Disusun Oleh:
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Ny. A dengan diagnosa medis
close fraktur femur di ruang 20 RS dr. Saiful Anwar – Malang ini telah diperiksa dan
disahkan pada:
Hari : ……………………………………….
Tanggal : ……………………………………….
Mahasiswa,
Profesi Ners Poltekes Kemenkes Malang,
(Muh. Ikhwan)
NIM. P17 2121 95 021
Oleh:
CI Akademik CI Ruang 20
Poltekes Kemenkes Malang, RS dr. Saiful Anwar – Malang,
(…………………………) (…………………………)
Mengetahui,
Kepala Ruang 20
RS dr. Saiful Anwar – Malang,
(…………………………)
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR FEMUR
I. KONSEP DASAR
1.1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Arif Muttaqin, 2011). Sedangkan menurut Linda Juall C.
(2007) dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar (karena kulit masih utuh atau tidak robek)
(Arif Muttaqin, 2011)
1.2. Etiologi
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan (Arif Muttaqin, 2011).
1.3. Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
1) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).
2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
6. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
7. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang- ulang.
8. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement (Rizall, Ahmad. 2014), (Arif Muttaqin,
2011), (Bakta, I.M. 2017).
1.4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang (Arif Muttaqin, 2011), (Rizall,
Ahmad. 2014).
1.7. Penatalaksanaan
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap, dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Exici
c. Hecting situasi
d. Antibiotik
2. Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang)
adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasfanatomis (brunner, 2001).
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur,
pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin
untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan.
Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi
harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara
gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan
menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang.
Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah
dalam kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen
tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x.
Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan
imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi
tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga
aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
c. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. - Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur.
d. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler
(mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan
ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan
neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan
berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan
nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan
untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas
semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan
stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada
ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan
beban berat badan. (Arif Muttaqin, 2011), (Andarmoyo, S. 2013), (Rizall,
Ahmad. 2014) dan (Hoisington, Samuel. 2011).
1.9. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips
dan pembebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
b. Nonunion
c. Malunion
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1. Pengkajian Keperawatan
1. Keluhan Utama
Pada umumnya pada kasus fraktur adalah pasien mengatakan rasa nyeri,
tingkat nyeri tersebut bisa berbeda-beda tergantung kondisi luka dan lamanya
serangan.
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
5. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
2) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
3) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
4) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
b. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
2) Kepala
Normalnya yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada nyeri kepala.
3) Leher
Normalnya yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5) Mata
Normalnya seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
6) Telinga
Normalnya Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
7) Hidung
Normalnya Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan Faring
Normalnya Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
9) Thoraks
Normalnya Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
Inspeksi. Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi. Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi. Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
Auskultasi. Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
11) Jantung
Inspeksi. Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi. Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi. Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
Abdomen
Inspeksi. Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi. Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi. Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi. Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
Inguinal-Genetalia-Anus. Tak ada hernia, tak ada pembesaran
lymphe, tak ada kesulitan BAB.
c. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain,
Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
Cape au lait spot (birth mark).
Fistulae.
Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Yang perlu dicatat
adalah:
Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif
dan pasif (Carpenitto, Lynda Juall. 2007).
Resiko
1. Resiko pendarahan d.d trauma.
2. Resiko hipovolemia d.d kehilangan cairan aktif.
3. Resiko syok d.d hipovolemia.
4. Resiko infeksi d.d kerusakan integritas kulit/jaringan, penurunan Hb akibat
pendarahan, peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
5. Resiko perfusi perifer tidak efektif d.d trauma.
6. Resiko jatuh d.d riwayat jatuh.
(PPNI. 2018).
2.3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Luara Utama dan Kriteria
No. Intervensi Rasional
Keperawatan hasil
D.007 Nyeri akut b.d. L.08066 1. Manajemen nyeri 1. Mengetahui karakteristik, durasi,
7 agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Observasi frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,
fisik, agen keperawatan selama 3x24 a. Identifikasi lokasi, karakteristik, skala nyeri, respon nyeri non verbal
pencedera jam diharapkan tingkat nyeri durasi, frekuensi, kualitas, untuk memberika tindakan tepat
biologis. menurun dengan, intensitas nyeri, skala nyeri, lokasi dan tepat prosedur.
KH: respon nyeri non verbal 2. Meminimalisisr raksi obat yang
1. Mengeluh nyeri b. Monitor efek samping obat- tidak diinginkan.
menurun (5) obatan. 3. Mengurangi rasa nyeri secara
2. Meringis menurun (5) Terapeutik mandiri maupun terbimbing setelah
3. Sikap protektif menurun a. Memberikan teknik maupun sebelum dilakukan
(5) nonfarmakoloogis untuk tindakan medis.
4. Gelisah menurun (5) mengurangi rasa nyeri. (terapi 4. Istirahat tidur memuluhkan kondisi
5. Kesulitan tidur menurun musik, akupresure, terapi pijat) fisik pasien dan diharapkan
(5) b. Memfasilitasi istirahat dan tidur memepercepat penyembuhan dan
6. Frekuensi nadi membaik c. Kontrol situasi yang mengurangi cemas.
(5) memperberat rasa nyeri 5. Membantu pasien meredakan nyeri
Edukasi secara mandiri maupun terbimbing.
a. Jelaskan strategi meredakan 6. Memudahkan tenaga kesehatan
nyeri. menangani rasa nyeri pasien.
b. Memonitor nyeri secara 7. Mengurangi rasa nyeri secara
mandiri. farmakologis dengan kolabrorasi
Kolaborasi demi tercapainya pemberian obat 12
a. Kolaborasi pemberian analgetik. benar.
2. Memberikan aromatherapi.
3. Kompres
4. Pemantauan nyeri.
5. Latihan pernafasan
6. Pengaturan posisi
7. Terapi relaksasi
D.002 Hipovolemia b.d. L.03028 1. Manajemen hipovolemia 1. Mengetahui tanda dan gejala
0 kehilangan cairan Setelah dilakukan tindakan Observasi memudahkan perawat dalam
aktif keperawatan selama 3x24 a. Periksa tanda dan gejala melakukan tindakan tepat prosedur.
(pendarahan) jam diharapkan status cairan hipovolemia 2. Dengan pemantauan akan
membaik dengan, meminimalisisr terjadinya syok
b. Monitor ontake dan output
KH: hipovolemia.
1. Kekuatan nadi cukup cairan 3. Guna memberikan cairan sesuai
meningkat Terapeautik indikasi dan kebutuhan pasien
2. Turgor kulit meningkat a. Hitung kebutuhan cairan untuk mencegah hiper/hipovolemia.
b. Dorberikan posisi modiffied 4. Modified tandelenburg untuk
3. Outup urine sedang
trendelenburg 5. Pemenuhan kebutuhan cairan
4. Dispne cukup menurun peroral mencegah hipovolemia.
5. Frekuensi nadi cukup c. Memberikan asupan cairan oral
6. KIE akan memberikan pemahaman
membaik Edukasi
terkait kondisi saat ini.
6. Tekanan darah sedang a. Anjurkan memperbanyak asupan 7. KIE akan memberikan pemahaman
7. Kadar HB cukup cairan oral terkait kondisi saat ini.
membaik b. Anjurkan menghindari 8. Isotonis untuk
perubahan posisi mendadak 9. Hipotonis untuk
8. Kadar HT cukup
Kolaborasi 10. Koloid untuk
membaik 11. Balut tekan akan menghentikan
9. Suhu tubuh cukup a. Kolaborasi pemberian cairan iv
pendarahan sementara pada luka.
membaik (36,5-37,5) isotonis
b. Kolaborasi pemberian cairan iv
hipotonis
c. Kolaborasi pemberian cairan iv
koloid
2. Balut tekan
3. Insersi intravena
4. Manajemen syok hipovolemik
5. Pemantauan cairan
D.014 Resiko infeksi L.14125 1. Perawatan luka 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
2 b.d efek prosedur Setelah dilakukan tindakan Observasi untuk mengetahui tanda-tanda
infasif. keperawatan selama 3x24 a. Monitor tanda dan gejala infeksi infeksi sedini mungkin untuk
jam diharapkan tingkat lokal dan sistemik mendapatkan secepat mungkin.
infeksi menurun dengan, Terapeutik 2. Meminimalisir patogen yang
KH: a. Batasi jumlah pengunjung dibawa oleh para penjenguk pasien.
1. Nyeri menurun (5) b. Berikan perawatan kulit pada 3. Untuk menghambat proses
2. Demam menurun (5) area edema inflamasi.
3. Kemerahan menurun (5) c. Cuci tangan sebelum dan 4. Salah satu dari 5 momen cuci
4. Bengkak menurun (5) sesudah kontak dengan pasien tangan untuk meminimalisir resiko
5. Kebersihan badan dan lingkungan pasien infeksi terkait prosedur kesehatan.
meningkat (5) d. Pertahankan teknik aseptik pada 5. Salah satu dari 6 SKP untuk
6. Kadar sel darah putih pasien beresiko tinggi meminimalisir resiko infeksi terkait
membaik (5) Edukasi prosedur kesehatan.
a. Jelaskan tanda dan gejala 6. KIE menambah pengetahuan dan
infeksi awareness dari keluarga dan
b. Ajarkan mencuci tangan denan mengurangi kecemasan pasien.
benar 7. cuci tangan untuk meminimalisir
c. Ajarkan cara pemeriksaan resiko infeksi.
kondisi luka 8. KIE menambah pengetahuan dan
d. Ajarkan cara meningkatkan awareness dari keluarga dan
asupan nutrisi dan cairan mengurangi kecemasan pasien.
2. Perawatan integritas kulit 9. Meningkatkan kesadaran pasien
3. Dukungan perawatan diri mengenai kecepatan penyembuhan
4. Pemberian obat topikal berasal dari kemampuan dan
pemenuhan kebutuhan nutrisinya
sendiri.
(PPNI, 2018)
2.4. Referensi
Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta :
Ar- Ruzz.
Arif Muttaqin (2011). Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada
Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.
Bakta, I.M. (2017). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Carpenitto, Lynda Juall. (2007). Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan, Edisi 10. Jakarta: EGC
Hoisington, Samuel. (2011). Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Latief, S.A., K.A. Suryadi, M.R. Dachlan (2010). Petunjuk Praktis
Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Keriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Rizall, Ahmad. (2014). Penatalaksanaan Orthopedi Tekini Untuk Dokter
Layanan Primer. Jakarta: Mitra Wacana Media
Lampiran
Trauma pada tulang Tekanan yang berulang (kompresi) Kelemahan tulang abnormal (ex.
(kecelakaan) osteoporosis)
Fraktur femur
Dekubitus G3 pd termoregulasi di
Stimulasi neurotransmitter
Hambatan mobilitas fisik hipotalamus
nyeri
Kerusakan integritas kulit
Perubahan permeabilitas
kapiler
Respon nyeri hebat & P↑ titik patok suhu tubuh (terjadi
akut mendadak)
BIODATA
Nama : Ny. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 67 th
Status Perkawinan : Cerai Meninggal
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Malang
No. Register : R2020xxx
Tanggal MRS : 15/03/2020
Tanggal Pengkajian : 17/03/2020
Diagnosa Medis : CF femur sepertiga distal (s)
B. Pola Eliminasi :
1. BAB : ± 1x / hari
2. BAK : ± 5x / hari
3. Kesulitan BAB/BAK: tidak ada
4. Upaya/Cara mengatasi masalah tersebut : Tidak ada
DATA PSIKOSOSIAL
A. Pola Komunikasi: Pasien kooperatif dan tidak ada masalah dalam berkomunikasi.
B. Orang terdekat dengan klien : Anak, menantu dan cucu.
C. Rekreasi
Hobby: Merawat tanaman.
Penggunaan waktu senggang: Berkumpul bersama dengan keluarga.
D. Dampak dirawat di Rumah Sakit :
Pasien mengatakan merasa tidak berdaya dan merepotkan anak-anaknya.
E. Hubungan dengan orang lain/Interaksi sosial :
Pasien mengatakan hubungan dengan orang lain baik-baik saja.
F. Keluarga yang dihubungi bila diperlukan :
Anak dan menantunya.
DATA SPIRITUAL
A. Ketaatan Beribadah : Pasien beribadah sholat lima waktu.
B. Keyakinan terhadap sehat/sakit : Pasien mengatakan sakit adalah cobaan dari Allah agar
lebih berhati-hati dan memohon perlindungan dari-Nya.
C. Keyakinan terhadap penyembuhan: Pasien mengatakan percaya kepada petigas kesehatan
dan kepada Allah bahwa dirinya bisa sembuh dan
kembali berkumpul dengan keluarganya di rumah.
PEMERIKSAAN FISIK :
A. Kesan Umum / Keadaan Umum:
Keadaan umum cukup, pasien terbaring di tempat tidur dan kesulitan untuk bergerak,
GCS: E4, V5, M6 (Compos mentis)
B. Tanda-tanda Vital
Suhu Tubuh : 36,0 0C N : 88 kali/menit GDA : 118 mg/dL
Tekanan darah: 130/60 mmHg RR : 20 kali/menit SpO2 : 99%
Tinggi badan : 160 cm Berat Badan : 56 kg Status Gizi : Baik
D. Pemeriksaan Integumen :
1. Kebersihan : bersih
2. Kehangatan : hangat dengan suhu 36.0oC
3. Warna : anemis (-), ikterik (-), merah (-), lebam pada lutut kiri
4. Turgor : baik, elastis
5. Tekstur : baik, kenyal
6. Kelembapan : lembab
7. Kelainan pada kulit : lebam dan bengkak pada lutut kiri
G. Pemeriksaan Abdomen
1. Inspeksi
- Bentuk Abdomen : simetris, rata
- Benjolan/massa : tidak teraba massa/benjolan
2. Auskultasi
- Peristaltik Usus : 10x/menit
- Bunyi jantung anak: tidak ada
3. Palpasi
- Tanda nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan pada semua regio abdomen
- Benjolan /massa : tidak teraba benjolan atau masa
- Tanda-tnda Ascites: tidak ada
- Hepar : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba besar
- Lien : tidak ada nyeri tekan
- Titik Mc. Burne : tidak ada nyeri tekan
4. Pekusi
- Suara Abdomen : thimpani
- Pmeriksaan Ascites: tidak ada pekak alih
H. Pemeriksaan Kelamin dan Daerah Genetalia Sekitarnya:
1. Genetalia
a. Rambut pubis : baik
b. Meatus Urethra : tidak ada striktur uretra atau obstruksi
c. Kelainan-kelainan pada Genetalia Eksterna dan Daerah Inguinal: tidak ada
2. Anus dan Perineum
a. Lubang Anus: tidak ada lesi, tidak ada polip, tidak ada hemoroid
b. Kelainan-kelainan pada anus: tidak ada
c. Perineum: baik, tidak ada lesi
J. Pemeriksaan Neorologi
1. Tingkat kesadaran: Compos mentis / GCS: E4 V5 M6 = 15
2. Tanda-tanda rangsangan Otak (Meningeal Sign) :
- Kernig sign negative
- Brudzinski negative
- kaku kuduk negative
3. Fungsi Motorik: Fungsi motoric kasar dan halus normal
4. Fungsi Sensorik: Fungsi sensrik normal
5. Refleks:
a. Refleks Fisiologis : normal pada refleks superfisial dan refleks dalam
b. Refleks Patologis : tidak ada refleks patologis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Diagnosa Medis : Close fraktur femur sepertiga distal sinistra
B. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Medis:
1. Laboratorium:
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 13,2 P : 11-16 g/dL
Leukoist 9.400 4.000 – 11.000 /Cmm
Trombosit 169.000 150.000 - 450.000 / Cmm
Eritrosit 4.670.000 P : 300.000 – 600.000/Cmm
Creatinin 0,8 P : < 1,2 mg/dL
BUN 8 < 23,4 mg/dL
Ureum 18 < 45.0 mg/Dl
PCV 27,2 P : 35-47 %
MCV 89,7 80-97 fL
MCH 30,3 27-31pg
MCHC 33,8 32-36%
HbsAg (Strip test) NON REAKTIF NON REAKTIF
Anti HCV (Strip test) NON REAKTIF NON REAKTIF
2. Rontgen:
X-Ray patela: CF Femure 1/3 distal (S)
3. ECG: Sinus rhytm
4. USG: Tidak ada
5. Lain - lain: Tidak ada
Terapi:
IVFD NaCl 0,9%
Inj. Ketorolac 30 mg
Mahasiswa,
(Muh. Ikhwan)
NIM. P17 2121 95 021
ANALISA DATA
Masalah Masalah
Nomor
No. Diagnosa Keperawatan Ditemukan Teratasi
Diagnosa
Tgl Paraf Tgl Paraf
Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
17 19
(trauma jatuh) dd. mengeluh nyeri,
1. D.0077 Maret Maret
tampak meringis, dan bersikap
2020 2020
protektif.
Gangguan integritas jaringan b.d
17 19
faktor mekanis (penekanan akibat
2. D.0129 Maret Maret
fraktur) d.d nyeri dan bengkak pada
2020 2020
lutut
17 19
Resiko infeksi d.d efek prosedur
3. D.0142 Maret Maret
infasif.
2020 2020
17 Maret Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (trauma jatuh) dd. mengeluh
1.
2020 nyeri, tampak meringis, dan bersikap protektif.
17 Maret Gangguan integritas jaringan b.d faktor mekanis (penekanan
2.
2020 akibat fraktur) d.d nyeri dan bengkak pada lutut
17 Maret
3. Resiko infeksi d.d efek prosedur infasif.
2020
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
HARI KEDUA
Tgl / No. Dx
Jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TTD
Jam Kep
Rabu, D.0077 Observasi 1. Nyeri tajam seperti ditusuk-tusuk berada di
18 11.20 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, lutut kiri dengan Skala 8, nyeri terus menerus.
Maret frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri, Pasien terlihat meringis dan memegangi
2020 respon nyeri non verbal lututnya.
11.26 2. Memonitor efek samping obat-obatan. 2. Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat.
Terapeutik 3. Pasien mengikuti arahan perawat dalam terapi
11.26 3. Memberikan teknik nonfarmakoloogis berupa nonfarmaklologis
relaksasi nafas dalam, kompres dingin, dan terapi 4. Pasien kooperatif dan merasa nyaman dengan
dzikir kahfi untuk mengurangi rasa nyeri. kondisi ruangan.
11.28 4. Memfasilitasi istirahat dan tidur dengan 5. Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan
melancarkan fentiliasi ruangan, menutup sketsel skala 6.
dan relaksasi mendengarkan murottal Al-Qur’an. 6. Pasien kooperatif dan mengikuti arahan
12.13 5. Mengkontrol situasi yang memperberat rasa nyeri perawat.
Edukasi 7. Pasien kooperatif.
12.15 6. Mengajarkan cara memonitor nyeri secara 8. Pasien menerima pengobatan dengan baik, dan
mandiri. obat tersampaikan dengan prinsip 12 benar.
Kolaborasi
12.45 7. Berolaborasi pemberian analgetik inj. Ketorolac
3x30mg
Rabu, D.0129 Observasi 1. Luka post operasi ORIF pada sepertiga lutut
18 11.15 1. Memonitor karakteristik luka bawah kiri, panjang luka ±15 cm, terpasang
Maret 11.16 2. Memonitor tanda-tanda infeksi darin.
2020 Terapeutik 2. Terdapat bengkak, nyeri skala 8, teraba hangat,
11.20 3. Melakukan perawatan luka post operasi tidak tidak ada puss.
dilakukan (pasien rencana KRS Jika kondisi 3. Tindakan tidak dilakukan
membaik) 4. Pasien kooperatif dan mengikuti anjuran
Edukasi perawaat.
11.20 4. Menganjurkan untuk pembatasan gerak pada area 5. Pasien kooperatif dan mengikuti anjuran
luka perawaat.
12.13 5. Menganjurkan mengkonsumsi makanan tinggi 6. Pasien menerima pengobatan dengan baik, dan
kalori dan protein obat tersampaikan dengan prinsip 12 benar.
Kolaborasi
12.45 6. Berkolaborasi pemberian antibiotik kombinasi inj.
Sefazolin 3x1g dan inj. Gentamicin 2x80 mg
Rabu, D.0142 Observasi 1. Terdapat bengkak, nyeri skala 8, teraba hangat,
18 11.15 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan tidak ada pus, tidak kemerahan.
Maret sistemik 2. Keluarga mengerti akan penjelasan perawat dan
2020 Terapeutik membatasi jumlah kunjungan.
11.16 2. Membatasi jumlah pengunjung 3. Tindakan tidak dilakukan
11.20 3. Memberikan perawatan luka tidak dilakukan 4. Tindakan cuci tangan 6 langkah menggunakan
(pasien rencana KRS Jika kondisi membaik) handrub sudah dilakukan.
11.20 4. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak 5. Tindakan aseptic sesuai prosedur sudah
dengan pasien dan lingkungan pasien dilaksanakan.
5. Mempertahankan teknik aseptik pada pasien 6. Pasien dan keluarga kooperatif dan memahami
12.13 beresiko tinggi tanda dan gejala infeksi
Edukasi 7. Pasien dan keluarga kooperatif dan memahami
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi cara mencuci tangan denan benar
12.15 7. Mengajarkan mencuci tangan denan benar 8. Pasien dan keluarga kooperatif dan memahami
12.30 8. Mengajarkan cara pemeriksaan kondisi luka cara pemeriksaan kondisi luka
12.40 9. Mengajarkan cara meningkatkan asupan nutrisi 9. Pasien dan keluarga kooperatif dan memahami
12.55 dan cairan cara meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
HARI KETIGA
Tgl / No. Dx
Jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TTD
Jam Kep
Kamis, D.0077 Observasi 1. Nyeri tajam seperti ditusuk-tusuk berada di
19 09.00 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, lutut kiri dengan Skala 5, nyeri hilang timbul.
Maret frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri, Pasien terlihat meringis dan memegangi
2020 respon nyeri non verbal lututnya.
09.16 2. Memonitor efek samping obat-obatan. 2. Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat.
Terapeutik 3. Pasien kooperatif dan mengikuti arahan
09.26 3. Memberikan teknik nonfarmakoloogis berupa perawat dalam terapi nonfarmaklologis
relaksasi nafas dalam, kompres dingin, dan terapi 4. Pasien kooperatif dan merasa nyaman dengan
10.28 dzikir kahfi untuk mengurangi rasa nyeri. kondisi ruangan.
10.13 4. Memfasilitasi istirahat dan tidur dengan 5. Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan
melancarkan fentiliasi ruangan, menutup sketsel skala 7 dan lebih jarang timbul nyeri.
dan relaksasi mendengarkan murottal Al-Qur’an. 6. Pasien kooperatif dan mengikuti arahan
11.15 5. Mengkontrol situasi yang memperberat rasa nyeri perawat.
Edukasi 7. Pasien menerima pengobatan dengan baik, dan
11.15 6. Mengajarkan cara memonitor nyeri secara obat tersampaikan dengan prinsip 12 benar.
mandiri.
Kolaborasi
09.00 7. Berolaborasi pemberian analgetik inj. Ketorolac
3x30mg
Kamis, D.0129 Observasi 1. Luka post operasi ORIF pada sepertiga lutut
19 09.00 1. Memonitor karakteristik luka bawah kiri, panjang luka ±15 cm, terpasang
Maret 09.16 2. Memonitor tanda-tanda infeksi darin.
2020 Terapeutik 2. Terdapat bengkak, nyeri skala 5, teraba hangat,
09.26 3. Melakukan perawatan luka post operasi tidak tidak ada puss.
dilakukan (pasien rencana KRS Jika kondisi 3. Tindakan tidak dilakukan
membaik) 4. Pasien kooperatif dan mengikuti anjuran
Edukasi perawaat.
10.28 4. Menganjurkan untuk pembatasan gerak pada area 5. Pasien kooperatif dan mengikuti anjuran
luka perawaat.
10.13 5. Menganjurkan mengkonsumsi makanan tinggi 6. Pasien menerima pengobatan dengan baik, dan
kalori dan protein obat tersampaikan dengan prinsip 12 benar.
Kolaborasi
09.00 6. Berkolaborasi pemberian antibiotik kombinasi inj.
Sefazolin 3x1g dan inj. Gentamicin 2x80 mg
Kamis, D.0142 Observasi 1. Terdapat bengkak, nyeri skala 5, teraba hangat,
19 09.00 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan tidak ada pus, tidak kemerahan.
Maret sistemik 2. Keluarga mengerti akan penjelasan perawat dan
2020 Terapeutik membatasi jumlah kunjungan.
09.16 2. Membatasi jumlah pengunjung 3. Tindakan tidak dilakukan
09.26 3. Memberikan perawatan luka tidak dilakukan 4. Tindakan cuci tangan 6 langkah menggunakan
(pasien rencana KRS Jika kondisi membaik) handrub sudah dilakukan.
10.28 4. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak 5. Tindakan aseptic sesuai prosedur sudah
dengan pasien dan lingkungan pasien dilaksanakan.
10.13 5. Mempertahankan teknik aseptik pada pasien 6. Pasien kooperatif dan memahami tanda dan
beresiko tinggi gejala infeksi
7. Pasien kooperatif dan memahami cara mencuci
Edukasi tangan denan benar
11.15 6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi 8. Pasien kooperatif dan memahami cara
11.15 7. Mengajarkan mencuci tangan denan benar pemeriksaan kondisi luka
11.15 8. Mengajarkan cara pemeriksaan kondisi luka 9. Pasien kooperatif dan memahami cara
12.45 9. Mengajarkan cara meningkatkan asupan nutrisi meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
dan cairan
EVALUASI KEPERAWATAN
No. Dx Tanggal 17 Maret 2020 Tanggal 18 Maret 2020 Tanggal 19 Maret 2020
D.0077 S: Pasien mengatakan nyeri pada lutut kiri S: Pasien mengatakan nyeri pada lutut kiri S: Pasien mengatakan nyeri pada lutut kiri
berkurang berkurang berkurang
P: Pasca terjatuh di tangga P: Pasca operasi ORIF P: Pasca operasi ORIF
Q: Nyeri tajam Q: Nyeri tajam Q: Nyeri tajam
R: Lutut kiri R: Lutut kiri R: Lutut kiri
S: Skala 7 S: Skala 6 S: Skala 5
T: Hilang timbul T: Terus menerus T: Hilang timbul
O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos
mentis mentis mentis
TTV: TD: 130/70 mmHg TTV: TD: 140/80 mmHg TTV: TD: 140/70 mmHg
N: 88 x/menit N: 89 x/menit N: 88 x/menit
S: 36,2 0C S: 36,6 0C S: 36,5 0C
RR: 20 x/menit RR: 22 x/menit RR: 18 x/menit
SpO2: 99% SpO2: 98% SpO2: 98%
- Terdapat bidai pada kaki kiri - Terdapat luka post operasi ORIF di - Terdapat luka post operasi ORIF di
- Pasieen kooperatif dalam terapi sepertiga paha kiri sepertiga paha kiri
nonfarmakologis - Terpasang drain - Terpasang drain
- Pasien tampak tenang dan mengusap - Pasien meringis dan bersikap protektif - Pasien tampak tenang, bersikap
lututnya dan tetap bersikap protektif terhadap lututnya protektif terhadap lututnya
terhadap lututnya A: Masalah teratasi sebagian A: Masalah teratasi sebagian
A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan Intervensi P: Lanjutkan Intervensi
P: Lanjutkan Intervensi - Inj. Ketorolac 3x30mg - Inj. Ketorolac 3x30mg
- Rencana ORIF 7/4/2020 Shif 1 - Rencana KRS menunggu perbaikan
- Inj. Ketorolac 3x30mg kondisi
D.0129 S: Pasien mengatakan Pasien mengatakan S: Pasien mengatakan telah menjalani S: Pasien mengatakan luka masih terasa
bengkak pada lutut kiri operasi pemasangan plat, dan kaki terasa nyeri.
O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos berat O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos
mentis O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos mentis
TTV: TD: 130/70 mmHg mentis TTV: TD: 140/70 mmHg
N: 88 x/menit TTV: TD: 140/80 mmHg N: 89 x/menit
S: 36,2 0C N: 89 x/menit S: 36,6 0C
RR: 20 x/menit S: 36,6 0C RR: 22 x/menit
SpO2: 99% RR: 22 x/menit SpO2: 98%
- Terdapat bidai pada kaki kiri SpO2: 98% - Terdapat luka post operasi ORIF di
- Pasieen kooperatif dalam terapi - Terdapat luka post operasi ORIF di sepertiga paha kiri
nonfarmakologis sepertiga paha kiri - Terpasang drain
- Pasien tampak tenang dan mengusap - Terpasang drain - Pasien meringis dan bersikap protektif
lututnya dan tetap bersikap protektif - Pasien meringis dan bersikap protektif terhadap lututnya
terhadap lututnya terhadap lututnya A: Masalah teratasi sebagian
- Terdapat bengkak dan jejas pada sisi A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan Intervensi
bagian dalam lutut kiri P: Lanjutkan Intervensi - Inj. Sefazolin 3x1g
A: Masalah teratasi sebagian - Inj. Gentamicin 2x80 mg
- Inj. Sefazolin 3x1g
P: Lanjutkan Intervensi - Inj. Gentamicin 2x80 mg - Rencana KRS menunggu perbaikan
- Inj. Sefazolin 3x1g kondisi
- Inj. Gentamicin 2x80 mg
- Rencana ORIF 7/4/2020 Shif 1
D.0142 ----------- S: Pasien mengatakan telah menjalani S: Pasien mengatakan telah menjalani
masalah ditemukan pada hari ke 2 operasi pemasangan plat dan masih terasa operasi pemasangan plat dan masih terasa
perawatan nyeri. nyeri.
----------- P: Pasca operasi ORIF P: Pasca operasi ORIF
Q: Nyeri tajam Q: Nyeri tajam
R: Lutut kiri R: Lutut kiri
S: Skala 8 S: Skala 8
T: Hilang timbul T: Hilang timbul
O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos O: K/u Cukup GCS: E.4 V.5 M.6 Compos
mentis
TTV: TD: 140/80 mmHg mentis
N: 89 x/menit TTV: TD: 140/80 mmHg
S: 36,6 0C N: 89 x/menit
RR: 22 x/menit S: 36,6 0C
SpO2: 98% RR: 22 x/menit
- Terdapat luka post operasi ORIF di SpO2: 98%
sepertiga paha kiri - Terdapat luka post operasi ORIF di
- Terpasang drain sepertiga paha kiri
- Pasien meringis dan bersikap protektif - Terpasang drain
terhadap lututnya - Pasien meringis dan bersikap protektif
- Panjang luka ± 15 cm terhadap lututnya
- Merah (-) - Panjang luka ± 15 cm
- Hangat (-) - Merah (-)
- Bengkak (+) - Hangat (+)
- Puss (-) - Bengkak (+)
A: Masalah teratasi sebagian - Puss (-)
P: Lanjutkan Intervensi A: Masalah teratasi sebagian
- Inj. Sefazolin 3x1g P: Lanjutkan Intervensi
- Inj. Gentamicin 2x80 mg - Inj. Sefazolin 3x1g
- Inj. Ketorolac 3x30mg - Inj. Gentamicin 2x80 mg
- Inj. Ketorolac 3x30mg