ANEMIA
A. DEFINISI
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (hb), hematocrit atau hitungan
eritrosit) (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengankutan oksigen
darah.
Tetapi harus diingat pada keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut
tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut, dan
kehamilan. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai kepada
label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia
tersebut (sudoyo aru).
B. PENYEBAB
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi
merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Pada dasarnya
anemia disebabkan oleh karena:
1) Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang.
2) Kehilangan darah keluar tubuh/perdarahan
3) Proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya (hemolysis)
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Manifestasi klinis yang sering muncul
a. Pusing
b. Mudah berkunang-berkunang
c. Lesu
d. Aktifitas kurang
e. Rasa mengantuk
f. Susah konsentrasi
g. Cepat lelah
h. Prestasi kerja fisik/pikiran menurun
2. Gejala khas masing-masing anemia:
a. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia
defisiensi besi.
b. Icterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut merongkol/makin buncit
pada anemia hemolitik.
c. Mudah infeksi pada anemia aplastic dan anemia karena keganasan.
3. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda anemia umum: pucat, tahikardi, pulsus celer,suara pembuluh
darah spontan, bising karotis, bising sistolik pembesaran jantung.
b. Manifestasi khusus pada anemia.
- Defisiensi besi: spoon nail, glositis
- Defisiensi B12: paresis, ulkus di tungkai
- Hemolitik: icterus, slenomegali
- Aplastik: anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi.
D. PATOFISIOLOGI
Perdarahan saluran cerna, uterus, Defisiensi besi, vit B 12, As. Overaktif RES, produksi
hidung, luka Folat. Depresi sumsum tulang SDM abnormal
eritropoetin menurun
Penghancuran SDM
Kehilangan SDM (sel
Produksi SDM menurun meningkat
darah merah)
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
hipoksia Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Peningkatan kontraktifitas
kardiomegali
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan menganti darah
yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan penyebab, yaitu:
1. Anemia Aplastik
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan
antihimocyte globulin (ATG) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-10
hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila
diperlukan dapat diberikan transfuse RBC rendah leukosit dan platelet.
2. Anemia pada penyakit ginjal
Pada pasien dialysis harus ditanggani dengan pemberian besi dan asam folat.
Kalau tersedia, dapat diberikan eritropoetin rekombinan.
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukan gejala dan tidak memerlukan penanganan
untuk anemianya. Dengan menangani kelainan yang mendasarinya, maka anemia
akan terobati dengan sendirinya.
4. Anemia pada defisiensi besi dan asam folat
Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan sulfas
ferosus 3 x 10 mg/hari. Transfuse darah diberikan bila Hb kurang dari 5%.
5. Anemia Megaloblastik
a) Defisiensi vitamin B12 ditanggani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defek absorbs atau tidak tersedianya faktor
intristik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b) Untuk mencegah kekambuhan anemia, terapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi
yang tidak dapat dikoreksi.
c) Pada anemia defisiensi asam folat diberikan asam folat 3 x 5mg/hari.
d) Anemia difisiensi asam folat pada pasien dengan gangguan absorbs,
penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1mg/hari secara
IM.
6. Anemia pasca pendarahan
Dengan memberikan transfuse darah dan plasma. Dalam keadaan darurat
diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
7. Anemia Hemolitik
Dengan pemberian transfuse darah mengantikan darah yang hemolysis.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada kasus anemia.
Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk
morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi: pengkajian pada
komponen-komponen berikut ini: kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV,
MCH dan MCHC), apusan darah tepi.
b) Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit, laju endap darah
(LED), dan hitung retikulosit.
c) Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan informasi
mengenai keadaan sistim hematopoiesis.
d) Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini untuk menginformasikan
dugaan diagnosis awal yang memiliki komponen berikut ini:
Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferrin, dan
ferifer serum.
Anemia Megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12.
Anemia Hemolitik: hitung retikolosit, tes coombs, dan elektroforesis
hill.
Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan
sitokim.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis : faal ginjal, faal endokrin, asam urat,
faal hati, dan biakan kuman.
3. Radiologi : torak, bone survey, USG, atau linfangiografi.
4. Pemeriksaan sitogenetik.
5. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR : polymerase chain raction, FISH).
H. PENGKAJIAN FOCUS
a. Identitas
Nama, Usia, Jenis kelamin, Tempat/Tanggal lahir, Alamat
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
2. Riwayat Penyakit Dahulu
d. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran
e. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
f. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
g. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia
(malnutrisi)
h. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
i. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
j. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
sputum:merah muda, berkarat
perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
Bunyi nafas menurun
Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
k. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid,
demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
l. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6-8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan
rumah
m. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan
cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi
produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas.Batasan takipnea
pada anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih.Perlu
diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada
pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba
mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan atau tachycardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke
hidung / mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor.
Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi
halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan
bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura
(Mansjoer,2000).
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan transfer oksigen ke paru.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi Hb dan darah.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
4. Nyeri akut b.d perubahan frekuensi jantung.
5. Deficit perawatan diri b.d kelemahan fisik
6. Resiko infeksi b.d penurunan hemoglobin
7. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
8. Resiko cidera : jatuh
J. PERENCANAAN PERAWATAN
Dr. W. Herdin Sibua dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Rineka cipta. Jakarta 2009.
Isselbacher, Wilson, Fauci, et al, 2000. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume
4 edisi 12. EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1 dan 2. FKUI, Media
Aesculspius, Jakarta.