Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS COLELITIASIS

DI RUANGAN PAVILIUN ANGGREK RSUD UNDATA


KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

DI SUSUN OLEH :

NAMA : YULIANA
NIM : 2021032114

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ira Martini, S.Kep.,Ns Ns. Suaib, S.Kep.,M.Kes


NIP. 19840324 201001 2 008 NIK. 20220901139

PROGRAM STUDI NERS PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022

LAPORAN PENDAHULUAN
COLELITIASIS

1. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Kolelitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada
saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah
kolesterol (Nurarif, 2018).
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu
empedu digolongkan atas 3 golongan, yaitu:
1. Batu kolesterol; berbentuk oval dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol.
2. Batu kalsium billirubinat (pigmen coklat); berwarna coklat atau coklat
tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium bilirubinat
sebagai komponen utama.
3. Batu pigmen hitam; berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak
berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tidak
terekstraksi.

B. Anatomi Fisiologi Empedu

Menurut Syaifuddin (2018), kandung empedu merupakan sebuah kantong


berbentuk buah pir yang terletak pada permukaan viseral. Kandung empedu
diliputi oleh peritoneum kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak
pada permukaan bawah hati di antara lobus dekstra dan lobus quadrates hati.
Bagian-bagian dari kandung empedu adalah fundus vesika falea, merupakan
bagian kandung empedu yang paling akhir setelah korpus vesika falea, korpus
vesika falea, bagian dari kandung empedu yang didalamnya berisi getah
empedu, kolum vesika felea, bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus
membentu duktus koledukus, duktus sistikus, panjang 30% cm berjalan dari
leher kandung empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus, membentuk
saluran empedu ke duodenum, duktus hepatikus, saluran yang keluar dari
leher, duktus koledukus saluran yang membawa empedu ke duodenum.
fungsi kandung empedu Menurut Syaifuddin (2018), adalah membantu
penyerapan lemak ke dalam tubuh dan membantu kerja hati dalam sistem
ekskresi atau proses pengeluaran zat sisa metabolisme baik berupa zat cair
dan zat gas dari dalam tubuh,menyimpan dan memekatkan empedu yang
dihasilkan hati. Empedu dihasilkan setiap hari 600-1000 CC.

C. Etiologi
Penyebab pasti dari kolelitiasis atau kaledokolitiasis atau batu
empedu belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat
menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa
lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal
dan membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen. Batu
pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas
berkombinasi dengan kalsium(Nurarif, 2018).

D. Patofisiologi
Batu kolesterol yang merupakan unsure normal pembentuk
empedu bersifat tidak larut dalam air, kelarutannya bergantung pada asam-
asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang
cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam
empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati, keadaan ini
menyebabkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian
keluar dari getah empedu dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh
oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan
berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung
empedu.

E. Pathway

Penumpukkan kolesterol di Infeksi


empedu
Inflamasi kandung
Pengendapan empedu

Absorsi emepdu
terganggu
Terbentuk batu
empedu
(Cholelitiasis)

Penyumbata Menyumbat duktus


Perlu dilakukan tindakan
duktus sitikus koledukus
pembedahan

Obstruksi saluran
Distestensi Ansietas Luka insisi
empedu menuju
kandung empedu
doudenum
Bakteri mudah
Nyeri akut
Kandung empedu masuk
Fundus empedu
tidak
menyentuh dinding
mampumegeluarkan Risiko infeksi
abdomen

Mual
Nyeri

Defisit nutrisi
Cairan empedu
diserap oleh darah

Gatal gatal pad


kulit

Gangguan rasa
nyaman
F. Manifestasi klinis
Menurut Nurarif (2018), tanda dan gejala batu empedu adalah
1. Sebagian bersifat asimtomatik (tidak memiliki gejala).
2. Nyeri tekan pada midepigastrik yang menjalar ke punggung atau bahu
kanan
3. Mual, muntah serta demam
4. Getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap
oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal
gatal-gatal pada kulit.
5. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal
akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi
diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat
yang disebut “Clay-colored”

G. Komplikasi
1. Obstruksi pada duktus sistikus atau koleduktus.
2. Peritonitis (peradangan pada dinding dalam perut)
3. Rupture dinding kandung kemih

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu
atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
3. Radiografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu.
4. Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal
5. Foto polos abdomen

I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet.
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut
kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus,
penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah
harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap
dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk
Manajemen terapi :
1) Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2) Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3) Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4) Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
5) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
b. Farmakoterapi.
Obat-obatan yang digunakan untuk penderita batu empedu
biasanya adalah asam ursodeoksilat (urdafalk) dan kenodioksilat
(chenodiol dan chenofalk), yang digunakan untuk melarutkan batu
empedu yang berukuran kecil dan terutama tersusun oleh
kolesterol. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis
kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi
getah empedu. Batu yang sudah ada dapat dikurangi besarnya, batu
yang kecil dilarutkan dan batu yang baru dicegah.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan.
1) Pelarutan batu empedu. Pelarutan batu empedu dengan bahan
pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier butil
eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang atau kateter
yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu,
melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T
Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat
pembedahan.
2) ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy). Prosedur
noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu
didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan
maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah
fragmen.
2. Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
dengan koleslitiasis
b. Kolesistektomi laparoskopi
Indikasi pembedahan kandung empedu dengan batu berdiameter
lebih dari 2 cm.

J. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis
pada orang sehat yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis.
Pencegahan primer yang dilakukan terhadap individu yang memiliki
risiko untuk terkena kolelitiasi adalah dengan menjaga kebersihan
makanan untuk mencegah infeksi, misalnya, menurunkan kadar
kolesterol dengan mengurangi asupan lemak jenuh, meningkatkan
asupan sayuran, buah-buahan, dan serat makanan lain yang akan
mengikat sebagian kecil empedu di usus sehingga menurunkan risiko
stagnasi cairan empedu dikandung empedu, minum sekitar 8 gelas air
setiap hari untuk menjaga kadar air yang tepat dari cairan empedu.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini
terhadap penderita kolelitiasis dan biasanya diarahkan pada individu
yang telah positif menderita kolelitiasis agar dapat dilakukan
pengobatan dan penanganan yang tepat. Pencegahan sekunder dapat
dilakukan dengan non bedah ataupun bedah. Penanggulangan non
bedah yaitu disolusi medis, ERCP, dan ESWL. Penan ggulangan
dengan bedah disebut kolesistektomi.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif
dengan tujuan mempertahankan kualitas hidup penderita dan
memperlambat progresifitas penyakit dan mengurangi rasa nyeri dan
keluhan lain. Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan
memerhatikan asupan makanan. Intake rendah klorida, kehilangan
berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal)
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Nama
b. Umur
Umur pasien (Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia. Orang dengan   usia 40 tahun lebih
cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang
degan usia yang lebih muda.)
c. Jenis kelamin (Wanita mempunyai resiko 4 kali lipat untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan
oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan
kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat
meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan
aktivitas pengosongan kandung empedu).
d. Alamat
e. Pendidikan/pekerjaan
f. Penanggungjawab pasien
2. Keluhan utama: (pasien dengan kolesistitis  merasakan nyeri pada
perut kanan pada bagian atas)
3. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan masa lalu (anamnesa pada pengkajian apakah klien
pernah dirawat di Rumah Sakit atau riwayat penyakit yang pernah
diderita pada masa lalu, penah mengalami kolesistitis
sebelumnya. Orang dengan penyakit diabetes memiliki resiko
tinggi terhadap insiden penyakit ini).
b. Kesehatan sekarang (merasakan nyeri pada perut kanan pada
bagian atas, mual muntah, terjadi ikterus, regusitasi gas;sendawa
dan flatus)
c. Kesehatan keluarga (Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis
mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat
keluarga)
4. Riwayat pemenuhan bio-psiko-sosial
a. Aktivitas dan istirahat:
1) subyektif : kelemahan
2) Obyektif : kelelahan, gelisah
b. Sirkulasi :
1) Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
c. Eliminasi :
1) Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
2) Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen
atas/quadran kanan atas, urine pekat .
d. Makan / minum (cairan)
1) Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.
a) Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
b) Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
c) Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
d) Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
2) Obyektif :
a) Kegemukan.
b) Kehilangan berat badan (kurus).

e. Nyeri/ Kenyamanan :
1) Subyektif :
a) Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.
b) Nyeri apigastrium setelah makan.
c) Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
2) Obyektif :Cenderung teraba lembut pada kolelitiasis, teraba
otot meregang /kaku hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ
dan menunjukan tanda marfin (+).
f. Respirasi :
1) Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas
dangkal, rasa tak nyaman.
g. Keamanan :
1) Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan
pruritus.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Agen pecedra fisiologis
2. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit
3. Risiko infeksi
4. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
5. Ansietas bd. Kurang terpapar informasi
C. Intervensi

RENCANA KEPERAWATAN
N DIANGOSA SLKI SIKI
O KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d Agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
pecedra fisiologis
diharapkan tingkat nyeri menurun dengan Observasi:
kriteria hasil:  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Frekuensi nadi membaik kualitas, intensitas nyeri
2. Pola nafas membaik  Identifikasi skala nyeri
3. Keluhan nyeri menurun  Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Meringis menurun  Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:
 Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
-  
2. Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Pemberian obat
b.d gejala penyakit jam diharapkan status kenyamanan meningkat Observasi
dengan kriteria hasil  Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan
1. Keluhan tidak nyaman menurun kontraindikas obat
2. Gatal menurun  Verifikasi order obat sesuai dengan indikasi
3. Keluhan sulit tidur menurun  Periksa tanggal kadaluarsa obat
4. Pola tidur membaik  Monitor tanda tanda vital dan nilai laboratorium sebelum
pemberian obat ,jika perlu
 Monitor efek terapeutik obat
 Monitor efek samping dan interaksi obat
Terapeutik
 Perhatikan prosedur pemberian obat yang aman dan
akurat
 Lakukan prinsip enam benar (pasien, obat, dosis, rute,
waktu, dokumentasi)
 Hindari pemberian obat yang tidak diberikan label dengan
benar
 Buang obat yang tidak terpakai atau kadaluwarsa
 Dokumentasi pemberian obat dan respons terhadap obat
Edukasi
 Jelaskan jenis obat, alasan pemberian,tindakan yang
diharapkan, dan efek samping sebelum pemberian
 Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan efektifitas obat.
3. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan derajat Pencegahan infeksi
infeksi menurun dengan kriteria hasil: Observasi:
1. Nyeri menurun  Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
2. Kemerahan menurun Terapeutik
3. Bengkak menrun  Batasi jumlah pengunjung
4. Kadar sel darah putih membaik  Berikan perawatan kulit pada daerah luka
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara memeriksa luka
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi, Jika perlu
4. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan status Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil: Observasi:
menelan makanan 1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat  Identifikasi status nutrisi
2. Frekuensi makan meningkat  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Nafsu makan meningkat  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
4. Berat badan atau IMT meningkat  Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
Terapeutik:
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, Jika perlu
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastric
jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
5. Ansietas b.d kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi Ansietas
terpapar informasi diharapkan tingkat ansietas menurun dengan Observasi:
kriteria hasil:  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
1. Perilaku gelisah menurun  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
2. Perilaku tegang menurun  Monitor tanda-tanda ansietas
3. Keluhan pusing menurun Terapeutik:
4. Pucat menurun  Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan
kepercayaan
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
 Latih teknik relaksasi
DAFTARPUSTAKA

Nurarif, Huda A dan Kusuma H. (2018). Aplikasi Ashuan Keperawatan


Berdasarkan Diagnose Medis dan Nanda Nic Noc. Jakarta: Mediaction

PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: definisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: definisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: definisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. (2019). Buku Ajar Keperawatan


Medical Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC

Syaifuddin. (2018). Anatomi Fisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai