1. ELFERA HERNIANSYAH
2. HANANTA ULINUHA AN NIZAR
3. ILHAM AZHAR WANARDI
4. INTAN LIYANA
5. TITI WARTIAH
6. TRI HANDAYANI PUJILESTARI
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGERTIAN
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis karena
struktur yang terpuntir. Apendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri
untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang, Khammash, Qasaimeh,
Shammari, Bani, dan Hammori, 2010). Apendiks disebut juga apendiks
vermiformis merupakan organ yang sempit dan berbentuk tabung yang
mempunyai otot serta terdapat jaringan limfoid pada dindingnya.
Letak apendiks sekitar satu inci (2,5 cm) di bawah junctura ileocaecalis
dan melekat pada permukaan posteromedial caecum. Apendiks terletak di
fossa iliaca dextra dan dalam hubungannya dengan dinding
anterior abdomen, pangkalnya terletak sepertiga ke atas di garis yang
menghubungkan spina iliaka anterior superior dan umbilikus. Apendiks
berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum.
Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks
cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi yang
biasa disebut apendisitis (Snell, 2014). Apendisitis merupakan
proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada apendiks
vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada lumen
apendiks (Fransisca, Gotra, dan Mahastuti, 2019). Jadi, apendisitis
merupakan proses inflamasi akibat sumbatan ataupun infeksi yang terjadi
di apendiks vermiformis.
B. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi
menghasilkan lender 1-2 mL per hari yang normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan lender dimuara apendiks
tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks. (Nurarif, Amin dan Hardhi
Kusuma,2015).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik, tetapi ada faktor
predisposisi yaitu :
a. Faktor tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena :
1).Hyperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
2).Adanya fekolit dalam lumen appendiks
3).Adanya benda asing seperti biji –bijian
4).Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.Coli dan Streptococcus
c. Laki - laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun.
Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limfoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk appendiks :
1) Appendiks yang terlalu panjang
2) Massa apendiktomi yang pendek
3) Penonjolan jaringan limfoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
C. GEJALA KLINIS
Apendisitis sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik
apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang ada muntah dan umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke
titik Mc. Burney dan nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat (Sjamsuhidayat &
de Jong, 2012). Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh
demam ringan, mual, dan hilangnya nafsu makan. Selain itu, nyeri tekan
lepas juga sering dijumpai pada klien dengan apendisitis. Nyeri dapat
dirasakan saat defekasi atau pun saat berkemih. Nyeri saat defekasi
menunjukkan bahwa ujung apendik berada di dekat rektum, sedangkan
nyeri saat berkemih menunjukkan bahwa letak ujung apendik dekat dengan
kandung kemih atau ureter (Smeltzer & Bare, 2012). Apendiks yang
terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala
dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-
ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya
(Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).
a. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilicus atau
periumbilikus.
b. Mual
c. Muntah
d. Anoreksia
e. Nafsu makan menurun.
f. Nyeri di perut kanan bawah
g. Demam diatas 37,5°C
h. Biasanya terdapat konstipasi atau diare
(Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma,2015).
D. PATOFISIOLOGI
Apendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas
dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan
pembentukkan abscess setelah 2-3 hari Appendicitis dapat terjadi karena
berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor,
atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering
disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan.
Hasil observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah
penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada ank dengan appendicitis akut dan 30-
40% pada anak dengan perforasi appendiks. Hiperplasia folikel limfoid
appendiks juga dapat menyababkan obstruksi lumen. Insidensi terjadinya
appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia.
Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya akibat
infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti
Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris.
Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik,
seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis
memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang
mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi
appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari
200 tahun, benda asaning seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan
dalam terjadinya appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter juga
mempengaruhi terjadinya appendicitis. Awalnya, pasien akan merasa gejala
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan
BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada
diagnosis appendicitis, khususnya pada anak-anak. Distensi appendiks
menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan dipersepsikan sebagai
nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam, tumpul,
berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah
menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual
muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain.
Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan
tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan,
infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks;
diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan
mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari
dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf
somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks,
khususnya di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan
bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal
atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak
mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran
infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau
pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah
testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau
keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada appendicitis dapat
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis
umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan
kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi
appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000,
dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala
sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa
perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan
risiko perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak
adanya jaringan lemak omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih
memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat diketahui dari adanya massa
pada pemeriksaan fisik. Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering
dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar,
akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan
adanya abscess pelvis.
Pelepasan
Ujung sarafprostlagandin
terputus Resiko infeksiintegritas
Kerusakan
jaringan
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
4. Data Objektif
a. Sebelum Operasi
1) Nyeri tekan di titik Mc. Berney
2) Spasme otot
3) Takhikardi, takipnea
4) Pucat, gelisah
5) Bising usus berkurang atau tidak ada
6) Demam 38 – 38,5°C
b. Sesudah Operasi
1) Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen
2) Terpasang infuse
3) Terdapat drain/pipa lambung
4) Bising usus berkurang
5) Selaput mukosa mulut kering
5. Pengkajian 14 Komponen
Fungsi Kesehatan
1) Fisiologis
a) Respirasi
Pada pasien apendisitis biasanya mengalami takipnea,
pernapasan dangkal.
b) Sirkulasi
Pada pasien apendisitis biasanya mengalami tanda dan gejala
seperti takikardia dan membran mukosa pucat.
c) Nutrisi dan Cairan
Pada pasien apendisitis biasanya mengalami tanda dan gejala
seperti berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang
ideal, kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun, membrane
mukosa pucat, serum albumin turun, merasa lemah, berat badan
turun tiba-tiba.
d) Eliminasi
Pada pasien apendisitis biasanya mengalami konstipasi pada
awitan awal, diare kadang-kadang.
e) Aktivitas dan istirahat
Pada pasien apendisitis biasanya mengalami tanda dan gejala
seperti mengeluh lelah, dispnea saat/setelah aktivitas, merasa
tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah dan mengalami
kelemahan, kelelahan dan malaise.
f) Neurosensory
Pada pasien apendisitis biasanya tidak terdapat masalah dalam
sistem neurosensory.
g) Reproduksi dan Seksualitas
Pada pasien apendisitis biasanya tidak mengalami masalah
gangguan reproduksi dan seksualitas.
2) Psikologis
a) Nyeri dan kenyamanan
Pada pasien apendisitis biasanya mengalami tanda dan gejala
seperti mengeluh nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut
kanan bawah atau di titik Mc. Berney, tampak meringis,
bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri),
gelisah, nafsu makan berubah, mengeluh tidak nyaman, gelisah,
mengeluh sulit tidur, tidak mampu rileks, mengeluh mual,
mengeluh lelah, tampak merintih/menangis, pola eliminasi
berubah, postur tubuh berubah.
b) Integritas Ego
Adapun tanda dan gejala pada pasien apendisitis biasanya
mengalami merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi, tampak gelisah,
tampak tegang, sulit tidur dan muka tampak pucat.
c) Pertumbuhan&perkembangan
Pada pasien apendisitis biasanya tidak mengalami gangguan
pertumbuhan&perkembangan.
3) Perilaku
a) Kebersihan diri
Adapun tanda dan gejala pada pasien apendisitis biasanya
mengalami menolak melakukan perawatan diri, tidak mampu
mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara
mandiri, minat melakukan perawatan diri kurang pasca operasi.
b) Penyuluhan dan Pembelajaran
Adapun tanda dan gejala pada pasien apendisitis biasanya
menanyakan masalah yang dihadapi, mengungkapkan tidak
memahami masalah kesehatan yang diderita.
4) Relasional
a) Interaksi Sosial
Pasien apendisitis biasanya tidak mengalami masalah dalam
interaksi social.
5) Lingkungan
a) Keamanan dan Proteksi
Pasien apendisitis biasanya mengalami suhu tubuh diatas nilai
normal, kulit terasa hangat, kulit ikterik, kerusakan integritas
jaringan dan/atau lapisan kulit, nyeri dan kemerahan serta
dilakukan pemberian prosedur invasive.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
b. Sirkulasi : Takikardia.
c. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
d. Aktivitas/istirahat : Malaise.
e. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
f. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus.
g. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.
Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam.
Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
h. Demam lebih dari 38oC.
i. Data psikologis klien nampak gelisah.
j. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
7. Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit : 10.000-18.000/mm3
b. Netrofil meningkat 75%
c. WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjadinya
perforasi (jumlah sel darah merah).
8. Data Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi : foto colon yang memungkinkan adanya fecalit pada
katup
b. Barium enema : apendiks terisi barium hanya sebagian
( Wijaya dan Putri,2013)
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Definisi diagnosa menurut SDKI “Diagnosa Keperawatan adalah
penilaian klinis, tentang individu, keluarga atau komunitas terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang actual dan potensial”.
Untuk perumusan masalah keperawatan berpedoman pada buku Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan SDKI, SLKI dan
SIKI. Dari kebutuhan dasar manusia terganggu dapat diketahui
kemungkinan diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada klien
dengan gangguan sistem gastrointestinal pada pasien dengan hepatitis
yaitu:
1. Nyeri akut b.d agens pencedera fisiologis (inflamasi atau peradangan
pada apendiks), agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d pasien
mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada,
posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur,
tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah,
proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri dan
diaforesis.
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan d.d berat badan
menurun minimal 10% di bawah rentang ideal, cepat kenyang setelah
makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun, bising usus
hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membrane
mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan,
diare.
3. Hipertermi b.d infeksi/proses penyakit pada apendiks d.d peningkatan
suhu tubuh (>37,5oC), kulit kemerahan, teraba panas.
4. Hypovolemia b.d berhubungan dengan kehilangan cairan aktif selama
operasi d.d frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun, hematokrit meningkat, merasa
lemah, mengeluh haus, pengisian vena menurun, status mental berubah,
suhu tubuh meningkat, konsentrasi urine meningkat, berat badan turun
tiba-tiba.
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh lelah, frekuensi jantung
meningkat>20% dari kondisi istirahat, tekanan darah berubah >20% dari
kondisi istirahat, gambaran ekg menunjukan aritmia saat/setelah
aktivitas, gambaran ekg menunjukan iskemia, sianosis.
6. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas, benda asing
dalam jalan napas, sekresi yang tertahan d.d batuk tidak efektif, tidak
mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering,
dispnea, gelisah, frekuensi nafas berubah dan pola nafas berubah.
7. Gangguan integritas kulit b.d factor mekanis d.d kerusakan jaringan
dan/atau lapisan kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma.
8. Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif dibuktikan dengan proses
infeksi, penurunan konsentrasi sirkulasi hemoglobin ke gastrointestinal,
disfungsi gastrointestinal.
9. Risiko infeksi dibuktikan dengan pemberian prosedur invasive.
10. Ansietas b.d kurang terpapar informasi d.d merasa bingung, merasa
khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi,
tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur dan muka tampak pucat.
11. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit, kurang pengendalian
situasional/lingkungan d.d mengeluh tidak nyaman, gelisah, mengeluh
sulit tidur, tidak mampu rileks, mengeluh kedinginan/kepanasan, merasa
gatal, mengeluh mual, mengeluh lelah, menunjukkan gejala distress,
tampak merintih/menangis, pola eliminasi berubah, postur tubuh
berubah, iritabilitas.
12. Risiko perdarahan dibuktikan dengan tindakan pembedahan.
13. Defisit perawatan diri b.d kelemahan d.d menolak melakukan perawatan
diri, tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias
secara mandiri, minat melakukan perawatan diri kurang.
14. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menanyakan
masalah yang dihadapi, menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran,
menunjukan persepsi yang keliru terhadap masalah, menjalani
pemeriksaan yang tidak tepat, menunjukan perilaku berlebihan (mis.
apatis, bermusuhan, agitasi, hysteria)
15. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif b.d kompleksitas sistem
pelayanan kesehatan, kompleksitas program perawatan d.d
mengungkapkan tidak memahami masalah kesehatan yang diderita,
mengungkapkan kesulitan menjalankan perawatan yang ditetapkan,
gejala penyakit anggota keluarga semakin memberat, aktivitas keluarga
untuk mengatasi masalah kesehatan tidak tepat, gagal melakukan
tindakan untuk mengurangi faktor risiko.
H. RENCANA KEPERAWATAN
Standar Luaran
Standar Intervensi
No. Diagnosis Keperawatan Keperawatan Indonesia
Keperawatan Indonesia (SIKI)
(SLKI)
1. Nyeri akut b.d agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama:
fisiologis (mis. inflamasi yaitu keperawatan selama .... x .... Manajemen Nyeri
pembengkakan hepar yang mengalami jam diharapkan Tingkat Observasi
inflamasi hati,iskemia, neoplasma), d.d Nyeri menurun dengan □ Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
pasien mengeluh nyeri, tampak kriteria hasil : kualitas , intensitas nyeri
meringis, bersikap protektif (mis. Tingkat nyeri : □ Identifikasi skala nyeri
waspada, posisi menghindari nyeri), □ Keluhan nyeri □ Identifikasi respons nyeri non verbal
gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit menurun (5) □ Identifikasi faktor yang memperberat nyeri dan
tidur, tekanan darah meningkat, pola □ Meringis menurun (5) memperingan nyeri
napas berubah, nafsu makan berubah, □ Sikap protektif □ Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
proses berpikir terganggu, menarik diri, menurun (5) □ Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
berfokus pada diri sendiri dan diaforesis. □ Gelisah menurun (5) □ Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
□ Kesulitan tidur □ Monitor keberhasilan terapi komplementer yan sudah
menurun (5) diberikan
□ Menarik diri menurun □ Monitor efek samping penggunaan analgetik
(5) Terapeutik
□ Berfokus pada diri □ Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
sendiri menurun (5) rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
□ Diaforesis menurun music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik
(5) imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
□ Perasan takut bermain)
mengalami cedera □ Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
berulang menurun (5) (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
□ Ketegangan otot □ Fasilitas istirahat dan tidur
menurun (5) □ Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
□ Frekuensi nadi pemilihan strategi meredakan nyeri
membaik (5) Edukasi
□ Pola napas membaik □ Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
(5) □ Jelaskan strategi meredakan nyeri
□ Tekanan darah □ Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
membaik (5) □ Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
□ Nafsu makan □ Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
membaik (5) rasa nyeri
□ Pola tidur membaik Kolaborasi
(5) □ Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Kontrol Nyeri Pemberian Analgesik
□ Melaporkan nyeri Observasi
terkontrol (5) □ Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus,
□ Kemampuan pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
mengenali onset nyeri □ Identifikasi riwayat alergi obat
(5) □ Identifikasi kesesuaian jenis analgesic (mis.
□ Kemampuan Narkotika, non narkotika, atau NSAID) dengan
mengenali penyebab tingkat keparahan nyeri
nyeri (5) □ Monitor tanda tanda vital sebelum dan sesudah
□ Kemampuan pemberian analgesik
menggunakan teknik □ Monitor efektifitas analgesik
non-farmakologis (5) Terapeutik
□ Dukungan orang □ Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk
terdekat (5) mencapai analgesia optimal, jika perlu
□ Keluhan nyeri (5) □ Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus
□ Penggunaan analgesic opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum
(5) □ Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
mengoptimalkan respon pasien
□ Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
□ Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
Intervensi Pendukung:
Edukasi Manajemen Nyeri
Observasi
□ Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
Terapeutik
□ Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
□ Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
□ Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
□ Jelaskan penyebab, periode, dan strategi meredakan
nyeri
□ Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
□ Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
□ Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Edukasi Teknik Napas
Observasi
□ Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
Terapeutik
□ Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
□ Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
□ Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
□ Jelaskan tujuan dan manfaat teknik napas
□ Jelaskan prosedur teknik napas
□ Anjurkan memposisikan tubuh senyaman mungkin
(mis. duduk, baring)
□ Anjurkan menutup mata dan berkonsentrasi penuh
□ Ajarkan melakukan inspirasi dengan menghirup udara
melalui hidung secara perlahan
□ Ajarkan melakukan ekspirasi dengan menghembuskan
udara mulut mencucu secara perlaha - Demonstrasikan
menarik napas selama 4 detik, menahan napas selama 2
detik menghembuskan napas selama 8 detik
Pemantauan Nyeri:
Observasi
□ Identifikasi faktor pencetus dan pereda nyeri
□ Monitor kualitas nyeri (mis. terasa tajam, tumpul,
diremas-remas, ditimpa beban berat)
□ Monitor lokasi dan penyebaran nyeri
□ Monitor intensitas nyeri dengan menggunakan skala
□ Monitor durasi dan frekuensi nyeri
Terapeutik
□ Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien
□ Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
□ Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan informasikan
hasil pemantauan, jika perlu
Pengaturan Posisi:
Observasi
□ Monitor status oksigenasi sebelum dan
sesudah mengubah posisi
□ Monitor alat traksi agar selalu tepat
Terapeutik
□ Tempatkan pada matras/tempat tidur terapeutik yang
tepat
□ Tempatkan pada posisi terapeutik
□ Tempatkan objek yang sering digunakan dalam
jangkauan
□ Tempatkan bel atau lampu panggilan dalam jangkauan
□ Sediakan matras yang kokoh/padat
□ Atur posisi tidur yang disukai, jika tidak kontraindikasi
□ Atur posisi untuk mengurangi sesak (mis, semi-fowler)
□ Atur posisi yang meningkatkan drainage
□ Posisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat
□ Imobilisasi dan topang bagian tubuh yang cedera
dengan tepat. .
□ Tinggikan bagian tubuh yang sakit dengan tepat
□ Tinggikan anggota gerak 20° atau lebih di atas level
jantung
□ Tinggikan tempat tidur bagian kepala
□ Berikan bantal yang tepat pada leher
□ Berikan topangan pada area edema (mis, bantal
dibawah lengan dan skrotum)
□ Posisikan untuk mempermudah ventilasi/perfusi (mis,
tengkurap/good lung down)
□ Motivasi melakukan rom aktif atau pasif
□ Motivasi terlibat dalam perubahan posisi, sesuai
kebutuhan
□ Hindari menempatkan pada posisi yang dapat
meningkatkan nyeri
□ Hindari menempatkan stump amputasi pada posisi
fleksi
□ Hindari posisi yang menimbulkan ketegangan pada
luka
□ Minimalkan gesekan dan tarikan saat mengubah posisi
- ubah posisi setiap 2 jam - ubah posisi dengan teknik
log roll
□ Pertahankan posisi dan integritas traksi
□ Jadwalkan secara tertulis untuk perubahan posisi
Edukasi
□ Informasikan saat akan dilakukan perubahan posisi ·
□ Ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan
mekanika tubuh yang baik selama
melakukan perubahan posisi
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum mengubah
posisi, jika perlu
Terapi Relaksasi
Observasi
□ Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi atau gejala lain yang
mengganggu kemampuan kognitif
□ Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
digunakan
□ Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
□ Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan sesudah latihan
□ Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
□ Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan suhu ruangan
nyaman, jika memungkinkan
□ Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
□ Gunakan pakaian longgar
□ Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan
berirama
□ Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
sesuai
Edukasi
□ Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis, music, meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
□ Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
□ Anjurkan mengambil posisi nyaman
□ Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
□ Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang
dipilih
□ Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis, napas
dalam, peregangan
Atau imajinasi tertimbing)
2 Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
mencerna makanan d.d berat badan keperawatan selama …..x...... Observasi
menurun minimal 10% di bawah rentang jam, diharapkan Status □ Identifikasi nutrisi
ideal, cepat kenyang setelah makan, nutrisi membaik dengan □ Identifikasi alergi dan intolerasni makanan
kram/nyeri abdomen, nafsu makan kriteria hasil: □ Identifikasi makanan yang disukai
menurun, bising usus hiperaktif, otot Status Nutrisi □ Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
pengunyah lemah, otot menelan lemah, □ Berat badan membaik □ Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
membrane mukosa pucat, sariawan, (5) □ Monitor asupan makanan
serum albumin turun, rambut rontok □ Indeks Massa Tubuh □ Monitor berat badan
berlebihan, diare. (IMT) membaik (5)
□ Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
□ Nafsu makan
Terapeutik
membaik (5)
□ Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
□ Bising usus membaik
□ Fasilitasi menentukan pedoman diet
(5)
□ Sajkan makanan secara menarik dan suhu yang
□ Membrane mukosa
sesuai
membaik (5) □ Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
□ Diare menurun (5) konstipasi
□ Perasaan cepat □ Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
kenyang menurun (5) □ Berikan suplemen makanan, jika perlu
□ Porsi makanan yang □ Hentikan pemberian makan melalui selang
dihabiskan meningkat nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi
(5) Edukasi
□ Kekuatan otot □ Anjurkan posisi duduk, jika mampu
pengunyah meningkat □ Ajarkan diet yang diprogramkan
(5) Kolaborasi
□ Kekuatan otot □ Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
menelan meningkat pereda nyeri, antimetik), jika perlu
(5) □ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan
Promosi Berat Badan
Observasi
□ Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
□ Monitor adanya mual dan muntah
□ Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-hari
□ Minitor berat badan
□ Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
Terapeutik
□ Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan,
jika perlu
□ Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
(mis. makanan deng
□ makanan yang diblender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau gastrostomi
□ perenteral nutrition sesuai indikasi)
□ Hidangkan makanan secara menarik
□ Berikan suplemen, jika perlu
□ Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
□ Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun
tetap terjangkau
□ Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
Intervensi Pendukung:
Edukasi Diet
Observasi
□ Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga menerima
informasi
□ Identifikasi tingkat pengetahuan saat ini
□ Identifikasi kebiasaan pola makan saat ini dan masa
lalu.
□ Identifikasi persepsi pasien dan keluarga tentang diet
yang dipro
□ Identifikasi keterbatasan finansial untuk meyediakan
makanan
Terapeutik
□ Persiapkan materi, media dan alat peraga
□ Jadwalkan waktu yang tepat untuk
memberikan pendidikan ke
□ Berikan kesempatan pasien dan keluarga bertanya
□ Sediakan rencana makan tertulis, jika perlu
Edukasi
□ Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan
□ Informasikan makanan yang diperbolehkan
dan dilarang
□ Informasikan kemungkinan interaksi obat dan
makanan, jika perlu
□ Anjurkan mempertahankan posisi semi Fowler (30-45
derajat) 20-30 menit setelah makan
□ Anjurkan mengganti bahan makanan sesuai dengan
diet yang diprogramkan
□ Anjurkan melakukan olahraga sesuai toleransi
□ Ajarkan cara membaca label dan memilih makanan
yang sesuai
□ Ajarkan cara merencanakan makanan yang
sesuai program
□ Rekomendasikan resep makanan yang sesuai dengan
diet, jika perlu
Kolaborasi
□ Rujuk ke ahli gizi dan sertakan keluarga, jika perlu
Pemantauan Nutrisi
Observasi
□ Identifikasi faktor yang mempengaruhi asupan gizi
(mis. Pengetahuan makanan, agama/kepercayaan,
budaya, mengunyah tidak adekuat, gangguan sediaan
penggunaan obat-obatan atau pascaoperasi)
□ Identifikasi perubahan berat badan
□ Identifikasi kelainan pada kulit (mis. Memar yang
berlebihan, luka yang sulit sembuh dan
pendarahan)
□ Identifikasi kelainan pada rambut (mis. kering, tipis,
kasar, dan mudah patah)
□ Identifikasi pola makan (mis, kesukaan/ketidaksukaan
makanan, konsumsi makan
saji, makan terburu-buru)
□ Identifikasi kelainan pada kuku (mis. Berbentuk
sendok, retak, mudah patah, dan berceris
□ Identifikasi kemampuan menelan (mis. fungsi motorik
wajah, refleks menelan, dan reflek gag
□ Identifikasi kelainan rongga mulut (mis. peradangan,
gusi berdarah, bibir kering dan
luka)
□ Identifikasi kelainan eliminasi (mis. Diare, darah,
lendir, dan eliminasi yang tidak teratur)
□ Monitor mual dan muntah
□ Monitor asupan oral
□ Monitor warna konjungtiva
□ Monitor hasil laboratorium (mis. kadar kolesterol,
albumin serum, transferrin, kreatinin,
□ Hemoglobin, hematokrit, dan elektrolit darah)
Terapeutik
□ Timbang berat badan
□ Ukur antropometrik komposisi tubuh (mis. indeks
massa tubuh, pengukuran pinggang, dan
ukuran lipatan kulit)
□ Hitung perubahan berat badan
□ Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien
□ Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
□ Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
□ Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Manajemen Diare
Observasi
□ Identifikasi penyebab diare (mis. inflamasi
gastrointestinal, iritasi gastrointertinal, proses
□ infeksi, malabsorpsi, ansietas, stres, efek obat-obatan,
pemberian botol susu)
□ Identifikasi riwayat pemberian makanan
□ Identifikasi gejala invaginasi (mis. tangisan
keras, kepucatan pada bayi)
□ Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi
tinja
□ Monitor tanda dan gejala hypovolemia (mis. takikardia,
nadi teraba lemah, tekanan darah
□ turun, turgor kulit turun, mukosa mulut kering, CRT
melambat, BB menurun)
□ Monitor iritasi dan ulserasi kulit di daerah perianal
□ Monitor jumlah pengeluaran diare
□ Monitor keamanan penyiapan makanan
Terapeutik
□ Berikan asupan cairan oral (mis. larutan garam gula,
oralit, pedialyte, renalyte)
□ Pasang jalur intravena
□ Berikan cairan intravena (mis, ringer asetat, ringer
laktat), jika perlu
□ Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap
dan elektrolit
□ . Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu
Edukasi
□ Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara
bertahap
□ Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas
dan mengandung laktosa
□ Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian obat antimotilitas (mis:
loperamide, difenoksilat)
□ Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/spasmolitik
(mis. papaverin, ekstak belladonna
mebeverine)
□ Kolaborasi pemberian obat pengeras feses (mis,
atapulgit, smektit, kaolin-pektin)
Pemantauan Tanda Vital
Observasi
□ Monitor tekanan darah
□ Monitor nadi (frekuensi, kekuatan irama)
□ Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
□ Monitor suhu tubuh
□ Monitor oksimetri nadi
□ Monitor tekanan nadi (selisih TDS dan TDD)
□ Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
Terapeutik
□ Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
□ Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
□ Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
□ Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Pemberian Makanan
Observasi
□ Identifikasi makanan yang diprogramkan
□ Identifikasi kemampuan menelan
□ Periksa mulut untuk residu pada akhir makan
Terapeutik
□ Lakukan kebersihan tangan dan mulut sebelum makan .
□ Sediakan lingkungan yang menyenangkan
selama waktu makan (mis. simpan urinal, pispot,
agar tidak terlihat)
□ Berikan posisi duduk atau semi Fowler saat makan
□ Berikan makanan hangat, jika memungkinkan .
Sediakan sedotan, sesuai kebutuhan
□ Berikan makanan sesuai keinginan, jika
memungkinkan
□ Tawarkan mencium aroma makanan untuk merangsang
nafsu makan
□ Pertahankan perhatian saat menyusui Cuci muka dan
tangan setelah makan
Edukasi
□ Anjurkan orang tua atau keluarga membantu
memberi makan kepada pasien
□ Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian analgesik yang adekuat sebelum
makan, jika perlu
□ Kolaborasi pemberian antiemetil sebelum makan, jika
perlu
3 Hipertermi b.d infeksi/proses penyakit Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia
pada apendiks d.d peningkatan suhu keperawatan selama ....x... Observasi
tubuh (>37,5oC), kulit kemerahan, teraba jam, maka Termoregulasi □ Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi,
panas. membaik dengan kriteria terapapar lingkungan panas, peggunaan incubator)
. hasil : □ Monitor suhu tubuh
□ Menggigil menurun □ Monitor kadar elektrolit
(5) □ Monitor haluaran urine
□ Kulit kemerahan □ Monitor komplikasi akibat hipertermia
menurun (5) Terapeutik
□ Kejang menurun (5) □ Sediakan lingkungan yang dingin
□ Pucat menurun (5) □ Longgarkan atau lepaskan pakaian
□ Takikardi menurun (5) □ Basahi dan kipasi permukaan tubuh
□ Takipnea menurun (5) □ Berikan cairan oral
□ Bradikardi menurun □ Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
(5) mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih)
□ Suhu tubuh membaik □ Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut
(5) hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher,
□ Suhu kulit membaik dada, abdomen, aksila)
(5) □ Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
□ Tekanan darah □ Berikan oksigen, jika perlu
membaik (5) Edukasi
□ Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena,
jika perlu
Regulasi Temperatur
Observasi :
□ Monitor suhu tubuh sampai stabil
□ Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika perlu
□ Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan dan
nadi
□ Monitor warna dan suhu kulit
□ Monitor dan catat tanda dan gejala hipertermia
Terapeutik :
□ Pasang alat pemantauan suhu kontinu, jika perlu
□ Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
Kolaborasi :
□ Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
Intervensi Pendukung:
Edukasi Dehidrasi
Observasi
□ Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga menerima
informasi
Terapeutik
□ Persiapkan materi, media dan alat dan formulir balans
cairan
□ Tentukan waktu yang tepat untuk memberikan
pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
□ dengan pasien dan keluarga
□ Berikan kesempatan pasien dan keluarga bertanya
Edukasi
□ Jelaskan tanda dan gejala dehidrasi
□ Anjurkan tidak hanya minum air saat haus, jika sedang
berolahraga atau beraktivitas berat
□ Anjurkan memperbanyak minum
□ Anjurkan memperbanyak mengkonsumsi buah yang
mengandung banyak air (mis. semangka, papaya)
□ Ajarkan cara pemberian oralit, jika perlu
□ Ajarkan menilai status hidrasi berdasarkan warna urine
Edukasi Pengukuran Suhu Tubuh
Observasi
□ ldentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
infomasi
Terapeutik
□ Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
□ Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
□ Berikan kesempatan untuk bertanya
□ Dokumentasikan hasil pengukuran suhu
Edukasi
□ Jelaskan prosedur pengukuran suhu tubuh
□ Anjurkan terus memegang bahu dan menanan dada saat
pengukuran aksila
□ Ajarkan memilih lokasi pengukuran suhu oral atau
aksila
□ Ajarkan cara meletakkan ujung termometer di bawah
lidah atau di bagian tengah aksila
□ Ajarkan cara membaca hasil termometer raksa dan/atau
elektronik
Edukasi Termoregulasi
Observasi
□ Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
Terapeutik
□ Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
□ Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
□ Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
□ Ajarkan kompres hangat jika demam
□ Ajarkan cara pengukuran suhu ·
□ Anjurkan penggunaan pakaian yang dapat menyerap
keringat ·
□ Anjurkan tetap memandikan pasien, jika
memungkinkan
□ Anjurkan pemberian antipiretik, sesuai indikasi
□ Anjurkan menciptakan lingkungan yang nyaman
□ Anjurkan membanyak minum
□ Anjurkan penggunaan pakaian yang longgar
□ Anjurkan minum analgesik jika merasa pusing, sesuai
indikasi
□ Anjurkan melakukan pemeriksaan darah jika demam
>3 hari
Manajemen Cairan
Observasi
□ Monitor status hidrasi (mis. frekuensi nadi, kekuatan
nadi, akral, pengisian kapiler,
kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
□ Monitor berat badan harian
□ Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
□ Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis.
hematokrit, Na, K, CI, berat jenis urine,
BUN)
□ Monitor status hemodinamik (mis. MAP, CVP, PAP,
PCWP jika tersedia)
Terapeutik
□ Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
□ Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
□ Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
Pemberian Obat
Observasi
□ Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan
kontraindikasi obat
□ Verifikasi order obat sesuai dengan indikasi
□ Periksa tanggal kedaluwarsa obat
□ Monitor tanda vital dan nilai laboratorium sebelum •
□ Monitor efek terapeutik obat
□ Monitor efek samping, toksisitas, dan interaksi obat
Terapeutik
□ Perhatikan prosedur pemberian obat yang aman dan
akurat
□ Hindari interupsi saat mempersiapkan, memverifikasi,
atau mengelola obat
□ kan prinsip enam benar (pasien, obat, dosis, rute,
waktu, dokumentasi)
□ Perhatikan jadwal pemberian obat jenis hipnotik,
narkotika, dan antibiotik
□ Hindari pemberian obat yang tidak diberi label dengan
benar
□ Buang obat yang tidak terpakai atau kadaluwarsa
□ Fasilitasi minum obat
□ Tandatangani pemberian narkotika, sesuai protokol
□ Dokumentasikan pemberian obat dan respons terhadap
obat
Edukasi
□ Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang
diharapkan, dan efek samping sebelum
pemberian
□ Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan efektifitas obat
4 Hypovolemia b.d berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama:
kehilangan cairan aktif selama operasi keperawatan selama Manajemen Hipovolemia
d.d frekuensi nadi meningkat, nadi …...x…... jam diharapkan Observasi:
teraba lemah, tekanan darah menurun, Status cairan membaik □ Periksan tanda dan gejala hipovolemias (mis. Nadi
tekanan nadi menyempit, turgor kulit dengan kriteria hasil: meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah mneurun,
menurun, membrane mukosa kering, Status Cairan: tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun,
volume urine menurun, hematokrit □ Kekuatan nadi (5) membrane mukosa kering, volume urine menurun,
meningkat, merasa lemah, mengeluh □ Turgor kulit (5) hematokrit meningkat, haus, lemah)
haus, pengisian vena menurun, status □ Output urine (5) □ Monitor intake dan output cairan
mental berubah, suhu tubuh meningkat, □ Pengsisian vena (5) Terapeutik
konsentrasi urine meningkat, berat □ Frekuensi nadi (5) □ Hitung kebutuhan cairan
badan turun tiba-tiba. □ Tekanan darah (5) □ Berikan posisi modified Trendelenburg
Pemantauan Cairan
Observasi
□ Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
□ Monitor frekuensi napas
□ Monitor tekanan darah
□ Monitor berat badan
□ Monitor elastisitas atau turgor kulit
□ Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
□ Monitor kadar albumin dan protein total
□ Monitor hasil pmeriksaan serum (mis. Osmolaritas
serum, hemaokrit, natrium, kalium, BUN)
□ Monitor intake dan output cairan
□ Identifikasi tanda-tanda hipovolemia ( mis.
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
volume urin menurun, hematocrit meningkat, haus,
lemah, konsentrasi urine meningkat, berat badan
menurun dalam waktu singkat)
□ Identifikasi tanda-tanda hipervolemia (mis.
Dispnea, edema perifer, edema anasarka, JVP
meningkat, CVP meningkat, reflex hepatojugular
positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
J. Evaluasi Keperawatan
a. Evaluasi Formatif
Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien, terhadap
respon langsung pada intervensi keperawatan.
b. Evaluasi Sumatif
Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsi dan analisis mengenai status
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Y.J., Khammash, M.R., Qasaimeh, G.R., Shammari, A.K., Bani, M.K.,
Hammori, S.K. (2009). Misdiagnosed acute appendicitis in children.
Chang Gung Medical Journal, 33(5), halaman 551-557.
Fransisca, C., Gotra, I.M., & Mahastuti, N.M. (2019). Karakteristik pasien
dengan gambaran histopatologi apendisitis di rsup sanglah denpasar
tahun 2015 – 2017. Jurnal Medika Udayana, 8(7). ISSN: 2597-8012.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Kota Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Kota Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Kota Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI