Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. D


DENGAN DIAGNOSA MEDIS CLOSE FRAKTUR FEMUR DI RUANG 20
RS DR. SAIFUL ANWAR – MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Medikal Bedah II

Disusun Oleh:

Nama : MUH. IKHWAN


NIM : P17 2121 95 021

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TA. 2019 – 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Ny. A dengan diagnosa medis
close fraktur femur di ruang 20 RS dr. Saiful Anwar – Malang ini telah diperiksa dan
disahkan pada:
Hari : ……………………………………….
Tanggal : ……………………………………….

Mahasiswa,
Profesi Ners Poltekes Kemenkes Malang,

(Muh. Ikhwan)
NIM. P17 2121 95 021

Oleh:

CI Akademik CI Ruang 20
Poltekes Kemenkes Malang, RS dr. Saiful Anwar – Malang,

(…………………………) (…………………………)

Mengetahui,

Kepala Ruang 20
RS dr. Saiful Anwar – Malang,

(…………………………)
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR FEMUR

I. KONSEP DASAR
1.1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Arif Muttaqin, 2011). Sedangkan menurut Linda Juall C.
(2007) dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar (karena kulit masih utuh atau tidak robek)
(Arif Muttaqin, 2011)

1.2. Etiologi
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan (Arif Muttaqin, 2011).

1.3. Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
1) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).
2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
6. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
7. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang- ulang.
8. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement (Rizall, Ahmad. 2014), (Arif Muttaqin,
2011), (Bakta, I.M. 2017).

1.4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang (Arif Muttaqin, 2011), (Rizall,
Ahmad. 2014).

1.5. Manifestasi Klinis


1. Deformitas
2. Bengkak / edema
3. Echimosis (Memar)
4. Spasme otot
5. Nyeri
6. Kurang / hilang sensasi
7. Krepitasi
8. Pergerakan abnormal / tidak bisa bergerak
9. Rontgen abnormal
10. Syok hipovolemik akibat dari kehilangan darah
(Rizall, Ahmad. 2014), (Arif Muttaqin, 2011), (Bakta, I.M. 2017).
1.6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnyatrauma, skan
tulang, temogram, scan CI: memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
2. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
3. Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati (Bakta, I.M. 2017).

1.7. Penatalaksanaan
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap, dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Exici
c. Hecting situasi
d. Antibiotik
2. Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang)
adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasfanatomis (brunner, 2001).
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur,
pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin
untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan.
Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi
harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara
gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan
menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang.
Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah
dalam kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen
tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x.
Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan
imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi
tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga
aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
c. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. - Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur.
d. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler
(mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan
ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan
neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan
berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan
nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan
untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas
semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan
stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada
ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan
beban berat badan. (Arif Muttaqin, 2011), (Andarmoyo, S. 2013), (Rizall,
Ahmad. 2014) dan (Hoisington, Samuel. 2011).

1.8. Proses Penyembuhan Tulang


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk
tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel
tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai
tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48
jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses
osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama
8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk
tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast
dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.
Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus
atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang
imatur (anyaman tulang) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat
fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi celah- celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang
baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum
tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus- menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya. (Arif Muttaqin, 2011) dan (Andarmoyo, S. 2013)

1.9. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips
dan pembebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
b. Nonunion
c. Malunion
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1. Pengkajian Keperawatan
1. Keluhan Utama
Pada umumnya pada kasus fraktur adalah pasien mengatakan rasa nyeri,
tingkat nyeri tersebut bisa berbeda-beda tergantung kondisi luka dan lamanya
serangan.
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini
bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

5. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
2) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
3) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
4) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
b. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
2) Kepala
Normalnya yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada nyeri kepala.
3) Leher
Normalnya yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5) Mata
Normalnya seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
6) Telinga
Normalnya Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
7) Hidung
Normalnya Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan Faring
Normalnya Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
9) Thoraks
Normalnya Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
 Inspeksi. Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
 Palpasi. Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
 Perkusi. Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
 Auskultasi. Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
11) Jantung
 Inspeksi. Tidak tampak iktus jantung.
 Palpasi. Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
 Auskultasi. Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
 Abdomen
 Inspeksi. Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
 Palpasi. Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
 Perkusi. Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
 Auskultasi. Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
 Inguinal-Genetalia-Anus. Tak ada hernia, tak ada pembesaran
lymphe, tak ada kesulitan BAB.
c. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain,
Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
 Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
 Cape au lait spot (birth mark).
 Fistulae.
 Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
 Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
 Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Yang perlu dicatat
adalah:
 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
 Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
 Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif
dan pasif (Carpenitto, Lynda Juall. 2007).

2.2. Daftar Diagnosa Keperawatan


Aktual
1. Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (trauma), agen pencedera biologis
(kelemahan/kelainan tulang).
2. Hipovolemia b.d. kehilangan cairan aktif (pendarahan)
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d. penurunan konsentrasi Hb, hipovolemia.
4. Gangguan integritas kulit / jaringan b.d. faktor mekanis (fraktur), hipovolemia.
5. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan integritas struktur tulang, kontraktur,
ansietas.
6. Hipertermia b.d. respon trauma.
7. Ansietas b.d. ancaman kematian, kurang terpapar informasi.
8. Gangguan citra tubuh b.d. perubahan struktur/bentuk tubuh, efek tindakan
pembedahan/pengobatan.

Resiko
1. Resiko pendarahan d.d trauma.
2. Resiko hipovolemia d.d kehilangan cairan aktif.
3. Resiko syok d.d hipovolemia.
4. Resiko infeksi d.d kerusakan integritas kulit/jaringan, penurunan Hb akibat
pendarahan, peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
5. Resiko perfusi perifer tidak efektif d.d trauma.
6. Resiko jatuh d.d riwayat jatuh.
(PPNI. 2018).
2.3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Luara Utama dan Kriteria
No. Intervensi Rasional
Keperawatan hasil
D.007 Nyeri akut b.d. L.08066 1. Manajemen nyeri 1. Mengetahui karakteristik, durasi,
7 agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Observasi frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,
fisik, agen keperawatan selama 3x24 a. Identifikasi lokasi, karakteristik, skala nyeri, respon nyeri non verbal
pencedera jam diharapkan tingkat nyeri durasi, frekuensi, kualitas, untuk memberika tindakan tepat
biologis. menurun dengan, intensitas nyeri, skala nyeri, lokasi dan tepat prosedur.
KH: respon nyeri non verbal 2. Meminimalisisr raksi obat yang
1. Mengeluh nyeri b. Monitor efek samping obat- tidak diinginkan.
menurun (5) obatan. 3. Mengurangi rasa nyeri secara
2. Meringis menurun (5) Terapeutik mandiri maupun terbimbing setelah
3. Sikap protektif menurun a. Memberikan teknik maupun sebelum dilakukan
(5) nonfarmakoloogis untuk tindakan medis.
4. Gelisah menurun (5) mengurangi rasa nyeri. (terapi 4. Istirahat tidur memuluhkan kondisi
5. Kesulitan tidur menurun musik, akupresure, terapi pijat) fisik pasien dan diharapkan
(5) b. Memfasilitasi istirahat dan tidur memepercepat penyembuhan dan
6. Frekuensi nadi membaik c. Kontrol situasi yang mengurangi cemas.
(5) memperberat rasa nyeri 5. Membantu pasien meredakan nyeri
Edukasi secara mandiri maupun terbimbing.
a. Jelaskan strategi meredakan 6. Memudahkan tenaga kesehatan
nyeri. menangani rasa nyeri pasien.
b. Memonitor nyeri secara 7. Mengurangi rasa nyeri secara
mandiri. farmakologis dengan kolabrorasi
Kolaborasi demi tercapainya pemberian obat 12
a. Kolaborasi pemberian analgetik. benar.
2. Memberikan aromatherapi.
3. Kompres
4. Pemantauan nyeri.
5. Latihan pernafasan
6. Pengaturan posisi
7. Terapi relaksasi
D.002 Hipovolemia b.d. L.03028 1. Manajemen hipovolemia 1. Mengetahui tanda dan gejala
0 kehilangan cairan Setelah dilakukan tindakan Observasi memudahkan perawat dalam
aktif keperawatan selama 3x24 a. Periksa tanda dan gejala melakukan tindakan tepat prosedur.
(pendarahan) jam diharapkan status cairan hipovolemia 2. Dengan pemantauan akan
membaik dengan, meminimalisisr terjadinya syok
b. Monitor ontake dan output
KH: hipovolemia.
1. Kekuatan nadi cukup cairan 3. Guna memberikan cairan sesuai
meningkat Terapeautik indikasi dan kebutuhan pasien
2. Turgor kulit meningkat a. Hitung kebutuhan cairan untuk mencegah hiper/hipovolemia.
b. Dorberikan posisi modiffied 4. Modified tandelenburg untuk
3. Outup urine sedang
trendelenburg 5. Pemenuhan kebutuhan cairan
4. Dispne cukup menurun peroral mencegah hipovolemia.
5. Frekuensi nadi cukup c. Memberikan asupan cairan oral
6. KIE akan memberikan pemahaman
membaik Edukasi
terkait kondisi saat ini.
6. Tekanan darah sedang a. Anjurkan memperbanyak asupan 7. KIE akan memberikan pemahaman
7. Kadar HB cukup cairan oral terkait kondisi saat ini.
membaik b. Anjurkan menghindari 8. Isotonis untuk
perubahan posisi mendadak 9. Hipotonis untuk
8. Kadar HT cukup
Kolaborasi 10. Koloid untuk
membaik 11. Balut tekan akan menghentikan
9. Suhu tubuh cukup a. Kolaborasi pemberian cairan iv
pendarahan sementara pada luka.
membaik (36,5-37,5) isotonis
b. Kolaborasi pemberian cairan iv
hipotonis
c. Kolaborasi pemberian cairan iv
koloid
2. Balut tekan
3. Insersi intravena
4. Manajemen syok hipovolemik
5. Pemantauan cairan
D.014 Resiko infeksi L.14125 1. Perawatan luka 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
2 b.d efek prosedur Setelah dilakukan tindakan Observasi untuk mengetahui tanda-tanda
infasif. keperawatan selama 3x24 a. Monitor tanda dan gejala infeksi infeksi sedini mungkin untuk
jam diharapkan tingkat lokal dan sistemik mendapatkan secepat mungkin.
infeksi menurun dengan, Terapeutik 2. Meminimalisir patogen yang
KH: a. Batasi jumlah pengunjung dibawa oleh para penjenguk pasien.
1. Nyeri menurun (5) b. Berikan perawatan kulit pada 3. Untuk menghambat proses
2. Demam menurun (5) area edema inflamasi.
3. Kemerahan menurun (5) c. Cuci tangan sebelum dan 4. Salah satu dari 5 momen cuci
4. Bengkak menurun (5) sesudah kontak dengan pasien tangan untuk meminimalisir resiko
5. Kebersihan badan dan lingkungan pasien infeksi terkait prosedur kesehatan.
meningkat (5) d. Pertahankan teknik aseptik pada 5. Salah satu dari 6 SKP untuk
6. Kadar sel darah putih pasien beresiko tinggi meminimalisir resiko infeksi terkait
membaik (5) Edukasi prosedur kesehatan.
a. Jelaskan tanda dan gejala 6. KIE menambah pengetahuan dan
infeksi awareness dari keluarga dan
b. Ajarkan mencuci tangan denan mengurangi kecemasan pasien.
benar 7. cuci tangan untuk meminimalisir
c. Ajarkan cara pemeriksaan resiko infeksi.
kondisi luka 8. KIE menambah pengetahuan dan
d. Ajarkan cara meningkatkan awareness dari keluarga dan
asupan nutrisi dan cairan mengurangi kecemasan pasien.
2. Perawatan integritas kulit 9. Meningkatkan kesadaran pasien
3. Dukungan perawatan diri mengenai kecepatan penyembuhan
4. Pemberian obat topikal berasal dari kemampuan dan
pemenuhan kebutuhan nutrisinya
sendiri.
(PPNI, 2018)
2.4. Referensi
Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta :
Ar- Ruzz.
Arif Muttaqin (2011). Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada
Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.
Bakta, I.M. (2017). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Carpenitto, Lynda Juall. (2007). Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan, Edisi 10. Jakarta: EGC
Hoisington, Samuel. (2011). Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Latief, S.A., K.A. Suryadi, M.R. Dachlan (2010). Petunjuk Praktis
Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Keriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Rizall, Ahmad. (2014). Penatalaksanaan Orthopedi Tekini Untuk Dokter
Layanan Primer. Jakarta: Mitra Wacana Media
Lampiran

Trauma pada tulang Tekanan yang berulang (kompresi) Kelemahan tulang abnormal (ex.
(kecelakaan) osteoporosis)

Fraktur femur

Tulang menembus pemb. Px & keluarga cemas Px & Keluarga Px tidak


Jepitan saraf siatika darah terhadap kondisi Px mengetahui ttg kondisi Px

Terputusnya kontinuitas Kerusakan jalur saraf


Risiko perdarahan Ansietas Kurang Pengetahuan
jar.

Menekan saraf perasa


nyeri Kemampuan pergerakan otot Aktifitas simpatis terhambat
Tirah baring lama Defisit perawatan diri
sendi ↓

Dekubitus G3 pd termoregulasi di
Stimulasi neurotransmitter
Hambatan mobilitas fisik hipotalamus
nyeri
Kerusakan integritas kulit

Pelepasan mediator Memicu kerja thermostat di


prostaglandin hipotalamus

Perubahan permeabilitas
kapiler
Respon nyeri hebat & P↑ titik patok suhu tubuh (terjadi
akut mendadak)

Daerah sekitar fraktur Kehilangan cairan ekstra sel ke


edema jar. yang rusak
Nyeri Akut Hipertermi

Kelebihan Vol. cairan PK Syok Hipovolemik


ASUHAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

BIODATA

Nama : Ny. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 67 th
Status Perkawinan : Cerai Meninggal
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Malang
No. Register : R2020xxx
Tanggal MRS : 15/03/2020
Tanggal Pengkajian : 17/03/2020
Diagnosa Medis : CF femur sepertiga distal (s)

KESEHATAN KLIEN RIWAYAT


1. Keluhan Utama / Alasan Masuk Rumah Sakit :
Nyeri di lutut kiri setelah jatuh.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien terpeleset di tangga rumah ketika sedang menyiram tanaman dan terjatuh dengan
posisi lutut terlebih dahulu sekitar pukul 09.00 WIB. Lalu oleh keluarga dibawa ke IGD
RSSA pada pukul 11.15 WIB, di IGD pasien mendapat terapi IVFD NaCl 0,9%, Inj.
Ketorolac 30mg, dan dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen patela, cek
darah lengkap, dan EKG, lalu pasien pindah ruangan ke R.20 pukul 12.15 WIB untuk
dijadwalkan operasi tanggal 18/03/2020 Shif (1).
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu :
Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi, stroke, dan kolesterol tinggi.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Pasien mengatakan keluarganya pernah memiliki riwayat hipertensi.

POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI


A. Pola Tidur/Istirahat :
1. Waktu tidur : Siang ± 4 jam, malam ± 7 jam
2. Waktu Bangun : Siang ± pukul 14.30, malam ± pukul 05.00
3. Masalah tidur : Nyeri pada lutut kiri ketika digerakkan
4. Hal yang mempermudah tidur :
Berdoa dan tidur dengan suasana lampu redup dan hening.
5. Hal yang mempermudah klien terbangun : Suara gaduh.

B. Pola Eliminasi :
1. BAB : ± 1x / hari
2. BAK : ± 5x / hari
3. Kesulitan BAB/BAK: tidak ada
4. Upaya/Cara mengatasi masalah tersebut : Tidak ada

C. Pola Makan Dan Minum :


1. Jumlah dan jenis makanan : Pasien makan 1 porsi, dengan isi 4 sehat 5 sempurna
2. Waktu Pemberian Makan : Pasien makan 3x/hari
3. Jumlah dan Jenis Cairan : ± 1700 cc/hari, jenis air putih, teh, ataupun susu
4. Waktu Pemberian Cairan : 4x/hari ketika di rumah sakit, dan bila pasien
menginginkan minum dari keluarga.
5. Pantangan : Makanan tinggi garam, makanan lemak, minuman
beralkohol
6. Masalah Makan dan Minum
a. Kesulitan mengunyah : tidak
b. Kesulitan menelan : tidak
c. Mual dan Muntah : tidak
d. Tidak dapat makan sendiri : tidak
7. Upaya mengatasi masalah : Menghindari makanan tinggi garam dan lemak

D. Kebersihan Diri/Personal Hygiene :


1. Pemeliharaan Badan : Pasien diseka 2x/hari
2. Pemeliharaan Gigi dan Mulut : Pasien hanya berkumur setelah selesai makan
3. Pemeliharaan Kuku : Kuku terlihat rapi dan bersih, dipotong ketika
panjang

E. Pola Kegiatan/Aktivitas Lain :


Selama di rumah, pasien merawat tanaman di rumah.
Selama di rumah sakit, pasien lebih sering berbaring dikarenakan nyeri pada lutut semakin
betrambah ketika digerakkan.
P: Pasca terjatuh
Q: Nyeri tajam
R: Kaki kiri
S: Skala 9
T: Hilang timbul, timbul saat digerakkan

DATA PSIKOSOSIAL
A. Pola Komunikasi: Pasien kooperatif dan tidak ada masalah dalam berkomunikasi.
B. Orang terdekat dengan klien : Anak, menantu dan cucu.
C. Rekreasi
Hobby: Merawat tanaman.
Penggunaan waktu senggang: Berkumpul bersama dengan keluarga.
D. Dampak dirawat di Rumah Sakit :
Pasien mengatakan merasa tidak berdaya dan merepotkan anak-anaknya.
E. Hubungan dengan orang lain/Interaksi sosial :
Pasien mengatakan hubungan dengan orang lain baik-baik saja.
F. Keluarga yang dihubungi bila diperlukan :
Anak dan menantunya.
DATA SPIRITUAL
A. Ketaatan Beribadah : Pasien beribadah sholat lima waktu.
B. Keyakinan terhadap sehat/sakit : Pasien mengatakan sakit adalah cobaan dari Allah agar
lebih berhati-hati dan memohon perlindungan dari-Nya.
C. Keyakinan terhadap penyembuhan: Pasien mengatakan percaya kepada petigas kesehatan
dan kepada Allah bahwa dirinya bisa sembuh dan
kembali berkumpul dengan keluarganya di rumah.

PEMERIKSAAN FISIK :
A. Kesan Umum / Keadaan Umum:
Keadaan umum cukup, pasien terbaring di tempat tidur dan kesulitan untuk bergerak,
GCS: E4, V5, M6 (Compos mentis)
B. Tanda-tanda Vital
Suhu Tubuh : 36,0 0C N : 88 kali/menit GDA : 118 mg/dL
Tekanan darah: 130/60 mmHg RR : 20 kali/menit SpO2 : 99%
Tinggi badan : 160 cm Berat Badan : 56 kg Status Gizi : Baik

C. Pemeriksaan Kepala dan Leher :


1. Kepala dan rambut
a. Bentuk Kepala : normocephal
Ubun-ubun : tunggal, keras
Kulit kepala : bersih, tidak ada lesi, tidak ada hematoma
b. Rambut : baik
Keadaan rambut : tersebar rata, tidak ada alopesia, tidak ada penipisan rambut
Bau : tidak berbau
Warna : putih
c. Wajah : oval, simetris kanan kiri, tidak ada edema dan lesi
Warna kulit : tidak ikterik, tidak sianosis, tidak hiperpigmentasi
Struktur Wajah : oval, struktur wajah lengkap, tanpa lesi maupun polip
2. Mata
a. Kelengkapan dan Kesimetrisan :
Simetris kanan kiri, tidak ada strabismus, lengkap kanan kiri
b. Kelopak Mata (Palpebra):
Kondisi baik, tidak ada lesi dan racoon eyes
c. Konjunctiva dan sclera :
Konjungtiva tidak anemis, sklera putih
d. Pupil :
Isokor kanan kiri, reflek cahaya +/+, ukuran 3mm/3mm dalam cahaya sedang
e. Kornea dan Iris :
Kornea jernih kanan kiri, iris dalam batas normal, tidak ada nyeri
f. Ketajaman Penglihatan/Virus :*)
Pasien buram melihat tulisan jarak jauh
g. Tekanan Bola Mata :*)
Tekanan bola mata normal
3. Hidung
a. Tulang Hidung dan Posisi Septum Nasi :
Tidak ada jejas / fraktur, tidak ada deviasi septum
b. Lubang Hidung :
Simetris kanan kiri, tidak ada polip, obstruksi maupun lesi
c. Cuping Hidung :
Tidak ada
4. Telinga
a. Bentuk Telinga : struktur normal lengkap, simetris kanan kiri
Ukuran Telinga : normal proporsional
Ketegangan telinga : tidak ada
b. Lubang Telinga : bersih, tidak ada obstruksi dan lesi
c. Ketajaman pendengaran : tidak ada penurunan pendengaran. Pada tes bisik,
pasien mendengar dan mampu mengucapkan ulang
perkataan perawat.
5. Mulut dan Faring
a. Keadaan Bibir : bersih, lembab, tidak ada lesi maupun bibir pecah
b. Keadaan Gusi dan Gigi : tidak ada gigivitis terdapat gigi tanggal pada geraham
atas kiri dan caries pada geraham bawah kanan
c. Keadaan Lidah : tidak ada candidiasis
6. Leher
a. Posisi Trakhea : sejajar garis tubuh (in line position)
b. Tiroid : tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid
c. Suara : suara jelas dan bersih
d. Kelenjar Lymphe : tidak ada pembengkakan kelenjar lympe
e. Vena Jugularis : tidak tampak pembesaran vena jugularis
f. Denyut Nadi Carotis : nadi karotis teraba

D. Pemeriksaan Integumen :
1. Kebersihan : bersih
2. Kehangatan : hangat dengan suhu 36.0oC
3. Warna : anemis (-), ikterik (-), merah (-), lebam pada lutut kiri
4. Turgor : baik, elastis
5. Tekstur : baik, kenyal
6. Kelembapan : lembab
7. Kelainan pada kulit : lebam dan bengkak pada lutut kiri

E. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak:


1. Ukuran dan bentuk payudara : simetris kanan kiri, puting menonjol
2. Warna payudara dan areola : normal kecoklatan
3. Kelainan-kelainan payudara dan puting : tidak ada
4. Axila dan clavicula : tidak ada krepitasi, jejas, lesi, benjolan
maupun pembengkakan
F. Pemeriksaan Thorak / Dada :
1. Inspeksi Thorak
a. Bentuk Thorax : simetris kanan kiri, peagon chest (-), barrel chest (-),
funnel chest (-), jejas (-)
b. Pernafasan
Frekuensi : 20 x/menit
Irama : reguler
c. Tanda-tanda kesulitan bernafas : tidak ada .
2. Pemeriksaan Paru
a. Palpasi getaran suara (vokal Fremitus): Getaran dinding dada seimbang kiri kanan
b. Perkusi : Sonor pada setiap lobus paru
c. Auskultasi:
- Suara nafas : vesikuler pada masing-masing lobus paru kanan dan kiri
- Suara Ucapan : intensitas dan kualitas nada suara seimbang kiri kanan
- Suara Tambahan: tidak ada
3. Pemeriksaan Jantung
a. Inspeksi dan palpasi
- Pulpasi : tidak ada getaran jantung, ictus cordis teraba
- Ictus Cordis : tidak terlihat. Teraba pada ICS 5 kiri ± 2 cm kearah medial dari
mid klavikula line sinistra
b. Perkusi :
- Batas-batas Jantung : Batas atas jantung di ICS 3, batas kiri jantung pada garis
mid klavikula kiri, batas jantung kanan di linea sternalis kanan
c. Auskultasi
- Bunyi Jantung I : tunggal
- Bunyi Jantung II : tunggal
- Bising/murmur : tidak ada
- Frekuensi denyut jantung: 88 x/menit

G. Pemeriksaan Abdomen
1. Inspeksi
- Bentuk Abdomen : simetris, rata
- Benjolan/massa : tidak teraba massa/benjolan
2. Auskultasi
- Peristaltik Usus : 10x/menit
- Bunyi jantung anak: tidak ada
3. Palpasi
- Tanda nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan pada semua regio abdomen
- Benjolan /massa : tidak teraba benjolan atau masa
- Tanda-tnda Ascites: tidak ada
- Hepar : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba besar
- Lien : tidak ada nyeri tekan
- Titik Mc. Burne : tidak ada nyeri tekan
4. Pekusi
- Suara Abdomen : thimpani
- Pmeriksaan Ascites: tidak ada pekak alih
H. Pemeriksaan Kelamin dan Daerah Genetalia Sekitarnya:
1. Genetalia
a. Rambut pubis : baik
b. Meatus Urethra : tidak ada striktur uretra atau obstruksi
c. Kelainan-kelainan pada Genetalia Eksterna dan Daerah Inguinal: tidak ada
2. Anus dan Perineum
a. Lubang Anus: tidak ada lesi, tidak ada polip, tidak ada hemoroid
b. Kelainan-kelainan pada anus: tidak ada
c. Perineum: baik, tidak ada lesi

I. Pemeriksaan Muskuloskeletal (Ekstrimitas)


1. Kesimestrisan otot : simetris kanan kiri
2. Pemeriksaan Oedema : tidak terdapat odema
3. Kekuatan otot :
5 5
5 1
4. Kelainan-kelainan pada ekstremitas dan kuku : terdapat lebam dan bengkak pada sisi
dalam lutut kiri, teraba krepitasi pada saat palpasi, pasien merasakan nyeri pada lutut
kiri, nyeri bertambah ketika digerakkan.
P: Pasca terjatuh
Q: Nyeri tajam
R: Kaki kiri
S: Skala 9
T: Hilang timbul

J. Pemeriksaan Neorologi
1. Tingkat kesadaran: Compos mentis / GCS: E4 V5 M6 = 15
2. Tanda-tanda rangsangan Otak (Meningeal Sign) :
- Kernig sign negative
- Brudzinski negative
- kaku kuduk negative
3. Fungsi Motorik: Fungsi motoric kasar dan halus normal
4. Fungsi Sensorik: Fungsi sensrik normal
5. Refleks:
a. Refleks Fisiologis : normal pada refleks superfisial dan refleks dalam
b. Refleks Patologis : tidak ada refleks patologis

K. Pemeriksaan Status Mental


1. Kondisi emosi/perasaan : Pasien tenang dan kooperatif
2. Orientasi : Orientasi realita baik, pasien sadar dirinya sedang dirawat di RSSA
3. Proses berfikir (ingatan, atensi, keputusan, perhitungan) : Ingatan pasien baik, atensi
pasien koperitaf, pasien bisa mengambil keputusan sendiri, pasien mampu berhitung
dengan benar.
4. Motifikasi (kemampuan) : Pasien hanya berbaring di tempat tidur
5. Persepsi : tidak terdapat halusinasi maupun ilusi
6. Bahasa : mampu berbahasa dengan fasih dan jelas

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Diagnosa Medis : Close fraktur femur sepertiga distal sinistra
B. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Medis:
1. Laboratorium:
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 13,2 P : 11-16 g/dL
Leukoist 9.400 4.000 – 11.000 /Cmm
Trombosit 169.000 150.000 - 450.000 / Cmm
Eritrosit 4.670.000 P : 300.000 – 600.000/Cmm
Creatinin 0,8 P : < 1,2 mg/dL
BUN 8 < 23,4 mg/dL
Ureum 18 < 45.0 mg/Dl
PCV 27,2 P : 35-47 %
MCV 89,7 80-97 fL
MCH 30,3 27-31pg
MCHC 33,8 32-36%
HbsAg (Strip test) NON REAKTIF NON REAKTIF
Anti HCV (Strip test) NON REAKTIF NON REAKTIF
2. Rontgen:
X-Ray patela: CF Femure 1/3 distal (S)
3. ECG: Sinus rhytm
4. USG: Tidak ada
5. Lain - lain: Tidak ada

PENATALAKSANAAN DAN TERAPI


Penatalaksanaan:
Bidai panjang
Konsul dr. anesthesi, dr. bedah orthopedi, dr. IPD
Daftar OK 07/04/2020 shif (1)

Terapi:
IVFD NaCl 0,9%
Inj. Ketorolac 30 mg

Mahasiswa,

(Muh. Ikhwan)
NIM. P17 2121 95 021
ANALISA DATA

Nama pasien : Ny. D


Umur : 67 th
No. Register : R2020xxx

DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH


DS: Trauma pada tulang (jatuh) Nyeri akut
Pasien mengatakan nyeri pada lutut
kiri dan bertambah nyeri saat Kegagalan tulang menahan
digerakkan tekanan terutama pada tekanan
P: Pasca terjatuh di tangga membengkok, memutar,
Q: Nyeri tajam menarik, atau menahan beban
R: Lutut kiri tubuh
S: Skala 9
T: Hilang timbul Fraktur femur

DO: Close fraktur femur


K/u cukup
GCS: E4. V5. M6 Compos mentis Kerusakan fragmen tulang
TTV: TD: 130/60 mmHg
N: 88 x/menit Terputusnya kontinuitas jaringan
S: 36,0 0C
RR: 20 x/menit Penekanan saraf perasa nyeri
SpO2: 99%
GDA: 118 mg/dL Stimulasi neurotransmitter nyeri
- Pasien tampak meringis dan
memegangi lututnya Pelepasan mediator
- Pasien bersikap protektif prostaglandin
terhadap lututnya
Respon nyeri
DS: Trauma pada tulang (jatuh) Gangguan integritas
Pasien mengatakan bengkak pada jaringan
lutut kiri Kegagalan tulang menahan
tekanan terutama pada tekanan
DO: membengkok, memutar,
K/u cukup menarik, atau menahan beban
GCS: E4. V5. M6 Compos mentis tubuh
TTV: TD: 130/60 mmHg
N: 88 x/menit Fraktur femur
S: 36,0 0C
RR: 20 x/menit Close fraktur femur
SpO2: 99%
GDA: 118 mg/dL Kerusakan fragmen tulang
- Pasien bersikap protektif
terhadap lututnya Terputusnya kontinuitas jaringan
- Terdapat bengkak dan jejas pada
sisi bagian dalam lutut kiri
Kerusakan integritas jaringan
DS: Trauma pada tulang (jatuh) Resiko infeksi d.d
Pasien mengatakan lutut kiri telah efek prosedur
dilakukan operasi dan terasa nyeri. Kegagalan tulang menahan infasif.
P: Pasca operasi ORIF tekanan terutama pada tekanan
Q: Nyeri tajam membengkok, memutar,
R: Lutut kiri menarik, atau menahan beban
S: Skala 8 tubuh
T: Hilang timbul
Fraktur femur
DO:
K/u cukup Close fraktur femur
GCS: E4. V5. M6 Compos mentis
TTV: TD: 130/60 mmHg Prosedur pemasangan fiksasi
N: 88 x/menit internal
S: 36,0 0C
RR: 20 x/menit Adanya luka
SpO2: 99%
GDA: 118 mg/dL Port de entery
- Terdapat luka post operasi ORIF
pada paha kiri Resiko infeksi
- Terpasang drainase
- Panjang luka ± 15 cm
- Merah (-)
- Hangat (-)
- Bengkak (+)
- Puss (-)
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama pasien : Ny. D


Umur : 67 th
No. Register : R2020xxx

Masalah Masalah
Nomor
No. Diagnosa Keperawatan Ditemukan Teratasi
Diagnosa
Tgl Paraf Tgl Paraf
Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
17 19
(trauma jatuh) dd. mengeluh nyeri,
1. D.0077 Maret Maret
tampak meringis, dan bersikap
2020 2020
protektif.
Gangguan integritas jaringan b.d
17 19
faktor mekanis (penekanan akibat
2. D.0129 Maret Maret
fraktur) d.d nyeri dan bengkak pada
2020 2020
lutut
17 19
Resiko infeksi d.d efek prosedur
3. D.0142 Maret Maret
infasif.
2020 2020

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama pasien : Ny. D


Umur : 67 th
No. Register : R2020xxx

No. Tanggal Diagnosa Keperawatan TTD

17 Maret Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (trauma jatuh) dd. mengeluh
1.
2020 nyeri, tampak meringis, dan bersikap protektif.
17 Maret Gangguan integritas jaringan b.d faktor mekanis (penekanan
2.
2020 akibat fraktur) d.d nyeri dan bengkak pada lutut
17 Maret
3. Resiko infeksi d.d efek prosedur infasif.
2020
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama pasien : Ny. D


Umur : 67 th
No. Register : R2020xxx
Hati/ Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Tgl Keperawatan hasil
Selasa, D.0077 L.08066 Manajemen nyeri
17 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Observasi
Maret agen pencedera tindakan keperawatan a. Identifikasi lokasi,
2020 fisik (trauma selama 3x24 jam karakteristik, durasi,
jatuh) dd. diharapkan tingkat nyeri frekuensi, kualitas,
mengeluh nyeri, menurun dengan intensitas nyeri, skala nyeri,
tampak meringis, keriteria hasil: respon nyeri non verbal
dan bersikap 1. Mengeluh nyeri b. Monitor efek samping obat-
protektif. menurun (5) obatan.
2. Meringis menurun Terapeutik
(5) a. Memberikan teknik
3. Sikap protektif nonfarmakoloogis untuk
menurun (5) mengurangi rasa nyeri.
4. Gelisah menurun b. Memfasilitasi istirahat dan
(5) tidur
5. Kesulitan tidur c. Kontrol situasi yang
menurun (5) memperberat rasa nyeri
6. Frekuensi nadi Edukasi
membaik (5) a. Jelaskan strategi meredakan
nyeri.
b. Memonitor nyeri secara
mandiri.
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik.
Selasa, D.0129 L.14125 Perawatan luka
17 Gangguan Setelah dilakukan Observasi
Maret integritas jaringan tindakan keperawatan a. Monitor karakteristik luka
2020 b.d faktor selama 3x24 jam b. Monitor tanda-tanda infeksi
mekanis diharapkan integritas Terapeutik
(penekanan akibat kulit dan jaringan a. Pasang bidai dan balitan
fraktur) d.d nyeri meningkat dengan sesuai jenis luka
dan bengkak pada keriteria hasil: Edukasi
lutut 1. Kerusakan jaringan a. Anjurkan untuk pembatasan
cukup menurun (4) gerak pada area luka
2. Nyeri menurun (5) b. Anjurkan mengkonsumsi
3. Perfusi jaringan makanan tinggi kalori dan
meningkat (5) protein
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antibiotik
b. Kolaborasi prosedur ORIF
Selasa, D.0142 L.14125 Pencegahan infeksi
17 Resiko infeksi d.d Setelah dilakukan Observasi
Maret efek prosedur tindakan keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala
2020 infasif. selama 3x24 jam infeksi lokal dan sistemik
diharapkan tingkat Terapeutik
infeksi menurun dengan, 2. Batasi jumlah pengunjung
KH: 3. Berikan perawatan kulit
1. Nyeri menurun (5) pada area edema
2. Demam menurun 4. Cuci tangan sebelum dan
(5) sesudah kontak dengan
3. Kemerahan pasien dan lingkungan
menurun (5) pasien
4. Bengkak menurun 5. Pertahankan teknik aseptik
(5) pada pasien beresiko tinggi
5. Kebersihan badan Edukasi
meningkat (5) a. Jelaskan tanda dan gejala
6. Kadar sel darah infeksi
putih membaik (5) b. Ajarkan mencuci tangan
denan benar
c. Ajarkan cara pemeriksaan
kondisi luka
d. Ajarkan cara meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama pasien : Ny. D


Umur : 67 th
No. Register : R2020xxx
HARI PERTAMA
Tgl / No. Dx
Jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TTD
Jam Kep
Selasa, D.0077 Observasi 1. Nyeri tajam seperti ditusuk-tusuk berada di
17 12.15 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, Lutut kiri dengan Skala 9, nyeri Hilang timbul
Maret frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri, dan semakin bertambah saat digerakkan. Pasien
2020 respon nyeri non verbal terlihat meringis dan memegangi lututnya.
12.16 2. Memonitor efek samping obat-obatan. 2. Pasien tidak memiliki reaksi alergi terhadap
Terapeutik obat.
12.20 3. Memberikan teknik nonfarmakoloogis berupa 3. Pasien kooperatif dan mengikuti arahan perawat
relaksasi nafas dalam, kompres dingin, dan terapi dalam terapi nonfarmaklologis
dzikir kahfi untuk mengurangi rasa nyeri. 4. Pasien kooperatif dan merasa nyaman dengan
13.10 4. Memfasilitasi istirahat dan tidur dengan kondisi ruangan.
melancarkan fentiliasi ruangan, menutup sketsel 5. Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan
dan relaksasi mendengarkan murottal Al-Qur’an. skala 7 dan lebih jarang timbul nyeri.
13.13 5. Mengkontrol situasi yang memperberat rasa nyeri 6. Pasien kooperatif dan mengikuti arahan
Edukasi perawat.
13.15 6. Menjelaskan strategi meredakan nyeri. 7. Pasien kooperatif.
13.15 7. Mengajarkan cara memonitor nyeri secara 8. Pasien menerima pengobatan dengan baik, dan
mandiri. obat tersampaikan dengan prinsip 12 benar.
Kolaborasi
13.45 8. Berolaborasi pemberian analgetik inj. Ketorolac
3x30mg
Selasa, D.0129 Observasi 1. Luka fraktur tertutup pada sepertiga lutut
17 12.15 1. Memonitor karakteristik luka bawah kiri, terdapt jejas, teraba krepitasi
Maret 12.16 2. Memonitor tanda-tanda infeksi 2. Terdapat luka lebam pada sisi dalam lutut
2020 Terapeutik kanan, terdapat bengkak, nyeri skala 9 dan
12.20 3. Memasang bidai dan balutan sesuai jenis luka. teraba hangat.
Edukasi 3. Pasien kooperatif dan sudah terbidai dari IGD.
13.10 4. Menganjurkan untuk pembatasan gerak pada area 4. Pasien kooperatif dan mengikuti anjuran
13.13 luka perawaat.
5. Menganjurkan mengkonsumsi makanan tinggi 5. Pasien kooperatif dan mengikuti anjuran
kalori dan protein perawaat.
Kolaborasi 6. Pasien menerima pengobatan dengan baik, dan
13.45 6. Berkolaborasi pemberian antibiotik kombinasi inj. obat tersampaikan dengan prinsip 12 benar.
Sefazolin 3x1g dan inj. Gentamicin 2x80 mg 7. Pasien menyetujui tindakan operasi ORIF pada
14.00 7. Berkolaborasi prosedur ORIF tanggal 07/04/2020

HARI KEDUA
Tgl / No. Dx
Jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TTD
Jam Kep
Rabu, D.0077 Observasi 1. Nyeri tajam seperti ditusuk-tusuk berada di
18 11.20 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, lutut kiri dengan Skala 8, nyeri terus menerus.
Maret frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri, Pasien terlihat meringis dan memegangi
2020 respon nyeri non verbal lututnya.
11.26 2. Memonitor efek samping obat-obatan. 2. Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat.
Terapeutik 3. Pasien mengikuti arahan perawat dalam terapi
11.26 3. Memberikan teknik nonfarmakoloogis berupa nonfarmaklologis
relaksasi nafas dalam, kompres dingin, dan terapi 4. Pasien kooperatif dan merasa nyaman dengan
dzikir kahfi untuk mengurangi rasa nyeri. kondisi ruangan.
11.28 4. Memfasilitasi istirahat dan tidur dengan 5. Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan
melancarkan fentiliasi ruangan, menutup sketsel skala 6.
dan relaksasi mendengarkan murottal Al-Qur’an. 6. Pasien kooperatif dan mengikuti arahan
12.13 5. Mengkontrol situasi yang memperberat rasa nyeri perawat.
Edukasi 7. Pasien kooperatif.
12.15 6. Mengajarkan cara memonitor nyeri secara 8. Pasien menerima pengobatan dengan baik, dan
mandiri. obat tersampaikan dengan prinsip 12 benar.
Kolaborasi
12.45 7. Berolaborasi pemberian analgetik inj. Ketorolac
3x30mg
Rabu, D.0129 Observasi 1. Luka post operasi ORIF pada sepertiga lutut
18 11.15 1. Memonitor karakteristik luka bawah kiri, panjang luka ±15 cm, terpasang
Maret 11.16 2. Memonitor tanda-tanda infeksi darin.
2020 Terapeutik 2. Terdapat bengkak, nyeri skala 8, teraba hangat,
11.20 3. Melakukan perawatan luka post operasi tidak tidak ada puss.
dilakukan (pasien rencana KRS Jika kondisi 3. Tindakan tidak dilakukan
membaik) 4. Pasien kooperatif dan mengikuti anjuran
Edukasi perawaat.
11.20 4. Menganjurkan untuk pembatasan gerak pada area 5. Pasien kooperatif dan mengikuti anjuran
luka perawaat.
12.13 5. Menganjurkan mengkonsumsi makanan tinggi 6. Pasien menerima pengobatan dengan baik, dan
kalori dan protein obat tersampaikan dengan prinsip 12 benar.
Kolaborasi
12.45 6. Berkolaborasi pemberian antibiotik kombinasi inj.
Sefazolin 3x1g dan inj. Gentamicin 2x80 mg
Rabu, D.0142 Observasi 1. Terdapat bengkak, nyeri skala 8, teraba hangat,
18 11.15 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan tidak ada pus, tidak kemerahan.
Maret sistemik 2. Keluarga mengerti akan penjelasan perawat dan
2020 Terapeutik membatasi jumlah kunjungan.
11.16 2. Membatasi jumlah pengunjung 3. Tindakan tidak dilakukan
11.20 3. Memberikan perawatan luka tidak dilakukan 4. Tindakan cuci tangan 6 langkah menggunakan
(pasien rencana KRS Jika kondisi membaik) handrub sudah dilakukan.
11.20 4. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak 5. Tindakan aseptic sesuai prosedur sudah
dengan pasien dan lingkungan pasien dilaksanakan.
5. Mempertahankan teknik aseptik pada pasien 6. Pasien dan keluarga kooperatif dan memahami
12.13 beresiko tinggi tanda dan gejala infeksi
Edukasi 7. Pasien dan keluarga kooperatif dan memahami
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi cara mencuci tangan denan benar
12.15 7. Mengajarkan mencuci tangan denan benar 8. Pasien dan keluarga kooperatif dan memahami
12.30 8. Mengajarkan cara pemeriksaan kondisi luka cara pemeriksaan kondisi luka
12.40 9. Mengajarkan cara meningkatkan asupan nutrisi 9. Pasien dan keluarga kooperatif dan memahami
12.55 dan cairan cara meningkatkan asupan nutrisi dan cairan

HARI KETIGA
Tgl / No. Dx
Jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TTD
Jam Kep
Kamis, D.0077 Observasi 1. Nyeri tajam seperti ditusuk-tusuk berada di
19 09.00 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, lutut kiri dengan Skala 5, nyeri hilang timbul.
Maret frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri, Pasien terlihat meringis dan memegangi
2020 respon nyeri non verbal lututnya.
09.16 2. Memonitor efek samping obat-obatan. 2. Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat.
Terapeutik 3. Pasien kooperatif dan mengikuti arahan
09.26 3. Memberikan teknik nonfarmakoloogis berupa perawat dalam terapi nonfarmaklologis
relaksasi nafas dalam, kompres dingin, dan terapi 4. Pasien kooperatif dan merasa nyaman dengan
10.28 dzikir kahfi untuk mengurangi rasa nyeri. kondisi ruangan.
10.13 4. Memfasilitasi istirahat dan tidur dengan 5. Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan
melancarkan fentiliasi ruangan, menutup sketsel skala 7 dan lebih jarang timbul nyeri.
dan relaksasi mendengarkan murottal Al-Qur’an. 6. Pasien kooperatif dan mengikuti arahan
11.15 5. Mengkontrol situasi yang memperberat rasa nyeri perawat.
Edukasi 7. Pasien menerima pengobatan dengan baik, dan
11.15 6. Mengajarkan cara memonitor nyeri secara obat tersampaikan dengan prinsip 12 benar.
mandiri.

Kolaborasi
09.00 7. Berolaborasi pemberian analgetik inj. Ketorolac
3x30mg
Kamis, D.0129 Observasi 1. Luka post operasi ORIF pada sepertiga lutut
19 09.00 1. Memonitor karakteristik luka bawah kiri, panjang luka ±15 cm, terpasang
Maret 09.16 2. Memonitor tanda-tanda infeksi darin.
2020 Terapeutik 2. Terdapat bengkak, nyeri skala 5, teraba hangat,
09.26 3. Melakukan perawatan luka post operasi tidak tidak ada puss.
dilakukan (pasien rencana KRS Jika kondisi 3. Tindakan tidak dilakukan
membaik) 4. Pasien kooperatif dan mengikuti anjuran
Edukasi perawaat.
10.28 4. Menganjurkan untuk pembatasan gerak pada area 5. Pasien kooperatif dan mengikuti anjuran
luka perawaat.
10.13 5. Menganjurkan mengkonsumsi makanan tinggi 6. Pasien menerima pengobatan dengan baik, dan
kalori dan protein obat tersampaikan dengan prinsip 12 benar.
Kolaborasi
09.00 6. Berkolaborasi pemberian antibiotik kombinasi inj.
Sefazolin 3x1g dan inj. Gentamicin 2x80 mg
Kamis, D.0142 Observasi 1. Terdapat bengkak, nyeri skala 5, teraba hangat,
19 09.00 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan tidak ada pus, tidak kemerahan.
Maret sistemik 2. Keluarga mengerti akan penjelasan perawat dan
2020 Terapeutik membatasi jumlah kunjungan.
09.16 2. Membatasi jumlah pengunjung 3. Tindakan tidak dilakukan
09.26 3. Memberikan perawatan luka tidak dilakukan 4. Tindakan cuci tangan 6 langkah menggunakan
(pasien rencana KRS Jika kondisi membaik) handrub sudah dilakukan.
10.28 4. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak 5. Tindakan aseptic sesuai prosedur sudah
dengan pasien dan lingkungan pasien dilaksanakan.
10.13 5. Mempertahankan teknik aseptik pada pasien 6. Pasien kooperatif dan memahami tanda dan
beresiko tinggi gejala infeksi
7. Pasien kooperatif dan memahami cara mencuci
Edukasi tangan denan benar
11.15 6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi 8. Pasien kooperatif dan memahami cara
11.15 7. Mengajarkan mencuci tangan denan benar pemeriksaan kondisi luka
11.15 8. Mengajarkan cara pemeriksaan kondisi luka 9. Pasien kooperatif dan memahami cara
12.45 9. Mengajarkan cara meningkatkan asupan nutrisi meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
dan cairan
EVALUASI KEPERAWATAN

Nama pasien : Ny. D


Umur : 67 th
No. Register : R2020xxx

No. Dx Tanggal 17 Maret 2020 Tanggal 18 Maret 2020 Tanggal 19 Maret 2020
D.0077 S: Pasien mengatakan nyeri pada lutut kiri S: Pasien mengatakan nyeri pada lutut kiri S: Pasien mengatakan nyeri pada lutut kiri
berkurang berkurang berkurang
P: Pasca terjatuh di tangga P: Pasca operasi ORIF P: Pasca operasi ORIF
Q: Nyeri tajam Q: Nyeri tajam Q: Nyeri tajam
R: Lutut kiri R: Lutut kiri R: Lutut kiri
S: Skala 7 S: Skala 6 S: Skala 5
T: Hilang timbul T: Terus menerus T: Hilang timbul
O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos
mentis mentis mentis
TTV: TD: 130/70 mmHg TTV: TD: 140/80 mmHg TTV: TD: 140/70 mmHg
N: 88 x/menit N: 89 x/menit N: 88 x/menit
S: 36,2 0C S: 36,6 0C S: 36,5 0C
RR: 20 x/menit RR: 22 x/menit RR: 18 x/menit
SpO2: 99% SpO2: 98% SpO2: 98%
- Terdapat bidai pada kaki kiri - Terdapat luka post operasi ORIF di - Terdapat luka post operasi ORIF di
- Pasieen kooperatif dalam terapi sepertiga paha kiri sepertiga paha kiri
nonfarmakologis - Terpasang drain - Terpasang drain
- Pasien tampak tenang dan mengusap - Pasien meringis dan bersikap protektif - Pasien tampak tenang, bersikap
lututnya dan tetap bersikap protektif terhadap lututnya protektif terhadap lututnya
terhadap lututnya A: Masalah teratasi sebagian A: Masalah teratasi sebagian
A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan Intervensi P: Lanjutkan Intervensi
P: Lanjutkan Intervensi - Inj. Ketorolac 3x30mg - Inj. Ketorolac 3x30mg
- Rencana ORIF 7/4/2020 Shif 1 - Rencana KRS menunggu perbaikan
- Inj. Ketorolac 3x30mg kondisi
D.0129 S: Pasien mengatakan Pasien mengatakan S: Pasien mengatakan telah menjalani S: Pasien mengatakan luka masih terasa
bengkak pada lutut kiri operasi pemasangan plat, dan kaki terasa nyeri.
O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos berat O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos
mentis O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos mentis
TTV: TD: 130/70 mmHg mentis TTV: TD: 140/70 mmHg
N: 88 x/menit TTV: TD: 140/80 mmHg N: 89 x/menit
S: 36,2 0C N: 89 x/menit S: 36,6 0C
RR: 20 x/menit S: 36,6 0C RR: 22 x/menit
SpO2: 99% RR: 22 x/menit SpO2: 98%
- Terdapat bidai pada kaki kiri SpO2: 98% - Terdapat luka post operasi ORIF di
- Pasieen kooperatif dalam terapi - Terdapat luka post operasi ORIF di sepertiga paha kiri
nonfarmakologis sepertiga paha kiri - Terpasang drain
- Pasien tampak tenang dan mengusap - Terpasang drain - Pasien meringis dan bersikap protektif
lututnya dan tetap bersikap protektif - Pasien meringis dan bersikap protektif terhadap lututnya
terhadap lututnya terhadap lututnya A: Masalah teratasi sebagian
- Terdapat bengkak dan jejas pada sisi A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan Intervensi
bagian dalam lutut kiri P: Lanjutkan Intervensi - Inj. Sefazolin 3x1g
A: Masalah teratasi sebagian - Inj. Gentamicin 2x80 mg
- Inj. Sefazolin 3x1g
P: Lanjutkan Intervensi - Inj. Gentamicin 2x80 mg - Rencana KRS menunggu perbaikan
- Inj. Sefazolin 3x1g kondisi
- Inj. Gentamicin 2x80 mg
- Rencana ORIF 7/4/2020 Shif 1
D.0142 ----------- S: Pasien mengatakan telah menjalani S: Pasien mengatakan telah menjalani
masalah ditemukan pada hari ke 2 operasi pemasangan plat dan masih terasa operasi pemasangan plat dan masih terasa
perawatan nyeri. nyeri.
----------- P: Pasca operasi ORIF P: Pasca operasi ORIF
Q: Nyeri tajam Q: Nyeri tajam
R: Lutut kiri R: Lutut kiri
S: Skala 8 S: Skala 8
T: Hilang timbul T: Hilang timbul
O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos
mentis
TTV: TD: 140/80 mmHg mentis
N: 89 x/menit TTV: TD: 140/80 mmHg
S: 36,6 0C N: 89 x/menit
RR: 22 x/menit S: 36,6 0C
SpO2: 98% RR: 22 x/menit
- Terdapat luka post operasi ORIF di SpO2: 98%
sepertiga paha kiri - Terdapat luka post operasi ORIF di
- Terpasang drain sepertiga paha kiri
- Pasien meringis dan bersikap protektif - Terpasang drain
terhadap lututnya - Pasien meringis dan bersikap protektif
- Panjang luka ± 15 cm terhadap lututnya
- Merah (-) - Panjang luka ± 15 cm
- Hangat (-) - Merah (-)
- Bengkak (+) - Hangat (+)
- Puss (-) - Bengkak (+)
A: Masalah teratasi sebagian - Puss (-)
P: Lanjutkan Intervensi A: Masalah teratasi sebagian
- Inj. Sefazolin 3x1g P: Lanjutkan Intervensi
- Inj. Gentamicin 2x80 mg - Inj. Sefazolin 3x1g
- Inj. Ketorolac 3x30mg - Inj. Gentamicin 2x80 mg
- Inj. Ketorolac 3x30mg

Anda mungkin juga menyukai