Disusun oleh:
2. Etiologi
Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya :
a. Anemia Pasca Pendarahan
Terjadi sebagai akibat perdarahan yang massif seperti kecelakaan,
operasi dan persalinan dengan perdarahan atau yang menahun seperti
pada penyakit cacingan.
b. Anemia Defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah.
c. Anemia Hemolitik
Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan karena :
1) Factor Intrasel
Misalnya talasemia, hemoglobinopati (talasemia HbE, sickle cell
anemia), sferositas, defisiensi enzim eritrosit (G – 6PD,
piruvatkinase, alutation reduktase).
2) Factor Ekstrasel
Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas
golongan darah, reaksi hemolitik pada transfuse darah).
d. Anemia Aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah sum sum tulang
(kerusakan sumsum tulang).
3. Manifestasi Klinis
Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang luas tergantung pada kecepatan
timbulnya anemia, usia, mekanisme kompensasi, tingakat aktivitasnya,
keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum
gejala anemia adalah :
a. Hb menurun (< 10 g/dL), thrombosis / trombositopenia, pansitopenia
b. Penurunan BB, kelemahan
c. Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin,
palpitasi, kulit pucat.
d. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang
buruk (bayi).
e. Sakit kepala, pusing, kunang – kunang, peka rangsang.
4. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi), hal ini
dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah yang menyababkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik
atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limfa. Hasil
samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.
Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan
dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal, ≤ 1 mg/dl,
kadar diatas 1.5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel
darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal
kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan menganai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan
oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang
tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar hitung retikulosit
dalam sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah merah muda dalam
sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam
biopsy, dan ada tidaknya hiperbilirubinemia.
Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering
menyerang anak – anak. Bayi cukup bulan yang lahir dan ibu nonanemik
dan bergizi baik, memiliki cukup persediaan zat besi sampai berat badan
lahirnya menjadi dua kali lipat umumnya saat berusia 4 – 6 bulan. Sesudah
itu zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan
anak. Jika asupan zat besi beri makanan tidak mencukupi terjadi anemia
defisiensi zat besi. Hal ini paling sering terjadi pengenalan makanan padat
yang terlalu dini (sebelum usia 4 – 6 bulan) dihentikannya susu formula
bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dab minum
susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan padat kaya besi. Bayi yang
tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal berlebihan atau bayi
dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki
cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita
anemia defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan banyak
darah yang kronik. Pada bayi hal ini terjadi karena perdarahan usus kronik
yang disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas.
Pada anak sembarang umur kehilangan darah sebanyak 1 – 7 ml dari
saluran cerna setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi.
Pada remaja puteri anemia defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena
menstruasi.
Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum tulang.
Gangguan berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai akibat
terhentinya pembentukan sel hemotopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia
dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga system hemotopoetik
(eritropoetik, granulopoetik, dan trombopoetik).
Aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik disebut
eritroblastopenia (anemia hipoplastik) yang mengenai system
trombopoetik disebut agranulositosis (penyakit Schultz), dan yang
mengenai system trombopoetik disebut amegakariositik trombositopenik
purpura (ATP). Bila mengenai ketiga system disebut panmieloptisis atau
lazimnya disebut anemia aplastik.
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik.
Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang
paling penting sekali untuk metabolisme inti sel dan pematangan sel.
5. Pathway
Gastrointestinal Kardiovaskuler
Penurunan BB,
kelemahan
7. Penatalaksanaan
a. Anemia Karena Perdarahan
Pengobatan terbaik adalah transfuse darah. Pada perdarahan kronik
diberikan transfuse packed cell. Mengatasi rejatan dan penyebab
perdarahan. Dalam keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan
cairan infuse apa saja yang tersedia (Keperawatan Medikal Bedah 2).
b. Anemia Defesiensi
Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap sejumlah
besi cukup mempunyai arti diagnostic, pemberian oral garam ferro
sederhana (sulfat, glukanat, fumarat). Merupakan terapi yang murah
dan memuaskan. Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk
yang efektif dan aman digunakan bila diperhitungkan dosis tepat,
sementara itu keluarga harus diberi edukasi tentang diet penerita, dan
konsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500 ml/24 jam. Jumlah
makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah makanan yang
kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah karena intolerasni
protein susu sapi tercegah (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1692).
Anemia defesiensi asam folat, meliputi pengobatan terhadap
penyebabnya dan dapa dilakukan pula dengan pemberian /
suplementasi asam folat oral 1 mg/hari (Mansjoer Arif, Kapita Selekta
Kedokteran ; 553).
c. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan
prednisone 1 -2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup,
transfuse harus diberikan dengan hati – hati. Apabila prednisone tidak
efektif dalam menanggulangi kelainan itu, atau penyakit mengalami
kekambuhan dalam periode tapperingoff dari prednisone maka
dianjurkan untuk dilakukan splektomi. Apabila keduanya tidak
menolong, maka dilakukan terapi dengan menggunakan berbagai jenis
obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi intravena (500
mg/kg/BB/hari selama 1 – 4 hari ) mungkin mempunyai efektifitas
tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini hanya
sebentar (1 – 3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian
pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila
pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan kontra indikasi
(Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552). Anemia hemolitik
karena kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara terapi
yang paling penting. Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk
hiperbillirubenemia pada neonates. Transfuse eritrosit terpapar
diperlukan untuk anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia terus
menerus berat atau jika diperlukan transfuse yang sering, splektomi
harus dikerjakan setelah umur 5 – 6 tahun ( Behrman E Richard, IKA
Nelson ; 1713). Sferositosis herediter. Anemia dan hiperbilirubenemia
yang cukup berat memerlukan fototerapi atau transfuse tukar, karena
sferosit pada SH dihancurkan hampir seluruhnya oleh limfa, maka
splektomi melenyapkan hampir seluruh hemolisis pada kelainan ini.
Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih banyak, meningkatkan
fragilitas osmotic, tetapi anemia retikalositosis dan hiperbilirubinemia
membaik (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1700). Thalasemia.
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya.
Transfuse darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6%)
atau bila anak mengeluh tidak mau makan atau lemah. Untuk
mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan ion chelating agent,
yaitu Desferal secara intramuscular atau intravena. Splenektomi
dilakukan pada anak lebih dari 2 tahun sebelum didapatkan tanda
hiperplenome atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah tampak,
maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi
biasanya frekuensi transfuse darah menjadi jarang. Diberikan pula
bermacam – macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi merupakan indikasi
kontra (Keperawatan Medikal Bedah 2).
B. Konsep Dasar Keperawatan
Pengkajian
A. DATA DASAR
1. DATA DEMOGRAFI
a. Identitas Pasien
Berisi tentang: nama, usia, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan,
agama, pendidikan, suku, bahasa yang digunakan, alamat rumah, sumber
biaya, tanggal masuk RS dan diagnosa medis saat pengkajian.
b. Sumber Informasi
Berisi tentang : Nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan pasien,
pendidikan, pekerjaan, alamat.
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Masuk RS (UGD/Poliklinik):
Berisikan waktu, keluhan, pemeriksaan fisik dan data penunjang, serta
penatalaksanaan yang dilakukan di IGD atau Poliklinik.
g. Lingkungan
Berisi tentang kondisi rumah meliputi bagaimana kondisi kebersihanya, ada
tidaknya polusi dan yang membahayakan dari lingkungan rumah yang
mengancam kondisi sehat, yang selanjutnya adalah lingkungan pekerjaan di lihat
dari kebersihan, polusi dan bahaya yang mengancam kondisi sehat
b. Sirkulasi Jantung
Tuliskan hasil pengkajian sirkulasi jantung, dengan mengkaji kecepatan
denyut apical berapa kali/menitnya, auskutasi iramanya teratur atau
tidak ,auskultasi bunyi jantung meliputi bunyi jantung I dan II , amati ada
atau tidaknya kelainan bunyi jantung, tanyakan keluhan yang dirasakan
oleh pasien rasa lemah,lelah, berdebar-debar/palpitasi, keringat
dingin,kesemutan,kaki dan tangan dingin. Kaji ada atau tidaknya nyeri
dada jika ya ceritakan (bagaimana penyebaran, lokasi,intensitas,lama dan
skalaya). Tuliskan hasil pemeriksaan ictus cordis, gambaran foto thorak
terkait pemeriksaan jantung, EKG.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan diagnostik & laboratorium yang
disesuaikan dengan masalah kesehatan pasien, dengan bentuk pendokumentasian
yang berkesinambungan dan menyertakan waktu.
5. PENATALAKSANAAN
Tuliskan penatalaksanaa medis & keperawatan yang klien peroleh selama proses
perawatan dengan menyertakan waktu:
a. Penatalaksanaan Medis (Therapi obat, Operatif dan lain-lain)
b. Penatalaksanaan Keperawatan (Saat pengkajian)
Hari/ Perencanaan
Tgl Dx. Kep Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
1. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
hemoglobin D.0009 keperawatan diharapkan 1. Periksa sirkulasi perifer
perfusi perifer meningkat 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulas
L.02011 dengan kriteria 3. Anjurkan berolahraga rutin
hasil : 4. Anjurkan program diet untuk memperbaik
sirkulasi
1. Demyut nadi perifer 5. Anjurkan menghindari penggunaan obat
meningkat penyakit beta
2. Warna kulit pucat
Edukasi proses penyakit
meningkat
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
3. Pengisian kapiler informasi
meningkat 2. Jelaskan penyebab dan faktor risiko
4. Akral meningkat penyakit
5. Turgor kulit meningkat 3. Jelaskan patofisiologi munculnya penyakit
4. Jelaskan tanda gejala yang ditimbulkan ole
penyakit.
Pemantauan hasil laboratorium
1. Identifikasi pemeriksaan laboratorium yan
diperlukan
2. Monitor hasil laboratorium
3. Periksa kesesuaian hasil laboratorium
dengan penampilan klinis pasien
4. Kolaborasi dengan dokter jika hasil
laboratorium memerlukan intervensi med
2 Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
nutrien D.0019 keperawatan diharapkan
defisit nutrisi membaik 1. Identifikasi status nutrisi
L.03030 dengan kriteria 2. Identifikasi makanan yang disukai
hasil :
3. Monitor asupan makanan
1. Porsi makanan yang
dihabiskan membaik 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium