Anda di halaman 1dari 21

SEMINAR AKHIR STASE

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDA

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN Nn.S DENGAN KASUS POST OPERASI


APENDIKTOMI DI RUANG ASOKA RSUD Drs. H. ABU HANIFAH

Diajukan Oleh Kelompok 1:

IMANIA DWI SARI 23300054


IVANA MARDILA 23300060
MALASARI 23300031
M.VAIZUL RAHMAN 23300033
YUSYATI 23300034

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
INSTITUT CITRA INTERNASIONAL
2023

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN Nn.S DENGAN KASUS POST OPERASI


APENDIKTOMI DI RUANG ASOKA RSUD Drs. H. ABU HANIFA
A. Kosep Teoritis

1. Pengertian
Apendisitis yaitu peradangan pada usus buntu yang merupakan penyebab paling

umum dari sakit perut akut. Penyakit ini sering terjadi pada pria antara usia 10

sampai 30 tahun, meskipun dapat menyerang semua usia, baik pada pria maupun

wanita (Wedjo, 2019). Apendisitis yaitu suatu kondisi di mana usus buntu terinfeksi.

Kasus ringan dapat disembuhkan tanpa pengobatan, tetapi seringkali memerlukan

pengangkatan usus buntu yang terinfeksi dan laparotomi (Hidayat, 2020).

2. Etiologi

Etiologi dari appendisitis menurut (S. Bakhri, 2015) meliputi :

a. Hiperplasi jaringan limfoid.

Istilah medis hipertrofi jaringan limfoid dan hiperplasia limfatik umumnya

menyebabkan radang usus buntu pada anak-anak. Kondisi ini biasanya

diidentifikasi dengan pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium patologi.

Pembesaran jaringan limfoid akibat perubahan struktur dinding apendiks dapat

menyebabkan inflamasi. Perubahan ini umumnya terkait dengan penyakit

radang usus (IBD), infeksi saluran cerna maupun Chorn’s disease.

b. Fekalit.

Fekalit / timbunan tinja yang keras dan menjadi penyebab utama seseorang

dapat mengalami radang usus buntu. Keadaan statis / diam secara terus-

menerus menyebabkan banyak kuman berkambang biak. Ini menginduksi

peradangan di sekitar struktur dan sekum, menyebabkan gejala pada pasien.

Secara apendisitis akibat penutupan tinja sering terjadi pada anak-anak dan

orang tua. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang sangat sedikit

mengkonsumsi makanan yang mengandung serat atau membatasi aktivitas

fisik.

c. Tumor apendiks

Tumor langka ini terbentuk dibagian bawah saluran pencernaan yang dapat

menyebabkan peradangan pada usus buntu. Tumor lebih cenderung

menyebabkan peradangan yang mengganggu struktur sekum yang sedang

tumbuh.

d. Infeksi parasit.
Infeksi parasit seperti cacing gelang (Ascaris lumbricoides), amuba

(Entamoeba histolica), cacing benang (Strongiloides stercoralis), cacing kremi

(enterobiasis), dan Blastocystis hominis merupakan penyebab peradangan pada

usus buntu. Biasanya infeksi parasit ditularkan dari hewan maupun cara hidup

yang tidak sehat, seperti kurang menjaga kebersihan diri. Adanya infeksi

parasit menyebabkan perlukaan atau erosi di lapisan usus buntu, sehingga

peradangan dapat terjadi dengan mudah.

e. Makanan rendah serat

Seseorang yang mengkonsumsi sedikit makanan berserat akan mengalami feses

yang kering, keras dan kecil yang memerlukan kontraksi otot yang lebih besar

untuk mengeluarkannya sehingga menyebabkan konstipasi. Konstipasi

menyebabkan terjadinya obstruksi fekalit dalam usus sehingga meningkatkan

produksi mukus di saluran pencernaan. Peningkatan tekanan dinding appendiks

meningkatkan tekanan kapiler dan menyebabkan iskemia mukosa dan

translokasi bakteri menembus dinding appendiks menyebabkan terjadinya

inflamasi di appendiks yaitu appendisitis.

f. Konstipasi

Pengerasan tinja (konstipasi) dalam waktu lama, sangat mungkin ada

bagiannya yang terselip masuk ke saluran appendiks yang pada akhirnya akan

menjadi tempat bakteri bersarang dan berkembang biak, sebagai infeksi . Hal

ini akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan

fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.

Penyumbatan yang tetjadi pada lapisan usus buntu yang menyebabkan infeksi

diduga menjadi penyebab usus buntu. Bakteri yang berkembang biak dengan

cepat akhirnya menyebabkan appendiks menjadi meradang, bengkak, dan

penuh nanah. Bila tidak segera diobati usus buntu bisa pecah (Wedjo, 2019).

3. Patofisiologi

Apendisitis, dari peradangan hingga tusukan, terjadi dalam 24-36 jam setelah

timbulnya gejala, dan abses terbentuk 2-3 hari kemudian. Apendisitis dapat memiliki

beberapa penyebab, termasuk obstruksi tinja, batu empedu, tumor, atau cacing kremi

(Oxyurus vermicularis), tetapi biasanya karena obstruksi tinja dan peradangan


berikutnya. Pengamatan epidemiologis menunjukkan penyebab utama adanya

obstruksi tinja. Sekitar 30-40% anak dengan perforasi apendiks sedangkan 20% anak

dengan apendisitis akut. Kejadian apendisitis berhubungan dengan jumlah jaringan

limfoid hiperplastik. Disebabkan oleh reaksi limfatik lokal atau umum seperti infeksi

Yersinia, Salmonella, Shigella atau Entamoeba, Strongyloides, Enterobius

vermicularis, cairan tubuh dalam darah atau invasi sistemik parasit seperti shigella,

cacar air, cytomegalovirus, dll. Pasien dengan cystic fibrosis memiliki peningkatan

insiden apendisitis karena perubahan kelenjar mukosa. Tumor karsinoid memblokir

sekum, terutama jika tumor berada di sepertiga proksimal. Lebih dari 200 tahun,

benda asing seperti biji buah, biji sayuran, dan biji ceri telah dikaitkan dengan radang

usus buntu. Trauma, stres psikologis, genetika juga mempengaruhi perkembangan

radang usus buntu. Gejala awal yang dialami pasien biasanya gastrointestinal ringan

seperti nafsu makan berkurang, masalah pencernaan, dan konstipasi. Anoreksia

berperan penting dalam diagnosis apendisitis pada anak. Massa pelengkap dianggap

nyeri di daerah periartikular yang menyebabkan iritasi serabut saraf visceral. Rasa

sakit awalnya terlokalisasi di kesepuluh dalam, kulit kusam. Ketegangan menumpuk

dapat menyebabkan mual hingga muntah setelah rasa sakit. Jika terjadi mual atau

muntah sebelum rasa sakit, diagnosis lain dapat dipertimbangkan. Usus buntu yang

tersumbat merupakan tempat yang mudah bagi bakteri untuk berkembang biak.

Dengan peningkatan tekanan di saluran, aliran getah bening terganggu dan edema

parah. Akhirnya, peningkatan tekanan menyebabkan penutupan vena, iskemia

jaringan, infark, dan gangren. Bakteri kemudian menembus penghalang brute force

dan melepaskan mediator inflamasi ke dalam jaringan iskemik, diikuti oleh demam,

takikardia, dan leukositosis. Ketika eksudat inflamasi dari dinding apendiks

berkontak dengan dinding peritoneum, serabut saraf somatik teraktivasi, dan nyeri

lokal dirasakan di sekum, terutama pada titik McBurney. Nyeri hanya terjadi pada

bagian tanpa nyeri viseral sebelumnya. Apendiks panggul posterior panggul sering

tertunda pada nyeri tubuh karena eksudat inflamasi tidak mempengaruhi dinding

peritoneum sampai pecah dan infeksi menyebar. Nyeri di bagian belakang usus buntu

dapat terjadi di punggung bawah. Apendiks panggul di dekat ureter atau pembuluh

darah testis dapat menyebabkan sering buang air kecil, nyeri testis atau keduanya.
Pada radang usus buntu, peradangan pada ureter dan kandung kemih dapat

menyebabkan rasa sakit ketika buang air kecil yang menyebabkan rasa sakit seperti

retensi urin. Perforasi apendiks menyebabkan abses lokal atau peritonitis sistemik.

Proses ini tergantung pada tingkat perkembangan perforasi dan kemampuan pasien

untuk merespon perforasi. Tanda- tanda perforasi apendisitis meliputi

meningkatnya suhu tubuh di atas 38,6°C, leukositosis di atas 14.000, dan gejala

peritonitis pada pemeriksaan fisik.

Pasien tidak memperlihatkan perforasi dan gejala dapat bertahan lebih dari 48

jam tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berlangsung, semakin besar

risiko perforasi. Peritonitis difus sering terjadi pada bayi karena kurangnya jaringan

lemak. Anak-anak yang lebih besar dan remaja lebih mungkin mengembangkan

abses, yang dapat disebabkan oleh munculnya benjolan pada pemeriksaan fisik.

Sembelit jarang terjadi, tetapi ketegangan sering terjadi. Pada anak- anak, diare

jangka pendek sering diamati karena iritasi ileum terminal atau sekum. Adanya diare

bisa menjadi tanda abses panggul (Warsinggih, 2016).

5. Manifiestasi klinis

Apendisitis dapat mempengaruhi semua kelompok umur, tetapi sangat jarang pada

bayi dan anak kecil, apendisitis akut dapat berkembang dari waktu ke waktu,

membuat diagnosis apendisitis jauh lebih sulit dan terkadang tertunda. Nyeri yaitu

gejala pertama yang muncul. Seiring waktu, rasa sakit terlokalisasi di perut kanan

bawah. Rasa sakit meningkat seiring perkembangan penyakit. Perubahan letak

anatomis apendisitis dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-anak retro-

apendiks atau intra-panggul, nyeri di sekitar saluran empedu tidak muncul terlebih

dahulu dan nyeri dapat terjadi pada hipokondrium kanan. Unilateral, nyeri punggung,

dan nyeri testis terkait juga merupakan gejala umum pada anak-anak dengan

apendisitis panggul posterior. Jika radang usus buntu terjadi di dekat ureter atau

kandung kemih, gejalanya mungkin termasuk rasa sakit ketika buang air kecil atau

ketidaknyamanan dengan urin dan kandung kemih penuh. Anoreksia, mual dan

muntah ringan, dan diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan inflamasi ileum

terminal atau apendiks. Gejala gastrointestinal yang parah sebelum timbulnya nyeri

sering merupakan tanda diagnostik apendisitis. Meskipun demikian, keluhan GIT


(gastrointestinal trake) ringan seperti indigesti atau perubahan feses dapat terjadi

pada anak dengan appendisitis. Pada appendisitis tanpa koplikasi biasanya ringan,

jika suhu tubuh sudah diatas 38,6℃ menandakan terjadi pervorasi. Anak dengan

appendisitis, biasanya cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan lutut

diflexikan dan menghindari diri untuk bergerak. Anak yang mengeliat dan berteriak

jarang menderita appendisitis, kecuali pada anak dengan appendisitis, retrocekal,

nyeri seperti kolik renal akubat perangsangan ureter (Warsinggih, 2016).

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Diagnostik

1) Laboratorium

Ini termasuk hitung kelengkapan darah dan protein penghasil (CRP). Tes

darah menunjukkan jumlah sel darah putih 10.000- 18.000/mm3

leukositosis dan lebih dari 75% neutrofil, tetapi CRP menunjukkan

peningkatan jumlah serum.

2) Radiologi

Termasuk ultrasound (USG) dan komputer tomography scanning

(CTscan). Ultrasound menemukan bagian longitudinal dari apendiks

yang meradang, tetapi CT menunjukkan apendiks yang meradang dan

bagian apendiks yang melebar.

3) Pemeriksaan abdomen singkat

Pemeriksaan ini tidak menunjukkan tanda-tanda apendisitis yang jelas.

Namun, penting untuk membedakan penyakit apendisitis dari batu ureter

kanan atau obstruksi usus halus (Sulekale, 2016).

7. Komplikasi

Anak mempunyai dinding appendiks yang belum tebal, sekum pendek yang belum

berkembang dengan sempurna, sehingga terjadi perforasi, dan orang yang lebih tua

mengalami pengurangan pembuluh darah. Komplikasinya antara lain:

a. Abses

Abses yaitu peradangan pada usus buntu yang mengandung nanah. Massa

jaringan lunak dapat teraba di kuadran kanan bawah atau di panggul. Benjolan

ini awalnya selulit dan berkembang menjadi rongga berisi nanah. Ini terjadi
ketika apendisitis memiliki mikrofosil yang ditutupi dengan kelenjar getah

bening atau perikardium.

b. Perforasi

Usus buntu pecah berisi nanah yang memungkinkan bakteri menyebar dalam

perut. Perforasi akan jarang dalam rentang waktu 12 jam setelah timbulnya

nyeri, tetapi meningkat dengan cepat setelah 24jam.

c. Peritonitis

Peradangan peritoneum atau komplikasi berbahaya yang dapat terjadi.

Peritonitis sistemik ditimbulkan oleh infeksi luas pada permukaan peritoneum.

Peristaltik mengembangkan ileus paralitik dan berkurang sampai usus

meregang dan kehilangan elektrolit, menyebabkan dehidrasi, syok, gangguan

peredaran darah, dan pollakiuria (Sulekale, 2016).

8. Penatalaksnaan

Adapun pengobatan/penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk radang usus buntu

yaitu :

a. Terapi Konservatif

Terapi ini diterapkan untuk pasien yang tidak dapat menerima layanan bedah

berupa antibiotik. Mengkonsumsi antibiotik dapat membantu mencegah

infeksi.

b. Operasi

Sudah jelas telah terdeteksi apendisitis maka tindakan yang dilakukan yaitu

operasi pengangkatan apendiks. Operasi pengangkatan usus buntu disebut

appendikomi (Wedjo, 2019).

B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dalam proses keperawatan. Di sini, semua data

dikumpulkan secara sistematis untuk menentukan status kesehatan klien. Pengkajian

dilakukan secara holistik dengan memperhatikan aspek psikologis, biologis, spiritual

klien dan sosial. Tujuan pengkajian yaitu untuk mengumpulkan informasi dan
membuat data dasar dari klien. Metode utama yang tersedia untuk pengumpulan data

adalah observasi, wawancara, diagnosis dan pemeriksaan fisik (Wedjo, 2019).

a. Identitas klien.

Identitas melliputi nama, jenis kelamin, umur , agama, alamat, pendidikan dan

suku/bangsa

b. Keluhan yang utam pada anak-anak dengan appendisitis, biasanya disertai oleh

mual, demam ringan hilangnya nafsu makan serta muntah dan memiliki

keluhan nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah.

2. Pemeriksaan fisik

a. Kepela dan rambut

Kaji bentuk kepala, distribusi rambut dan integritas kulit kepala, kaji tentang

adanya fototerapi, terdapat lesi atau tidak, kaji adanya pusing, sakit kepala,

kehilangan kesadaran.

b. Telinga

Inspeksi telinga bentuk dan warna, palpasi telinga untuk mengetahui adanya

nyeri, bengkak, lesi.

c. Hidung

Inspeksi keadaan eksternal hidung, kaji tingkat kepatenan jalan napas, apakah

terpasang oksigen, terdapat lesi atau tidak.

d. Rongga mulut dan faring

Inspeksi rongga mulut, adakah lesi, stomatitis, gusi da gigi, observasi lidah dan

langit-langit, lakukan tes reflek batuk.

e. Leher

Inspeksi leher, adakah pembesaran kelenjar tiroid, palpasi nodus limfatik

(lokasi, bentuk, ukuran, pergerakan, kesimetrisan, karakteristik permukaan),

arteri karotis dan vena jugularis, palpasi trakea.

f. Dada

Jantung (Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi), paru-paru (inspeksi, palpasi,

perkusi, auskultasi)

g. Abdomen
Inspeksi (bentuk, warna), auskultasi (bising usu), perkusi, palpasi (adakah

nyeri tekan).

h. Genetalia

Kaji kebersihan daerah genital, adanya luka, tanda infeksi, bila terpasang

kateter kaji kebersihan kateter dan adanya tanda infeksi pada area pemasangan

kateter, adanya hemoroid.

i. Kulit

Bila terdapat luka maka kaji keadaan luka (kebersihan luka, adanya jahitan,

ukuran luka, adanya tanda infeksi pada luka, keadaan balutan luka pucat),

turgor kulit, adakah edema..

j. Kuku

Inspeksi ketebalan kuku, tekstur, warna, serta kondisi bagian lateral dan

proksimal, palpasi kuku

No SDKI JAM SLKI SIKI PAR


AF
1. Nyeri Akut(D.0077 ) Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri(I.08238)
Setelah dilakukan Observasi
intervensi keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
selama 3x24 jam karakteristik, durasi,
diharapkan tingkat nyeri frekuensi, kualitas,
menurun dengan intensitas nyeri
kerteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri 3. Identifikasi respons nyeri
menurun non verbal
- Meringis menurun Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberikan
analgetic
2. Risiko infeksi (D.0142) Tingkat infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539)

(L.14137) Observasi
1. Monitor tanda dan gejala
Setelah dilakukan
infeksi lokal dan sistemik
intervensi keperawatan
Terapeutik
selama 3x24 jam
1. Batasi jumlah
didapatkan tingkat
pengunjung
infeksi menurun,
2. Berikan perawatan kulit
dengan kriteria hasil :
pada area edema
1. Kebersihan tangan
3. Cuci tangan sebelum dan
meningkat
sesudah kontak dengan
2. Demam menurun
pasien dan lingkungan
3. Nyeri menurun
pasien
4. Pertahankan teknik
aseptik pada pasien berisiko
tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka
4. Ajarkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberikan
imunisasi, jika perlu
LAPORAN KASUS
Tanggal ketika a) masuk : b) Pengkajian pasien :
IDENTITAS
Pasien Penanggung jawab Pasien
Nama :Nn.S Tn. M
Umur : 24 Tahun 35 tahun
Pendidikan : S1 SMP
Status Pernikahan :- Menikah
Alamat : Simpang Perlang Simpang Perlang
Dx Medis : post operasi Apendiktomi

PENGKAJIAN
Alasan utama datang ke RS : Nyeri perut dibagian bawah perut sebelah kanan
Riwayat penyakit saat ini (PQRST) : Klien mengatakan nyeri dibagian luka operasi dibawah
perut sebelah kanan seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 7 nyeri terus menerus
Keluhan utama (saat pengkajian) : Nyeri post operasi apendiktomi
Riwayat kesehatan lalu : Tidak ada
Riwayat kesehatan keluarga : ibu pasien mengatakan didalam keluarga tidak ada yang
mempunyai penyakit menular.
PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan Umum : Ku : Sedang
Kesadaran : Composmentis
Ttv :
TD:100/80
RR:20x/menit
HR:101x/menit
T:37,0C
Sakit / nyeri : nyeri perut dibagian bawah perut skala 7
Status gizi :Normal (BB Ideal)
Sikap : Meringis
Personal hygine : kuku (bersih), rambut (bersih),kulit (bersih)
Masalah keperawatan : Nyeri Akut
2. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
a. Kepala
Finger print ditengah frontal terhidrasi. Kulit kepala bersih, tidak ada ketombe dan
tidak ada lesi. Penyebaran rambut merata berwarna hitam, rambut tidak mudah patah,
tidak bercabang, dan tidak ada kelainan
Tidak ada masalah keperawatan.
b. Mata
Kelopak mata atau palpebral tidak ada pembengkakan. Adanya reflek cahaya pada
pupil dan bentuk isokor kanan dan kiri, iris kanan kiri berwarna hitam, tidak ada
kelainan
Tidak ada masalah keperawatan
c. Hidung
Tidak ada pernafasan cuping hidung, lubang hidung bersih, tidak ada secret, tulang
hidung dan septum nasi tidak ada pembengkakan dan tidak ada polip,
Tidak ada masalah keperawatan
d. Mulut
Keadaan mukosa bibir lembab.
e. Leher
Pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembesarn kelenjar parotis

f. Jantung
Tidak ada nyeri dada, irama jantung regular,palpasi kuat, bunyi jantung S1 S2
tunggal CRT<2 detik, tidak ada sianosis.
g. Paru-paru
Tidak ada sesak nafas, batuk dan secret.Bentuk dada simetris, irama nafas teratur,
pola nafas normal, tidak ada pernafasan cuping hidung, otot bantu pernafasan, vocal
permitus dan ekspansi paru anterior dan posterior dada normal, perkusi sonor.
uskultasi suara nafas vesikuler
h. Ekstermitas
Pergerakan sendi bebas, tidak ada kelainan ekstremitas, tidak ada kelainan tulang belakang, terdapat
scar BCG, pemeriksaan Rumple Leed test + terdapat ptekie jumlah >20, kulit kemerahan, turgor kulit
baik.
Kekuatan otot : 5 5
5 5

3. Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal pemeriksaan : 20-12-2023 pukul 09.00 WIB
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Urin Lengkap
Urine lengkap Warnah : kuning Warnah : kuning
Tua muda
Kejernihan : keruh Kejernihan : jernih
Berat jenis : 1,030 Berat jenis : 1,030-
Bluod:negative 1,020
Lekosit :negative Bluod:negative
PH:6,0 Lekosit :negative
Prolei;(++) PH:5,0-8,0
Glukosa :Negatif Prolei;negatif
Urobion:Negatif Glukosa :Negatif
Keton:Negatif Urobion:Negatif
Sedimen Keton:Negatif
Sel lekosit :5-10 Sedimen
Sel entosit :1-2 Sel lekosit :0-5/lpb
Sel epitel : sedikit Sel entosit :0-5/lpb
Kristal :amorfurat( Sel epitel : sedikit
+) Kristal :amorfurat(ne
Lain-lain :Bakteri gatif)
(+)

Test kehamilan Negative

4. Terapi yang diberikan


Obat Dosis
omeprazole 1x4
Ketrolox 3x1
Cefitraxine 1x2
\
PENGKAJIAN MASALAH PSIKOSOSIO, BUDAYA DAN SPIRITUAL
Psikologis : perasaan klien setelah mengalami masalah ini adalah cemas dan takut
mengidap penyakit serius. Cara mengatasi perasaan tersebut dengan berdoa kepada
ALLAH SWT. Jika masalah ini sudah selesai klien ingin beraktivitas seperti biasanya
tetapi jika belum terselesaikan klien akan terus melakukan pengobatan. Klien berharap
semoga hanya penyakit biasa saja.
Sosial : aktivitas atau peran klien di masyarakat adalah sebagai warga . Tidak ada
kebiasaan lingkungan yang tidak disukai. Klien bersosialisasi dengan masyarakat.
Aktivitas sosial di lingkungan klien baik.
Budaya : budaya yang diikuti adalah budaya melayu yaitu seperti jika ada warga yang
meninggal dunia, klien beserta warga lain berkumpul membaca yasin bersama. Klien tidak
keberatan mengikuti budaya tersebut.
Spiritual : aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari adalah sholat 5 waktu. Sholat
berjamaah bersama keluarga dirumah.Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan adalah
membaca Al-quran setiap sore . Klien merasa sedih selama sakit tidak bisa sholat
berjamaah dirumah. Klien terus berdoa semoga Allah SWT segera memberinya
kesembuhan. Klien tetap bersyukur atas nikamat yang telah diberikan padanya.

ANALISA DATA
Nama Pasien : Nn.S Diagnosa Medis : post operasi Apendiktomi
Jenis Kelamin: Permpuan No.Med Record : 18.13.14
Kamar/Bed :Asoka Hari/Tanggal :
No Data Senjang Masalah Paraf
Keperawatan
1. Data Subjektif : Nyeri Akut
- Klien mengatakan nyeri dibagian luka operasi di
perut bawah sebelah kanan skala 7, nyeri terasa
seperti di tusuk, nyeri terus menerus.
Data objektif
- Klien tampak meringis
Tanda-tanda vital
TD:100/80
RR:20x/menit
HR:101x/menit
T:37,0C

2. Data Subjektif : Risiko infeksi


- Klien mengatakan nyeri di perut bawah sebelah (D.0142)
kanan dan terdapat luka post operasi apendik lebih
kurangnya 4 cm
Data Objektif
- Terdapat luka post operasi apendik
- Daerah luka post operasi lembab
- Luka operasi
Rubor (tidak ada)
Tumor (tidak ada)
Kalor (luka teraba hangat)
Dolot (tidak ada)
Fungsiolaesa (tidak ada)
- luka tertutup perbal
Tanda-tanda vital
TD:100/80
RR:20x/menit
HR:101x/menit
T:37,0C

MASALAH KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik.
2. Risko infeksi b.d efek prosedur invasif
DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS MASALAH)
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d Klien mengatakan nyeri pada perut bawah
sebelah kanan skala 7 nyeri terasa seperti di tusuk, nyeri terus menerus.
2. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif d.d Klien mengatakan nyeri di perut bawah
sebelah kanan dan terdapat luka post operasi apendik lebih kurangnya 4 cm.
NURSING PLANNING
Nama Pasien : Nn.S Diagnosa Medis : post operasi apendiktomi
Jenis Kelamin : Perempuan Hari/Tanggal :
Kamar/Bed : Asoka Shift : pagi
NO SDKI Jam SLKI SIKI Paraf
1. Nyeri Akut(D.0077 ) 08:30 Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Observasi
Nyeri akut b.d agen pencedera fisik 3x24 jam diharapkan tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
d.d Klien mengatakan nyeri padaa dengan kerteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
bagian luka operasi di perut bawah - Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
sebelah kanan skala 7 nyeri terasa - Meringis menurun 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
seperti di tusuk, nyeri terus menerus Terapeutik
Data objektif 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
- Klien tampak meringis mengurangi rasa nyeri
Tanda-tanda vital 2. Fasilitasi istirahat dan tidur
TD:100/80 Edukasi
RR:20x/menit 1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
HR:101x/menit 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
T:37,0C 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberikan analgetic
2. Risiko infeksi 08:30 Tingkat infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)
(D.0142) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Observasi
Risiko infeksi b.d efek prosedur 3x24 jam didapatkan tingkat infeksi menurun, 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
invasif d.d Klien mengatakan nyeri dengan kriteria hasil : sistemik
dibagian luka di perut bawah sebelah 1. Kebersihan tangan meningkat Terapeutik
kanan dan terdapat luka post operasi 2. Demam menurun 1. Batasi jumlah pengunjung
apendik lebih kurangnya 4 cm. 3. Nyeri menurun 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
Data Objektif dengan pasien dan lingkungan pasien
- Terdapat luka post operasi apendik 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
- Daerah luka post operasi lembab berisiko tinggi
- Luka operasi Edukasi
Rubor (tidak ada) 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Tumor (tidak ada) 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Kalor (luka teraba hangat) 3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Dolot (tidak ada) 4. Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi dan
Fungsiolaesa (tidak ada) cairan
- luka tertutup perbal Kolaborasi
Tanda-tanda vital 1. Kolaborasi pemberikan imunisasi, jika perlu
TD:100/80
RR:20x/menit
HR:101x/menit
T:37,0C
IMPLEMENTASI
Nama Pasien : Nn.S Diagnosa Medis : post operasi apendiktomi
Jenis Kelamin : Perempuan Hari/Tanggal :
Kamar/Bed : Asoka Shift : pagi
No SDKI Jam Implementasi Evaluasi Paraf
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d Klien 09:00 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S: klien mengatakan nyeri di
mengatakan nyeri pada perut bawah sebelah kanan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri daerah operasi berkurang dengan
skala 7 nyeri terasa seperti di tusuk, nyeri terus (lokasi di daerah operasi, nyeri tertusuk- skala 5, nyeri masih terasa
menerus tusuk, durasi terus menerus) tertusuk-tusuk, nyeri hilang
2. Mengidentifikasi skala nyeri (skala 7) timbul.
3. Mengidentifikasi respons nyeri non verbal O:
(wajah meringis kesakitan) - Meringis berkurang,
4. Menjelaskan penyebab, periode dan - TD: 110/80 mmHg
pemicu nyeri (pasien & keluarga - N: 100x/menit
kooperatif) - RR: 20 x/menit.
5. Menjelaskan strategi meredakan nyeri A: Masalah nyeri akut belum
(Teknik napas dalam & mendengarkan teratasi
musik) 6. Memberikan teknik P: Intervensi manajemen nyeri
nonfarmakologis (Teknik relaksasi napas dilanjutkan
dalam) - Identifikasi lokasi,
6. Berkolaborasi pemberikan analgetik Inj. karakteristik, durasi, frekuensi,
Keterolac 3x1 amp post operasi kualitas, dan intensitas nyeri
apendiktomi - Identifikasi skala nyeri
7. Memfasilitasi istirahat dan tidur - Identifikasi respon nyeri non
verbal
- Memberikan teknik
nonfarmakologis
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Kolaborasi pemberian
analgetik
2. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif d.d Klien 09:30 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal S:-
mengatakan nyeri di perut bawah sebelah kanan dan dan sistemik (tidak ada tanda infeksi) O: - Luka kering - Sekitar luka
terdapat luka post operasi apendik lebih kurangnya 4 2. Membatasi jumlah pengunjung (keluarga tidak ada kemerahan
cm. kooperatif) A: Masalah risiko infeksi tidak
3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah muncul
kontak dengan pasien dan lingkungan P: Intervensi pencegahan infeksi
pasien dilanjutkan
4. Mempertahankan teknik aseptik pada - Monitor tanda dan gejala infeksi
pasien lokal dan sistemik
5. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi - Cuci tangan sebelum dan
(keluarga memahami) sesudah kontak dengan pasien
6. Mengajarkan cara mencuci tangan dan lingkungan pasien
dengan benar (keluarga memahami) - Mempertahankan teknik aseptik
7. Mengajarkan meningkatkan asupan pada pasien
nutrisi dan cairan (makanan tinggi - Berkolaborasi pemberikan
protein seperti telur & ikan gabus) antibiotic
IMPLEMENTASI
Nama Pasien : Nn.S Diagnosa Medis : post operasi apendiktomi
Jenis Kelamin : Perempuan Hari/Tanggal :
Kamar/Bed : Asoka Shift : Sore
No SDKI Jam Implementasi Evaluasi Paraf
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d Klien 14.00 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S: klien mengatakan nyeri di
mengatakan nyeri pada perut bawah sebelah kanan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas daerah operasi berkurang dengan
skala 7 nyeri terasa seperti di tusuk, nyeri terus nyeri (lokasi di daerah operasi, nyeri skala 3 , nyeri masih terasa
menerus tertusuk-tusuk, durasi datang timbul) tertusuk-tusuk, nyeri hilang
2. Mengidentifikasi skala nyeri (skala 5) timbul.
3. Mengidentifikasi respons neri non O:
verbal (wajah meringis kesakitan) - Meringis berkurang,
4. Menjelaskan penyebab, periode dan - TD: 110/80 mmHg
pemicu nyeri (pasien & keluarga - N: 80 x/menit
kooperatif) - RR: 20 x/menit.
5. Menjelaskan strategi meredakan nyeri A: Masalah nyeri akut teratasi
(Teknik napas dalam & mendengarkan sebagaian
musik) P: Intervensi manajemen nyeri
6. Memberikan teknik nonfarmakologis dilanjutkan
(Teknik relaksasi napas dalam) - Identifikasi lokasi,
7. Berkolaborasi pemberikan analgetik Inj. karakteristik, durasi, frekuensi,
Keterolac 3x1 amp post operasi kualitas, dan intensitas nyeri
apendiktomi - Identifikasi skala nyeri
8. Memfasilitasi istirahat dan tidur - Identifikasi respon nyeri non
verbal
- Memberikan teknik
nonfarmakologis
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Kolaborasi pemberian
analgetik

2. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif d.d Klien 14.30 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal S:-
mengatakan nyeri di perut bawah sebelah kanan dan dan sistemik O: - Luka kering - Sekitar luka
terdapat luka post operasi apendik lebih kurangnya 4 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah tidak ada kemerahan
cm. kontak dengan pasien dan lingkungan A: Masalah risiko infeksi tidak
pasien muncul
3. Mempertahankan teknik aseptik pada P: Intervensi pencegahan infeksi
pasien dilanjutkan
4. Berkolaborasi pemberikan antibiotik. - Monitor tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik
- Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
- Mempertahankan teknik
aseptik pada pasien
IMPLEMENTASI
Nama Pasien : Nn.S Diagnosa Medis : post operasi apendiktomi
Jenis Kelamin : Perempuan Hari/Tanggal :
Kamar/Bed : Asoka Shift : Sore
No SDKI Jam Implementasi Evaluasi Paraf
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d Klien 14.00 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S: klien mengatakan nyeri di
mengatakan nyeri pada perut bawah sebelah kanan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas daerah operasi sudah hilang
skala 7 nyeri terasa seperti di tusuk, nyeri terus nyeri (lokasi di daerah operasi, nyeri O:
menerus tertusuk-tusuk, durasi datang timbul) - TD: 120/80 mmHg
2. Mengidentifikasi skala nyeri (skala 5) - N: 90 x/menit
3. Mengidentifikasi respons neri non - RR: 20 x/menit.
verbal (wajah meringis kesakitan) A: Masalah nyeri akut teratasi
4. Menjelaskan penyebab, periode dan P: Intervensi manajemen nyeri
pemicu nyeri (pasien & keluarga dihentikan
kooperatif)
5. Menjelaskan strategi meredakan nyeri
(Teknik napas dalam & mendengarkan
musik)
6. Memberikan teknik nonfarmakologis
(Teknik relaksasi napas dalam)
7. Berkolaborasi pemberikan analgetik Inj.
Keterolac 3x1 amp post operasi
apendiktomi
Memfasilitasi istirahat dan tidur
2. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif d.d Klien 14.30 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal S:-
mengatakan nyeri di perut bawah sebelah kanan dan dan sistemik O: - Luka kering - Sekitar luka
terdapat luka post operasi apendik lebih kurangnya 4 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah tidak ada kemerahan
cm. kontak dengan pasien dan lingkungan A: Masalah risiko infeksi tidak
pasien muncul
3. Mempertahankan teknik aseptik pada P: Intervensi pencegahan infeksi
pasien dihentikan

Anda mungkin juga menyukai