Bedah - 3 ( KMB )
DI SUSUN OLEH :
KELAS : 4B S1 Keperawatan
NIM : KHGC18062
B. Etiologi
Perforasi non-trauma
Akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia, bayi baru lahir yang terimplikasi
syok dan stress ulcer, anti inflamasi non steroid dan steroid : terutama pada pasien usia
lanjut, serta faktor predisposisi termasuk ulkus peptik
Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma
Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus, gaster,
atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.
Perforasi trauma (tajam atau tumpul)
Trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi, luka penetrasi
ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)
Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh: trauma tertusuk
pisau)
Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering ditemukan pada anak-anak
dibandingkan orang dewasa.
Obat aspirin, NSAID (misalnya fenilbutazon, antalgin, dan natrium diklofenac) serta
golongan obat anti inflamasi steroid diantaranya deksametason dan prednisone. Sering
ditemukan pada orang dewasa.
Faktor predisposisi : ulkus peptikum, appendisitis akut, divertikulosis akut, dan
divertikulum Meckel yang terinflamasi.
Appendisitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab umum perforasi usus
pada pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil akhir yang buruk.
Luka usus yang berhubungan dengan endoskopic : luka dapat terjadi oleh ERCP dan
colonoscopy.
Fungsi usus sebagai suatu komplikasi laparoscopic: faktor yang mungkin
mempredisposisikan pasien ini adalah obesitas, kehamilan, inflamasi usus akut dan
kronik dan obstruksi usus.
Infeksi bakteri: infeksi bakteri (demam typoid) mempunyai komplikasi menjadi perforasi
usus pada sekitar 5 % pasien. Komplikasi perforasi pada pasien ini sering tidak
terduga terjadi pada saat kondisi pasien mulai membaik.
Penyakit inflamasi usus : perforasi usus dapat muncul pada pasien dengan kolitis
ulcerativa akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada pasien dengan Crohn’s
disease.
Perforasi sekunder dari iskemik usus (kolitis iskemik) dapat timbul.
Perforasi usus dapat terjadi karena keganasan didalam perut atau limphoma
Radiotherapi dari keganasan cervik dan keganasan intra abdominal lainnya dapat
berhubungan dengan komplikasi lanjut, termasuk obstruksi usus dan perforasi usus.
Benda asing ( misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi
oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen, peritonitis, dan
sepsis
C. Patofisiologi
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme lainnya karena
keasaman yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki
fungsi gaster yang normal dan tidak berada pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti
perforasi gaster. Bagaimana pun juga mereka yang memiliki maslah gaster sebelumnya berada pada
resiko kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam lambung kedalam rongga
peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila kebocoran tidak ditutup dan partikel
makanan mengenai rongga peritoneum, peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang
bertahap dari peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara peritonitis
kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut. Mikrobiologi dari usus kecil berubah dari proksimal
samapi ke distalnya. Beberapa bakteri menempati bagian proksimal dari usus kecil dimana, pada
bagian distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob (E.Coli) dan anaerob
( Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan infeksi intra abdominal atau luka meningkat
pada perforasi usus bagian distal. Adanaya bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel-
sel inflamasi akut. Omentum dan organ-oragan viceral cenderung melokalisir proses peradangan,
mengahasilkan phlegmon ( biasa terjadi pada perforasi kolon). Hypoksia yang diakibatkannya
didaerah itu memfasilisasi tumbuhnya bakteri anaerob dan menggangu aktifitas bakterisidal dari
granulosit, yang mana mengarah pada peningkatan aktifitas fagosit daripada granulosit, degradasi
sel-sel, dan pengentalan cairan sehingga membentuk abscess, efek osmotik, dan pergeseran cairan
yang lebih banyak ke lokasi abscess, dan diikuti pembesaran abscess pada perut. Jika tidak
ditangani terjadi bakteriemia, sepsis, multiple organ failure dan shock.
D. Pathway
E.Pena
talaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya sebelum
operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan pemberian
antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan
nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gramnegatif
dan anaerob. Tujuan dari terapi bedah adalah:
1. Koreksi masalah anatomi yang mendasari
2. Koreksi penyebab peritonitis
3. Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi
leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi lambung).
Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir selalu
dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan perforasi dan pencucian pada
rongga peritoneum (evacuasimedis). Terapi konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang
nontoxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan intravena,
antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah
eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini
dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis
purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi
dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.
Terapi utama perforasi gastrointestinal adalah tindakan bedah. Terapi gawat darurat dalam
kasus perforasi gastrointestinal adalah:
1. Pasang akses intravena (infuse). Berikan terapi cairan kristaloid pada pasien dengan
gejala klinis dehidrasi atau septikemia.
2. Jangan berikan apapun secara oral.
3. Berikan antibiotik secara intravena pada pasien dengan gejala septicemia. Berikan
antibiotik spectrum luas. Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk eradikasi infeksi dan
mengurangkan komplikasi post operasi.
Antibiotik
Antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post operasi dan dapat
memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra peritoneum dan septikemia. Contoh
antibiotik yang diberikan adalah seperti:
- Metronidazol
Dosis dewasa yang diberikan adalah 7,5 mg per kilogram. (7,5 KG/BB). Biasa diberikan
sebelum operasi. merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan (pregnancy
category B drug).
- Gentamisin
Sejenis antiobiotik aminoglikosida. Regimen dosis yang diberikan adalah berbeda yaitu
tergantung kepada klirens kreatinin dan perubahan distribusi volume. Dapat diberikan
secara intravena atau intra muskular. Pada dewasa, dosis yang diberikan sebelum operasi
adalah 2 mg/kg secara intravena. Merupakan obat kategori C dalam kehamilan
(pregnancy category C drug).
- Cefoprazone
Sefalosporin generasi ketiga yang menginhibisi sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan
pada satu atau lebih penicillin-binding-protein. Dosis dewasa adalah 2 – 4 d per hari. Juga
merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan (pregnancy category B drug
Terapi Bedah
Tujuan utama terapi bedah pada kasus perforasi gaster adalah seperti berikut:
- Koreksi masalah dasar secara anatomis.
- Koreksi penyebab peritonitis.
- Mengeluarkan sebarang materi asing pada ronga peritoneum yang dapat menginhibisi
fungsi sel darah putih dan menggalakkan pertumbuhan bakteri. Contohnya feses, sekresi
gaster dan darah.
Preoperatif
- Koreksi sebarang ketidakseimbangan cairan atau elektrolit. Ganti kehilangan cairan
ekstraseluler dengan administrasi cairan Hartmann (Hartmann solution) atau sebarang
cairan yang mempunyai komposisi elektrolit sama seperti plasma.
- Administrasi antiobiotik sistemik seperti ampisilin, gentamisin dan metronidazol. Pasang
kateter urin untuk menghitung output cairan.
- Administrasi analgesik seperti morfin, dengan dosis kecil, dianjurkan secara infus kontinu
(continuous infusion).
Intraoperatif
Manajemen operasi tergantung kepada kausa daripada perforasi. Semua materi
nekrosis dan cairan yang terkontaminasi harus dibuang dan diteruskan dengan lavase
dengan antibiotic (tetrasiklin 1 mg/mL). Usus yang mengalami distensi dikompres dengan
nasogastric tube.
Post operatif
Menggantikan cairan secara intravena
Menggantikan cairan secara intravena
Tujuannya adalah untuk menjaga volume intravascular dan hidrasi pasien. Dimonitor dengan peritungan menggunakan CVP dan output
urin.
Drainase nasogastric
Antibiotik
Tujuan pemberian antibiotik pada post operasi adalah untuk mencapai kadar antibiotik pada tempat infeksi yang melebihi konsentrasi
inhibisi minimum pertumbuhan patogen. Pada infeksi intra abdomen, fungsi gastrointestinal sering terhambat. Oleh kerana itu,
pemberian antibiotic secara oral tidak efektif dan dianjurkan pemberian secara intravena.
Analgesik
Analgesik seperti intravena morfin diberikan secara kontinu atau pada dosis kecil dengan interval yang sering.
1. Pengkajian
a. Identitas
Tidak ada batasan yang jelas antara laki-laki dan perempuan. Bisa tingkatan segala usia. Tapi paling banyak di jumpai pada usia lansia.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang di rasakan pada perfoasi gaster adalah nyeri pada ulu hati.
c. Nyeri
Keluhan nyeri dari pasien sering menjadi keluhan utama dari pasien untuk meminta pertolongan kesehatan yang bersumber dari masalah
saluran gastrointestinal dan organ aksesori. Dalam mengkaji nyeri, perawat dapat melakukan pendekatan PQRST
d. Ketidaknyamanan Abdomen
Ketidaknyamanan atau distress abdomen bagian atas yang berhubungan dengan makanan yang merupakan keluhan utama dari pasien
dengan disfungsi gastrointestinal. Dasar distress gerakan abdomen ini merupakan gerakan peristaltic lambung pasien sendiri. Konstipasi
didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang. Hal ini terjadi apabila individu mengalami dehidrasi atau apabila tindakan BAB
ditunda sehingga memungkinkan lebih banyak air yang terserap keluar sewaktu feses berada di usus besar. Orang yang sehari-harinya
jarang bergerak berisiko tinggi mengalami konstipasi.
2 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Mampu mengontrol nyeri Teaching Disease Process
dengan luka bakar kimia keperawatan selama 1X24 (tahu penyabab nyeri, 1. Catat keluhan nyeri
pada mukosa jam diharapkan pasien mampu menggunakan (lokasi, lamanya,
gaster, rongga oral dapat menyatakan nyeri teknik nonformakologi intensitas skala 0-10)
hilang dan menunjukkan untuk mengurangi nyeri, 2. Kaji ulang factor yang
postur tubuh rileks serta mencari bantuan) meningkatkan dan
mampu tidur/istirahat 2. Melaporkan bahwa menurunkan nyeri
dengan tepat nyeri 3. Berikan makanan sedikit
NOC: berkurang dengan tapi sering sesuai
1. Pain level menggunakan indikasi
2. Pain control manajemen nyeri 4. Bantu latihan rentang
3. Comfort level 3. Mampu mengenali gerak aktif/pasif
nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang