Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KHOLELITIASIS

A. Pengertian

Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah

kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.

Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk

suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu

empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran

empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,

sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.

Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk

dalam kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari

kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu

saluran empedu adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan

sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui. Di negara-negara Barat,

komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian batu

empedu mengandung kolesterol lebih dari 80%.

B. Etiologi

Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan

asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan

0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna

namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh

perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.

1
Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang

biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena

kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di

luar empedu

C. Manifestasi Klinis

Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.

1. Gejala Akut

Tanda

 Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme

 Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada kwadran kanan atas 

 Kandung empedu membesar  dan nyeri

 Ikterus ringan

Gejala

 Rasa nyeri (kolik empedu) yang Menetap

 Febris (38,5oC) 

 Mual muntah

2. Gejala Kronis

Tanda

 Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen

 Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas

Gejala

 Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat : abdomen bagian atas (mid

epigastrium), Sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke arah skapula

kanan

2
 Nausea dan muntah

 Intoleransi dengan makanan berlemak

 Flatulensi

 Eruktasi (bersendawa).

D. Patofisiologi

Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling

penting  pada pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan

mengendap dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu

dapat mengakibatkan supersaturasi  progresif, perubahan susunan kimia dan

pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu dapat

menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama kehamilan dapat

dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan merupakan

insiden yang tinggi pada kelompok ini.

Infeksi bakteri dalam  saluran empedu dapat memegang peranan

sebagian  pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan

pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai

pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu empedu

dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan batu. Batu empedu

asimtomatik dapat ditemukan secara kebetulan pada pembentukan foto polos

abdomen dengan maksud lain.

Batu baru akan memberikan keluhan bila bermigrasi ke leher kandung

empedu (duktus sistikus) atau ke duktus koledokus. Migrasi keduktus sistikus

akan menyebabkan obstruksi yang dapat menimbulkan iritasi zat kimia dan

infeksi. Tergantung beratnya efek yang timbul, akan memberikan gambaran

3
klinis kolesistitis akut atau kronik. Batu yang bermigrasi ke duktus koledokus

dapat lewat ke doudenum atau tetap tinggal diduktus yang dapat menimbulkan

ikterus obstruktif.

4
E. Patway

Penumpukan pigmen
Penumpukan kolesterol infeksi
yang tidak berkonjungsi
dalam empedu

Inflamasi
Perubahan susunan kimia
pengendapan kandung empedu

Stagnasi cairan
empedu

Distensi kandung
empedu Terbentuknya batu
empedu

Fundus empedu Kurang pengetahuam


menyentuh dinding Penyumbatan
ambomen duktus koleduktus
Merangsang ujung saraf
ANSIETAS
eferen simpatis
Obstruksi
saluran empedu
Hasilkan subtansi p Kulit dan
membran mukosa Gatal
Bilirubin meningkat
kuning
Serabut saraf eferen
hipotalamus
Peningkatan HCL Gangguan
PERUBAHAN intergritas kulit
NYERI AKUT
NUTRISI
Mual
muntah

5
F. Penatalaksanaan

Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan

non bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala

yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik

dan kolelitiasis yang asimptomatik.

1) Penatalaksanaan Nonbedah

a) Penatalaksanaan pendukung dan diet

Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung

empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik,

analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala

akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika

kondisi pasien memburuk

Manajemen terapi :

 Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein

 Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.

 Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign

 Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk

mengatasi syok

 Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

b) Disolusi medis

Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan

pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acidlebih dipilih dalam

pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih

6
banyak pada penggunaan chenodeoxycholicseperti terjadinya diare,

peningkatan aminotransfrasedan hiperkolesterolemia sedang

c)  Disolusi kontak

Terapi contact dissolutionadalah suatu cara untuk menghancurkan

batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam

kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau

alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah

methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke

dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu

kandung empedu dalam 24 jam.

Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus

dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan

dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya

kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu 

d)  Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut

berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu

didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud

memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen. ESWL

sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis biaya-

manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas

pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani

terapi ini.   

7
e)  Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,

kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak

masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter

oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu

empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP

dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari

4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami

komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan

perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran

empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat

2.  Penatalaksanaan Bedah

a) Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga

kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat

terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien.

Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.

Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris

rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

b) Kolesistektomi laparaskopi

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990

dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara

laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini

karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-

8
0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung

dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan

lewat sayatan kecil di dinding perut.

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa

adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman,

banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan

kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis

keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah

dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan,

pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan

kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari

prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera

duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama

kolesistektomi laparoskopi.

G. Pemeriksaan Penunjang

Tes laboratorium :

 Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu). 

 Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl). 

 Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).

 Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena

obstruksi  sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin  K.(cara

Kapilar : 2 - 6 mnt).

9
 USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya

batu empedu dan distensi saluran empedu  ( frekuensi sesuai dengan

prosedur diagnostik)

 Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan

untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus

duodenum.

 PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras

untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.

 Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di

sistim billiar.

 CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu,

obstruksi/obstruksi joundice.

 Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran

pada saluran atau pembesaran pada gallblader.

H. Pengkajian Focus

a.    Pengkajian
1)      Anamnesa, meliputi:
a)    Nama
b)    Umur pasien (Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan   usia > 60 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih
muda.)
c)   Jenis kelamin (Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon
esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh
kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan

10
terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung
empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.)
d)  Alamat
e)   Pendidikan/pekerjaan
f)    Penanggungjawab pasien
2)      Keluhan utama: (pasien dengan kolesistitis  merasakan nyeri pada perut
kanan pada bagian atas)
3)     Riwayat kesehatan, meliputi :
a)  Kesehatan masa lalu (anamnesa pada pengkajian apakah klien pernah
dirawat di Rumah Sakit atau riwayat penyakit yang pernah diderita pada
masa lalu, penah mengalami kolesistitis sebelumnya)
b) Kesehatan sekarang (merasakan nyeri pada perut kanan pada bagian atas,
mual muntah, terjadi ikterus, regusitasi gas;sendawa dan flatus)
c)      Kesehatan keluarga (Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis
mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga).
4)      Pola aktivitas sehari-hari
1)      Nutrisi : (menggambarkan konsumsi relatif terhadap kebutuhan
metabolik dan suplai gizi, meliputi pola konsumsi makanan dan cairan,
keadaan kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa, tinggi, dan berat
badan.)
2)      Tidur/istirahat : (karena adanya nyeri, tidur pasien terganggu)
3)      Eliminasi : (menggambarkan pola fungsi ekskresi (usus besar,
kandung kemih, dan kulit); termasuk pola individu sehari-hari, perubahan
atau gangguan, dan metode yang digunakan untuk mengendalikan ekskresi.)
5)    Pemeriksaan fisik
1.Keadaan umum pasien :adanya kelemahan sampai sangat lemah,
pucat, mual dan muntah, gelisah, , demam.
2. Kulit: berwarna kuning
3. Abdomen : adanya nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke
punggung atau bahu kanan

11
4. Kaji perubahan gizi-metabolik: penurunan berat badan, anoreksia, 
intoleransi lemak, mual dan muntah, dispepsia, menggigil, terabanya
kandung empedu
5. Respirasi : takipnea
6. Nadi : takikardi (nadi >80/menit)

I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi billier
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah,
dispepsia, nyeri gangguan pencernaan lemak (obstruksi aliran empedu)
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d dispensi dan hipermortilitas
 

gaster, gangguan proses pembekuan darah.

12
J. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil NIC Rasional


Keperawatan
O

1. Nyeri akut berhubungan Tujuan : 1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi 1. Untuk mengetahui berapa berat nyeri
kerusakan jaringan Dalam 1kali 24 jam perberian asuhan nyeri yang dialami pasien. yang dialami pasien.
keerawatan rasa nyeri 2. Beri penjelaskan pada pasien 2. Pemahaman pasien tentang penyebab
hilang/berkurang. tentang sebab-sebab timbulnya nyeri yang terjadi akan mengurangi
nyeri. ketegangan pasien dan memudahkan
Kriteria hasil : 3. Beri lingkungan yang nyaman dan pasien untuk diajak bekerjasama
 Penderita secara verbal tenang. dalam melakukan tindakan.
mengatakan nyeri berkurang atau 4. Ajarkan teknik distraksi dan 3. Rangasang yang berlebihan dari
hilang. relaksasi. lingkungan akan memperberat rasa
 Penderita dapat melakukan 5. Atur posisi pasien senyaman nyeri.
metode atau tindakan untuk mungkin sesuai keinginan pasien. 4. Teknik distraksi dan relaksasi dapat
mengatasi nyeri. 6. Kolaborasi dengan dokter untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
 Elspresi wajah klien rileks. pemberian analgesik. pasien.
 Tidak ada keringat dingin, tanda 5. Posisi yang nyaman akan membantu
vital dalam batas normal.(S : 36 – memberikan kesempatan pada otot
37,5 0C, N: 60 – 80 /menit, T : untuk relaksasi seoptimal mungkin.
120/80mmHg, RR : 18 – 20 x 6. Obat-obat analgesik dapat membantu
/menit ). mengurangi nyeri pasien

2. Nutrisi kurang dari Tujuan : 1. Kaji distensi abdomen. 1. Adanya ketidaknyamanan karna
kebutuhan tubuh b/d Dalam 1 kali 24 jam pemberian 2. Timbang berat badan pasien gangguan percernaan,nyeri gaster.
mual, muntah, dispepsia, asuhan keperawatan Pemenuhan 3. Diskusikan dengan klien makanan 2. Mengidentifikasi
nyeri gangguan kebutuhan nutrisi pasien adekuat. kesukaan dan jadwal makan yang kekurangan/kebutuhan nutrisi.
pencernaan lemak disukai. 3. Melibatkan klien dalam perencanaan,
(obstruksi aliran Kriteria hasil: 4. Berikan suasana yang klien memiliki rasa kontrol dan
empedu)  Melaporkan mual/muntah hilang. menyenangkan pada saat makan, mendorong untuk makan.

13
 Menunjukkan kemajuan mencapai hilangkan ransangan yang berbau. 4. Untuk meningkatkan nafsu mkan dan
BB individu yang tepat. 5. Kolaborasi dengan ahli diet/ tim menghilangkan mual.
 Makanan habis sesuai porsi yang pendukung nutrisi sesua indikasi. 5. Berguna untuk merencanakan
diberikan. kebutuhan nutrisi individual melalui
rute yang paling tepat

3. Resiko tinggi kekurangan


Tujuan: 1. Monitor pemasukan dan 1. Memberikan informasi tentang status
volume cairan b/d
Dalam 1kali 24jam Keseimbangan pengeluaran cairan. Awasi cairan / volume sirkulasi dan
dispensi dan
cairan adekuat. selanjutnya mual/muntah, kram kebutuhan penggantian cairan.
hipermortilitas gaster, abdomen,kejang ringan, Muntah berkepanjangan, aspirasi
gangguan proses
Kriteria hasil: kelemahan. gaster dan pembatasan pemasukan
pembekuan darah  Dibuktikan oleh tanda vital 2. Kaji pendarahan yang tidak biasa oral dapat menimbulkan defisit
stabil, membran mukosa lembab, contohnya pendarahan pada natrium, kaliumdan klorida.
turgor kulit baik, pengisian gusi,mimisan, petekia, melena. 2. Protrombin darah menurun dan waktu
kapier baik, eliminasi urin 3. Kolaborasi .     Beri cairan IV, koagulasi memanjang bila aliran
normal elektrolit, dan vit. K empedu terhambat, meningkatkan
resiko hemarogi.
3. Mempertahankan volume sirkulasi
dan memperbaiki ketidakseimbangan
4. Ansietas berhubungan Tujuan: 1. Kaji tingkat cemas pasien 1. Identifkasi masalah yang spesifik
dengan kurang Setelah 2 kali 24 jam pemberian 2. Beri waktu pasien untuk dapat meningkatkan kemampuan
pengetahuan tentang asuhan keperawatan kecemasan mengungkapkan masalahnya. individu.
penyakit pasien berkurang. 3. Beri dukungan positive pada 2. Agar pasien merasa lebih
pasien. diperhatikan.
Kriteria hasil : 4. Jelaskan semua prosedur tindakan 3. Agar pasien lebih merasa semangat.
 pasien terlihat tenang. kepada pasien 4. Dengan mengetahui pengobatan
 pasien terlihat rileks. pasien tenang dan mengerti mengenai
 pasien sudah mengetahui tentang proses penyakitnya
penyakitnya

14
15
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.Heather. 2010. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi

dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma.2013.Aplikasi asuhan keperawatan

berdasarkan           diagnosa medis dan NANDA NIC –NOC, Jilid 1

Edisi Revisi. Media Action Publishing

16

Anda mungkin juga menyukai