Disusun Oleh :
2. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir ini,
penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-
Fos dapat meningkatkan kejadian tumor tulang. Radiasi sinar radio aktif dosis
tinggi, keturunan, beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti
penyakit paget (akibat pajanan radiasi), (Smeltzer, 2001).
Meskipun tidak ada penyebab tumor tulang yang pasti, ada beberapa
factor yang berhubungan dan memungkinkan menjadi faktor penyebab
terjadinya tumor tulang yang meliputi:
a. Genetik
Beberapa kelainan genetik dikaitkan dengan terjadinya keganasan tulang,
misalnya sarcoma jaringan lunak atau soft tissue sarcoma (STS). Dari data
penelitian diduga mutasi genetic pada sel induk mesinkin dapat
menimbulkan sarcoma. Ada beberapa gen yang sudah
diketahui ,mempunyai peranan dalam kejadian sarcoma, antara lain gen
RB-1 dan p53. Mutasi p53 mempunyai peranan yang jelas dalam
terjadinya STS. Gen lain yang juga diketahui mempunyai peranan adalah
gen MDM-2 (Murine Double Minute 2). Gen ini dapat menghasilkan suatu
protein yang dapat mengikat pada gen p53 yang telah mutasi dan
menginaktivitas gen tersebut.
b. Radiasi.
Keganasan jaringan lunak dapat terjadi pada daerah tubuh yang terpapar
radiasi seperti pada klien karsinoma mamma dan limfoma maligna yang
mendapat radioterapi. Halperin dkk. Memperkirakan resiko terjadinya
sarcoma pada klien penyakit Hodgkin yang diradiasi adalah 0,9 %.
Terjadinya keganasan jaringan lunak dan bone sarcoma akibat pemaparan
radiasi sudah diketahui sejak 1922. Walaupun jarang ditemukan,
prognosisnya buruk dan umumnya high grade.
Tumor yang sering ditemukan akibat radiasi adalah malignant fibrous
histiocytoma (MFH) dan angiosarkoma atau limfangiosarkoma. Jarak
waktu antara radiasi dan terjadinya sarcoma diperkirakan sekitar 11 tahun.
c. Bahan Kimia
Bahan kimia seperti Dioxin dan Phenoxyherbicide diduga dapat
menimbulkan sarkoma, tetapi belum dapat dibuktikan. Pemaparan
terhadap torium dioksida (Thorotrast), suatu bahan kontras, dapat
menimbulkan angiosarkoma, pada hepar, selain itu, abses juga diduga
dapat menimbulkan mosotelioma, sedangkan polivilin klorida dapat
menyebabkan angiosarkoma hepatik.
d. Trauma
Sekitar 30 % kasus keganasan pada jaringan lunak mempunyai riwayat
trauma. Walaupun sarkoma kadang-kadang timbul pada jaringan sikatriks
lama, luka bakar, dan riwayat trauma, semua ini tidak pernah dapat
dibuktikan.
e. Limfedema kronis.
Limfedema akibat operasi atau radiasi dapat menimbulkan
limfangiosarkoma dan kasus limfangiosarkoma pada ekstremitas superior
ditemukan pada klien karsinoma mammae yang mendapat radioterapi
pasca-mastektomi.
f. Infeksi.
Keganasan pada jaringan lunak dan tulang dapat juga disebabkan oleh
infeksi parasit, yaitu filariasis. Pada klien limfedema kronis akibat
obstruksi, filariasis dapat menimbulkan limfangiosrakoma.
3. Patofisiologi
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh
sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu
proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses
pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik,
karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang
baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang
abortif.
Kelainan congenital, genetic, gender / jenis kelamin, usia, rangsangan
fisik berulang, hormon, infeksi, gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus,
radiasi) dapat menimbulkan tumbuh atau berkembangnya sel tumor. Sel
tumor dapat bersifat benign (jinak) atau bersifat malignant (ganas).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor
jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan
sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut
pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh
karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan
dengan cara operasi.
Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor
ganas pada umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh
menyusup ke jaringan sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti
kepiting dengan kaki-kakinya mencengkeram alat tubuh yang terkena.
Disamping itu sel kanker dapat membuat anak sebar (metastasis) ke bagian
alat tubuh lain yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan
pembuluh getah bening dan tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyusupan
sel kanker ke jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh
tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi terganggu.
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel
yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan
biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang
bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh
(metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan
DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan
fungsi. Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri, membentuk
RNA, berdiferensiasi / proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi
kromosom sel, duplikasi DNA dari sel normal, menjalani fase mitosis, fase
istirahat (pada saat ini sel tidak melakukan pembelahan).
PATHWAY
Tumor
Terjadi Penimbunan
destruksi periosteum terbaru
tulang
Pertumbuhan tulang
Rongga sendi yang abortif
sempit, terjadi
erosi. Adanya massa
pada tulang
Ansietas Kematian
4. Manifestasi Klinis
Jenis Gambaran klinis
ASAL OSEUS
Kondrosarkoma a. Berasal dari kartilago
b. Tidak nyeri; tumbuh lambat; rekuren dan invasif
secara lokal
c. Muncul paling sering pada panggul, femur
proksimal, kosta, dan gelang bahu
d. Biasanya diderita pria berusia 30 hingga 50 tahun
Sel tumor raksasa maligna a. Berasal dari sel tumor raksasa maligna
b. Ditemukan yang paling sering di tulang panjang,
terutama di area kulit
c. Biasanya diderita wanita berusia 18 hingga 50
tahun
Sarkoma osteogenik a. Tumor osteoid tampak pada specimen
b. Tumor tumbuh dari osteoblas pembentuk tulang
dan osteoklas pencerna tulang
c. Muncul paing sering pada femur, namun juga tibia
dan humerus; terkadang, pada fibula, ileum,
vertebra, atau mandibula
d. Biasanya diderita pria berusia 10 hingga 30 tahun
Sarkoma osteogenik a. Tumbuh pada permukaan tulang daripada bagian
parosteal interior
b. Perjalanan penyakit berlangsung lambat
c. Terjadi paling sering pada femur distal, tetapi juga
tibia, humerus dan ulna
d. Biasanya diderita wanita berusia 30 hingga 40
tahun
ASAL NON – OSEUS
Kordoma a. Dihasilkan dari remnanst embrionik notokord
b. Berlangsung lambat
c. Biasanya ditemukan pada ujung kolumna spinalis
dan stenooksipital, sakrokoksigeal, dan area
vertebra
d. Ditandai dengan konstipasi dan gangguan
penglihatan
e. Biasanya diderita pria berusia 50 hingga 60 tahun
Sarkoma Ewing a. Berasal dari sumsum tulang dan menyerang
gugusan tulang datar dan tulang panjang
b. Biasanya menyerang ekstremitas bawah, paling
sering femur, tulang inominata, kosta tibia,
humerus, vertebra, dan fibula; dapat bermetastasis
ke paru
c. Nyeri semakin hebat dan persisten
d. Biasanya diderita pria berusia 10 hingga 20 tahun
e. Prognosis buruk
Fibrosarkoma a. Relatif jarang
b. Berasal dari jaringan fibrosa tulang
c. Menyerang tulang panjang atau datar (femur, tibia,
mandibula) namun juga menyerang otot periosteum
dan otot penunjang
d. Biasanya terjadi pria yang berusia 30 hingga 40
tahun
.
4. Klasifikasi Tumor Tulang
Klasifikasi tumor tulang antara lain:
a. Tumor tulang benigna, terdiri dari:
1) Osteoma, berasal dari jaringan tulang sejati yang relatif jarang
terjadi, biasanya timbul pada tulang membranosa tengkorak.
2) Kondroma, sering terjadi pada tulang panjang, misalnya pada
lengan, kadang-kaang terdapat pada tulang datar seperti tulang ilium.
3) Osteokondroma, bukan neoplasma sejati dan berasal dari sel-sel
yang tertinggal pada permukaan tulang.
b. Tumor tulang maligna, terdiri dari:
1) Tumor tulang maligna primer:
a) Osteosarkoma, berasal dari osteoblas pada metafisis tulang.
Karena itu, tumor terlihat pada daerah pertumbuhan yang aktif,
terutama di bagian distal femur bagian proksimal tibia dan
humerus.
b) Sarkoma Ewings, adalah tumor ganas yang timbul dalam sum-
sum tulang, pada tulang panjang umumnya femur, tibia, fibula,
humerus, ulna, vertebra, dan skapula.
c) Mieloma multipel, secara patologi, terdapat fokus destruksi
tulang yang multipel.
d) Fibrosarkoma adalah tumor yang biasanya menuju arah ujung
orpus tulang panjang, terutama tulang femur dan tibia.
e) Kondrosarkoma timbul ari ujung tulang panjang yang besar atau
dari tulang pipih, seperti pelvis an skapula.
2) Tumor tulang maligna sekunder, yaitu berasal dari metastase tumor
(misalnya, tumor payudara, bronkus, prostat, dan ginjal).
6. Penatalaksanaan
a. Terapi
Jenis Terapi
ASAL OSEUS
Kondrosarkoma a. Hemipelvektomi, reseksi bedah (kosta)
b. Radiasi (paliatif)
c. Kemoterapi
Sel tumor raksasa maligna a. Kuretase
b. Eksisi total
c. Radiasi untuk penyakit rekuren
Sarkoma osteogenik a. Pembedahan (reseksi tumor, amputasi paha,
proksimal, hemipelvektomi, bedah
interskapulotorasik)
b. Kemoterapi
Sarkoma osteogenik a. Pembedahan (reseksi tumor, amputasi paha,
parosteal proksimal, hemipelvektomi, bedah
interskapulotorasik)
b. Kemoterapi
c. Kombinasi di atas
ASAL NON – OSEUS
Kordoma a. Reseksi bedah (biasanya menybabkan defek
neural)
b. Radiasi ( paliatif atau bila pembedahan tidak
dilakukan, seperti pada area oksipitalis)
Sarkoma Ewing a. Radiasi tegagan tinggi (tumor sensitif terhadap
radiasi)
b. Kemoterapi untuk memperlambat metastasis
c. Amputasi hanya bila tidak ada bukti metastasis
Fibrosarkoma a. Amputasi
b. Radiasi
c. Kemoterapi
d. Tandur (graft) tulang (pada fibrosarkoma derajat
ringan)
b. Pengobatan
1) Kemoterapi
salah satu dari solid tumor dimana adjuvant kemoterapi terbukti bermanfaat.
Ketentuan umum;
a) Karena kemoterapi adalah sistemik terapi, akan mempengaruhi dan
dipengaruhi organ-organ lain. Oleh karena itu dilakukan oleh dokter penyakit
dalam dan spesialis onklologi medis. Atau paling sedikit oleh internis plus
latihan singkat onkologi medis, bersertifikat. (internis plus).
b) Pemeriksaan pendahuluan (work up) adalah, patologi
anatomi:osteosarkoma, grade, stadium.
c) Performance status 0,1 (WHO) , fungsi organ-organ (jantung, paru, liver,
ginjal) baik. Komorbid infeksi, TB,hepatitis B dan C., bila ada diobati.
d) Pasca kemoterapi; follow up: respon terapi yang terukur, diameter,
vaskularisasi, konsistensi, berkala, klinis dan radiologi (RECIST) darah
perifer lengkap, ureum–kreatinin dan fungsi organ lain yang terkait oleh
internis.
e) Kemoterapi neoadjuvant diberikan 2-3 siklus, setelahnya dilakukan
evaluasi pre-operasi (penilaian respon histopatologi berdasarkan kriteria
HUVOS). Bila menurut HUVOS kurang respon, maka diberikan kemoterapi
second line.
f) Bila adjuvant 6 siklus .
g) Pada kemoterapi palliative, tergantung respons penyakit.
Prinsipnya kualitas hidup diperbaiki dan survival dapat
diperpanjang.
Kemoterapi terdiri dari berbagai obat kemo dan berbagai protokol.
Namun untuk mempermudah dibagi dalam berbagai kelompok:
a) First line therapy (primary/neoadjuvant/adjuvant therapy or
metastatic disease) :
o Cisplatin dan doxorubicin
o MAP ( High-dose Methotrexate, cisplatin dan doxorubicin )
o Doxorubicin, cisplatin, ifosfamide dan high dose methotrexate
o Ifosfamide, cisplatin dan epirubicin
b) Second line therapy (relapsed/ refractory or metastatic disease)
o Docetaxel dan gemcitabine
Jadwal kontrol pasien dilakukan tiap 3 bulan pada tahun pertama dan
kedua terapi, tiap 4 bulan pada tahun ke 3 , tiap 6 bulan pada tahun ke 4 dan
5, dan follow up pada tahun berikutnya dilakukan setahun sekali. Jika terjadi
relaps maka dilakukan kemoterapi dan / atau reseksi jika memungkinkan,
targeted therapy (mTOR inhibitor, sorafenib ), transplatasi stem cell
(HDT/SCT) atau terapi suportif.
Apabila pasien relaps, target adalah palliative terapi, yaitu kualitas
hidup, dan bila mungkin desertai survival lebih panjang. Apabila
memungkinkan di dilakukan salvage kemoterapi paliatif dengan regimen
sebagai berikut:
o Ifosfamide–etoposide
o Gemcitabine -docetaxel.
2) Analgesik
Tatalaksana nyeri dapat mengikuti tiga langkah stepladder WHO:
7. Komplikasi
a. Infeksi
b. Hemoragi
c. Rekurens lokal
d. Fraktur patologis
a. Data demografi. Data ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis
transportasi yang digunakan, dan orang yang terdekat dengan klien.
b. Riwayat perkembangan. Data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan pada
neonatus, bayi prasekolah, remaja dan tua.
c. Riwayat sosial. Data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Seseorang yang
terpapar terus-menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaannya, status
kesehatannya dapat dipengaruhi.
d. Riwayat penyakit keturunan. Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk
menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi (misal; penyakit DM yang
merupakan predisposisi penyakit sendi degeneratif, TBC, artritis, riketsia,
osteomielitis, dll)
e. Riwayat diet (nutrisi). Identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini
dapat mengakibatkan stres pada sendi penyangga tubuh dan prdisposisi terjadinya
instabilitas legamen khususnya pada punggung bagian bawah. Kurangnya asupan
kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya dekalsifikasi. Bagaimana menu
makanan sehari-hari dan konsumsi vitamin A, D, kalsium serta protein yang
merupakan zat untuk menjaga kondisi muskuloskeletal.
f. Aktivas kegiatan sehari-hari. Identifikasi pekerjaan pasien dan aktivitas sehari-
hari. Kebiasaan membewa benda-benda berat yang dapat menimbulkan regangan
otot dan trauma lainnya. Kurangnya melakukan aktivitas mengakibatkan tonus otot
menurun. Fraktur atau trauma dapat timbul pada olahraga.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Skeletal Tubuh
Skelet tubuh dapat dikaji dengan adanya deformitas dan kesejajaran.
Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang dapat dijumpai.
Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidan sejajar dalam
kondisi anatomis harus dicatat. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi menunjukkan pataha tulang. Biasanya terjadi
krepitus (suara berderik ) pada titik gerakan abnormal. Gerakan fragmen
tulang harus diminimalkan untuk mencegah cedera lebih lanjut. (Smeltzer,
2002)
Priharjo (1996) mengatakan pengkajian tulang di antaranya amato
kenormalan susunan tulang dan kaji adanya deformitas, lakukan palpasi untuk
mengetahui adanya edema atau nyeri tekan, dan amati keadaan tulang untuk
mengetahui adanya pembengkakan.
2) Pengkajian Tulang Belakang
Kurvatura normal tulang belakang konveks pada bagian dada dan konkaf
pada sepanjang leher dan pinggang. Deformitas tulang belakang yang sering
terjadi meliputi : scoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang), kifosis
(kenaikan kurvatura lateral tulang belakang bagian dada), lordosis
( membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang yang berlebihan).
Kifosis terjadi pada pasien osteoporosis pada pasien neuromuscular.
Skoliosis terjadi congenital, idiopatrik (tidak diketahui penyebabnya) atau
akibat kerusakan otot paraspinal misalnya pada poliomyelitis. Lordosis
dijumpai pada penderita kehamilan karena menyesuaikan postur tubuhnya
akibat perubahan pusat gaya beratnya.
Pemeriksaan kesimetrisan dilakukan dengan memeriksa kurvatura tulang
belakang dan kesimetrisan batang tubuh dari pandangan anterior, posterior
dan lateral. Dengan cara berdiri di belakang pasien, dan memperhatikan
perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris.
Simetri bahu dan pinggul serta kelurusan tulang belakang diperiksa dengan
pasien berdiri tegak, dan membungkuk ke depan (fleksi). Skoliosis ditandai
dengan abnormal kurvatura lateral tulang belakang, bahu yang tidak sama
tinggi, garis pinggang yang tidak simetri dan scapula yang yang menonjol,
akan lebih jelas dengan uji membungkuk kedepan. Lansia akan mengalami
kehilangan tinggi badan karena hilangnya tulang rawan dan tulang belakang.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada tumor tulang menurut Nurarif dan Kusuma (2015)
dengan berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Tahun 2017 sebagai
berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik: trauma.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal.
c. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri dan kematian.
3. Rencana Keperawatan
NO. SDKI SLKI SIKI
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Nurarif dan Kusuma, 2015, Aplikasi Nanda Nic-Noc: Asuhan Keperawatan Berdasarkan
PPNI, 2017, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
PPNI, 2019, Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi I. Jakarta: Salemba
Medika.
http://www.NHS.uk/conditions/Cancer-of-the-Bone/Pages/diagnosis.aspx
BIODATA
Nama : Tn. E
Jenis Kelamin :L
Umur : 30 Tahun
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMP
Alamat : Singosari
No. Register : 22791xxx
Tanggal MRS : 13 April 2020
Tanggal Pengkajian : 14 April 2020
Diagnosa Medis : Tumor Femur
B. POLA ELIMINASI :
1. BAB : Sebelum MRS 2 kali/hari
Saat MRS belum Bab
2. BAK : 5-6x sehari
3. Kesulitan BAB/BAK : Tidak ada kesulitan BAB/BAK
4. Upaya/Cara mengatasi masalah tersebut : Tidak ada masalah
DATA SPIRITUAL
A. Ketaatan Beribadah : Pasien rajin beribadah
B. Keyakinan terhadap sehat/sakit: Pasien mengatakan sehat dan sakit itu takdir
C. Keyakinan terhadap penyembuhan : Pasien mengatakan tetap semangat dan sabar
mengahadapi penyakitnya kesembuhan ada pada diri klien sien sudah pasrah
PEMERIKSAAN FISIK :
A. Kesan Umum / Keadaan Umum : keadaan umum baik kes. Composmentis, GCS E4 V5
M6
B. Tanda-tanda Vital
Suhu Tubuh : 36,4º C Nadi : 86 kali/menit
Tekanan darah : 120/ 90 mmHg Respirasi : 20 x / menit
Tinggi badan: 170 cm Berat Badan : 56 kg
C. Pemeriksaan Kepala dan Leher :
1. Kepala dan rambut
a. Bentuk Kepala : Simetris, tidak ada edema
Ubun-ubun : Tidak ada maslah, teraba keras
Kulit kepala : Bersih
b. Rambut
Penyebaran dan keadaan rambut : distribusi merata
Bau : Sedikit bau
Warna : Hitam kecoklatan
c. Wajah : Simetris
Warna kulit : Sawo matang
Struktur Wajah : Simetris
2. M a t a
a. Kelengkapan dan Kesimetrisan : Simetris
b. Kelopak Mata (Palpebra): Simetris
c. Konjunctiva dan sclera : Anemis (-)
d. Pupil : Isokor
e. Kornea dan Iris : Reflek terhapad cahaya
f. Ketajaman Penglihatan/Virus : Pasien mengatakan pandangan sedikit kabur
g. Tekanan Bola Mata : Tidak ada masalah
3. H i d u n g
a. Tulang Hidung dan Posisi Septum Nasi : Tidak ada masalah
c. Lubang Hidung : Simetris kanan kiri , polip -
d. Cuping Hidung : Tidak ada
4. Telinga
a. Bentuk Telinga : Simetris
Ukuran Telinga : Kanan kiri sama
Ketegangan telinga : Kanan kiri sama tegang
b. Lubang Telinga : tampak adanya lubang kanan dan kiri, tidak ada perdarahan
c. Ketajaman pendengaran : Tidak ada masalah
5. Mulut dan Faring :
a. Keadaan Bibir : Simetris, pecah (-), kering(-), stomatitis (-)
b. Keadaan Gusi dan Gigi : Gusi bersih , gigi ssedikit kotor, stomatitis (-)
c. Keadaan Lidah : tidak ada masalah
6. Leher :
a. Posisi Trakhea : tidak ada defiasi
b. Tiroid : tidak ada pembesran kelenjar tiroid
c. Suara : suara normal
d. Kelenjar Lymphe: tidak ada pembesaran kelenjar lymphe
e. Vena Jugularis : tidak ada pembesaran vena jugularis
f. Denyut Nadi Carotis : terba kuat
2. Pemeriksaan Paru
a. Palpasi getaran suara ( vokal Fremitus ) : teraba sama ka | ki
b. Perkusi : ics 1- 4 sonor, ics 4-5 redup
d. Auskultasi
- Suara nafas : vesikuler
- Suara Ucapan : kanan kiri sama
- Suara Tambahan : rhonci -/-, whezing -/- , cracle -/-
3. Pemeriksaan Jantung
a. Inspeksi dan palpasi
- Pulpasi : tidak teraba
- Ictus Cordis : tidak teraba
b. Perkusi :
- Batas-batas Jantung : tidak terdapat cardiomegali
c. Auskultasi
- Bunyi Jantung I : tunggal
- Bunyi Jantung II : tunggal
- Bising/murmur : murmur (-), gallop (-)
- Frekuensi denyut jantung : 86 kali/ menit
G. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
- Bentuk Abdomen : tidak ada
- Benjolan/massa : tidak ada
b. Auskultasi
- Peristaltik Usus : noral 15 kali/ menit
- Bunyi jantung anak/BJA : tidak terdapat bunyi jantung anak
c. Palpasi
- Tanda nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
Limfosit 26 % 25-33
4,9 % 2-5
Monosit
0,03
Eosinofil absolut
0,03
Basofil absolut
13,50
Neutrofil absolut
1,16 0,16-1
Limfosit absolute
Monosit absolut
2. Rontgen : terdapat masa berukuran d 7cm, terdapat pada femur dextra
3. ECG :-
4. USG :-
5. Lain – lain :-
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
pecendera fisik ditandai dengan mengeluh selama 3x24 jam diharapkan tingkat nyeri 1. Indetifikasi lokasi,
nyeri(+), meringis(+), gelisah(+),susah menurun karakteristik, durasi, frekuensi,
tidur(+). Kriteria Hasil : kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Indetifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun 3. Indetifikasirespon nyeri non
3. Gelisah menurun verbal
4. Kesulitan tidur menurun 4. Indetifikas factor yang
5. Frekuensi nadi membaik memperberat dan meper ringan
nyeri
5. Indetifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
6. Indetifikasi pengaruh nyeri
terhadapkualitas hidup
7. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
8. Monitor efek samping
penggunaan analgentik
Terapeutik
9. Berikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis TENS, hipnosis,
akkupressure, terapi musik, dll)
10. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
11. Fasilitasi istirahat tidur
12. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
13. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
14. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
15. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
16. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
17. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
18. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
14 April Ansietas berhubungan 1. Mengindentifikasi penurunan 13.00 S: pasien mengatakan sudah tidak berdaya Yenne
2020, dengan ancaman tingkat energy, ketidakmampuan 0: gelisah(+), tegang(+), sulit tidur(+), TD:
08.00 terhadap konsep diri berkosentrasi, atau gejala lain yang 120/90 mmHg, N: 86 x/ menit, Rr: 20x/
ditantadi dengan pasien mengganggu menit.
mengatakan sudah tidak 2. Mengidentifikasi tehnik relaksasi A: masalah teratasi sebagian
berdaya, gelisah(+), yang pernah efektif digunakan P: lanjutkan intervensi
tegang(+), sulit tidur(+), Dengan tehnik nafas dalam 1. Indentifikasi penurunan tingkat
TD: 120/90 mmHg, N: 3. Memeriksa ketegangan otot, energy, ketidakmampuan
86 x/ menit, Rr: 20x/ frekuensi nadi, tekanan darah, dan berkosentrasi, atau gejala lain yang
menit. suhu sebelum dan sesudah latihan mengganggu
N: 86x/ menit , TD: 120/90 mmHg 2. Identifikasi tehnik relaksasi yang
4. Memonitor respons terhadap terapi pernah efektif digunakan
relaksasi Dengan tehnik nafas dalam
5. Menciptakan lingkungan tenang dan 3. Ciptakan lingkungan tenang dan
tanpa gangguan dengan tanpa gangguan dengan pencahayaan
pencahayaan dan suhu ruang dan suhu ruang nyaman, jika
nyaman, jika memungkinkan memungkinkan
6. Memberikan informasi tertulis 4. Anjurkan rileks dan merasakan
tentang persiapan dan prosedur sensasi relaksasi
tehnik relaksasi 5. Anjurkan sering mengulangi atau
7. Menjelaskan tujuan, manfaat, melatih tehnik yang dipilih
batasan, dan jenis relaksasi yang
tersedia
8. Menganjurkan mengambil posisi
nyaman
9. Menganjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
10. Menganjurkan sering mengulangi
atau melatih tehnik yang dipilih
11. Mendemonstrasikan dan latih teknik
relaksasi
16 April Gangguan mobilitas fisik 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau 16.20 S: pasien mengatakan sedikit mampu Yenne
2020, berhubungan dengan menggerakan kaki kirinya dengan bantuan
14.00 gangguan keluhan lainnya O: fisik lemah(+) , tonus otot kaki 3ǀ5,
muskoloskeletal ditandai Nyeri pada paha kiri rentang gerak menurun, sendi kaku, semua
dengan pasien tidak 2. Memonitor frekuensi jantung dan aktivitas dibantu keluarga.
mampu menggerakan tekanan darah sebelum dan sesudah A: masalah teratasi sebagian
kakinya, tonus otot mobilisas P: lanjutkan intervensi
menurun, sendi kaku TD: 120/80mmHg. N: 90x/menit 1. Identifikasi adanya nyeri atau
rentang gerak menurun. 3. Memonitor kondisi umum selama keluhan lainnya
melakukan mobilisasi 2. Monitor frekuensi jantung dan
Ku baik, tonus otot kaki 3ǀ5 tekanan darah sebelum dan sesudah
4. Menganjurkan melakukan mobilisas
mobilisasi dini 3. Monitor kondisi umum selama
5. Mengajarkan mobilisasi sederhana melakukan mobilisasi
yang harus dilakukan 4. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Seperti ROM pasif pada kaki kiri 5. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
dan ROM aktif pada kaki kanan harus dilakukan
dan tangan kanan kiri agar tidak
terjadi kekakuan