Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

CHOLELITHIASIS

Oleh:

ERLINA PUJIAWATI
NIM. 24810015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2023/2024
1. Definisi

Cholelithiasis atau batu cbd adalah penyakit batu empedu yang dapat

ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada

kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di

dalam kandung empedu (Febyan et al., 2017). Batu empedu bisa terbentuk di dalam

saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan

saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat

saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan

tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa

menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya

(Siti Umi Nurjannah, 2021).

2. Anatomi

Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang

panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan batas

anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong

berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan

hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya

bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati.

Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian

yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus

sistika. Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua

saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus

kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus

hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.

a. Anatomi kandung empedu

1) Struktur empedu Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk bush pir yang

terlerak pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi oleh peritoneum

kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak pada permukaan bawah hati

diantara lobus dekstra dan lobus quadratus hati.

2) Empedu terdiri dari:

a) Fundus Vesika fela: berbentuk bulat, biasanya menonjol di bawah tepi

inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi rawan

ujung kosta IX kanan.

b) Korpus vesika fela: bersentuhan dengan permukaan visceral hati mengarah

ke atas ke belakang dan ke kiri.

c) Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang berjalan dengan

omentum minus bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus komunis

membentuk doktus koledukus.

3) Cairan empedu Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna kuning

keemasan (kuning kehijauan) yang dihasilkan terus menerus oleh sel hepar lebih

kurang 500-1000ml sehari Empedu merupakan zat esensial yang diperlukan

dalam pencernaan dan penyerapan lemak.


4) Unsur-unsur cairan empedu:

a) Garam – garam empedu: disintesis oleh hepar dari kolesterol, suatu alcohol

steroid yang banyak dihasilkan hati. Garam empedu berfungsi membantu

pencernaan lemak,mengemulsi lemak dengan kelenjar lipase dari pankreas.

b) Sirkulasi enterohepatik: garam empedu (pigmen empedu) diresorpsi dari usus

halus ke dalam vena portae, dialirkan kembali ke hepar untuk digynakan ulang.

c) Pigmen-pigmen empedu: merupakan hasil utama dari pemecahan hemoglobin.

Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan menyekresinya ke dalam

empedu. Pigmen empedu tidak mempunyai fungsi dalam proses pencernaan.

d) Bakteri dalam usus halus: mengubah bilirubin menjadi urobilin, merupakan

salah satu zat yang diresorpsi dari usus, dubah menjadi sterkobilin yang

disekresi ke dalam feses sehingga menyebabkan feses berwarna kuning.

5) Saluran empedu Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus kemudian

bersatu dengan duktus sistikus, karena akan tersimpan dalam kandung empedu.

Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali, dikeluarkan dari kandung empedu

oleh aksi kolesistektomi, suatu hormon yang dihasilkan dalam membran mukosa

dari bagian atas usus halus tempat masuknya lemak. Kolesistokinin menyebab

kan kontraksi otot kandung empedu. Pada waktu bersamaan terjadi relaksasi

sehingga empedu mengalir ke dalam duktus sistikus dan duktus koledukus.


3. Etiolog
Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan batu empedu,
diantaranya:
a. Eksresi garam empedu. Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai
garam empedu atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu dihidroksi atau
dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam trihidroksi. Jadi dengan
bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi mungkin menyebabkan
terbentuknya batu empedu (Febyan et al., 2017).
b. Kolesterol empedu Apa bila binatanang percobaan di beri diet tinggi kolestrol,
sehingga kadar kolesrtol dalam vesika vellea sangat tinggi, dapatlah terjadi batu
empedu kolestrol yang ringan. Kenaikan kolestreol empedu dapat di jumpai pada
orang gemuk, dan diet kaya lemak.
c. Substansia mukus Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus
dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batuempedu.
d. Pigmen empedu Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan
karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat terjadi
karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa larutan bilirubin
glukorunid.
e. Infeksi Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian menaikan
pembentukan batu.
4. Manifestasi Klinis
Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis adalah :

a. Sebagian bersifat asimtomatik

b. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar ke
punggung atau region bahu kanan

c. Sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persistem


d. Mual dan muntah

e. Demam

f. Ikterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan


menimbulkan gejala yang khas, yaitu : getah empedu yang tidak lagi dibawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini
membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning, keadaaan ini sering
disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit.

g. Perubahan warna urin dan feses.

h. Defisiasi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan menggangu absorsi vitamin
A, D, E, K yang larut dalam lemak.

5. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Novitasari, 2018) adalah
sebagai berikut:
a. Batu kolestrol
Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning
pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol yang
merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.
Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosofolipid) dalam
empedu. Pada klien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
b. Batu pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat, fosfat,
atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung berukuran kecil,
multipel, dan berwarna hitam kecoklatan, batu pigmen berwarna coklat berkaitan
dengan infeksi empedu kronis (batu semacam inilebih jarang di jumpai). Batu
pigmen akan berbentuk bila pigmen tidak terkonjugasi dalam empedu dan terjadi
proses presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu
semacam ini semakin besar pada klien sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan
bilier.
6. WOC
PENATALAKSAN Kolelitiasi

Infeksi Kandung empedu


Terapi
pada tidak mampu
pembedahan
kandung mengeluarkan
kolesistektomi
empedu cairan empdu
Luka Insisi
Hipertermi
Gangguan
Bakteri metabolism
Merangsang lemak
mudah masuk saraf nyeri
Rasa mual
dan muntah
Nyeri Resiko infeksi

anorexia Resiko deficit


nutrisi

7. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan
masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen.
Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan
fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti
sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah,
atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik. Pembentukan batu
dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol. Pada
tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk
suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih
rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris
yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. Batu pigmen terdiri
dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : bilirubinat, karbonat,
fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi
dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil tranferase
bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim
glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan
dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut
dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan
bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang
terjadi.
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaan Radiolgi
c. USG. Kolesistografi oral, ERC
d. Foto polos abdomen
7. Penatalaksanaan
a. Penanganan non bedah
a) Disolusi medis
Harus memenuhi kriteria terapi non operatif, seperti batu kolestrol diameter <20
mm dan batu < 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan ductus sistk paten.
b) Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatagraphy (ERCP)
Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon
ekstraasi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum. Sehingga
batu dapat keluar bersama tinja. Untuk bat besr, batu yang terjepit di saluran
empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit diperlukan
prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu
dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.
b. Penanganan bedah
1) Kolesistektomi terbuka
Oprasi merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rakuen, diikuti oleh kolesistitis akut.
2) Kolesistektomi laparoskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu
dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm. kelebihan yang diperoleh pasien
luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga sehingga nyeri pasca bedah minimal.
8. Komplikasi
Adapun jenis komplikasi sebagai berikut:
a.Kolesistis Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung
empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan
kandung empedu.
b. Kolangitis Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena
infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-
saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
c.Hidrops Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops
kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom
yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus
sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang
normal.
d. Empiema Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
Konsep Asuhan Keperawatan Batu CBD
1. Pengkajian
a. Identitas pasien Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal,
tempat tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan.
b. Keluhan utama Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen
pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Riwayat kesehatan dahulu
kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah memiliki riwayat
penyakit sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum :
a) Penampilan Umum Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien.
b) Kesadaran Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.
c) Tanda-tanda Vital Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan
respirasi.
2) Sistem endokrin Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu.
Biasanya Pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh
tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
e. Pola aktivtas
1) Nutrisi Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) Aktivitas Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan
anjuran bedrest
3) Aspek psikologis Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan
suasana hati.
4) Aspek penunjang
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum meningkat)
b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
2. Diagnosis Keperawatan

Menurut (SDKI, 2017) diagnose keperawatan pada Batu CBD :


a) Resiko Infeksi Berhubungan dengan penyakit kronis (batu CBD) (D.0142)
b) Nyeri Akut Berhubungan dengan agen pencedera fisologis (inflamasi)
(D.0077)
c) Hipertermia Berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
d) Resiko deficit nutrisi Berhubungan dengan ketidkmampuan mencerna makanan
(D.0032)
3. Intervensi
Penyusunan standart luaran keperawatan disesuaikan dengan (SLKI, 2017) intervensi
keperawatan disesuaikan dengan (SIKI, 2017)

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA


INTERVENSI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN HASIL
(SDKI, 2016) (SLKI, 2018) (SIKI, 2018)
1. Resiko infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan 1) Monitor tanda dan gejala infeki
penyakit kronis keperawatan selama 1x24 jam local dan sistemik
Tingkat infeksi menurn dengan 2) Berikan perawata kulit pada area
kriteria hasil : edema
1. Kebersihan badan meningkat 3) Cuci tangan sebelum dan
2. Demam menuru sesudah kontak dengan pasien
3. Kemerahan menurun dan lungkungan pasien
4. Nyeri menurun 4) Pertahanan teknik aseptic pad
5. Benkak meurun pasien beresiko tiggi
6. Cairan berbau busuk menurun 5) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Kadar sel darah putih6) Ajarkan caramencuci tangan
membaik dengan benar
8. Kultur area luka membaik 7) Ajarkan cara memeriksa kondisi
9. Kultur feses membaik luka tau luka operasi
8) Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
9) Anjurkan meningkatan asupan
airan
10) Kolaborasi pemberian munisasi,
jika peru
2. Nyeri Akut berhubungan Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisologis (inflamasi) keperawatan selama 3x24 jam durasi, frekuensi, intensitas nyeri
(D.0077) tingkat nyeri pasien menurun 2. Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil : 3. Identifikasi respons nyeri non
1. Keluhan nyeri menurun verbal
4. Indikasi faktor yang memperberat
2. Gelisah menurun dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
3. Tekanan darah membaik 6. Identifikasi pengaruh pada
kualitas hidup
4. Diaforesis menurun 7. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respons nyeri
5. Kesulitan tidur membaik 8. Berikan tekni nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
9. Control lingkungan yang
6. Frekuensi nadi membaik memperberat rasa nyeri
10. Fasilitasi istirahat dan tidur
11. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
12. Jlaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
13. Jelaska strategi meredaka nyeri
14. Anjurkan moitor nyeri secara
mandiri
15. Anjurkan teknik nonfarmakologis
untuk rasa nyeri
16. Kolaborasi, analgetik, jika perlu
3. Hipertermia Berhubungan Termoregulasi Manajemen hipertermia
dengan proses penyakit Setelah dilakukan asuhan 1) Identifikasi hipertermia
(D.0130) keperawatan selama 1x24 jam 2) Monitor suhu tubuh
termoregulasi pasien membaik 3) Monitor kadar elektralit
dengan kriteria hasil : 4) Monitor haluran urine
1. Menggigil menurun 5) Monitor komplikasi akibat
2. Kulit merah menurun hipertermia
3. Kejang menurun 6) Sediakan lingkungan yang dingin
4. Konsumsi oksigen menurun 7) Longgarkan atau lepaskan
5. Pucat menurun pakaian
6. Hipoksia menurun 8) Basahi atau kipasi permukaan
7. Suhu tubuh membaik tubuh
8. Suhu kulit membaik 9) Berikan cairan oral
9. Tekanan darah membaik 10) Berikan oksigen bila perlu
11) Anjurkan tirah baring
12) Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena
4. Defisit nutrisi berhubungan Status Nutrisi (L.03030) Manajemen nutrisi
dengan ketidakmampuan Setelah dilakukan asuhan 1) Identifikasi status nutrisi
mencerna makanan keperawatan 1x24 jam status 2) Identifikasi alergi dan intoteransi
(D.0032) nutrisi membaik dengan kretiria makanan
hasil 3) Identifikasi makanan yang di
1. Porsi makan yang diabiskan sukai
menigkt 4) Identifikasi kebutuhan kaori dan
2. Perasaan cepat jnis nutrient
kenyang menurun 5) Monitor asupan makanan
3. Nyeri abdomen menurun 6) Monitor berat badan
4. Sariawan menurun 7) Sajikan makanan secara menarik
5. Diare menurun dan suhu yang sesuai
6. Berat badan membaik 8) Berikan makanan yang tingi
7. Indeks mass tubuh (IMT) serat untuk mencegah
membaik konsitipasi
8. Nafsu makan membaik 9) Berikan suplemen makanan
10) Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
11) Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
12) Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kaoi
dan jnis nutrient yang
dibutuhkan,

4. Implementasi
Pelaksanaan rencana keperawatan kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada
pasien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan, tetapi menutup
kemungkinan akan menyimpang dari rencana yang ditetapkan tergantung pada situasi
dan kondisi pasien

5. Evaluasi
Dilaksanakan suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan atau
dilaksanakan dengan berpegang teguh pada tujuan yang ingin dicapai. Pada bagian ini
ditentukan apakah perencanaan sudah tercapai atau belum, dapat juga tercapai
sebagaian atau timbul masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA
Febyan, F., Dhilion, H. R. S., Ndraha, S., & Tendean, M. (2017). Karakteristik
Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Faktor Risiko di Rumah Sakit Umum Daerah
Koja. Jurnal Kedokteran Meditek.
Novitasari, F. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PASCA OPERASI
KOLESISTEKTOMI DENGAN MASALAH NYERI AKUT DI RUMAH SAKIT PANTI
WALUYA MALANG. STIKES Panti Waluya Malang.
SDKI, T. P. P. (2017). STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA (II). Dewan
Pengurus Pusat.
SIKI, T. P. P. (2017). STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN INDONESIA (II). Dewan
Pengurus Pusat.
Siti Umi Nurjannah, N. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST
OPERASI CHOLELITHIASIS DALAM PEMUNUHAN KEBUTUHAN RASA AMAN
DAN NYAMAN (NYERI). Universitas Kusuma Husada Surakarta.
SLKI, T. P. P. (2017). STANDAR LUARAN KEPERAWATAN INDONESIA (II). Dewan
Pengurus Pusat.

Anda mungkin juga menyukai