Anda di halaman 1dari 12

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan inflamasi akut
dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan.
Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001). Kolesistitis sering
disebabkan cholelithiasis (kehadiran choleliths, atau batu empedu, di kandung empedu),
dengan choleliths paling sering memblokir saluran cystic langsung. Hal ini menyebabkan
penebalan dari empedu, empedu stasis, infeksi sekunder dan organisme usus, terutama E.
coli and Bacteroides species. coli dan Bacteroides spesies.

B. ETIOLOGI
a. Obstruksi duktus sistikus dengan distensi dan iskemia vesika bilaris.
Sumbatan batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi
kandun gempedu dan gangguan aliran darah dan limfe, bakteri komersial
kemudian berkembang biak.

b. Cedera kimia (empedu) dan atau mekanik (batu empedu pada mukosa).
c. Infeksi bakteri .

Adanya kuman seperti E. Coli, Salmonela typhosa, cacing ascaris atau karena
enzim-enzim pankreas.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Adapun faktor predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi
kandung empedu. Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah
ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis.
Faktor resiko tersebut antara lain :

1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan
kandung empedu.

2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya


usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi
garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti
setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko


lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.

6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko


terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih
sedikit berkontraksi.

7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis


adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan


kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada
makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya
batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
D. PATOFISIOLOGI
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol
mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan
ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui
sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu
dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia,
pengendapan. Gangguan kontraksi sfingter odci dan kandung empedu dapat juga
menyebabkan stasis. Faktor hormon (kehamilan) menyebabkan pengosongan
kandung empedu. Akibat stasis terjadilah sumbatan empedu (saluran). Adanya batu
akibat stasis yang progresif tadi memungkinkan terjadi trauma dinding kandung
empedu, hal ini dapat memungkinkan infeksi bakteri lebih cepat. . Mukus
meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai
pusat presipitasi/pengendapan.Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya
batu ,dibanding penyebab terbentuknya batu. Komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya terbentuk dari garam kalsium. Cairan
empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap berbentuk
cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa
menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu. Satu teori menyatakan
bahwa kolesterol dapat menyebabkan supernaturasi empedu di kandung empedu.
Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supernaturasi menjadi
mengkristal dam memulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu
pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin
bebas berkombinasi dengan kalsium. (Williams, 2003).
E. JENIS KOLESISTITIS
a. Kolesistitis Akut
Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya
merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba
menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.

Etiologi :
Umunya kolesistitis disebabkan oleh batu empedu. Sumbatan batu empedu pada duktus
sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan gangguan aliran darah darah dan
limfe, bakteri komensal kemudian berkembang biak. Penyebab lain adalah kuman E.

Coli, salmonella typhosa, cacing askaris, atau karena pengaruh enzim – enzim pankreas
Manifestasi klinis :

a. Gangguan pencernaan, mual muntah


b. Nyeri perut kanan atas atau kadang tidak enak diepigastrium
c. Nyeri menjalar kebahu atau skapula
d. Demam dan ikterus (bila terdapat batu diduktus koledokus sistikus)
e. Gejala nyeri perut bertambah bila makan banyak lemak
f. Diam karena menahan nyeri Pemeriksaan fisik :

Pasien tampak sakit akut, nyeri lokal dandefans muskular,demam, takikardi, kandung
empedu membengkak, nyeri tekan disertai tanda – tanda peritonitis lokal, teraba vesika
biliaris pada sepertiga pasien. Pemeriksaan penunjang :

a. Leukositosis ringan
b. Bilirubin serum meningkat 4 mg/100 ml
c. Fosfatase alkali dan serum transaminase meningkat
d. Foto polos radiologi : kadang terlihat batu empedu
e. Koleskintigrafi radionuklida (Scan Tc – HIDA) : memperlihatkan obstruksi
duktus sistikus

f. ERCP atau PTC : untuk menyingkirkan atau mengkonfirmasi adanya abstruksi


duktus sistikus
Penatalaksanaan :

1. Konservatif pada keadaan akut


· Hidrasi intravena
· Istirahat baring
· Mendekompresi lambung bila ada ileus puasa, intubasi nasogaster mencegah
rangsangan vesika biliaris bersamaan dengan analgesia parenteral

· Antibiotika : sefalosporin generasi kedua, kombinasi aminoglikosida, ampisilin


dan klindamisin atau metronidazol 2. Koleksistektomi 4 sampai 6 minggu kemudian
Komplikasi :

a. Septikemia
b. Pembentukan abses di dalam lumen vesika biliaris
c. Nekrosis dengan perforasi lokal (abses perikolesistik)
d. Fistulisasi ke organ berongga lain : duodenum, lambung atau kolon
e. Peritonitis empedu
f. 6) Kolesistitis emfisematosa : proses peradangan akut yang melibatkan
organisme virulen pembentuk gas

g. Empisema vesika biliaris : berlanjut supurasi (banyak pus dalam vesika


biliaris)
b. Kolesistitis kronik
Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,
yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.

Etiologi
a. Serangan berulang obstruksi duktus sistikus
b. Nekrosis / iritasi tekanan, ulserasi dan peradangan reaksi lokal
c. Invasi bakteri primer : E Coli, Klebsiella, Enterokokus dan Salmonela

Manifestasi klinis
a. Kolik bilier : nyeri parah, berkualitas menetap, biasanya dalam kuadran kanan atas
atau epigastrium dialihkan ke skapula kanan

b. Mual dan muntah


c. Nyeri biasanya pada malam hari
d. Kolik bilier timbul penekanan makanan berlemak
e. Dispepsia, salah cerna, kembung dan bersendawa

Penatalaksanaan
a. Menghindari makanan yang digoreng dan berlemak
b.Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui
aparoskopi.

c. Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik.


Komplikasi
a. Infeksi luka
b. Abses intra abdomen
c. Peritonitis empedu, cedera duktuis bilier besar ke penyediaan darah hati
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- CT scan perut -
Kolesistogram

- blood tests
(looking for elevated
white blood cells

G). Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika
penderita dalam keadaan stabil (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). Dalam
melakukan secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang
lebih spesifik seperti :

1) Endoskopi
Pemeriksaan penunjang endoskopi bisa dilakukan pada pasien dengan
perdarahan dalam. Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi kita bisa mngethaui
perdarahan yang terjadi organ dalam. Pemeriksaan endoskopi dapat mendeteksi
lebih dari 95% pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis melena dapat
ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya. Lokasi dan sumber
perdarahan yaitu:

a. Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor
b. Gaster :Erosi, ulkus, tumor, polip, angio displasia, Dilafeuy, varises gastropati
kongestif

c. Duodenum :Ulkus, erosi,


Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur
varises dan perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan non
variceal bleeding) (Djumhana, 2011).
2) Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra
bronkus dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik dengan
bronkoskop ini dapat menilai lebih baik pada mukosa saluran napas normal,
hiperemis atau lesi infiltrat yang memperlihatkan mukosa yang compang-camping.
Teknik ini juga dapat menilai penyempitan atau obstruksi akibat kompresi dari luar
atau massa intrabronkial, tumor intra bronkus. Prosedur ini juga dapat menilai ada
tidaknya pembesaran kelenjar getah bening, yaitu dengan menilai karina yang
terlihat tumpul akibat pembesaran kelenjar getah bening subkarina atau intra
bronkus (Parhusip, 2004).

3) CT Scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang di pakai pada kasus-kasus emergensi
seperti emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan
menentukan tingkatan dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-scan dapat menentukan
dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu,
alat ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi
terakhir, CT-scan dapat mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan
menjadi baku emas dalam diagnosis stroke (Widjaya, 2002). Pemeriksaaan CT. scan
juga dapat mendeteksi kelainan-kelainan seerti perdarahan diotak, tumor otak,
kelainan-kelainan tulang dan kelainan dirongga dada dan rongga perur dan
khususnya kelainan pembuluh darah, jantung (koroner), dan pembuluh darah
umumnya (seperti penyempitan darah dan ginjal (ishak, 2012).

4) USG
Ultrasonografi (USG) adalah alat diagnostik non invasif menggunakan
gelombang suara dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz ( >20 kilohertz) untuk
menghasilkan gambaran struktur organ di dalam tubuh.Manusia dapat mendengar
gelombang suara 20-20.000 hertz .Gelombang suara antara 2,5 sampai dengan 14
kilohertz digunakan untuk diagnostik. Gelombang suara dikirim melalui suatu alat
yang disebut transducer atau probe. Obyek didalam tubuh akan memantulkan
kembali gelombang suara yang kemudian akan ditangkap oleh suatu sensor,
gelombang pantul tersebut akan direkam, dianalisis dan ditayangkan di layar.
Daerah yang tercakup tergantung dari rancangan alatnya. Ultrasonografi yang
terbaru dapat menayangkan suatu obyek dengan gambaran tiga dimensi, empat
dimensi dan berwarna. USG bisa dilakukan pada abdomen, thorak

5) Radiologi
Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang dilakukan di
ruang gawat darurat. Radiologi merupakan bagian dari spectrum elektromagnetik
yang dipancarkan akibat pengeboman anoda wolfram oleh electron-elektron bebas
dari suatu katoda. Film polos dihasilkan oleh pergerakan electron-elektron tersebut
melintasi pasien dan menampilkan film radiologi. Tulang dapat menyerap sebagian
besar radiasi menyebabkan pajanan pada film paling sedikit, sehingga film yang
dihasilkan tampak berwarna putih. Udara paling sedikit menyerap radiasi,
meyebabakan pejanan pada film maksimal sehingga film nampak berwarna hitam.
Diantara kedua keadaan ekstrem ini, penyerapan jaringan sangat berbeda-beda
menghasilkan citra dalam skala abu-abu. Radiologi bermanfaat untuk dada,
abdoment, sistem tulang: trauma, tulang belakang, sendi penyakit degenerative,
metabolic dan metastatik (tumor). Pemeriksaan radiologi penggunaannya dalam
membantu diagnosis meningkat. Sebagian kegiatan seharian di departemen
radiologi adalah pemeriksaan foto toraks. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
pemeriksaan ini. Ini karena pemeriksaan ini relatif lebih cepat, lebih murah dan
mudah dilakukan berbanding pemeriksaan lain yang lebih canggih dan akurat
(Ishak, 2012).

6) MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Secara umum lebih sensitive dibandingkan CT Scan. MRI juga dapat digunakan
pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya
emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan faktor. Kelemahan lainnya adalah
prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah
sakit yang memiliki, harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat diapaki
pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran
(Widjaya,2002).
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC.

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula, Edisi I. Jakarta : EGC.

Syaifudin, H, B.Ac, Drs. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, Edisi 2.
Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
KOLESISTITIS

PEMBIMBING :

Ns. Rizqa Wahdina, M.Kep


Ns. Tiar Mauli Silalahi, S.Kep

DISUSUN OLEH :

KARMENIYANTI

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS HUSADA

2022/2023

Anda mungkin juga menyukai