Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHOLELITHIASIS

(BATU EMPEDU) DENGAN MASALAH KEPERAWATAN


DEFISIT NUTRISI

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6

Firda Aulia Putri (PO7220120 1676)


Septi Memorisa (PO7220120 1695)
Vanisya Ikran (PO7220120 1699)

Kelas : 2B Keperawatan
Dosen Pembimbing : Ibu Muthia Deliana, S.Kep.,Ners.,M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TANJUNGPINANG
PROGRAM STUDI DIII-KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga dapat
menyelesaikan tugas mengenai “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Cholelithiasis (Batu Empedu)”.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
cholelithiasis (Batu Empedu) yaitu peradangan kandung empedu yang disebabkan
karena adanya sumbatan berupa partikel keras atau batu. Dalam penulisan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua
pihak, sehingga pembuatan makalah ini menjadi lebih baik. Penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca yang
membaca makalah ini.

Tanjungpinang, 01 November 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.................................................................................3
1.3 Tujuan...................................................................................................3
1.4 Manfaat.................................................................................................4
BAB II TINJAUN PUSTAKA.........................................................................5
2.1 Konsep Penyakit Cholelithiasis............................................................5
2.1.1 Definisi.....................................................................................5
2.1.2 Etiologi.....................................................................................6
2.1.3 Anatomi....................................................................................7
2.1.4 Fisiologi....................................................................................8
2.1.5 Patofisiologi..............................................................................9
2.1.6 Manifestasi Klinis.....................................................................10
2.1.7 Pathway (WOC) Cholelithiasis.................................................12
2.1.8 Komplikasi................................................................................14
2.1.9 Pencegahan dan Penanganan....................................................14
2.1.10 Pemeriksaan Diagnostik...........................................................16
2.2 Evidence Base Nursing (EBN).............................................................18
2.2.1 Sistem Pakar.............................................................................18
2.2.2 Struktut Sistem Pakar...............................................................18
2.2.3 Metode Dempster-Shafer..........................................................19
2.2.4 Kebutuhan Fungsional..............................................................19
2.2.5 Karakteristik Pengguna.............................................................20
2.2.6 Struktur Menu User..................................................................20
2.2.7 Perancangan Database..............................................................20
2.3 Asuhan Keperawatan............................................................................24
2.3.1 Pengkajian.................................................................................24

3
2.3.2 Diagnosa Keperawatan.............................................................26
2.3.3 Intervensi Keperawatan............................................................29
2.3.4 Implementasi Keperawatan......................................................36
2.3.5 Evaluasi Keperawatan..............................................................36
BAB III PENUTUP..........................................................................................39
3.1 Kesimpulan...........................................................................................39
3.2 Saran.....................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................41

4
BAB I
PENDAHULUAN

3.1Latar Belakang
Cholelithiasis merupakan penyakit batu empedu yang ditemukan
dikandung empedu ataupun disaluran empedu, atau terdapat pada kedua-
duanya (Nender, 2019). Batu empedu (cholelithiasis) merupakan penyebab
penyakit saluran empedu yang didalamnya terdapat pembentukan kalkuli
(batu empedu) di kandung empedu (Williams & Wilkins, 2011). Batu
empedu (cholelithiasis) merupakan penyakit yang sudah menjadi masalah
kesehatan di negara barat, prevalensi batu empedu (cholelithiasis) berbeda-
beda disetiap negara.
Prevalensi batu empedu (cholelithiasis) di Amerika Serikat, pada
tahun 2017 yaitu sekitar 20 juta orang 10%-20% populasi orang dewasa
memiliki cholelitiasis. Penderita batu empedu (cholelithiasis) setiap tahun
mencapai 1%- 3% dan akan timbul keluhan. Setiap tahunnya diperkirakan
500.000 pasien batu empedu (cholelithiasis) akan timbul keluhan dan
komplikasi sehingga memerlukan kolesistektomi (Heuman, 2017).
Beberapa survei pemeriksaan ultrasonografi di Eropa berkisar 5%-15%.
Penderita di Asia, pada tahun 2013 yaitu berkisar 3%-10%. Berdasarkan
data terakhir, dinegara Jepang sekitar 3,2%, China 10,7%, India Utara
7,1%, dan Taiwan 5,0% menderita cholelitiasis (Chang et al, 2013).
Berdasarkan data dari World Health Organization tahun 2008, diperkiakan
penyakit saluran cerna tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian
didunia. Indonesia menempati urutan ke 107 dalam jumlah kematian yang
disebabkan oleh penyakit saluran cerna didunia tahun 2004, yaitu 39,3
jiwa per 100.000 jiwa (World Health Organization,2008)
Cholelithiasis adalah peradangan kandung empedu yang
disebabkan karena adanya sumbatan berupa partikel keras atau batu.

1
Cholelithiasis atau batu empedu adalah suatu komponen-komponen
empedu seperti bilirubin, kolesterol, garam empedu, protein, kalsium,
asam lemak, dan Fosfolipid yang mengendap dalam kantong empedu
(Rizky & Dessy, 2018).
Gaya hidup adalah pola hidup setiap orang diseluruh dunia yang di
ekspresikan dalam bentuk aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup dapat
disimpulkan sebagai pola hidup setiap orang yang dinyatakan dalam
kegiatan, minat, dan pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan
bagaimana mengalokasikan waktunya untuk kehidupan sehari-harinya.
Saat ini dengan semakin meningkatnya tuntutan pekerjaan dan kebutuhan
hidup setiap orang, membuat masyarakat Indonesia melakukan gaya hidup
yang tidak sehat. Mereka banyak mengkonsumsi makanan yang cepat saji
(yang tinggi kalori dan tinggi lemak), waktu untuk melakukan latihan fisik
yang sangat terbatas, Semua kondisi tersebut dapat meningkatkan resiko
terjadinya penyakit cholelitiasis dan jumlah penderita cholelitiasis
meningkat karena perubahan gaya hidup.
Banyaknya faktor yang mempengaruhi terjadinya cholelitiasis
adalah faktor keluarga, tingginya kadar estrogen, insulin, dan kolesterol,
penggunaan pil KB, infeksi, obesitas, gangguan pencernaan, penyakit
arteri koroner, kehamilan, tingginya kandung lemak dan rendah serat,
merokok, peminum alkohol, penurunan berat badan dalam waktu yang
singkat, dan kurang olahraga (Djumhana, 2017).
Keluhan yang sering dikeluhkan pada penderita batu empedu
adalah nyeri pada ulu hati yang menjalar sampai bagian belakang
(punggung). Dalam penelitian yang dilakukan Veronika, Tarigan, &
Sinatra (2016) menyebutkan bahwa mayoritas keluhan pada penderita
kolelitiasis adalah nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Dampak yang
akan ditimbulkan apabila tidak segera ditangani akan mengakibatkan
infeksi pada kantong empedu. Dimana saluran empedu akan mengalami
aliran balik diakibatkan adanya penyempitan oleh batu empedu, karena hal
ini akan timbul infeksi berat pada saluran empedu (kolangitis).

2
Tersumbatnya saluran empedu ini akan digunakan bakteri untuk tumbuh
dan berkembang sehingga akan menimbulkan infeksi. Bakteri yang
tumbuh dan berkembang ini dapat menyebar dan menginfeksi bagian
tubuh lain yang beredar melalui aliran darah (Rizky & Dessy, 2018).

3.2Rumusan Masalah
Bagaimana konsep penyakit dan asuhan keperawatan pada klien
dengan Cholelithiasis?

3.3Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuahan keperawatan
pada pasien dengan Cholelithiasis.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan
Cholelithiasis.
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan Cholelithiasis.
c. Mampu menyusun perencanaan tindakan keperawatan yang
sesuai dengan masalah keperawatan pada pasien dengan
Cholelithiasis.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
perencanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan
Cholelithiasis.
e. Mampu mengevaluasi dari pelaksanaan tindakan
keperawatan yang telah dilakukan pada pasien dengan
Cholelithiasis.

3
3.4Manfaat
1. Bagi Penulis
Untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, dan
pengalaman dalam penerapan asuhan keperawatan teknik relaksasi
untuk mengurangi nyeri, teknik relaksasi nafas dalam, distraksi,
dan stimulasi kulit.

2. Bagi Pembaca
Diharap dapat menjadi sumber informasi serta dapat
menjadi penerapan teknik relaksasi dalam mengatasi rasa nyeri
pada penderita Cholelithiasis.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.5 Konsep Penyakit Cholelithiasis


2.1.1 Definisi
Cholelithiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu
merupakan penyakit yang didalamnya terdapat batu empedu yang
dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran
empedu atau pada kedua-duanya. Cholelithiasis adalah material
atau kristal yang terbentuk di dalam kandung empedu. Beberapa
faktor risiko yang sering ditemui pada kejadian Cholelithiasis
dikenal dengan “6F” (Fat, Female, Forty, Fair, Fertile, Family
history). Keluhan klinis yang sering ditemukan adalah nyeri pada
perut kanan atas, nyeri epigastrium, demam, ikterus, mual, muntah.
Kandung empedu merupakan sebuah kantung yang terletak di
bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu
sampai dilepaskan ke dalam usus. Fungsi dari empedu sendiri
sebagai ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu
proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam
empedu. Selain membantu proses pencernaan dan penyerapan
lemak, empedu juga berperan dalam membantu metabolisme dan
pembuangan limbah dari tubuh, seperti pembuangan hemoglobin
yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol. Garam empedu membantu proses penyerapan dengan
cara meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak, dan vitamin yang
larut dalam lemak (Musbahi et al., 2019).
Cholelithiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di
dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada
keduaduanya. Diperkirakan lebih dari 95% penyakit yang
mengenai kandung empedu dan salurannya adalah penyakit

5
Cholelithiasis. Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan
dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya statis
dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat
disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa
merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu.
Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar
tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong
empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu
mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid
atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat
menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa
gejala sakit ataupun demam (Musbahi et al., 2019).

2.1.2 Etiologi
Cholelithiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat
ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran
empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu,
terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu. Hati
terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon,
lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati
dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah
anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena
kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta
saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi
empedu merupakan fungsi utama hati. Kandung empedu adalah
sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan
menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung
empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran
empedu (Alhawsawi et al., 2019) .

6
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika
empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan
saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa
mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika
saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan
segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa
menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian
tubuh lainnya. Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor yang
mempengaruhi terbentuknya batu berbeda-beda. Kondisi-kondisi
yang menjadi faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen adalah
penyakit hemolitik yang kronik, pemberian nutrisi parenteral total,
kolestasis kronik dan sirosis dan pemberian obat (cefriaxone).
Sedangkan faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen coklat
adalah adanya infestasi parasit seperti Ascharis lumbricoides.
Untuk batu kolesterol, faktor resiko terjadinya batu kolesterol
adalah kegemukan, Jadi dari beberapa sumber penyebab dan faktor
resiko terjadinya batu pada kandung empedu (Cholelithiasis)
adalah penyakit hemolitik dan penyakit spesifik nonhemolitik,
wanita dengan usia lebih dari 40 tahun dan menggunakan
kontrasepsi hormonal, kegemukan, dan makanan berlemak
(Widodo, 2015).

2.1.3 Anatomi
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ
berongga yang panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa
yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri.
Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat
lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati.
Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus
bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit

7
memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar
dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari
kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus
sistika. Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati
masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu
yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar
dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan
kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis.
Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk
duktus koledokus (Bruno, 2019).

2.1.4 Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu:
 Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan
empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi
air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit
yang dihasilkan oleh sel hati.
 Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan
kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak,
sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin
yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah
menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan
dibuang ke dalam empedu.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan
penyerapan lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu
dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran
sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu
meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut
dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu
merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu

8
menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu)
dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah
yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam
empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh. Garam empedu
kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan
dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai
sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh
mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap
sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar
(kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi
berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap
kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari
asam empedu yang disekresikan dalam feses (Reinecke, 2018).

2.1.5 Patofisiologi
Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama
tersusun dari pigmen dan tersusun dari kolesterol. Batu pigmen,
akan terbentuk bila pigmen yang terkonjugasi dalam empedu
mengalami presipitasi atau pengendapan, sehingga terjadi batu.
Risiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien
serosis, hemolysis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak
dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan operasi. Batu
kolesterol, merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat
tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu
dan lesitin (fosfo lipid) dalam empedu. Pada pasien yang
cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis
asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati,
mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol dan
keluar dari getah empedu mengendap membentuk batu. Getah
empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk

9
timbulnya batu empedu yang berperan sebagai iritan yang
menyebabkan peradangan dalam kandung empedu (Nanda, 2020).
Wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit
kandung empedu 4 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Biasanya
terjadi pada wanita berusia > 40 tahun, multipara, obesitas.
Penderita batu empedu meningkat pada pengguna kontrasepsi pil,
estrogen dan klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi
kolesterol bilier. Insiden pembentukan batu meningkat bersamaan
dengan penambahan umur, karena bertambahnya sekresi kolesterol
oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu juga meningkat
akibat mal absorbs garam empedu pada pasien dengan penyakit
gastrointestinal, pernah operasi resesi usus, dan DM. (Ferreira
Junior et al., 2019).

2.1.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pada pasien Cholelithiasis sangat
bervariasi, ada yang mengalami gejala asimptomatik dan gejala
simptomatik. Pasien Cholelithiasis dapat mengalami dua jenis
gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu
sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan
perlintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut
atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi
abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen
dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu
mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng
(Nanda, 2020) .
Gejala yang mungkin timbul pada pasien Cholelithiasis
adalah nyeri dan kolik bilier, ikterus, perubahan warna urin dan
feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien yang mengalami nyeri
dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus

10
sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi
dan menimbulkan infeksi. Kolik bilier tersebut disertai nyeri hebat
pada abdomen kuadran kanan atas, pasien akan mengalami mual
dan muntah dalam beberapa jam sesudah mengkonsumsi makanan
dalam posi besar (Nanda, 2020).

11
2.1.7 Pathway (WOC) Cholelithiasis

Obesitas Wanita (4x Obat Usia > 40 Sirosis


lebih beresiko) kontraseps tahun hati,
hemolisis
Fungsi tubuh
Estrogen dan kontrol
Pigmen empedu
terhadap
(bilirubin) tak
Asam kolestrol
terkonjugasi

Kolestrol Presipitasi

Supersaturasi kolestrol Batu pigmen

Pembentukan kristal

Kolelitiasis
Batu kolestrol
(Batu Empedu)

Batu terdorong menuju duktus sistikus

Obstruksi duktus sistikus

Distensi kantung empedu Iritasi lumen Aliran balik getah empedu

fundus empedu Proses inflamasi


menyentuh dinding
abdomen pada kartilago
koste 9 & 10 Termostrat Permeabilitas Peningkatan enzim
dihipotalamus kapiler SGPT & SGOT
Gesekan empedu dengan
dinding abdomen
Peningkatan Cairan ke Bersifat iritatif
suuhu peritonium disaluran cerna
Nyeri abdomen kuadran
kanan atas
MK: Hipertermi
MK: resiko Merangsang
ketidakseimbangan nervus vagal
cairan
12
Menekan
Pergerakan tubuh terbatas MK: resiko syok s-parasimpatis

Rasa mual Makanan Penurunan


MK: Nyeri Akut
MK: Gangguan dan muntah tertahan di peristaltik
lambung
Mobilitas Fisik
MK: defisit
nutrisi

Sumber: (Nurarif & Kusuma. 2016) dengan menggunakan Standar Diagnosis


Keperawatan Indonesia

13
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang umum dijumpai adalah kolesistisis,
kolangitis, hidrops dan emfiema.
 Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu yang
terjadi karena adanya infeksi yang menyebar akibat
obstruksi pada saluran empedu.
 Hidrops merupakan obstruksi kronik dari kandung empedu
yang biasa terjadi di duktus sistikus sehingga kandung
empedu tidak dapat diisi lagi oleh empedu.
 Emfiema adalah kandung empedu yang berisi nanah.
Komplikasi pada pasien yang mengalami emfiema
membutuhkan penanganan segera karena dapat mengancam
jiwa.
 Kolesistisis merupakan peradangan pada kandung empedu,
dimana terdapat obstruksi atau sumbatan pada leher
kandung empedu atau saluran kandung empedu, yang
menyebakan infeksi dan peradangan pada kandung empedu
(Baloyi, Rose, & Morare, 2020).

2.1.9 Pencegahan dan Penanganan


Pencegahan Cholelithiasis dapat di mulai dari masyarakat
yang sehat yang memiliki faktor risiko untuk terkena Cholelithiasis
sebagai upaya untuk mencegah peningkatan kasus Cholelithiasis
pada masyarakat dengan cara tindakan promotif dan preventif.
Tindakan promotif yang dapat dilakukan adalah dengan cara
mengajak masyarakat untuk hidup sehat, menjaga pola makan, dan
perilaku atau gaya hidup yang sehat. Sedangkan tindakan preventif
yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalisir faktor risiko
penyebab Cholelithiasis, seperti menurunkan makanan yang

14
berlemak dan berkolesterol, meningkatkan makan sayur dan buah,
olahraga teratur dan perbanyak minum air putih. Pada pasien yang
sudah didiagnosa mengalami Cholelithiasis dapat dilakukan
tindakan dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan
secara bedah adalah dengan cara kolesistektomi. Sedangkan
penanganan secara non-bedah adalah dengan cara melarutkan batu
empedu menggunakan MTBE, ERCP, dan ESWL (Bruno, 2019).
Kolesistektomi merupakan prosedur pembedahan yang
dilakukan pada sebagian besar kasus Cholelithiasis. Jenis
kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahan invasif
minimal didalam rongga abdomen dengan menggunakan
pneumoperitoneum sistim endokamera dan instrumen khusus
melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh langsung
kandung empedunya. Keuntungan dari kolesistektomi laparoskopik
adalah meminimalkan rasa nyeri, mempercepat proses pemulihan,
masa rawat yang pendek dan meminimalkan luka parut (Paasch,
Salak, Mairinger, & Theissig, 2020).
Penanganan Cholelithiasis non-bedah dengan cara
melarutkan batu empedu yaitu suatu metode melarutkan batu
empedu dengan menginfuskan suatu bahan pelarut (monooktanion
atau metil tertier butil eter) ke dalam kandung empedu. Pelarut
tersebut dapat diinfuskan melalui jalur berikut ini: melalui selang
atau kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam kandung
empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui
saluran T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan
pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP atau kateter bilier
transnasal. Pengangkatan non-bedah digunakan untuk
mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat kolesistektomi
atau yang terjepit dalam duktus koledokus (Baloyi et al., 2020).
Endoscopi Retrograde Cholangi Pancreatography (ERCP)
terapeutik dengan melakukan sfingterektomi endoskopik untuk

15
mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi, pertama kali
dilakukan tahun 1974. Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan
dengan basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang
sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat
keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama
skopnya. Extracorporeal ShockWave Lithoripsy (ESWL)
merupakan prosedur non-invasif yang menggunakan gelombang
kejut berulang (repeated shock waves) yang diarahkan kepada batu
empedu di dalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan
maksud untuk memecah batu tersebut menjadi sebuah fragmen.
Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh percikan
listrik, yaitu piezoelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik (Bini,
Chan, Rivera, & Tuda, 2020). Setelah penanganan bedah maupun
non-bedah dilakukan, maka selanjutnya dilakukan perawatan
paliatif yang fungsinya untuk mencegah komplikasi penyakit yang
lain, mencegah atau mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain, serta
meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan tersebuit bisa
dilakukan dengan salah satu cara yaitu memerhatikan asupan
makanan dengan intake rendah lemak dan kolesterol (Bini et al.,
2020).

2.1.10 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien
Cholelithiasis adalah (Bini et al., 2020) :
a. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen
Dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit
kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala
yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang
mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui
pemeriksaan sinar-x.

16
b. Ultrasonografi
Pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan
kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan
akurat, dan dapat dilakukan pada penderita disfungsi hati dan
ikterus. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam
kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami
dilatasi.
c. Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau koleskintografi
Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang
disuntikkan secara intravena. Preparat ini kemudian diambil
oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam
sistem bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran
empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan
percabangan bilier.
d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography)
Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik
yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum
pars desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke dalam duktus
koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan
visualisasi serta evaluasi percabangan bilier.
e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan
Pemeriksaan dengan cara menyuntikkan bahan kontras
langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi
bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka semua
komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus
koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat
dilihat garis bentuknya dengan jelas.
f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography)
Merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa
menggunakan zat kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada

17
MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang
terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi.

3.6 Evidence Base Nursing (EBN)


Judul: Penerapan Metode Dempster Shafer Untuk sistem Pakar
Diagnosa Rasa Sakit Pada Perut
Oleh: Muh Irwan Akbar
2.2.1 Sistem Pakar
Sistem pakar adalah suatu program komputer yang
dirancang untuk mengambil keputusan seperti keputusan yang
diambil oleh seorang atau beberapa orang pakar. Dalam
penyusunannya, sistem pakar mengkombinasikan kaidah-
kaidah penarikan kesimpulan (inference rules) dengan basis
pengetahuan tertentu yang diberikan oleh satu atau lebih pakar
dalam bidang tertentu. Kombinasi dari kedua hal tersebut
disimpan dalam komputer, yang selanjutnya digunakan dalam
proses pengambilan keputusan untuk penyelesaian masalah
tertentu. Tujuan utama sistem pakar bukan untuk
menggantikan kedudukan seorang ahli atau pakar, tetapi hanya
untuk memasyarakatkan pengetahuan dan pengalaman dari
para pakar.
2.2.2 Struktur Sistem Pakar
Sistem pakar disusun oleh dua bagian utama yaitu
lingkungan pengembang (development environment) dan
lingkungan konsultasi (consultation environment) (Turban,
2005). Lingkungan pengembang sistem pakar digunakan untuk
memasukkan pengetahuan ke dalam lingkungan sistem pakar,
sedangkan lingkungan konsultasi digunakan oleh pengguna
yang bukan pakar guna memperoleh pengetahuan pakar.

18
2.2.3 Metode Dempster-Shafer
Metode ini digunakan untuk menghitung bobot gejala untuk
mengetahui tingkat persentasi kemungkinan penyakit dan rasa
nyeri yang diderita. Teori Dempster-Shafer adalah representasi,
kombinasi dan propogasi ketidakpastian, dimana teori ini memiliki
beberapa karakteristik yang secara instutitif sesuai dengan cara
berfikir seorang pakar, namun dasar matematika yang kuat.
Secara umum teori Dempster-Shafer ditulis dalam suatu
interval: [Belief,Plausibility]. Belief (Bel) adalah ukuran kekuatan
evidence dalam mendukung suatu himpunan proposisi. Jika
bernilai 0 maka mengindikasikan bahwa tidak ada evidence, dan
jika bernilai 1 menunjukkan adanya kepastian. Plausibility (Pls)
akan mengurangi tingkat kepastian dari evidence. Plausibility
bernilai 0 sampai 1. Jika yakin akan X’, maka dapat dikatakan
bahwa Bel(X’) = 1, sehingga rumus di atas nilai dari Pls(X) = 0.
(Admaja dkk., 2012).
2.2.4 Kebutuhan Fungsional
Kebutuhan fungsional merupakan kebutuhan atau fungsi yang
harus di miliki oleh sebuah sistem. Dengan dideskripsikan
kebutuhan fungsional ini, maka suatu sistem memiliki sebuah
target yang harus dipenuhi. Berikut beberapa kebutuhan fungsional
sistem yang akan dibuat:
1. Sistem memiliki fasilitas login yaitu login sebagai admin dengan
memasukkan username dan password.
2. Jika masuk ke sistem dengan akses sebagai admin, berikut fitur-
fitur yang akan ditampilkan:
3. Admin dapat melihat data penyakit dan gejala.
4. Admin dapat mengubah data penyakit dan gejala.
5. Admin dapat menambahkan data penyakit dan gejala.
6. Admin dapat menghapus data penyakit dan gejala.
7. Admin dapat mengubah nilai bobot berdasarkan gejala.

19
8. Admin dapat keluar (logout) darisistem.
2.2.5 Karakteristik Pengguna
Karakteristik pengguna ditentukan untuk menentukan siapa
saja yang dapat mengakses sistem yang akan dibangun. Pengguna
sistem adalah beberapa orang yang tercantum pada Tabel.
Kategori Tugas
Admin merupakan
pembuat dan Mengakses semua
pengelola sistem. sistem.
User merupakan Hanya mengakses
masyarakat yang menu diagnosis dan
menggunakan melihat tampilan isi
data.
sistem.

2.2.6 Struktur Menu User


Pada menu user terdapat beberapa tampilan menu sperti:
Home, penyakit perut, informasi, admin, pakar dan menu diagnose.
Keterangan:
1. Home berisi informasi tentang system pakar
2. Penyakit perut berisi informasi tentang penyakit perut
3. Informasi berisi tentang penyakit-penyakit yang ada di system.
4. Admin berisi tentang profil admin
5. Pakar berisi tentang profil pakar
6. Diagnosa adalah menu untuk melakukan diagnosa
2.2.7 Perancangan Database
Dalam sistem ini memerlukan sebuah penyimpanan data, dalam
program ini penyimpanan datanya menggunakan software
XAMPP. Pada database tersebut terdapat beberapa tabel yang
digunakan sebagai media penyimpanan data. Tabeltabel tersebut
antara lain :
Tabel penyakit
Kode
Penyakit Penyakit
P000001 Gastritis / Maag
P000002 Appendicitis / Usus Buntu
P000003 Disentri basiler

20
P000004 Kolitis Ulseratif / Radang usus
P000005 Cholelithiasis / batu empedu
P000006 Dispepsia
P000007 Asiatic cholera / kolera
P000008 Konstipasi / Sembelit
P000009 Netrolitiasis / Batu ginjal

Tabel Gejala
Kode
Gejala Nama Gejala
G000001 Nyeri di daerah ulu hati
G000002 Perut kembung
G000003 Nafsu makan hilang
G000004 Mual dan muntah
G000005 Mulut terasa pahit
G000006 Makan perut jadi sakit
G000007 Nyeri perut sebelah kanan bawah
G000008 Mual dan muntah segera setelah sakit
perut
G000009 Demam
G000010 Sembelit / diare
G000011 Berak cair > 3 kali sehari disertai lender
dan darah
G000012 Keram perut
G000013 Nyeri perut
G000014 BAB tidak keluar
G000015 Sakit perut bagian kanan atas menyebar
kebelakang
G000016 Sakit perut kadang - kadang timbul
sewaktu - waktu
G000017 Kencing kuning, badan kuning
G000018 Gatal gatal pada kulit
G000019 Rasa asam di mulut
G000020 Sakit perut
G000021 Sering bersendawa
G000022 Bab keras
G000023 Bab tidak tiap hari
G000024 Bab susah sampai tidak keluar
G000025 Sering kencing dan nyeri saat kencing
G000026 Kencing tampak keruh / kaya teh
G000027 Kencing tidak tuntas
G000028 Diare / berak cair > 3 kali sebanyak 1 liter
perjam
G000029 Lemas pingsan pucat
G000030 Kulit berkerut dan kering

Tabel Relasi
Penyakit
Gejala 1 2 3 4 5 6 7 8 9
G000001 
G000002    
G000003 
G000004      
G000005 
G000006 
G000007 
G000008 
G000009  

21
G000010   
G000011 
G000012    
G000013 
G000014 
G000015 
G000016 
G000017 
G000018 

Penyakit
Gejala 1 2 3 4 5 6 7 8 9
G000019 
G000020   
G000021 
G000022 
G000023 
G000024 
G000025 
G000026 
G000027 
G000028 
G000029 
G000030 

Dari tabel relasi maka didapatkan aturan sebagai berikut :


1. IF Nyeri di daerah ulu hati AND Perut kembung
AND Nafsu makan kurang AND Mual dan muntah
AND Telinga berdenging AND Mulut terasa pahit
AND Makan perut menjadi sakit THEN Gastritis / Maag
2. IF Nyeri perut sebelah kanan bawah AND Perut kembung
AND Mual dan muntah AND Demam
AND Diare
THEN Appendicitis / Usus buntu
3. IF Berak cair > 3 kali disertai lendirdan darah
AND Nyeri perut Sampai Keram Perut AND Demam
AND Mual / Muntah THEN Disentri basiler
4. IF Berak cair > 3 kali disertai lendir dan darah
AND Nyeri perut
AND BAB tidak keluar AND Demam
THEN Kolitis ulseratif / Radang usus
5. IF Berak cair > 3 kali AND diare

22
AND Lemas, pingsan, pucat AND Kulit perkerut dan
kering AND Mual dan muntah
THEN Asiatic cholera / Kolera
6. IF BAB keras AND Sakit perut
AND Perut kembung
AND BAB tidak setiap hari AND BAB sulit keluar
THEN Konstipasi / Sembelit
7. IF Sakit perut bagian kanan atas menyebar kebelakang
AND Sakit perut kadang – kadang muncul sewaktu – waktu

AND Kencing kuning, Badan kuning AND gatal-gatal


pada kulit
AND Diare
AND Mual dan muntah THEN Migran biasa
8. IF Perut kembung AND Mual dan muntah
AND Rasa asam pada mulut AND Sakit perut
AND Sering bersendawa THEN Despesia
9. IF Sering kencing
AND Kencing tampak keruh AND Mual dan
Muntah AND Demam
THEN Netrolitiasis / Batu ginjal
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses diagnosis rasa sakit pada perut menggunakan metode
Dempster Shafer berjalan dengan baik dengan ditunjukkan hasil
diagnosis yang sesuai dengan pakar.
2. Semua fungsi pada sistem berjalan dengan baik dengan
ditunjukkan pada hasil pengujian user yang mayoritas menilai
sistem ini baik.
3. Metode Dempster Shafer yang diterapkan dalam sistem berjalan
dengan baik dengan ditunjukkan pada pengujian hasil akhir
metode dengan tingkat kesesuaian 100% untuk perbandingan
perhitungan sistem dengan perhitungan manual.

23
3.7 Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan
menggunakan tiga metode, yaitu wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik (Bolat & Teke, 2020). Pengkajian adalah fase
pertama proses keperawatan, Data yang dikumpulkan meliputi
(Lestari et al., 2019) :
a. Identitas
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua
data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan
tindakan selanjutnya.
2) Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk
memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama
perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang
dirasakan oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan
utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada
kuadran kanan atas.

24
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama
melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu
focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu
bagaimana nyeri atau gatal dirasakan oleh klien, regional
(R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu
posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal
atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
3) Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit
sama atau pernah di riwayat sebelumnya.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah
menderita penyakit kolelitiasis.

c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum:
a) Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan
klien.
b) Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas
keadaan klien.
c) Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan
respirasi (TPRS).
2) Sistem Endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu.
Biasanya pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat

25
dan teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada
kandung empedu.

d. Pola Aktivitas
1) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan.
2) Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan
aktivitas dan anjuran bedrest.
3) Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan
suasana hati.
4) Aspek Penunjang
 Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase
serum meningkat) EBN: menghitung bobot gejala
dan rasa nyeri yang diderita dengan metode
Dempster-Shafer.
 Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran
dokter.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017)
Ada lima tipe diagnosa, yaitu aktual, risiko, kemungkinan,
sehat dan sindrom. Diagnosa keperawatan aktual menyajikan
keadaan yang secara klinis telah divalidasi melalui batasan

26
karakteristik mayor yang dapat diidentifikasi. Diagnosa
keperawatan risiko menjelaskan masalah kesehatan yang nyata
akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi. Masalah dapat timbul
pada seseorang atau kelompok yang rentan dan ditunjang dengan
faktor risiko yang memberikan kontribusi pada peningkatan
kerentanan. Diagnosa keperawatan risiko adalah keputusan klinis
tentang individu, keluarga, atau komunitas yang sangat rentan
untuk mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain
pada situasi yang sama atau hampir sama.
Diagnosa keperawatan kemungkinan menjelaskan bahwa
perlu adanya data tambahan untuk memastikan masalah
keperawatan kemungkinan. Pada keadaan ini masalah dan faktor
pendukung belum ada tetapi sudah ada faktor yang dapat
menimbulkan masalah. Diagnosa keperawatan Wellness
(Sejahtera) atau sehat adalah keputusan klinik tentang keadaan
individu, keluarga, dan atau masyarakat dalam transisi dari tingkat
sejahtera tertentu ke tingkat sejahtera yang lebih tinggi yang
menunjukkan terjadinya peningkatan fungsi kesehatan menjadi
fungsi yang positif. Diagnosa keperawatan sindrom adalah
diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa aktual dan risiko
tinggi yang diperkirakan akan muncul karena suatu kejadian atau
situasi tertentu (Yeni & Ukur, 2019).
Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul pada klien
Cholelithiasis dan mengalami pembedahan adalah :
Masalah keperawatan pada Pre operatif :
 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis (Inflamasi)
 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
 Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit j.
Defisit nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan

27
 Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan
dengan obstruksi intestinal
 Resiko syok (Hipovolemik) dibuktikan dengan
kekurangan volume cairan

28
2.3.3 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Tindakan Keperawatan
Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan agen pencedera a. Setelah dilakukan Observasi :
fisiologis tindakan asuhan a. Identifikasi
keperawatan lokasi,karakteristik,durasi,
selama …. frekuensi, kualitas, intensitas
diharapkan nyeri nyeri: EBN: mengurangi tingka
pada pasien nyeri berdasarkan hasil
berkurang atau pengecekan Dempster-Shafer
menurun dengan b. Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil: c. Identifikasi respons nyeri non v
b. Keluhan nyeri d. Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan memperingan
c. Meringis menurun nyeri
d. Sikap protektif e. Identifikasi pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang nyeri
e. Gelisah menurun f. Identifikasi pengaruh budaya
f. Kesulitan tidur terhadap respon nyeri
menurun g. Identifikasi pengaruh nyeri pad
g. Menarik diri kualitas hidup
menurun h. Monitor keberhasilan terapi
h. Berfokus pada komplementer yang sudah
diri sendiri diberikan
menurun i. Monitor efek samping
i. Diaforesis menurun penggunaan analgetik
j. Frekuensi nadi Terapeutik :
membaik a. Berikan teknik nonfarmakolog
k. Pola nafas membaik untuk mengurangi rasa nyeri

29
l. Tekanan darah b. kontrol lingkungan yang
membaik memperberat rasa nyeri
m. Prilaku membaik c. fasilitasi istirahat dan tidur
n. Pola tidur membaik d. pertimbangkan jenis dan sumb
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
a. jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
b. jelaskan strategi meredakan nye
c. anjurkan memonitor nyeri seca
mandiri
d. anjurkan menggunakan analget
secara tepat
e. ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Gangguan mobilitas NOC : NIC :


fisik berhubungan Setelah dilakukan Observasi :
dengan nyeri tindakan asuhan a. Identifikasi adanya nyeri
keperawatan selama …. keluhan fisik lainnya
Diharapkan mobilitas b. Identifikasi toleransi
fisik pasien meningkat melakukan ambulasi
dengan kriteria hasil: c. Monitor frekuensi jantung
a. Pergerakan extremitas tekanan darah sebelum me
meningkat ambulasi
b. Kekuatan otot d. Monitor kondisi umum s
a. meningkat melakukan ambulasi

30
c. Rentang gerak
Terapeutik :
meningkat
d. Nyeri menurun a. Fasilitasi aktivitas am

e. Kecemasan menurun dengan alat bantu

f. Gerakan tidak b. Fasilitasi melakukan mobilisa

terkoordinasi c. Libatkan keluarga untuk mem

menurun pasien dalam meningk

g. Gerakan terbatas ambulasi

menurun Edukasi :
h. Kelemahan fisik
a. Jelaskan tujuan dan pr
menurun
ambulasi
b. Anjurkan melakukan ambulas
c. Ajarkan ambulasi sederhana
harus dilakukan
3. Hipertermi NOC : NIC :
berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi :
proses penyakit tindakan asuhan a. Identifikasi pe
keperawatan selama …. hipertermia
Diharapkan suhu tubuh b. Monitor suhu tubuh
pasien membaik dengan c. Monitor kadar elektrolit
kriteria hasil: d. Monitor haluan urine
a. Mengigil menurun e. Monitor komplikasi ak
b. Kulit merah menurun hipertermia
c. Akrasianosis menurun
Terapeutik :
d. Pucat menurun
e. Piloereksi menurun a. Sediakan lingkunga yang d

f. Kejang meurun b. Basahi dan kipasi permu

g. Suhu tubuh membaik tubuh

h. Suhu kulit membaik c. Berikan cairan oral

i. Kadar glukosa darah d. Ganti linen setiap hari


lebih sering jika t

31
membaik hyperhidrosis
j. Pengisian kapiler e. Hindari pemberian antip
membaik dan aspirin
k. Ventilasi membaik f. Berikanoksigen
l. Tekanan darah Edukasi :
membaik a. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian cair
elektrolit intravena
4. Defisit nutrisi NOC : NIC :
berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi :
ketidakmampuan tindakan asuhan a. Identifikasi status nutrisi
mencerna makanan keperawatan selama … b. Identifikasi alergi
Diharapkan status nutrisi intoleransi makanan
pasien membaik dengan c. Identifikasi makanan disuk
kriteria hasil: d. Identifikasi kebutuhan
a. Porsi makanan dan jenis nutrient
yang dihabiskan e. Identifikasi per
meningkat penggunaan selang nasoga
b. Berat badan f. Monitor asupan makanan
membaik g. Monitor berat badan
c. Indeks massa tubuh h. Monitor hasil pemerik
membaik laboratorium
d. Frekuensi makan
Terapeutik
membaik
e. Nafsu makan a. Lakukan oral hygiene se

membaik makan, jika perlu

f. Nyeri abdomen b. Fasilitas menentukan ped

menurun diet

g. Perasaan cepat c. Sajikan makanan

32
kenyang menurun menarik dan suhu yang ses
h. Kekuatan otot d. Berikan makanan
menelan meningkat seratuntuk mencegah kons
i. Membrane mukosa e. Berikan makanan tinggi
membaik dan tinggi protein
j. Bising usus f. Berikan suplemen mak
membaik jika perlu
g. Hentikan pemberian ma
melalui selang nasogastri
asupan oral dapat ditoleran

Edukasi :

a. Anjarkan posisi duduk, jik

b. Ajarkan diet yang deprogr


Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian me
sebelum makan, jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli
untuk untuk menen
jumlah kalori dan jenis nu
yang di butuhkan, jika per
5. Resiko NOC: NIC:
Setelah dilakukan Observasi :
ketidakseimbangan
tindakan asuhan a. Monitor status hidrasi (m
cairan dibuktikan
keperawatan selama …. Frekuensi nadi, keku
dengan obstruksi
Diharapkan nadi,akral,pengisian
intestinal
keseimbangan cairan kapiler,kelembapan muk
pasien meningkat dengan turgor kulit, tekanan darah
kriteria hasil: b. Monitor berat badan haria
a. Asupan cairan c. Monitor berat badan sebel
meningkat dan sesudah dialysis

33
b. Keluaran urin d. Monitor hasil pemerik
meningkat laboratorium
c. Kelembapan e. Monitor status hemodinam
membrane Mukosa Terapeutik :
d. Asupan makanan a. Catat intake dan output la
meningkat hitung balance cairan 24 ja
e. Edema menurun b. Berikan asupan cairan , s
f. Asites menurun kebutuhan
g. Tekanan darah c. Berikan cairan intravena
membaik diperlukan
h. Denyut nadi radial
Kolaborasi :
membaik
i. Tekanan arteri rata- Kolaborasi pemberian diuretic, ji

rata membaik diperlukan

j. Mata cekung
membaik
k. Turgor kulit
membaik
l. Berat badan
membaik
6. Resiko syok NOC: NIC:
Setelah dilakukan Observasi :
(Hipovolemik)
tindakan asuhan a. Monitor status kardiopulm
dibuktikan dengan
keperawatan selama …. b. Monitor status oksigenasi
kekurangan volume
Diharapkan pasien sudah c. Monitor status cairan
cairan
tidak mengalami syok d. Monitor tingkat kesadara
dengan kriteria hasil: respon pupil
a. Kekuatan nadi e. Periksa riwayat alergi
meningkat Terapeutik :
b. Output urinei a. Berikan oksigen
meningkat mempertahan kan sa

34
c. Tingkat kesadaran oksigen
meningkat b. Persiapan intubasi dan ve
d. Saturasi oksigen mekanis, jika perlu
meningkat c. Pasang jalur IV, jika perlu
e. Akral dingin d. Pasang kateter urine
menurun menilai produksi urine,
f. Pucat menurun perlu
g. Haus menurun e. Lakukan skin test
h. Tekanan darah mencegah reaksi alergi
sistolik membaik
Edukasi :
i. Tekanan darah
diastolic membaik a. Jelaskan penyebab atau

j. Tekanan nadi risiko syok

membaik b. Jelaskan tanda dan gejala

k. Frekuensi nafas syok

membaik c. Anjurkan melapor


menemukan atau mera
tanda dan gejala syok
d. Anjurkan memperb
asupan cairan oral

Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian IV,


perlu
b. Kolaborasi pemberian tran
darah, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu

35
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana
tindakanuntuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi
di mulai setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan pada
rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di
harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di
laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu
dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan
dan memfasilitasi koping (Harahap, 2019).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan
yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan
dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Harahap, 2019)
Terdapat dua jenis evaluasi (Nanda, 2020):
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi
formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang
dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif,
analisis data dan perencanaan.

36
1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien,
kecuali pada klien yang afasia
2) O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang
dilakukan oleh perawat.
3) A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien
yang dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data
objektif.
4) P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang
pengembangan tindakan keperawatan, baik yang sekarang
maupun yang akan datang dengan tujuan memperbaiki
keadaan kesehatan klien.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan
setelah semua aktivitas proses keperawatan selesi
dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan
pencapaian tujuan keperawatan, yaitu:
1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien
menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditentukan.
2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian
atau klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien
menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah
ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien
hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada
kemajuan sama sekali.
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk
melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnosis keperawatan, rencana tindakan dan

37
implementasinya sudah berhasil di capai. Tujuan evaluasi
adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
Hal ini bisa di laksanakan dengan mengadakan hubungan
dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang di berikan, sehingga perawat dapat
mengambil keputusan.
c.

38
BAB III
PENUTUP

3.8 Kesimpulan
Cholelithiasis adalah peradangan kandung empedu yang
disebabkan karena adanya sumbatan berupa partikel keras atau batu.
Cholelithiasis atau batu empedu adalah suatu komponen-komponen
empedu seperti bilirubin, kolesterol, garam empedu, protein, kalsium,
asam lemak, dan Fosfolipid yang mengendap dalam kantong empedu
(Rizky & Dessy, 2018).
Endapan-endapan ini biasanya dapat ditemukan di dalam kantong
empedu atau di dalam saluran empedu atau bahkan dapat ditemukan dalam
keduanya. Dalam tulisan Gagola, Timban, & Ali (2015) menyebutkan
bahwa batu empedu ini dapat terbentuk dan ditemukan di dalam kandung
empedu (cholecytolithiasis) atau di dalam duktus choledochus
(choledocholithiasis). (Menurut Hasanah,2015) batu empedu adalah suatu
pembentukan dari sebuah unsur endapan dari Kolesterol, kalsium, dan
campuran dari keduanya yang biasanya terbentuk dalam Kantong empedu,
saluran empedu, bahkan dalam saluran hati. Penyakit batu Empedu ini
dapat terjadi karena akibat dari adanya peradangan pada kantung empedu
yang mengakibatkan produksi sel dan zat yang tidak normal. Hal ini
terjadi karena adanya kristalisasi komponen empedu sehingga
mengakibatkan kecacatan dalam metabolisme di hati (Chen, Kong, &Wu,
2015).
Faktor risiko batu empedu secara konvensional meliputi usia, jenis
kelamin, dan diabetes mellitus (Manatsathit, Leelasincharoen, Al-Hamid,
Szpunar, &Hawasli, 2016). dalam tulisan Febyan, Dhilion, Ndraha, &
Tendean, (2017) faktor risiko yang banyak dijumpai pada kasus batu
empedu biasa disebut “6F” yaitu (fat, female, forty, food, fertile, family
histori). Seperti dijelaskan diatasbawasannya perempuan lebih rentan dan

39
lebih mendominasi dalam kasus batu empedu ini dikarenakan
hormoneesterogen.

3.9 Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan dapat dijadikan masukan dalam memberikan
asuhan keperawatan cholelithiasis dan dapat meningkatkan mutu
dalam pemberian asuhan keperawatan di ruangan.

2. Bagi Pasien dan Keluarga


Pasien Diharapkan dapat mengenali bagaimana proses dan
tanda gejala serta faktor penyebab terjadinya cholelithiasis
sehingga untuk kedepannya dapat merubah pola hidup menjadi
lebih baik.
3.

40
DAFTAR PUSTAKA

(Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI,


2013). (2018). Riset Kesehatan Dasar.

Alhawsawi, Z. M., Alshenqeti, A. M., Alqarafi, A. M., Alhussayen, L. K., &


Turkistani, W. A. (2019). Cholelithiasis in patients with paediatric sickle
cell anaemia in a Saudi hospital. Journal of Taibah University Medical
Sciences, 14(2), 187–192. http://doi.org/10.1016/j.jtumed.2019.02.007

AlKhlaiwy, O., AlMuhsin, A. M., Zakarneh, E., & Taha, M. Y. (2019).


Laparoscopic cholecystectomy in situs inversus totalis: Case report with
review of techniques. International Journal of Surgery Case Reports, 59,
208–212. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.05.050

Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, R. A. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan


pre operasi terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di RSUD
Kudus, 6(2), 139–148.

Baloyi, E. R. J., Rose, D. M., & Morare, N. M. T. (2020). Incidental gastric


diverticulum in a young female with chronic gastritis: A case report.
International Journal of Surgery Case Reports, 66, 63–67.
http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.11.030

Bini, J., Chan, J. C., Rivera, C., & Tuda, C. (2020). IDCases Sporadic
leptospirosis case in Florida presenting as Weil ` s disease. IDCases, 19,
e00686. http://doi.org/10.1016/j.idcr.2019.e00686

Bolat, H., & Teke, Z. (2020). Spilled gallstones found incidentally in a direct
inguinal hernia sac: Report of a case. International Journal of Surgery Case
Reports, 66, 218–220. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.12.018

Bruno, L. (2019). Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi. Journal of Chemical


Information and Modeling (Vol. 53).
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Ferreira Junior, E. G., Apolinario Costa, P., Freire Golveia Silveira, L. M., Valois
Vieira, R., Lima Martins Soares, H. A., Menon Loureiro, B., … Coelho
Ferreira Rocha, J. R. (2019). Localized pancreatic Castleman disease
presenting with extrahepatic dilatation of bile ducts: A case report and

41
review of published cases. International Journal of Surgery Case Reports,
54, 28–33. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2018.11.006

Harahap, E. E. (2019). Melaksanakan Evaluasi Asuhan Keperawatan Untuk


Melengkapi Proses Keperawatan.

Andalas, U. (2017). 1 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 2018, 1–5.

Nanda, D. (2020). Asuhan Keperawatan Aplikasi NANDA, (6), 1–7.

Kusuma, N. &. (2016). dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia.

Lestari, P. H., Setiawan, A., Pusat, J., Ilmu, F., Universitas, K., & Barat, J. (2019).
Pelaksanaan intervensi cakupan informasiku melalui pendekatan asuhan
keperawatan keluarga sebagai upaya pencegahan perilaku seksual berisiko
pada remaja, 11(1).

Musbahi, A., Abdulhannan, P., Bhatti, J., Dhar, R., Rao, M., & Gopinath, B.
(2019). Outcomes and risk factors of cholecystectomy in high risk patients:
A CASE SERIES. Annals of Medicine and Surgery.
http://doi.org/10.1016/j.amsu.2019.12.003

Nathaniel, A., Seja, G. P., Perdana, K. K., Daniel, R., Lumbantobing, P., &
Heryandini, S. (2018). Perilaku Profesional Terhadap Pola Makan Sehat,
1(2), 186–200.

Paasch, C., Salak, M., Mairinger, T., & Theissig, F. (2020). Leiomyosarcoma of
the gallbladder—A case report and a review of literature. International
Journal of Surgery Case Reports, 66, 182–186.
http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.11.062

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

42

Anda mungkin juga menyukai