Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN


PENYAKIT KOLELITIASIS ( BATU EMPEDU )

A.    DEFINISI
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi
kandung empedu. (Doenges, Marilynn, E)
Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu empedu
memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. (Smeltzer, Suzanne, C. 2001)
Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu (Brunner &
Suddarth, 2001).
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol,
bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid (Price & Wilson,
2005).

B.     ETIOLOGI
Batu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat, atau campuran,
disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu dapat terjdi pada duktus
koledukus, duktus hepatika, dan duktus pankreas. Kristal dapat juga terbentuk pada
submukosa kandung empedu menyebabkan penyebaran inflamasi. Sering diderita pada usia
di atas 40 tahun, banyak terjadi pada wanita. (Doenges, Marilynn, E)

C.    MANIFESTASI KLINIS


1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan
bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien
rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi,
bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah
kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang
mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan
menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan
gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu,
dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”
4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K
dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa

D.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping
itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini
akan membrikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan
ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan
media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada sat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop
serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk
menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta
evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)
5. Pemeriksaan Darah
a. Kenaikan serum kolesterol
b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolesterol
d. Kenaikan protrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase
f. Penurunan urobilirubin
g. Peningkatan sel darah putih
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada
batu di duktus utama

E.     PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
80% dari pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus,
pengisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Diit yang dianjurkan adalah tinggi protein
dan karbohidrat.
b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial, chenofalk). Fungsinya
untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya dan tidak desaturasi getah
empedu.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pengangkatan batu empedu : menginfuskan bahan pelarut (monooktanoin atau metil tertier
butil eter (MTBE) ke dalam kandung empedu.
Pengangkatan non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan dengan alat jaring untuk
memegang dan menarik keluar batuyang terjepit dalam duktus koleduktus.
d. Extracorporal shock-wave lithotripsy (ESWL) : gelombang kejut berulang yang diarahkan
kepada batu empedu yang gelombangnya dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik.
Efek samping : petekia kulit dan hematuria mikroskopis
2. Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi : paling sering digunakan atau dilakukan : kandung empedu diangkat setelah
arteri dan duktus sistikus diligasi.
b. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm.
c. Kolesistektomi laparoskopik (endoskopik) : lewat luka insisi kecil melalui dinding abdomen
pada umbilikus.
d. Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk mengeluarkian batu empedu.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN
PENYAKIT KOLELITIASIS ( BATU EMPEDU )

       I.            PENGKAJIAN


1. Pengkajian
           Aktifitas/Istirahat

Gejala : Kelemahan

Tanda : Gelisah

         Sirkulasi

Tanda : Takikardia, berkeringat

         Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feses

Tanda : Distensi abdomen.

              Teraba masa pada kuadran kanan atas.

              Urine gelap, pekat.

              Feses waran tanah liat,steatorea.

         Makanan / Cairan

 Gejala : Anoreksia,mual.

 Tanda : adanya penurunan berat badan.

         Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau bahu kanan.Kolik epigastrium tengah

sehubungan dengan makan. Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.

Tanda : Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas

         Keamanan

Tanda : Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).

Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).

         Penyuluhan/Pembelejaran

Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.

Adanya kehamilan / melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi

usus, diskrasias darah.

Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.

Rencana pemulangan:

Memerlukan dukungan dalam perubahan diet/penurunan berat badan.

    II.            DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.       Nyeri Akut b/d agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan
nutrisi, faktor biologis
3.       Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, terpasangnya alat invasif.
4.       Kurang perawatan diri b/d kelemahan
5.       Kurang Pengetahuan tentang penyakit, diet dan perawatannya b/d mis interpretasi informasi

III.            INTERVENSI

N Diagnosa Tujuan Intervensi


o Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam Manajemen
agen injuri fisik tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH: nyeri :
     Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3       Kaji tingkat
    Ekspresi wajah tenang nyeri secara
    klien dapat istirahat dan tidur komprehensif
    v/s dbn termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas dan
faktor
presipitasi.
      Observasi 
reaksi
nonverbal dari
ketidak
nyamanan.
      Gunakan
teknik
komunikasi
terapeutik
untuk
mengetahui
pengalaman
nyeri klien
sebelumnya.
      Kontrol
faktor
lingkungan
yang
mempengaruh
i nyeri seperti
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan.
      Kurangi
faktor
presipitasi
nyeri.
      Pilih dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologis
/non
farmakologis).
.
      Ajarkan
teknik non
farmakologis
(relaksasi,
distraksi dll)
untuk
mengetasi
nyeri..
      Berikan
analgetik
untuk
mengurangi
nyeri.
      Evaluasi
tindakan
pengurang
nyeri/kontrol
nyeri.
      Kolaborasi
dengan dokter
bila ada
komplain
tentang
pemberian
analgetik
tidak berhasil.

Administrasi
analgetik :.
      Cek program
pemberian
analogetik;
jenis, dosis,
dan frekuensi.
      Cek riwayat
alergi..
      Tentukan
analgetik
pilihan, rute
pemberian
dan dosis
optimal.
      Monitor TV
      Berikan
analgetik tepat
waktu
terutama saat
nyeri muncul.
      Evaluasi
efektifitas
analgetik,
tanda dan
gejala efek
samping.
2 Ketidakseimban Setelah dilakukan asuhan keperawatan …  jam klien Manajemen
gan nutrisi menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH: Nutrisi
kurang dari      BB stabil,       Kaji adanya
kebutuhan       nilai laboratorium terkait normal, alergi
tubuh       tingkat energi adekuat, makanan.
      masukan nutrisi adekuat       Kaji makanan
yang disukai
oleh klien.
      Kolaborasi
team gizi
untuk
penyediaan
nutrisi terpilih
sesuai dengan
kebutuhan
klien.
      Anjurkan
klien untuk
meningkatkan
asupan
nutrisinya.
      Yakinkan diet
yang
dikonsumsi
mengandung
cukup serat
untuk
mencegah
konstipasi.
      Monitor
jumlah nutrisi
dan
kandungan
kalori.
      Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi.

Monitor
Nutrisi
      Monitor BB
jika
memungkinka
n
      Monitor
respon klien
terhadap
situasi yang
mengharuskan
klien makan.
      Jadwalkan
pengobatan
dan tindakan
tidak
bersamaan
dengan waktu
klien makan.
      Monitor
adanya mual
muntah.
      Monitor
adanya
gangguan
dalam input
makanan
misalnya
perdarahan,
bengkak dsb.
      Monitor
intake nutrisi
dan kalori.
      Monitor
kadar energi,
kelemahan
dan kelelahan.
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam tidak Konrol
b/d imunitas terdapat faktor risiko infeksi dan dg KH: infeksi :
tubuh menurun,      Tdk ada tanda-tanda infeksi        Bersihkan
prosedur       AL normal lingkungan
invasive.       V/S dbn setelah
dipakai pasien
lain.
       Batasi
pengunjung
bila perlu.
       Intruksikan
kepada
pengunjung
untuk
mencuci
tangan saat
berkunjung
dan
sesudahnya.
       Gunakan
sabun anti
miroba untuk
mencuci
tangan.
       Lakukan cuci
tangan
sebelum dan
sesudah
tindakan
keperawatan.
       Gunakan baju
dan sarung
tangan
sebagai alat
pelindung.
       Pertahankan
lingkungan
yang aseptik
selama
pemasangan
alat.
       Lakukan
dresing infus
dan dan
kateter setiap
hari  Sesuai
indikasi
        Tingkatkan
intake nutrisi
dan cairan
       berikan
antibiotik
sesuai
program.

Proteksi
terhadap
infeksi
       Monitor
tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan
lokal.
       Monitor
hitung
granulosit dan
WBC.
       Monitor
kerentanan
terhadap
infeksi..
       Pertahankan
teknik aseptik
untuk setiap
tindakan.
       Inspeksi kulit
dan mebran
mukosa
terhadap
kemerahan,
panas.
       Ambil kultur,
dan laporkan
bila hasil
positip jika
perlu
       Dorong
istirahat yang
cukup.
       Dorong
peningkatan
mobilitas dan
latihan.
       Instruksikan
klien untuk
minum
antibiotik
sesuai
program.
       Ajarkan
keluarga/klien
tentang tanda
dan gejala
infeksi.
       Laporkan
kecurigaan
infeksi.
4 Sindrom defisit Setelah dilakukan askep ......  jam ADLs terpenuhi Self Care
self care b.d dg KH: Assistence
kelemahan       Klien bersih, tidak bau       Bantu ADL
      Kebutuhan sehari-hari terpenuhi klien selagi
klien belum
mampu
mandiri
      Pahami
semua
kebutuhan
ADL klien
      Pahami
bahasa-bahasa
atau
pengungkapan
non verbal
klien akan
kebutuhan
ADL
      Libatkan
klien dalam
pemenuhan
ADLnya
      Libatkan
orang yang
berarti dan
layanan
pendukung
bila
dibutuhkan
      Gunakan
sumber-
sumber atau
fasilitas yang
ada untuk
mendukung
self care
      Ajari klien
untuk
melakukan
self care
secara
bertahap
      Ajarkan
penggunaan
modalitas
terapi dan
bantuan
mobilisasi
secara aman
(lakukan
supervisi agar
keamnananny
a terjamin)
      Evaluasi
kemampuan
klien untuk
melakukan
self care di RS
      Beri
reinforcement
atas upaya
dan
keberhasilan
dalam
melakukan
self care
5 Kurang Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan Mengajarkan
pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH: proses
keluarga       Keluarga menjelaskan   tentang   penyakit,   penyakit
berhubungan perlunya   pengobatan          dan memahami      Kaji
dengan kurang perawatan pengetahuan
paparan dan      Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat keluarga
keterbatasan dilakukan tindakan tentang proses
kognitif penyakit
keluarga       Jelaskan
tentang
patofisiologi
penyakit dan
tanda gejala
penyakit
      Beri
gambaran
tentaang tanda
gejala
penyakit kalau
memungkinka
n
      Identifikasi
penyebab
penyakit
      Berikan
informasi
pada keluarga
tentang
keadaan
pasien,
komplikasi
penyakit.
      Diskusikan
tentang
pilihan
therapy pada
keluarga dan
rasional
therapy yang
diberikan.
      Berikan
dukungan
pada keluarga
untuk memilih
atau
mendapatkan
pengobatan
lain yang
lebih baik.
      Jelaskan pada
keluarga
tentang
persiapan /
tindakan yang
akan
dilakukan

Anda mungkin juga menyukai