 Klasifikasi
Thalasemia dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis rantai
hemoglobin yang mengalami gangguan menjadi thalasemia alfa dan beta.
Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang mengalami gangguan,
Hockenberry dan Wilson (2009) dalam Ganis (2011) mengklasifikasikan
thalasemia menjadi :
1) Thalasemia Minor (Trait)
Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang
sehat namun orang tersebut dapat diwariskan gen thalasemia pada

1
2

anak-anaknya. Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada
sepanjang hidup penderita. Penderita tidak memerlukan transfusi darah
dalam hidupnya.
2) Thalasemia Intermedia
Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara thalasemia mayor dan
minor. Penderita thalasemia intermedia mungkin memerlukan transfusi
darah secara berkala, dan penderita thalasemia jenis ini dapat bertahan
hidup sampai dewasa.
3) Thalasemia Mayor
Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila
kedua orangtua mempunyai sifat pembawa thalasemua (carrier). Anak-
anak dengan thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan
menderita kekurangan darah pada usia 3-18 bulan. Penderita thalasemua
mayor akan memerlukan transfuse darah secara berkala seumur
hidupnya dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun.
Namun apabila penderita tidak dirawat, penderita thalasemia ini hanya
akan bertahan sampai usia 5-6 tahun.
1.4 Manifestasi Klinis
1) Thalasemia Minor/Thalasemia Trait : tampilan klinis normal,
splenomegaly dan hepatomegali ditemukan pada sedikit penderita,
hyperplasia eritroid stipples ringan sampai sedang pada sumsum tulang,
bentuk homozigot, anemia ringan, MCV rendah. Pada penderita yang
berpasangan harus diperiksa. Karena karier minor pada kedua pasangan
dapat menghasilkan keturunan dengan thalasemia mayor.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya :
(1) Gizi buruk.
(2) Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba.
3

(3) Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati


(hepatomegali), Limpa yang besar ini mudah rupture karena trauma
ringan saja.
2) Thalasemia Mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur
kurang dari 1 tahun, yaitu :
(1) Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya
kadar hemoglobin fetal.
(2) Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah merah
yang berinti pada darah perifer, tidak terdapat HbA. Kadar Hb
rendah mencapai 2 atau 4 g %.
(3) Lemah, pucat.
(4) Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus,
penebalan tulang tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki, dan
gambaran patognomonik “hair on end”.
(5) Berat badan kurang.
(6) Tidak dapat hidup tanpa transfusi.
3) Thalasemia Intermedia
(1) Anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
(2) Tingkat keparahannya berada diantara thalasemia minor dan
thalasemia mayor masih memproduksi sejumlah kecil HbA.
(3) Anemia agak berat 7-9 g/dl dan splenomegali.
(4) Tidak tergantung pada transfusi. (Nurarif dan Kusuma, 2016)
1.5 Patofisiologi
Pernikahan penderita thalasemia carier menyebabkan penurunan
penyakit thalasemia secara resesif, berupa gangguan sintesis rantai globin α
dan β (kromosom 11 dan 16) yang dapat mengakibatkan :
1) Pembentukan rantai α dan β di eritrosit tidak seimbang.
2) Rantai β kurang dibanding rantai α.
3) Rantai β tidak terbentuk sama sekali.
4

4) Rantai β yang terbentuk tidak cukup.


Keempat akibat tersebut dapat menyebabkan terjadinya thalasemia β.
Gangguan pada sintesis rantai globin α dan β juga dapat mengakibatkan
rantai α yang terbentuk sedikit dibanding rantai β sehingga terjadilah
thalasemia α. Thalasemia α dan β dapat mengakibatkan :
1) Pembentukan rantai α dan β.
2) Pembentukan rantai α dan β kurang.
3) Penimbunan dan pengendapan rantai α dan β yang berlebihan
Ketiga akibat tersebut dapat menyebabkan tidak terbentuknya HBA
(2α dan 2β) sehingga terjadi akumulasi endapan rantai globin yang
berlebihan (inclussion bodies) yang dapat mengakibatkan rantai globin
menempel pada dinding eritrosit sehingga dindung eritrosit mudah rusak.
Dinding eritrosit yang rusak tersebut mengakibatkan terjadinya hemolisis,
sehingga eritrosit tidak efektif dan penghancuran prekursom eritrosit di intra
medular (sumsum tulang). Selain itu juga terjadi kurangnya sintesis HB
sehingga eritrosit hipokrom dan mikro siher, maka terjadilah hemolisis
eritrosit yang imatur dan terjadilah talasemia.
Thalasemia dapat menyebabkan penurunan suplai darah ke jaringan
sehingga suplai O2 dan nutrisi ke jaringan menurun, mengakibatkan
menurunnya metabolisme dalam sel dan terjadilah perubahan pembentukan
ATP, sehingga energi yang dihasilkan menurun dan terjadilah kelemahan
fisik, sehingga pasien mengalami defisit perawatan diri dan intoleransi
aktivitas.
Selain menyebabkan penurunan suplai O2 dan nutrisi, penurunan suplai
darah ke jaringan juga membuat tubuh merespon dengan pembentukan
eritroporetin yang dapat merangsang eritroporesis, sehingga eritrosit imatur
dan mudah lisis, maka terjadilah penurunan HB, maka memerlukan
transfusi.
5

Transfusi jangka panjang dapat mengakibatkan penumpukan Fe di


organ (hemokromotosis), penumpukan Fe terjadi di limpa dan hati. Di limpa
penumpukan Fe ini dapat mengakibatkan splenomegali maka harus
dilakukan splenoktomi sehingga beresiko terjadi infeksi. Di hati
penumpukan Fe mengakibatkan hepatomegali / sirohepatis yang
menyebabkan anoreksia sehingga pasien mengalami gangguan pemenuan
nutrisi kurang dari kebutuhan.
Selain akibat tersebut penumpukan Fe juga dapat mengakibatkan
perubahan sirkulasi sehingga kulit rusak dan mengalami resiko kerusakan
intregritas kulit.
Thalasemia juga dapat mengakibatkan menurunnya pengikatan O 2 oleh
eritrosit sehingga aliran darah ke organ vital dan seluruh jaringan menurun,
sehingga O2 dan nutrisi tidak ditransport secara adekuat yang mengakibatkan
perfusi jaringan terganggu maka terjadilah perubahan perfusi jaringan.
6

Pathway
Pernikahan penderita Penurunan penyakit Gangguan sintesis
thalasemia secara autosomal resesif rantai globulin α dan β

Pembentukan rantai α Thalasemia β Rantai α kurang


dan β diretikulo tidak terbentuk daripada
seimbang rantai β
- Rantai β kurang - Gangguan
dibentuk disbanding pembentukan rantai α thalasemia α
α dan β
- Rantai β tidak - Pembentukan rantai α
dan β Tidak terbentuk HbA
dibentuk sama sekali
- Rantai g dibentuk - Penimbunan dan
tetapi tidak menutupi pengendapan rantai α
Membentuk inklosion
kekurangan rantai β dan β
bodies

O2 dan nutrisi tidak Aliran darah keorgan Menempel pada dinding


ditransport secara fital dan jaringan eritrosit
adekuat
Peningkatan O2 oleh Hemolysis
Ketidakefektifan RBC menurun - Eritropoesis darah
perfusi jaringan yang tidak efektif dan
penghancuran
Anemia
Kompensasi tubuh precursor eritrosit dan
membentuk eritrosit intramedula sintesis
Hipoksia Hb eritrosist
oleh sumsum tulang
hipokrom dan
micrositer
Tubuh merespon - Hemolysis eritrosit
Hiperlasi sumsum
dengan pembentukan yang immature
tulang
eritropoetin

Ekspansi sumsum Suplai O2/Na


tulang wajah dan Masuk ke sirkulasi kejaringan
kranium
7

Deformitas tulang Merangsang Metabolism sel


eritropoesis
- Perubahan bentuk
wajah Pertumbuhan sel dan
Pembentukan RBC baru otak terhambat
- Penonjolan tulang yang immature dan
tengkorak mudah lisis
- Meningkat Keterlambatan
pertumbuhan pada pertumbuhan dan
tulang maksila Hb perlu transfusi perkembangan
- Terjadi face coley

Terjadi peningkatan Fe Perubahan


pembentukan ATP
Perasaan berbeda
dengan orang lain
hemosiderosis Energi yang dihasilkan

Gambaran diri negative


Pigmentasi kulit Kelemahan fisik

V Gangguan citra diri


Kerusakan integritas Intoleransi aktivitas
kulit
Terjadi hemapoesis
diextramedula Ketidakefektifan pola
Frekuensi nafas nafas

hemokromatesis Paru-paru

fibrosis pankreas DM

Liver jantung limfa

Hepatomegaly Payah jantung splenomegali

Perut buncir menekan Imunitas menurun plenokromi


diafragma
Resiko infeksi
Compliance paru-paru
terganggu
8

Deformitas tulang
1.6 Pemeriksaan Penunjang
1) Darah tepi :
(1) Hb, gambaran morfologi eritrosit.
(2) Retikulosit meningkat.
2) Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis).
3) Pemeriksaan khusus :
(1) Hb F meningkat : 20% - 90% Hb total.
(2) Elekroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
(3) Pemeriksaan pedigree : kedua orangtua pasien thalasemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>3,5% dari Hb
total).
4) Pemeriksaan lain :
(1) Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis,
diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
(2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum
tulang sehingga trabekula tampak jelas. (Nurarif dan Kusuma,
2016)
1.7 Penatalaksanaan
1) Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas
10 g/dl. Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang
nyata memungkinkan aktifitas normal dengan nyaman, mencegah
ekspansi sumsum tulang dan masalah konsmetik progresif yang terkait
dengan perubahan tulang-tulang muka, dan meminimalkan dilatasi
jantung dan osteoporosis.
2) Transfusi dengan dosis 15-20 mg/kg sel darah merah (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk
mencegah alloimunisasi dan mencegah reaksi transfusi. Lebih baik
9

digunakan PRC yang relatif segar (kurang dari 1 minggu dalam


antikoagulan CPD) walaupun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi
demam akibat transfusi lazim ada. Hal ini dapat meminimalkan dengan
penggunaan eritrosit yang direkonstitusi dari darah beku atau
penggunaan filter leukosit, dan dengan pemberian antipiretik sebelum
transfusi. Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang,
yang tidak dapat dihindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-
kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak dapat dieksresikan secara
fisiologi.
3) Siderosis miokardium merupakan faktor penting yang ikut berperan
dalam kematian awal penderita. Hemosiderosis dapat diturunkan atau
bahkan di cegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi besi (iron
chelating drugs) deferoksamin, yang membentuk kompleks besi yang
dapat dieksresikan dalam urin. Kadar deferoksamin darah yang
dipertahankan tinggi adalah perlu untuk ekresi besi yang memadai. Obat
ini diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan
pompa portabel kecil (selama tidur), 5 atau 6 malam/minggu penderita
yang menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum
kurang dari 1000 ng/ml yang benar-benar dibawah toksik. Komplikasi
mematikan siderosis jantung dan hati dengan demikian dapat dicegah
atau secara nyata tertunda. Obat pengkhelasi besi per oral yang efektif,
deferipron, telah dibuktikan efektif serupa dengan deferoksamin. Karena
kekhawatiran terhadap kemungkinan toksisitas (agranulositosis, artitis,
artralgia) obat tersebut kini tidak bersedia di Amerika Serikat.
4) Terapi hipertransfusi mencegah splenomegali masif yang disebabkan
oleh eritripoesis ekstra medular. Namun splenektomi akhirnya diperlukan
karena ukuran organ tersebut atau karena hipersplenisme sekunder.
Splenektomi meningkatkan resiko sepsis yang parah sekali, oleh karena
itu operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan harus
10

ditunda selama mungkin. Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah


meningkatkan kebutuhan transfusi melebihi 240 ml/kg PRC/tahun
biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk
mempertimbangkan splenektomi.
5) Imuniasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H.
Influensa tipe B, dan vaksin polisakarida pneumokokus diharapkan dan
terapi profilaksis penisilin juga dianjurkan. Cangkok sumsum tulang
(CST) adalah kuratif pada penderita yang telah menerima transfusi
sangat banyak. Namun, prosedur ini membawa cukup resiko morbiditas
dan mortalitas dan biasanya hanyak digunakan untuk penderita yang
mempunyai saudara kandung yang sehat (yang tidak terkena) yang
histokompatibel. (Nurarif dan Kusuma, 2016)
1.8 Asuhan Keperawatan
1.8.1 Pengkajian
1) Anamnesa
a. Asal Keturunan/Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia
sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan
merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut
telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan
pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya
anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas
infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb
yang berfungsi sebagai alat transport.
11

d. Pertumbuhan dan perkembangan


Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan
gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi,
karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik.
Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan
fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan
dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut
pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan,
sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan
usianya.
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak
banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak
normal mudah merasa lelah.
g. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah
orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua
menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita
thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah
sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui
adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara
mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua
merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka
12

ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami


oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis,
maka ibu segera dirujuk ke dokter.

2) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
selincah anak seusianya yang normal. Pertumbuhan fisiknya
terlalu kecil untuk umurnya dan Berat badannya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum / tidak mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah
mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua
mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan.
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman.
e. Dada
Pada inspirasi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran
limpa dan hati (hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan organ sek sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena
adanya anemia kronik.
13

h. Kulit
Warna kulit pucat kekuning-kuningan, jika anak telah sering
mendapat transfusi darah maka warna kulit menjadi kelabu
seperti besi, akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan
kulit.
2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
suplai O2, konsentrasi Hb dan darah ke jaringan.
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan natrium ke jaringan.
4) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
abnormalitas produksi globin dalam hemoglobin menyebabkan hiperplasi
sumsum tulang.
5) Resiko infeksi.
6) Gangguan citra tubuh.
2.3 Nursing Care Planning (NCP)
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
o keperawatan
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Peripheral Sensation Managemen
perfusi jaringan perifer keperawatan selama ….. x 24 jam (Manajemen Sensasi Perifer)
berhubungan dengan diharapkan perfusi jaringan perifer 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
penurunan suplai O2, efektif peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
konsentrasi Hb dan Kriteria hasil : 2. Monitor adanya paretese
darah ke jaringan. Indikator IR ER3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
1. Nadi perifer teraba kuat kulit jika ada isi atau laserasi
2. Nadi perifer simetris 4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
3. Pembesaran pembuluh 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan
darah tidak ada punggung
4. JVP tidak Nampak 6. Monitor kemampuan BAB
5. Edema perifer tidak 7. Kolaborasi pemberian analgetik
muncul 8. Monitor adanya tromboplebitis
6. Asites tidak muncul 9. Diskusikan mengenai penyebab perubahan
7. Status kognitif dalam sensasi.
rentang diharapkan
8. Kelemahan ekstrim
14
tidak ada
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak keluhan
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan Airway Management
napas berhubungan keperawatan selama ….. x 24 jam 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift
dengan penurunan diharapkan pola napas efektif. atau jaw thrust bila perlu
ekspansi paru. Kriteria hasil : 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Indikator IR ER ventilasi
1. Mendemonstrasikan 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
batuk efektif dan suara jalan nafas buatan
nafas bersih, tidak ada 4. Pasang mayo bila perlu
sianosis dan dyspnea 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
(mampu mengeluarkan 6. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
sputum, mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
bernafas dengan mudah, tambahan
tidak ada pursed lips) 8. Lakukan suction pada mayo
15
2. Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien 9. Berikan bronkodilator bila perlu
tidak merasa tercekik, 10. Berikan pelembab udara kassa basa NacCl
irama nafas, frekuenssi lembab
pernafasan dalam 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
rentang normal, tidak keseimbangan
ada suaara nafas 12. Monitor respirasi dan status O2.
abnormal
3. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak keluhan
3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Activity Therapy
berhubungan dengan keperawatan selama ….. x 24 jam 1. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitas
kelemahan umum, diharapkan Intoleransi aktivitas medic dalam merencanakan program terapi
ketidakseimbangan teratasi. yang tepat
16
antara suplai oksigen Kriteria hasil : 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
dan natrium ke jaringan yang mampu dilakukan
Indikator IR ER3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
1. Berpartisipasi dalam yang sesuai dengan kemampuan fisik,
aktivitas fisik tanpa psikologi dan social
disertai peningkatan 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
tekanan darah, nadi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
RR aktivitas yang diinginkan
2. Mampu melakukan 5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan
aktivitas sehari-hari aktivitas seperti kursi roda, krek
(ADLs) secara mandiri 6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
3. Tanda-tanda vital disukai
normal 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
4. Energy psikomotor diwaktu luang
5. Level kelemahan 8. Bantu pasien/keluarga untuk
6. Mampu berpindah mengidentifikasi kekurangan dalam
dengan atau tanpa beraktivitas
bantuan alat 9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
7. Status kardiopulmunari beraktivitas
adekuat 10. Bantu pasien untuk mengembangkan 17
8. Sirkulasi status baik motivasi diri dan penguatan
9. Status respirasi: 11. Monitor respon fisik, emosi, social dan
pertukaran gas dan spiritual.
ventilasi adekuat
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak keluhan
4. Keterlambatan Setelah dilakukan tindakan Peningkatan perkembangan anak dan remaja
pertumbuhan dan keperawatan selama ….. x 24 jam 1. Kaji factor penyebab gangguan
perkembangan diharapkan Keterlambatan perkembangan anak
berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan 2. Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan
abnormalitas produksi teratasi. untuk memfasilitasi perkembangan anak
globin dalam Kriteria hasil : yang optimal
hemoglobin Indikator IR ER3. Berikan perawatan yang konsisten
menyebabkan 1. Anak berfungsi optimal 4. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi
hiperplasi sumsum sesuai tingkatannya taktil
tulang 2. Keluarga dan anak 5. Berikan instruksi berulang dan sederhana
18
mampu menggunakan
koping terhadap 6. Berikan reinforcement positif atas hasil yang
tantangan karena dicapai anak
adanya 7. Dorong anak melakukan perawatan sendiri
ketidakmampuan 8. Manajemen perilaku anak yang sulit
3. Keluarga mampu 9. Dorong anak melakukan sosialisasi dengan
mendapatkan sumber- kelompok
sumber sarana 10. Ciptakan lingkungan yang aman
komunikasi
4. Kematangan fisik :
wanita: perubahan fisik
normal pada wanita
yang terjadi dengan
transisi dari masa
kanak-kanak ke dewasa
5. Kematangan fisik : pria
perubahan fisik normal
pada wanita yang
terjadi dengan transisi
dari masa kanak-kanak
ke dewasa 19
6. Status nutrisi seimbang
7. Berat badan
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak keluhan
5. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Infection Control (Kontrol infeksi)
Faktor-faktor Resiko keperawatan selama ….. x 24 jam 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
1. Penyakit kronis diharapkan resiko infeksi terkontrol. lain
(thalasemia) Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
2. Pengetahuan yang Indikator IR ER 3. Batasi pengunjung bila perlu
tidak cukup untuk 1. Klien bebas dari tanda 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
menghindari dan gejala infeksi tangan saat berkunjung dan setelah
pemajanan patogen 2. Menunjukkan berkunjung meninggalkan pasien
3. Ketidakadekuatan kemampuan untuk 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
pertahanan mencegah timbulnya tangan
sekunder infeksi 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
(penurunan 3. Jumlah leukosit dalam tindakan kperawatan
20
batas normal
hemoglobin 4. Menunjukkan perilaku 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
4. Malnutrisi hidup sehat pelindung
Keterangan : 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
1. Keluhan ekstrim pemasangan alat
2. Keluhan berat 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
3. Keluhan sedang dressing sesuai dengan petunjuk umum
4. Keluhan ringan 10. Gunakan kateter intermiten untuk
5. Tidak keluhan menurunkan infeksi kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
6. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan Body image enchancement
keperawatan selama ….. x 24 jam 1. Kaji secara verbal dan non verbal respon
diharapkan Gangguan citra tubuh klien terhadap tubuhnya
teratasi. 2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya
Kriteria Hasil : 3. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan,
Indikator IR ER kemajuan dan prognosis penyakit
1. Body image positif 4. Dorong klien mengungkapkan perasaannya
2. Mampu 5. Identifikasi arti pengurangan melalui
mengidentifikasi pemakaian alat bantu
kekuatan personal 6. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam 21
3. Mendiskripsikan secara kelompok kecil
factual perubahan fungsi
tubuh
4. Mempertahankan
interaksi sosial
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak keluhan

22
DAFTAR PUSTAKA

Indriati, Ganis. 2011. Pengalaman Ibu dalam Merawat Anak dengan Thalasemia di
Jakarta.http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20280932-T%20Ganis
%20Indriati.pdf diakses pada tanggal 15 Desember 2019

Nurarif dan Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan


Diagnosa Nanda, Nic, Noc Dalam Berbagai Kasus Edisi Revisi Jilid 2.
Yogyakarta: MediAction.

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai