Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

A
DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI : THALASEMIA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STASE KEPERAWATAN ANAK KELAS NON-REGULER

VERDINANDUS AGUINALDO
NIM: 891232033

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM PONTIANAK
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang
diwariskan (inherited) dan merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati,
yaitu kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat
mutasi di dalam atau dekat gen globin. Kelainan hemoglobin pada penderita
thalasemia akan menyebabkan eritrosit mudah mengalami destruksi,
sehingga usia sel-sel darah merah menjadi lebih pendek dari normal yaitu
berusia 120 hari (Marnis, Indriati, & Nauli, 2018).
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai
oleh defisiensi produk rantai globulin pada hemoglobin (Suriadi, 2010).
Penyakit thalasemia merupakan salah satu penyakit genetik tersering di
dunia. Penyakit genetic ini diakibatkan oleh ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin (Potts
& Mandleco, 2007). Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang
berada di dalam sel darah merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen
dari paru-paru keseluruh bagian tubuh (McPhee & Ganong, 2010) dalam
(Rosnia Safitri, Juniar Ernawaty, 2015).
Talasemia (Thalassemia) adalah kondisi medis yang disebabkan oleh
kelainan genetik sehingga tubuh tidak cukup memiliki hemoglobin atau sel
darah merah (Tim medis Siloam hospitals, 2023)
Thalasemia adalah kelainan darah karena kurangnya hemoglobin (Hb)
yang normal pada sel darah merah. Kelainan ini membuat penderitanya
mengalami anemia atau kurang darah (alodokter, 2022).

2. Etiologi
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin (Hb)
sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang
berada di dalam sel darah merah (eritrosit) dan berfungsi sangat penting
untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang
membutuhkannya. oksigen dibutuhkan sebagai energy untuk proses
metabolisme tubuh. apabila hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka
pasokan energy yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat
terpenuhi, sehingga fungsi tubuhpun terganggu dan akibatnya individu
bersangkutan mengalami gangguan pertumbuhan, pucat, dan lemas.
thalasemia tidak termasuk kelompok penyakit menular, tetapi masuk
kelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino
yang membentuk hemoglobin. dengan kata lain, penyakit ini merupakan
penyakit kelainan pembentukan sel darah merah akibat tidak adanya sintesis
Hb dan disebabkan oleh gen resesif autosomal karena adanya mutasi DNA
pada gen globin, sehingga darah berubah bentuk dan pecah.

3. Manifestasi Klinis
Gejala talasemia yang timbul cukup bervariasi tergantung dari tingkat
keparahannya. Namun, ada beberapa gejala umum dari talasemia yang dapat
diwaspadai. Adapun gejala umum talasemia adalah sebagai berikut:
1. Mudah lelah
2. Anemia
3. Terlihat pucat
4. Sesak napas
5. Pertumbuhan serta perkembangannya terlihat lambat
6. Kelainan tulang, terutama pada tulang wajah
7. Urine berwarna gelap

4. Klasifikasi
1. Thalasemia Alfa
Biasanya setiap orang memiki empat gen untuk alpha globin.
Thalasemia alfa terjadi ketika satu atau lebih gen yang mengontrol
pembuatan alpha globin tidak atau rusak. Hal ini dapat menyebabkan
anemia mulai dari yang ringan sampai berat. dan paling sering
ditemukan pada orang-orang Afrika, Timur Tengah, Tiongkok, Asia
Tenggara, dan kadang-kadang keturunan mediterania.
2. Thalasemia Beta
Talasemia beta terjadi ketika gen yang mengontrol produksi beta globin
rusak. Talasemia beta dapat menyebabkan anemia mulai dari yang
ringan sampai parah dan lebih sering terjadi pada orang dari, Afrika ,
dan keturunan Asia Tenggara. seorang anak hanya bisa mendapatkan
alpha thalassemia dengan mewarisi penyakit ini dari orang tuanya. gen
adalah “blok bangunan” yang memainkan peran penting dalam
menentukan sifat-sifat fisik dan banyak hal lain tentang tubuh manusia.

5. Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra
eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida
alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil- badan Heinz, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi
yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada
suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC,
menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi
dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh. Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan
sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan
eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit
intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,
bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan
hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam
limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA
pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi
berulang, peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang
tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolysis.
6. Pathway

Factor ginetik

Rantai alfa Penurunan sintesis satu rantai Kerusakan sel


polipeptida darah merah

Umur eritosit menjadi


Kurangnya rantai Rantai
lebih pendek
beta dalam molekul HB

Gangguan struktural
Penurunan eritrosit pembentukan HB
membawa O2

Hemoglobinopatia
Rantai beta memproduksi
secara terus menerus

Pertahanan sekunder tidak


Menghasilkan HB adekuat
Defektif
Ketidak seimbangan antara
O2 ke jaringan dan
kebutuhan tubuh Sel darah merah Risiko infeksi
hemolisis
Anemia

kelesuan Suplai O2 ke jaringan


Berkurang
Pembentukan eritrosit
oleh sumsum tulang dan
disuplay dari transfusi
Intoleransi aktivitas Perubahan terus menerus
perfusi jaringan

Kadar Fe meningkat
dalam darah
Kerusakan (hemosiderosis)
integritas kulit Kulit menjadi
kelabu, keriput

Nutrisi kurang hemokromotosis


dari kebutuhan Hilang selera
makan Hepatomegaly
tubuh
7. Penatalaksanaan
1. Transfusi darah
Pemberian transfusi darah bagi penyandang Thalassaemia seumur hidup,
rata-rata sebulan sekali, kemudian untuk mengeluarkan kelebihan besi
dalam tubuh akibat transfusi darah rutin dan anemia kronik maka
diberikan obat kelasi besi. Komplikasi Thalassaemia seperti gagal
jantung, gangguan pertumbuhan, pembesaran limpa, dan lainnya
umumnya muncul pada dekade kedua, dengan tatalaksana yang baik,
maka pasien dapat mencapai usia sampai dekade ke 3-5.
Berdasarkan rekomendasi PHTDI Indonesia transfusi darah rutin untuk
pasien anak diberikan pada kadar Hb pretranfusi 9-10 gr %, dengan target
Hb pasca transfusi antara 12-13 gr%. Hal ini bertujuan agar anak
Thalassemia mayor dapat tumbuh dan kembang sesuai anak normal
lainnya.
2. Obat Pengikat Besi / Kelasi Besi
Saat ini di Indonesia tersedia 3 jenis obat obat pengikat besi (iron
cehlators). Ke tiga obat tersebut adalah :
1) Desferrioxamine (DFO) yang diberikan secara subkutan
2) Deferriprone (DFP),
3) Deferasirox (DFX) yang dapat diberikan secara oral.
Obat kelasi besi ini baru diberikan jika
1) Kadar feritiin serum ≥ 1000 ng/dL
2) Kadar saturasi transferin (serum iron/total iron binding capacity =
SI/TIBC) ≥ 75%
3) Adanya tumpukan besi di jantung yang diukur dengan menggunakan
pemeriksaan MRI T2* < 20 ms
4) Telah menerima transfuse darah > 10x
5) Telah menerima darah sebanyak ± 3 liter.
3. Obat obat suportif dan makanan
Di samping transfusi darah, kepada pasien diberikan obat-obat seperti
asam folat, vitamin E sebagai antioksidan,serta micro dan makroelental
lainnya seperti kalsium, zinc dan pengobatan khusus lainnya untuk
mencegah atau sebagai terapi dari komplikasi yang timbul.Makanan yang
perlu dihindari adalah makanan yang banyak mengandung zat besi seperti
daging merah dan hati.Sangat dianjurkan untuk banyak mengkonsumsi
makanan dairy products seperti susu, keju, gandum, dan juga teh.
4. Splenektomi
Pembesaran limpa yang terjadi umumnya akibat terjadinya hiperaktif
system eritropoesis yang biasanya terjadi akibat Hb pretransfusi pasien
yang rendah (Hb < 9 g/dL). Hal ini menyebabkan tubuh melakukan
kompensasi dan menyebabkan limpa membesar.
Saat ini splenektomi sudah banyak ditinggalkan, karena bahaya
pasca tindakan seperti thrombosis dan sepsis yang berat. Jika pembesaran
limp disebabkan transfusi darah yang tidak adekuat, sebelum melakukan
tindakan splenektomi dapat dicoba pemberian transfusi dan kelasi besi
yang adekuat (Hb pre transfusi 9-10 g/dL dengan target Hb 13 g/dL
disertai pemakaian kelasi besi adekuat selama 6 bulan) Jika dengan
tindakan tersebut ukuran limpa mengecil, maka tindakan splenektomi
dapat ditunda). Tetapi pada beberapa kasus yang memerlukannya harus
diperhatikan bahwa 2 minggu sebelum/sesudah operasi sebaiknya
diberikan vaksinasi, dan pemantauan ketat tanda infeksi pasca
splenektomi.
5. Manajemen komplikasi
Komplikasi dapat terjadi akibat penyakit Thalassemianya sendiri dan
akibat dari tatalaksana yang diberikan. Monitoring komplikasi akibat
penyakit yang umumnya dilakukan saat pasien mulai berusia 10 tahun
dengan melakukan serangkaian pemeriksaan, antara lain kokargiografi,
MRI T2* untuk mengetahui adanya hemokromatosis jantung; Pemeriksaan
hormon pertumbuhan, elektrolit dan mikro/ makroelemen (kalsium,
fosfat, zink), bone age untuk mengetahui adanya keterlambatan usia
tulang, foto tulang panjang untuk melihat osteoporosis.
Selain itu pada pasien remaja sebaiknya dilakukan juga terapi psikososial
untuk meningkatkan rasa percaya diri, kemampuan yang mereka miliki,
dan mengatasi kebosanan dalam melakukan pengobatan yang akan
mereka jalani seumur hidupnya.
6. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang sebaiknya dilakukan sesegera mungkin,
dengan syarat pasien tersebut belum menderita komplikasi berat yang
“irreversible” dan pasien tersebut memiliki donor sumsum tulang yang
cocok sistem HLA-nya, untuk transplantasi alogenik.

8. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan laboratorium untuk menyaring dan mendiagnosis
thalasemia antara lain:
1. Hitung darah lengkap (CBC)
CBC seringkali merupakan investigasi pertama dalam kasus dugaan
thalasemia. CBC menunjukkan hemoglobin rendah dan MCV rendah
adalah indikasi pertama thalasemia, setelah mengesampingkan
kekurangan zat besi sebagai penyebab anemia. Perhitungan indeks
Mentzer (rata-rata volume korpuskular dibagi jumlah sel darah merah)
dapat digunakan. Hasil hitung indeks mentzer yang lebih rendah dari 13
menunjukkan bahwa pasien menderita thalasemia, jika indeks lebih dari
13 menunjukkan bahwa pasien menderita anemia karena kekurangan zat
besi.
2. Apusan darah tepi
Apusan darah perifer dan diferensial manual untuk menilai sifat sel darah
merah tambahan. Thalasemia dapat muncul dengan temuan berikut pada
apusan darah tepi antara lain: Sel mikrositik (MCV rendah), sel
hipokromik, Variasi ukuran dan bentuk (anisocytosis dan poikilocytosis),
Peningkatan persentase retikulosit, dan Heinz body. Pemeriksaan kadar
besi serum, feritin, kapasitas pengikatan besi tak jenuh (UIBC), kapasitas
pengikatan besi total (TIBC), dan persen saturasi transferin juga dilakukan
untuk menyingkirkan anemia defisiensi besi sebagai penyebab yang
mendasarinya. Tingkat porfirin eritrosit dapat diperiksa untuk
membedakan diagnosis beta-thalassemia minor yang tidak jelas dari
kekurangan zat besi atau keracunan timbal. Individu dengan beta-
thalassemia akan memiliki kadar porfirin normal, tetapi mereka yang
memiliki kondisi terakhir akan memiliki kadar porfirin yang tinggi.
3. Elektroforesis hemoglobin
Evaluasi Hemoglobinopati (Hb) menilai jenis dan jumlah relatif
hemoglobin yang ada dalam sel darah merah. Hemoglobin A (HbA),
terdiri dari rantai alfa dan beta-globin, adalah jenis hemoglobin yang
biasanya menyusun 95% hingga 98% hemoglobin untuk orang dewasa.
Hemoglobin A2 (HbA2) biasanya 2-3% dari hemoglobin, sedangkan
hemoglobin F biasanya membuat kurang dari 2% dari hemoglobin pada
orang dewasa.
Thalasemia beta mengganggu keseimbangan pembentukan rantai beta dan
alfa hemoglobin. Pasien dengan thalasemia beta mayor biasanya memiliki
persentase HbF dan HbA2 yang lebih besar dan HbA yang tidak ada atau
sangat rendah. Pasien dengan beta-thalassemia minor biasanya memiliki
peningkatan HbA2 yang ringan dan penurunan HbA yang ringan. HbH
adalah bentuk hemoglobin yang kurang umum yang mungkin terlihat pada
beberapa kasus talasemia alfa. HbS adalah hemoglobin yang lazim pada
orang dengan penyakit sel sabit. Penilaian Hemoglobinopati (Hb)
digunakan untuk skrining prenatal ketika orang tua berisiko tinggi untuk
kelainan hemoglobin dan skrining hemoglobin bayi baru lahir
4. Analisis DNA
Tes DNA berfungsi untuk membantu memastikan mutasi pada gen
penghasil alfa dan beta globin. Tes DNA bukanlah prosedur rutin tetapi
dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis thalassemia dan
menentukan status karier jika diperlukan.Karena memiliki kerabat yang
membawa mutasi thalassemia meningkatkan risiko seseorang membawa
gen yang sama, pemeriksaan keluarga mungkin diperlukan untuk menilai
status pembawa dan jenis mutasi yang ada pada anggota keluarga lainnya.
Pengujian genetik cairan ketuban berguna dalam kasus yang jarang terjadi
di mana janin memiliki peningkatan risiko thalassemia. Ini sangat penting
jika kedua orang tua mungkin membawa mutasi karena hal itu
meningkatkan risiko anak mereka mewarisi kombinasi gen abnormal,
yang menyebabkan bentuk thalassemia yang lebih parah. Diagnosis
prenatal dengan pengambilan sampel vili korionik pada 8 hingga 10
minggu atau dengan amniosentesis pada usia kehamilan 14 hingga 20
minggu dapat dilakukan pada keluarga berisiko tinggi.
5. Evaluasi multisystem
Evaluasi semua sistem terkait harus dilakukan secara teratur karena sering
terlibat dalam perkembangan penyakit thalasemia. Pencitraan saluran
empedu dan kandung empedu, ultrasonografi perut, MRI jantung,
pengukuran hormon serum adalah beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan atau diulang tergantung pada kecurigaan klinis dan deskripsi
kasus.

9. Komplikasi
Komplikasi dari talasemia meliputi:
1. Kelebihan zat besi
Anak-anak yang mengalami alpha thalassemia dapat memiliki terlalu
banyak zat besi dalam tubuh mereka, baik dari penyakit itu sendiri atau
dari transfusi darah berulang. kelebihan zat besi dapat menyebabkan
kerusakan pada jantung, hati dan system endokrin.
2. Cacat tulang dan patah tulang
Alfa talasemia dapat menyebabkan sumsum tulang mengembang.
membuat tulang rusak, lebih tipis dan lebih rapuh. Hal ini membuat
tulang lebih mungkin untuk patah dan dapat menyebabkan struktur tulang
yang abnormal, terutama di tulang wajah dan tengkorak.
3. Pembesaran Limpa
Limpa membantu melawan infeksi dan menyaring bahan yang tidak di
inginkan, seperti sel-sel darah mati atau rusak dari tubuh. Thalassemia
alfa dapat menyebabkan sel-sel darah merah mati pada tingkat yang lebih
cepat, membuat limpa bekerja keras, yang membuatnya tumbuh lebih
besar. sebuah limpa yang membesar dapat membuat anemia lebih buruk
dan mungkin perlu dioperasi jika terlalu besar.
4. Infeksi
Anak-anak dengan thalassemia alfa memiliki peningkatan risiko infeksi,
terutama Ketika limpa telah dioperasi.
5. Tingkat pertumbuhan lambat
Anemia yang dihasilkan dari thalassemia alfa dapat menyebabkan anak
tumbuh Lebih lambat dan juga dapat menyebabkan pubertas tertunda.

B. Hasil penelitian keperawatan terkait (minimal 3 judul, terbitan 5 tahun terakhir)


No. Nama Tahun Judul Hasil
peneliti
1.
2.
3.
Dst.

C. Pengkajian Focus
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur, nama ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu,
alamat, suku, agama, dan pendidikan. Untuk umur pasien thalassemia
biasanya terjadi pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun dan bersifat
herediter.
b. Keluhan utama
Anak thalassemia biasanya mengeluh pucat, badannya terasa lemas,
tidak bisa beraktivitas dengan normal, tidak nafsu makan, sesak nafas
dan badan kekuningan.
c. Riwayat kesehatan anak
Kecendrungan mudah timbul infeksi saluran napas bagian atas atau
infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transportasi.
d. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Pada saat masa antenatal diuturunkan secara autosom dari ibu atau ayah
yang menderita thalassemia, sehingga setelah lahir anak beresiko
menderita thalasemia.
e. Riwayat kesehatan masa lampau
Anak cenderung memiliki riwayat kesehatan yang mudah terkena
infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan
rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat ransport selain itu kesehatan
anak di masa lampau cenderung mengeluh lemas.
f. Riwayat keluarga
Pada pengkajian ini dilihat dari genogram keluarga, karena penyakit
thalasemia merupakan penyakit keturunan perlu dikaji lebih dalam.
apabila kedua orangtua menderita, maka anaknya beresiko menderita
thalasemia mayor.
g. Riwayat sosial
Pada anak thalasemia saat di lingkungan rumah maupun sekolah tetap
melakukan hubungan dengan teman sebaya, akan tetapi ada anak yang
cenderung lebih menarik diri.
h. Pemeriksaan tingkat penanganan perkembangan.
Sering didapatkan data adanya gangguan terhadap tumbuh kembang.
i. Pola makan
Terjadi penurunan nafsu makan pada anak thalasemia, sehingga berat
badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usia sang anak.
j. Pola tidur
Pola tidur anak thalasemia biasanya tidak ada gangguan, karena
mereka banyak yang memilih tidur ataupun beristirahat dari pada
beraktivitas.
k. Pola Aktivitas
Pada anak thalasemia terlihat lelah dan tidak selincah anak seusiannya.
Anak lebih banyak tidur/ istirahat, karena bila aktivitas seperti seperti
anak normal mudah terasa lelah.
l. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data ada kecendrungan gangguan tumbuh kembang
sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik. hal ini terjadi terutama untuk thalasemia mayor.
namun, pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
m. Eliminasi
Pada anak thalasemia bisa terjadi konstipasi maupun diare untuk pola
BAB sedangkan pola BAK, biasanya anak thalasemia normal seperti
anak lainnya.
n. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak
lain yang seusianya.
2) Tanda vital
Tekanan darah: hipotensi, Nadi: takikardi, Pernafasan : takipneu,
Suhu: naik/turun.
3) Tinggi badan / berat badan
Pertumbuhan fisik dan berat badan anak thalasemia mengalami
penurunan atau tidak sesuai dengan usianya.
4) Kepala dan bentuk muka
Pada anak thalasemia yang belum/tidak mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk yang khas, yaitu kepala membesar dan muka
mongoloid, jarak mata lebar, serta tulang dahi terlihat lebar.
5) Mata
Pada bagian konjungtiva terlihat pucat (anemis) dan kekuningan.
6) Hidung
Pada penderita thalasemia biasanya hidung pesek tanpa pangkal
hidung.
7) Telinga
Biasanya pada anak thalasemia tidak memiliki gangguan pada telinga.
8) Mulut
Bagian mukosa pada mulut terlihat pucat.
9) Dada
Pada inspeksi cenderung terlihat dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
10) Abdomen
Pada saat inspeksi terlihat membuncit, dan saat di palpasi adanya
pembesaran limfa dan hati (hepatospeknomegali).
11) Kulit
Warna kulit pucat kekuningan, jika anak sering mendapat transfusi
maka warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi
karena adanya penimbunan zat besi pada jaringan kulit
(hemosiderosis).
12) Ekstremitas
Dapat terjadi fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang
karena adanya kelainan penyakit yang menyebabkan kelemahan pada
tulang.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin ditandai dengan, Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten),
Pengisian kapiler >3 detik, Warna kulit pucat.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan ditandai dengan
Mengeluh lelah, Dyspnea saat/setelah aktivitas, Merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas, Merasa lemah, Sianosis.
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Kurangnya asupan makanan
ditandai dengan, Cepat kenyang setelah makan, Nafsu makan menurun,
Membran mukosa pucat.
4. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan kekurangan
volume cairan ditandai dengan Kerusakan jaringan atau lapisan kulit,
Nyeri, kemerahan.
5. Resiko Infeksi dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder: penurunan hemoglobin.
3. Perencanaan Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria hasil Rencana tindakan Rasional
Dx
1 Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
keperawatan selama 1 x 24 jam, 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
maka perfusi perifer meningkat perifer, warna,suhu) 1. Menilai status awal keadaan pasien
dengan Krieria Hasil: 2. Monitor panas,kemerahan,nyeri
2. Mengetahui kemungkinan adanya
1. Kekuatan nadi perifer 3. Monitor TTV
gangguan pada perfusi perfier.
meningkat Terapeutik 3. mengetahui adanya masalah atau
2. Warna kulit pucat menurun 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
gangguan yang terjadi pada bagian
3. Pengisian kapiler membaik darah di area keterbatasan perfusi perifer tubuh
4. Akral membaik 2. Hindari penekanan dan pemasangan Terapeutik
5. Turgor kulit membaik tourniquet pada area yang cedera 1. untuk mencegah kekurangan
3. Lakukan pencegahan infeksi perubahan sirkulasi perifer
Edukasi 2. sirkulasi perfier yang terganggu
1. Informasikan tanda dan gejala darurat yang dapat memperlambat penyembuhan
harus dilaporkan (mis. Rasa sakit yang tidak luka pada area yang cedera
hilang saat istirahat) 3. untuk mencegah munculnya infeksi
Kolaborasi akibat invasi bakteri
1. Kolaborasi pemberian obat dan transfusi darah Edukasi
Memberikan informasi untuk tindakan
selanjutnya
Kolaborasi
Meningkatkan suplay oksigen dalam
darah
2 Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
maka toleransi aktivitas mengakibatkan kelelahan 1. Untuk mengetahui rencana
meningkat, dengan kriteria hasil: 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional selanjutnya
1. Kemudahan 3. Monitor pola dan jam tidur 2. Menilai status fungsi tubuh pasien
melakukan aktivitas 4. Monitor TTV 3. Mengetahui kualitas istirahat pasien
sehari-hari meningkat Terapeutik 4. Menjaga keadaan pasien tetap stabil
2. Keluhan lelah menurun 1. Sediakan lingkungan nyaman dan Terapeutik
3. Perasaan lemah menurun rendah stimulus 1. Agar pasien merasakan sesasi
4. Dispnea setelah aktivitas 2. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur nyaman dan tenang
menurun Edukasi 2. Agar pasien merasa aman
1. Anjurkan tirah baring Edukasi
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara 1. Memebrikan kualitas istirahat yang
bertahap cukup
3. Ajarkan strategi koping untuk 2. Meningkatkan kualitas dan status
mengurangi kelelahan mobilitas fisik pasien
Kolaborasi 3. Membantu pasien meningkatatkan
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara kualitas hidup
meningkatkan asupan makanan Kolaborasi
Meningkatkan status nutris pasien

3 Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi


keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Monitor berat badan
maka status nutrisi membaik, 2. Monitor asupan nutrisi
Untuk mengetahui status nutrisi pasien
dengan kriteria hasil: 3. Monitor tumbuh kembang
sehingga dapat memberikan intervensi
1. Porsi makan yang 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
yang tepat
dihabiskan meningkat 5. Identifikasi status nutrisi Terapeutik
2. Berat badan membaik Traupetik
3. Membrane mukosa membaik 1. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein Dapat membatu proses penyembuhan dan
4. Perasaan cepat kenyang Kolaborasi mengurangi komplikasi
menurun 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi jenis Kolaborasi
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu Meningkatkan asupan nutrisi

4 Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi


keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas
maka integritas kulit meningkat, kulit Gangguan ingetgritas kulit/jaringan dapat
dengan kriteria hasil: Terapeutik terjadi karena perubahan sirkulasi,
1. Perfusi jaringan meningkat 1. Lakukan pemijatan pada area
perubahan nutrisi, penurunan
2. Kerusakan lapisan penonjolan tulang kelembababn, suhu lingkungan ekstrim
kulit menurun 2. Gunakan produk berbahan minyak pada kulit
dan penurunan mobilitas
kering Terapeutik
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab 1. Mencegah terjadinya lesi pada kulit
(lotion) 2. Untuk menjagan kelembaban kulit
2. Anjurkan minum air putih yang cukup Edukasi
3. Anjurkan meningkatkan nutrisi 1. Menjaga kelembaban kulit
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan 2. Menjaga status hidrasi kulit
sayur 3. Menjaga kesehatan kulit tetap baik
4. Buah dan syuran mengandung
vitamin yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kesehatan kulit

5 Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi


keperawatan selama 3 x 24 jam, Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
maka tingkat infeksi menurun, sistemik Untuk mengetahui gejala awal proses
dengan kriteria hasil: infeksi
Terapeutik
1. Demam menurun 1. Mengurangi risiko kontaminasi
2. Kemerahan menurun Terapeutik
mikroorganime
3. Nyeri menurun 1. Batasi jumlah pengunjung 2. Mempercepat proses
4. Bengkak menurun 2. Berikan perawatan kulit pada area edema penyembuhan luka
5. Kadar sel darah putih membaik 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak 3. Menurunkan kontaminasi silang
dengan pasien dan lingkungan pasien 4. Mengurangi kontaminasi
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien mikroorganisme
berisiko tinggi
Eduukasi
Edukasi 1. Memberikan informasi kepada
pasien terkait tanda dan gejala
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar 2. Menurunkan kontaminasi silang
3. Ajarkan etika batuk 3. Mencegah penyebaran
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau mikroorganime saat batuk
luka operasi 4. Mendeteksi tanda infeksi secara
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi mandiri
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan 5. Nutrisi yang baik meningkatkan
daya tahan tubuh terhadap infeksi
6. Membantu proses penyembuhan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu Kolaborasi
Mencegah terjadinya infeksi dan
membunuh bakteri

Anda mungkin juga menyukai