Disusun Oleh:
Mahasiswa,
Profesi Ners Poltekes Kemenkes Malang,
Oleh:
CI Akademik CI Ruang 20
Poltekes Kemenkes Malang, RS dr. Saiful Anwar – Malang,
(…………………………) (…………………………)
Mengetahui,
Kepala Ruang 20
RS dr. Saiful Anwar – Malang,
(…………………………)
LAPORAN PENDAHULUAN
PERITONITIOIS
I. KASUS
Pasien atas nama Sdr. D berumur 20 tahun sedang di rawat inap di ruang 24B RSSA –
Malang, Pasien rujukan dari RSUD Lawang dengan keluhan nyeri perut hingga tidak bisa
melakukan aktivitas, mual, muntah, dan perut membesar diiringi dengan tidak bisa BAB
selama 3 hari. Lalu pada 27/03/2020 pasien MRS di ruang 20 dan dilakukan operasi
laparotomi pada tanggal 28/03/2020. Pada saat pengkajia tanggal 30/03/2020 pasien
mengatakan perut sebah dan nyeri seperti ditusuk-tusuk pada luka post operasi laparotomi,
dengan skala 6, nyeri dirasakan semakin meningkat ketika mobilisasi. Pemeriksaan
penunjang meliputi: Hb 6,70, Leukoist 15.800, Albumin 2,20 g/dL. Sudah diberikan terapi
berupa IVFD NaCl 0,9% 20tpm, IVFD Metronidazole 3 x 500mg, Inj. Antrain 3 x 1g, Inj.
Ranitidine 2 x 50 mg, Inj. Ampicilin 3 x 1 gr. Pada Rontgen Abdomen menunjukkan udara
usus merata, berbeda dengan gambaran ileus obstruksi, Penebalan dinding usus akibat edema,
Tampak gambaran udara bebas. Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang.
1.2. Etiologi
1. Infeksi bakteri
2. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
3. Appendisitis yang meradang dan perforasi
4. Tukak peptik (lambung / dudenum)
5. Tukak thypoid
6. Tukan disentri amuba / colitis
7. Tukak pada tumor
8. Salpingitis
9. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, tapilokokus auren senterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
1.3. Klasifikasi
Berdasarkan pathogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis bacterial primer
Akibat kontaminasi bacterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan
tidak ditemukan focus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat
monomikrobial, biasanya E.coli, Streotokokus atau Pneumococus, peritonitis ini
dibagi menjadi dua yaitu:
2. Spesifik : Seperti Tuberculosa.
Non-spesifik : Pneumonia non tuberculosis dan tonsillitis. Factor yang
beresiko pada peritonitis ini adalah malnutrisi, keganasan intra abdomen,
imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah dengan sindrom
nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan
asites.
3. Peritonitis bacterial akut sekunder(supurative)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akaut atau perforasi traktus
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umunya organism tunggal tidak akan
menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multiple organis m dapat
memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies bacteroides
dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Luas dan
lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat peritonitis. Kuman dapat
berasal:
Luka trauma atau penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke
dalam cavum peritoneal.
Perforasi organ-organ dalam perut. Seperti di akibatkan oleh bahan kimia.
Perforasi usus sehingga feces keluar dari usus. Komplikasi dari proses inflamasi
organ- organ intra abdominal, misalnya appendicitis.
4. Peritonitis Tersier
Peritonitis ini terjadi akibat timbulnya abses atau flagmon dengan atau tanpa
fistula. Yang disebabkan oleh jamur, peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat
ditemukan. Seperti disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya empedu, getah
lambung, getah pancreas, dan urine (Deswani, 2018)
1.4. Patofisiologi
Disebabkan oleh kebocoren dari organ abdomen kedalam rongga abdomen
bisanya sebagai akibat dari inflamasi,infeksi,iskemia, trauma atau perforasi tumor.
Terjadi proliferasi bacterial, yang menimbulkan edema jaringan, dan dalam waktu
yang singkat terjadi eksudasi cairan. cairan dalam peritoneal menjadi keruh dengan
peningkatan protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari
saluran usus adalah hipermotilitas, diikut oleh oleh ileus pralitik, disertai akumudasi
udara dan cairan dalam usus.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan
adanya pembentukan jajaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme
terpenting dari system pertahanan tubuh, sengan cara ini akan terikat bakteri dalam
jumlah yang sangat banyak diantara matrika fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis
pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk
abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril.
Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu
mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan
membentuk kompartemen yang dikenal sebagai abses.
Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber.
Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit visceral atau
intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang
terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis juga terjadi karena virulensi
kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri
dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya disertai dengan pertumb uhan
bakteri lain atau jamur (Herry, 2014).
1.7. Penatalaksanaan
Menurut Muttaqin, Arif (2011), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai
berikut :
1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik.
2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (appendks), reseksi , memperbaiki
(perforasi), dan drainase (abses).
8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal
1.8. Komplikasi
Menurut (Haryono, 2013) komplikasi potensial Peritonitis yang memerlukan
pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
1. Septikemia dan syok septic.
2. Syok hipovelmia.
3. Sepsisintra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi
system.
Resiko
1. Resiko infeksi d.d efek prosedur invasive
(PPNI. 2018).
2.3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. Luara Utama dan Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
D.007 Nyeri akut b.d. L.08066 1. Manajemen nyeri
7 agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Observasi
fisiologis keperawatan selama 3x24 jam a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
diharapkan tingkat nyeri menurun intensitas nyeri, skala nyeri, respon nyeri non verbal
dengan, b. Monitor efek samping obat-obatan.
KH: Terapeutik
1. Mengeluh nyeri menurun (5) a. Memberikan teknik nonfarmakoloogis untuk mengurangi
2. Meringis menurun (5) rasa nyeri. (terapi musik, akupresure, terapi pijat)
3. Sikap protektif menurun (5) b. Memfasilitasi istirahat dan tidur
4. Gelisah menurun (5) c. Kontrol situasi yang memperberat rasa nyeri
5. Kesulitan tidur menurun (5) Edukasi
6. Frekuensi nadi membaik (5) a. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
b. Memonitor nyeri secara mandiri.
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik.
2. Memberikan aromatherapi.
3. Kompres
4. Latihan pernafasan
5. Terapi relaksasi
D.014 Resiko infeksi b.d L.14125 1. Perawatan luka
2 efek prosedur Setelah dilakukan tindakan Observasi
infasif keperawatan selama 3x24 jam a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
diharapkan tingkat infeksi menurun Terapeutik
dengan, a. Batasi jumlah pengunjung
KH: b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
1. Nyeri menurun (5) dan lingkungan pasien
2. Demam menurun (5) c. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
3. Kemerahan menurun (5) Edukasi
4. Bengkak menurun (5) a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Kebersihan badan meningkat (5) b. Ajarkan mencuci tangan denan benar
6. Kadar sel darah putih membaik (5) c. Ajarkan cara pemeriksaan kondisi luka
d. Ajarkan cara meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
2. Perawatan integritas kulit
3. Dukungan perawatan diri
4. Pemberian obat topikal
D.002 Gangguan L.05042 1. Dukungan mobilisasi
2 mobilitas fisik b.d. Setelah dilakukan tindakan Observasi
nyeri keperawatan selama 3x24 jam a. BHSP
diharapkan mobilisasi fisik meningkat b. Mengukur TTV
dengan, c. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan lainnya.
KH: d. Identifikasi toleransi melakukan pergerakan
1. Nyeri menurun (5) e. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
2. Pergerakan ekstremitas meningkat Terapeutik
(5) a. Fasilitasi mobilisasi dengan alat bantu (mis: pagar tempat
3. Kekuatan otot meningkat (5) tidur)
4. Rentang gerak meningkat (5) b. Fasilitasi melakukan pergerakan, juka perlu
5. Kelemahan fisik menurun (5) c. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
b. Anjurkan untuk mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(mis: duduk di tempat tidur, dan pindah dari tempat tidur ke
kursi)
2. Dukungan ambulasi
3. Terapi aktivitas
4. Terapi pemijatan
5. Terapi relaksasi otot progresif
6. Pencegahan jatuh
7. Edukasi teknik transfer dan ambulasi
8. Dukungan perawatan diri
(PPNI, 2018)
2.4. Referensi
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Keriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Dermawan, Deden, dan Tutik, Rahayuningsih. 2010. Keperawatan
Medical Bedah: Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publisher
Deswani. 2018. Proses Keperawatan dan Berfikir Kritis. Jakarta: Salemba
Medika
Garna, Herry. 2012. Buku Ajar Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis.
Bandung: Sagung Seto
Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medical Bedah Sistem Pencernaan.
Yogyakarta: Gosyen Publisher
Muttaqin, Arif, dan Sari,Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal
Aplikasi Asuhan Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Oda, Debora. 2013. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Salemba Medika
Haryono, Rudi. 2013. Keperawatan Medical Bedah Sistem Pencernaan.
Yogyakarta: Gosyen Publisher
Patrick, Davey. 2015. At A Glance Medicine. Dialihbahasakan oleh
Amalia Safitri. Jakarta: Erlangga
Pathway
ASUHAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
BIODATA
Nama : Sdr. D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 20 Th
Status Perkawinan : Lajang
Pekerjaan : Pelajar/Mahasiswa
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Malang
No. Register : R2020xxx
Tanggal MRS : 27/03/2020
Tanggal Pengkajian : 30/03/2020
Diagnosa Medis : Peritonitis Generalisata et Appendiks Perforasi
DATA PSIKOSOSIAL
A. Pola Komunikasi: Pasien kooperatif dan tidak ada masalah dalam berkomunikasi.
B. Orang terdekat dengan klien : Kedua orang tua.
C. Rekreasi
Hobby: Sepakbola
Penggunaan waktu senggang: Berkumpul dengan keluarga dan bermain dengan teman.
D. Dampak dirawat di Rumah Sakit :
Pasien mengatakan merasa tidak berdaya dan merepotkan istri dan anak-anaknya.
E. Hubungan dengan orang lain/Interaksi sosial :
Pasien mengatakan hubungan dengan orang lain baik-baik saja.
F. Keluarga yang dihubungi bila diperlukan :
Orang tua.
DATA SPIRITUAL
A. Ketaatan Beribadah : Pasien beribadah sholat lima waktu.
B. Keyakinan terhadap sehat/sakit : Pasien mengatakan sakit adalah cobaan dari Allah agar
lebih berhati-hati dan memohon perlindungan dari-Nya.
C. Keyakinan terhadap penyembuhan: Pasien mengatakan percaya kepada petigas kesehatan
dan kepada Allah bahwa dirinya bisa sembuh.
PEMERIKSAAN FISIK :
A. Kesan Umum / Keadaan Umum:
Keadaan umum cukup, pasien terbaring di tempat tidur dan kesulitan untuk bergerak,
GCS: E4, V5, M6 (Compos mentis)
B. Tanda-tanda Vital
Suhu Tubuh : 36,4 0C N : 82 kali/menit GDA : 118 mg/dL
Tekanan darah: 100/90 mmHg RR : 23 kali/menit SpO2 : 97%
Tinggi badan : 168 cm Berat Badan : 56 kg Status Gizi : Baik
D. Pemeriksaan Integumen :
1. Kebersihan : bersih
2. Kehangatan : hangat dengan suhu 36.0oC
3. Warna : anemis (-), ikterik (-), merah (-)
4. Turgor : baik, elastis
5. Tekstur : baik, kenyal
6. Kelembapan : lembab
7. Kelainan pada kulit : terdapat luka operasi laparotomi
G. Pemeriksaan Abdomen
1. Inspeksi
- Bentuk Abdomen : ascites
- Benjolan/massa : tidak teraba massa/benjolan
2. Auskultasi
- Peristaltik Usus : 10x/menit
- Bunyi jantung anak: tidak ada
3. Palpasi
- Tanda nyeri tekan : nyeri tekan pada lupa post operasi laparotomi
- Benjolan /massa : tidak teraba benjolan atau masa
- Tanda-tnda Ascites: terdapat tanda ascites
- Hepar : tidak teraba besar
- Lien : tidak teraba besar
- Titik Mc. Burne : tidak ada nyeri tekan
4. Pekusi
- Suara Abdomen : hyperthimpani
- Pmeriksaan Ascites: ada pekak alih
H. Pemeriksaan Kelamin dan Daerah Genetalia Sekitarnya:
1. Genetalia
a. Rambut pubis : baik
b. Meatus Urethra : tidak ada striktur uretra atau obstruksi
c. Kelainan-kelainan pada Genetalia Eksterna dan Daerah Inguinal: tidak ada
2. Anus dan Perineum
a. Lubang Anus: tidak ada lesi, tidak ada polip, tidak ada hemoroid
b. Kelainan-kelainan pada anus: tidak ada
c. Perineum: baik, tidak ada lesi
J. Pemeriksaan Neorologi
1. Tingkat kesadaran: Compos mentis / GCS: E4 V5 M6 = 15
2. Tanda-tanda rangsangan Otak (Meningeal Sign) :
- Kernig sign negative
- Brudzinski negative
- kaku kuduk negative
3. Fungsi Motorik: Fungsi motoric kasar dan halus normal
4. Fungsi Sensorik: Fungsi sensrik normal
5. Refleks:
a. Refleks Fisiologis : normal pada refleks superfisial dan refleks dalam
b. Refleks Patologis : tidak ada refleks patologis
2. Rontgen Abdomen : Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda
dengan gambaran ileus obstruksi, Penebalan dinding usus akibat edema, Tampak
gambaran udara bebas. Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang.
3. ECG: Sinus rhytm
4. Lain - lain: Pada pemeriksaan kultur luka terdapat bacteria streptoccocus anginosus.
5. Laboratorium patologi:
Mikroskopik: Sediaan operasi menunjukkan potongan jaringan appendiks, mukosa
mengalami nekrosis dan perdarahan, submukosa hingga serosa terdapat sel radang.
Tidak didapatkan keganasan.
Terapi:
IVFD NaCl 0,9% 20tpm Mahasiswa,
IVFD Metronidazole 3 x 500mg
Inj. Antrain 3 x 1g
Inj. Ranitidine 2 x 50 mg
Inj. Ampicilin 3 x 1 gr
(Widha Arlyka Duta)
NIM. P17 2121 95 006
ANALISA DATA
Masalah Masalah
Nomor
No. Diagnosa Keperawatan Ditemukan Teratasi
Diagnosa
Tgl Paraf Tgl Paraf
30
Nyeri akut b.d agen pencedera
1. D.0077 Maret -
fisiologis dd. mengeluh nyeri
2020
30
2. D.0054 Gangguan mobilitas fisik b.d. nyeri Maret -
2020
30
Resiko infeksi d.d efek prosedur
3. D.0142 Maret -
infasif
2020
HARI KEDUA
Tgl / No. Dx
Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Keperawatan TTD
Jam Kep
Selasa, D.0077 Manajemen nyeri S: Pasien mengatakan nyeri pada lokasi paska
31 Nyeri Observasi operasi masih terasa.
Maret 12.15 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, P: Post operasi laparotomi
2020 kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri, respon nyeri Q: Nyeri tajam
non verbal R: Abdomen Widha
Hasil: S: Skala 4
P: Post operasi laparotomi T: Hilang timbul, meningkat saat mobilisasi
Q: Nyeri tajam O: K/u Lemah GCS: E.4 V.5 M.6 Compos
R: Abdomen mentis
S: Skala 4 TTV: TD: 110/80 mmHg
T: Hilang timbul, meningkat saat mobilisasi N: 88 x/menit
Terapeutik S: 36,7 0C
13.10 2. Memberikan teknik nonfarmakoloogis relaksasi RR: 20 x/menit
nafas, aromatherapi, dzikir kahfi, mendengarkan SpO2: 97%
murottal al-Qur’an, dan guided imaginary untuk GDA: 108 mg/dL
mengurangi rasa nyeri. - Terdapat luka post operasi.
Hasil: klien kooperatif dan merasa nyaman - Pasien terlihat melindungi area yang nyeri
13.13 3. Memfasilitasi istirahat dan tidur, dengan - Grimace berkurang
A: Masalah teratasi sebagian
meredupkan lampu ruangan, dan menciptakan
suasana yang tenang dan nyaman. P: Lanjutkan Intervensi
Hasil: klien kooperatif dan merasa nyaman Dan Terapi:
Edukasi IVFD NaCl 0,9% 20tpm
13.15 4. Memonitor nyeri secara mandiri. IVFD Metronidazole 3 x 500mg
Hasil: klien kooperatif dan paham Inj. Antrain 3 x 1g
Kolaborasi Inj. Ranitidine 2 x 50 mg
13.15 5. Berkolaborasi pemberian analgetik Inj. Ampicilin 3 x 1 gr
Inj. Antrain 3 x 1gr
Hasil:
Medikasi tersampaikan tidak ada alergi obat.
Selasa, D.0142 Pencegahan infeksi S: Pasien mengatakan balutan luka merembes.
31 Resiko Observasi O: K/u Lemah GCS: E.4 V.5 M.6 Compos
Maret infeksi 12.15 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan mentis
2020 sistemik TTV: TD: 110/80 mmHg Widha
Hasil: N: 88 x/menit
Jahitan tidak terlepas, terdapat puss, tidak S: 36,7 0C
bengkak, tampak merah. RR: 20 x/menit
Terapeutik SpO2: 97%
12.16 2. Membatasi jumlah pengunjung maksimal 2 orang. GDA: 108 mg/dL
Hasil: - Tampak feses saat balutan luka dibuka.
Keluarga pasien mengerti dan kooperatif - Panjang luka ± 3 cm dengan jahitan dan
12.20 3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak verban. Terpasang drain.
- Jahitan belum menutup.
dengan pasien dan lingkungan pasien
- Kondisi luka:
Hasil: dilakukan - Merah (+)
13.10 4. Memertahankan teknik aseptik pada perawatan - Hangat (-)
luka - Bengkak (-)
Hasil: dilakukan - Puss (+)
Edukasi - Nyeri (+)
13.13 5. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi Lab:
Hasil: Leukoist: 15.800 /Cmm
Keluarga pasien mengerti dan kooperatif Albumin: 1,63 gdL
13.15 6. Mengajarkan mencuci tangan denan benar A: Masalah teratasi sebagian
Hasil: P: Lanjutkan Intervensi
Keluarga pasien mengerti dan kooperatif Dan Terapi:
13.15 7. Mengajarkan cara pemeriksaan kondisi IVFD NaCl 0,9% 20tpm
balutan/luka. IVFD Metronidazole 3 x 500mg
Hasil: Inj. Antrain 3 x 1g
Keluarga pasien mengerti dan kooperatif Inj. Ranitidine 2 x 50 mg
13.15 8. Mengajarkan cara meningkatkan asupan nutrisi dan Inj. Ampicilin 3 x 1 gr
cairan dengan diet tinggi kalori tinggi protein.
Hasil:
Keluarga pasien mengerti dan kooperatif
Kolaborasi
13.45 9. Berkolaborasi pemberian antibiotik
IVFD Metronidazole 3 x 500mg
Hasil:
Medikasi tersampaikan tidak ada alergi obat.
Selasa, D.0054 Dukungan mobilisasi S: Pasien mengatakan sudah berani bergerak
31 Gangguan Observasi dan dibantu oleh keluarga.
Maret mobilitas 12.15 1. Mengidentifikasi adanya nyeri dan keluhan fisik O: K/u Lemah GCS: E.4 V.5 M.6 Compos
2020 fisik lainnya
mentis Widha
Hasil: terdapat nyeri skala 4, dan masih kesulitan
miring kanan kiri TTV: TD: 110/80 mmHg
12.15 2. Memonitor kondisi umum selama melakukan N: 88 x/menit
mobilisasi S: 36,7 0C
Hasil: kondisi umum lemah pasien mencoba RR: 20 x/menit
mobilisasi SpO2: 97%
Terapeutik GDA: 108 mg/dL
12.16 3. Memfasilitasi aktifikas mobilisasi dengan alat bantu
- Tampak grimace
Hasil: pasien menggunakan tepi tempat tidur untuk
berusaha bergerak dan juga pertolongan keluarga. - Pasien mencoba untuk mobilisasi
12.20 4. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam sederhana
meningkatkan pergerakan - Pasien mampu miring kanan dan kiri
Hasil: keluarga pro aktif menangani pasien A: Masalah teratasi sebgaian
Edukasi P: lanjutkan intervensi
13.10 5. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Hasil: pasien dan keluarga kooperatif dan paham.
13.45 6. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan
Hasil: pasien kooperatif, dapat melakukan gerakan
sederhana miring kanan dan kiri.
HARI KETIGA
Tgl / No. Dx
Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Keperawatan TTD
Jam Kep
Rabu, D.0077 Manajemen nyeri S: Pasien mengatakan nyeri pada lokasi paska
01 Nyeri Observasi operasi sudah berkurang
April 09.00 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, P: Post operasi laparotomi
2020 kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri, respon nyeri Q: Nyeri tajam
non verbal R: Abdomen Widha
Hasil: S: Skala 2
P: Post operasi laparotomi T: Hilang timbul, meningkat saat mobilisasi
Q: Nyeri tajam O: K/u Lemah GCS: E.4 V.5 M.6 Compos
R: Abdomen mentis
S: Skala 3 TTV: TD: 110/90 mmHg
T: Hilang timbul, meningkat saat mobilisasi N: 86 x/menit
Terapeutik S: 36,6 0C
09.00 2. Memberikan teknik nonfarmakoloogis relaksasi RR: 20 x/menit
nafas, aromatherapi, dzikir kahfi, mendengarkan SpO2: 98%
murottal al-Qur’an, dan guided imaginary untuk - Terdapat luka post operasi.
mengurangi rasa nyeri. - Grimace berkurang
Hasil: klien kooperatif dan merasa nyaman - Pasien sudah mencoba mobilisasi
A: Masalah teratasi sebagian
09.10 3. Memfasilitasi istirahat dan tidur, dengan
meredupkan lampu ruangan, dan menciptakan P: Lanjutkan Intervensi
suasana yang tenang dan nyaman. Dan Terapi:
Hasil: klien kooperatif dan merasa nyaman IVFD NaCl 0,9% 20tpm
Edukasi IVFD Metronidazole 3 x 500mg
09.30 4. Memonitor nyeri secara mandiri. Inj. Antrain 3 x 1g
Hasil: klien kooperatif dan paham Inj. Ranitidine 2 x 50 mg
Kolaborasi Inj. Ampicilin 3 x 1 gr
11.10 5. Berkolaborasi pemberian analgetik
Inj. Antrain 3 x 1gr
Hasil:
Medikasi tersampaikan tidak ada alergi obat.
Rabu, D.0142 Pencegahan infeksi S: Pasien mengatakan balutan luka tidak
01 Resiko Observasi merembes.
Maret infeksi 09.00 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan O: K/u Lemah GCS: E.4 V.5 M.6 Compos
2020 sistemik mentis Widha
Hasil: TTV: TD: 110/90 mmHg
Jahitan tidak terlepas, terdapat puss, tidak N: 86 x/menit
bengkak, tampak merah. S: 36,6 0C
Terapeutik RR: 20 x/menit
09.00 2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak SpO2: 98%
dengan pasien dan lingkungan pasien - Tampak feses saat balutan luka dibuka.
Hasil: dilakukan - Panjang luka ± 3 cm dengan jahitan dan
09.10 3. Memertahankan teknik aseptik pada perawatan verban. Terpasang drain.
- Jahitan belum menutup.
luka
- Kondisi luka:
Hasil: dilakukan - Merah (+)
Edukasi - Hangat (-)
09.30 4. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi - Bengkak (+)
Hasil: - Puss (+)
Keluarga pasien mengerti dan kooperatif - Nyeri (+)
09.30 5. Mengajarkan cara pemeriksaan kondisi Lab:
balutan/luka. Leukoist: 15.800 /Cmm
Hasil: Albumin: 1,63 gdL
Keluarga pasien mengerti dan kooperatif A: Masalah teratasi sebagian
09.30 6. Mengajarkan cara meningkatkan asupan nutrisi P: Lanjutkan Intervensi
dan cairan dengan diet tinggi kalori tinggi protein. Dan Terapi:
Hasil: IVFD NaCl 0,9% 20tpm
Keluarga pasien mengerti dan kooperatif IVFD Metronidazole 3 x 500mg
Kolaborasi Inj. Antrain 3 x 1g
11.10 7. Berkolaborasi pemberian antibiotik Inj. Ranitidine 2 x 50 mg
IVFD Metronidazole 3 x 500mg Inj. Ampicilin 3 x 1 gr
Hasil:
Medikasi tersampaikan tidak ada alergi obat.
Rabu, D.0054 Dukungan mobilisasi S: Pasien mengatakan sudah bisa miring kiri dan
01 Gangguan Observasi kanan, dibantu oleh keluarga.
Maret mobilitas 09.00 1. Mengidentifikasi adanya nyeri dan keluhan fisik O: K/u Lemah GCS: E.4 V.5 M.6 Compos
fisik lainnya
2020 mentis Widha
Hasil: terdapat nyeri skala 3, dan masih kesulitan
miring kanan kiri TTV: TD: 110/90 mmHg
09.00 2. Memonitor kondisi umum selama melakukan N: 86 x/menit
mobilisasi S: 36,6 0C
Hasil: kondisi umum lemah pasien bisa mobilisasi RR: 20 x/menit
sederhana SpO2: 98%
09.10 Terapeutik - Tampak grimace
3. Memfasilitasi aktifikas mobilisasi dengan alat
- Pasien mampu miring kanan dan kiri
bantu
Hasil: pasien menggunakan tepi tempat tidur untuk A: Masalah teratasi sebgaian
berusaha bergerak dan juga pertolongan keluarga. P: lanjutkan intervensi
4. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien
09.30 dalam meningkatkan pergerakan
Hasil: keluarga pro aktif menangani pasien
Edukasi
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
09.30
Hasil: pasien dan keluarga kooperatif dan paham.
6. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus
09.30 dilakukan
Hasil: pasien kooperatif, dapat melakukan gerakan
sederhana miring kanan dan kiri.