Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. J DENGAN KASUS


CHOLELITIASIS (BATU EMPEDU) PADA SISTEM PERIOPERATIF
(POST OPERATIF)

Disusun Oleh:
NI LUH NOPI ARIYANI
NIM : 01.2.17.00618

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS. BAPTIS KEDIRI


PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Konsep Medis Cholelitiasis


1.1.1 Pengertian
Cholelitiasis (batu empedu) adalah timbunan Kristal di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang di temukan di dalam
kandung empedu disebut koledokolitiasis. Batu empedu juga dapat
didefinisikan sebagai endapan satu atau lebih komponen empedu, seperti
berupa kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, dan protein (Sholeh S,
2013).
Cholelitiasis (batu empedu) adalah penyakit dengan keadaan dimana
terdapat atau terbentuk batu empedu, bisa terdapat dalam kandung empedu
(cholecystolithiasis) atau dalam duktus choledochus (choledocholithiasis)
(Gagola P, et al, 2015).
Batu kantung empedu (Cholelitiasis) merupakan gabungan beberapa
unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu. Cholelitiasis (batu empedu) biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu,
batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi
(Nuari N, 2015).
1.1.2 Etiologi
Menurut (Sahputra, 2016) etiologi batu empedu (cholelitiasis) masih belum
diketahui secara pasti, namun cholelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa
faktor risiko di bawah ini. Namun, semakin banyak faktor risiko yang dimiliki
seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor
risiko tersebut antar lain:
1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandungkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormone estrogen
berpangaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar estrogen juga
meningkatkan risiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan
terapi hormone (estrogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung
empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis menigkatkan sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang usia yang lebih muda.
3. Berat Badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai risiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini dikarenakan dengan tingginya BMI
maka kadar mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi /
pengosongan kandung empedu.
4. Makanan Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
(seperti setelah operasi gastrointestinal) mengakibatkan gangguan
terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan
kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat KeluargaOrgan dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai
risiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluaga
6. Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan risiko terjadiya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
7. Penyakit Usus Halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8. Nutrisi Intravena Jangka Lama
Nutrisi intravena jangka lama mrngakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan / nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga risiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
1.1.3 Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Suratun,2010) secara umum,
batu kandung empedu dibedakan menjadi tiga bentuk, batu kolesterol, batu
kalsium bilirubinat, dan batu saluran empedu.
1. Batu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung 70% Kristal kolerterol, sedangkan sisanya
adalah kalsium karbonat dan kalsium bilirubinat. Bentuknya bervariasi
dan hampir selalu terbentuk di dalam kandung empedu. Permukaannya
licin atau multifaset, bulat, dan berduri. Proses pembentukan batu ini
melalui empat tahap, yaitu penjenuhan empedu oleh kolesterol,
pembentukan nidus atau sarang, kristalisasi, dan pertumbuhan batu.
2. Batu Kalsium Bilirubinat atau Batu Lumpur (Batu Pigmen)
Batu ini mengandung 25% kolesterol. Batu yang tidak banyak dalam
bentuk tidak teratur, kecil-kecil, berjumlah banyak, dan warnanya
bervariasi anatara cokelat, kemerahan, samapi hitam. Batu ini berbentuk
seperti lumpur atau tanah yang rapuh dan juga sering ditemukan dalam
ukuran besar, karena terjadi penyatuan dari batu-batu kecil.
3. Batu Saluran Empedu Masih berupa dugaan bahwa kelainan anatomi atau
pengisian di ventrikula oleh makanan akan meneyebabkan obstruksi
intermiten duktus koleduktus dan bendungan ini memeudahkan timbulnya
infeksi dan pembentukan batu. (Shole. S, 2013)
1.1.4 Patofisiologi
Berdasarkan berbagai teori, ada empat penjelasan yang mungkin untuk
pembentukan batu empedu (Sahputra,2016) yaitu :
1. Perubahan komposisi empedu. Perubahan komposisi membentuk inti, lalu
lambat laun menebal dan mengkristal. Pross pengkristalan dapat
berlangsung lama, bisa sampai bertahun-tahun dan akhirnya akan
menghasilkan batu empedu.
2. Adanya peradangan pada empedu. Peradangan empedu dalam kandung
empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan
kimia, dan pengendapan beberapa unsure konstituen empedu seperti
kolesterol, kalsium, bilirubin.
3. Adanya proses infeksi. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat
berperan sebagian dalam pemebentukan bat, melalui peningkatan
deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas
dan unsure seluler atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi.
Adanya proses infeksi ini terkait mengubah komposisi empedu dengan
meningkatkan reabsorbsi garam empedu dan lesitin.
4. Genetik. Salah satu faktor genetik yang menyebabkan terjadinya batu
empedu adalah obesitas karena orang dengan obesitas cenderung
mempunyai kadar kolesterol yang tinggi. Kolesterol tersebut dapat
mengendap di saluran pencernaan juga di saluran kandung empedu, yang
lama kelamaan akan berubah menjadi batu empedu. (Nian Nuari, 2015).
1.1.5 Komplikasi
Komplikasi kolelitiasis (batu empedu) yang biasa terjadi antara lain (Nurarif
& Kusuma, 2013) :
a. Kolesistitisakut (radang kandung empedu)
b. Koledokolitiasis(batu empedu pada duktus sistikus)
c. Kolangitisakut (radang saluran empedu)
d. Pankreatitis akut
e. Mukokel, empiema, hingga gangrene pada kandung empedu
f. Keganasan kandung empedu.
PATHWAY

Proses
Penurunan Gangguan
degenerative
fungsi hati metabolisme
penyakit hati

Peradangan dalam,
Sintesis
Pengendapan sekresi kolesterol
kolesterol
kolesterol kantong empedu

Batu
empedu

Risiko Port de entrée


Infeksi pasca bedah
Menyumbat aliran getah
pankreas
Intervensi
Distensi kandung pembedaha
Aliran balik getah n
empedu
empedu (dutus
kolekditus
Merangsang ujung kepaknreas)
saraf efran
Iritasi
simpatis
lumen
Hasilkan subtansi P

Inflamasi

Serabut saraf
eferen
hipotalamus Termostrat di Enzyme SGOT
hipotalamus dan SGPT

Nyeri hebat pada


Peningkatan
kuadran atas dan Bersifat iria f
suhu
nyeri tekan pada disaluran cerna
epigastrum
Hipertermi
Merangsang
Nyeri Akut
versus vegal

Permeabilitas
kapiler Penurunan
peristaltik
Cairan shift
keperitonium Rasa mual
muntah
Resiko
Risiko syok kekurangan
hipovolemik volume cairan Ketidakefektifan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
1.1.6 Manifestasi Klinis
Dapat bersifat asimtomatis. Gejala muncul saat terjadi inflamasi dan obstruksi
ketika batu bermigrasi ke duktus sistikus. Keluhan khas berupa kolik bilier.
Karakteristik kolik bilier menurut (Nian Nuari, 2015) antara lain :
a. Ikterus
Perubahan warna kulit, membrane mukosa lain dan sclera menjadi warna
kuning.
b. Rasa Nyeri
Pasien mungkin akan merasa nyeri pada abdomen kanan atas yang dapat
menjalar ke punggung sertabahu kanan dan akan merubah posisinya
secara terus-menerus untuk mengurangi intensitas nyeri.
c. Disertai mual serta muntah.
d. Intoleransi terhadap makanan berlemak
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Chris Tanto,et al, 2014) pemeriksaan penunjang antara lain:
1. USG Kandung Kemih
Akurat dalam mendiagnosis kolelitiasis (Sensitivitas 90% dan Spesifisitas
88%). Pasien dianjurkan untuk puasa 8 jam sebelum pemeriksaan.
Gambaran utama kolelitiasis antara lain, posterior acoustic shadow dari
opasitas pada lumen kandung empedu yang berubah dengan sesuai posisi
pasien (pengaruh gravitasi). USG juga dapat melihat fungsi pengosongan
batu empedu serta mendeteksi adanya komplikasi kolelitiasis dan
pancreatitis.
2. Foto Polos
Tidak disarankan karena sebagian besar batu empedu (>75%) bersifat
radiolusen.
1.1.8 Penatalaksanaan
Sasaran utama terapi medis adalah untuk mengurangi insidensi episode nyeri
akut kantung empedu dan kolesistitis dengan penatalaksanaan suportif dan
diet dan, jika memungkinkan, menghilangkan penyebabnya dengan
menggunakan farmakoterapi, prosedur endoskopik, atau intervensi bedah
(Bruno, 2019).
1. Terapi Nutrisi dan Suportif
a. Capai remisi dengan istirahat, cairan IV, pengisapan nasogatrik,
analgesik, dan antibiotic.
b. Diet segera setelah episode biasanya berupa cairan rendah lemak
dengan protein dan karbohidrat tinggi dilanjutkan dengan makanan
padat lembut, hinadri telur, krim, babi, makanan gorengan, keju, rich
dressings, sayuran pembentuk gas, dan alkohol.
2. Terapi Farmakologis
a. Asam ursodeoksikolat (UDCA [Urso, Actigall]) dan asam
kenodeoksikolat (kenodiol atau CDCA [Chenix]) efektif dalam
melarutkan batu kolesterol primer.
b. Pasien dengan gejala signifikan dan sering sumbatan duktus kisitk atau
batu pigmen bukan merupakan kandidat untuk terapi dengan UDCA.
3. Pengangkatan Batu Empedu Secara Non-Bedah
Selain dengan melarutkan batu empedu, batu empedu dapat dikeluarkan
dengan instrument lain (mis, kateter dan instrument yang dilengkapi
keranjang disusupkan ke saluran slang T atau fistula yang dibentuk pada
saat pemasangan slang T, endoskopi ERCP), litotripsi intrakorporeal
(denyut nadi laser), atau terapi gelombang syok ekstrakorporal (litotripsi
atau litotripsi gelombang syok ekstrakorporal [ESWL]).
4. Penatalaksanaan Bedah
Tujuan pembedahan adalah untuk meredakan gejala yang persisten, untuk
menghilangkan penyebab kolik bilier, dan untuk mengatasi kolesistitis
akut.
a. Kolesistektomi laparoskopik: Dilakukan melalui insisi ataua tusukan
kecil yang dibuat menembus dinding abdomen di umbilicus.
b. Kolesistektomi: Kantung empedu dikeluarkan melallui sebuah insisi
abdomen (biasanya subkosta kanan) setelah ligasi duktus kistik dan
arteri.
c. Minikolesistektomi: Kantung emepdu dikeluarkan melalui sebuah
insisi keci.
d. Kolesistostomi (bedah atau perkutan): Kantung empedu dibuka, dan
batu, empedu, atau drainase purulen dikeluarkan.(Brunner & Suddarth,
2013) .
1.1.9 Metode Operasi Laparoskopi
Bedah Laparoskopi atau bedah teropong merupakan tindakan operasi yang
dilakukan melalui sistem mini dinding perut dan memasukkan teropong
kamera ke dalam perut. Bila dibandingkan dengan tindakan bedah
konvensional, dimana rata-rata membutuhkan sayatan minimal 10 cm,
tindakan laparoskopi hanya membutuhkan sayatan sebesar 1 cm. Operasi
pengangkatan kantung empedu yang paling umum direkomendasikan melalui
operasi “lubang kunci” atau Kolesistektomi Laparoskopik. Operasi ini operasi
ini dilakukan dengan penerapan bius total, jadi jika anda tertidur selama
prosedur berlangsung sehingga tidak akan merasa sakit, masa pemulihan
dibutuhkan waktu biasanya 1-2 minggu (Mairinger, 2018).
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Asuhan Keperawatan Pada Klien Batu Empedu


2.1.1 Pengkajian
Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan data yang dikumpulkan
meliputi:
a. Identitias
Cholelitiasis (batu empedu) merupakan batu pada kandung empedu yang
banyak terjadi pada individu yang berusiadi atas 40 tahun dan semakin
meningkat pada usia 75 tahun. Dan wanita mempunyai resiko 3 kali lipat
untuk terkena cholelitiasis dibandingkan dengan pria.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh
klien , regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu
posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien
merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut.Klien sering mengalami nyeri di ulu hati yang
menjalar ke punggung, dan bertambah berat setelah makandisertai
dengan mual dan muntah.
3. Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
di riwayat sebelumnya. Klien memiliki Body Mass Index(BMI) tinggi,
mempunyai resiko lebih untuk terjadi cholelitiasis. Ini dikarenakan
dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu
pun tinggi.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
cholelitiasis. Penyakitcholelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini
menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya
hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat keluarga
cholelitiasis mempunyai resiko lebih besar disbanding dengan tanpa
riwayat keluarga.
5. Riwayat psikososial
Pola piker sangat sederhana karenaketidaktahuan informasi dan
mempercayakan sepenuhnya dengan rumah sakit. Klien pasrah
terhadap tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit asal cepat sembuh.
Persepsi diri baik, klien merasa nyaman, nyeri tidak timbul
sehubungan telah dilakukan tindakan cholesistektomi.
6. Riwayat lingkungan
Lingkungan tidak berpengaruh terhadap penyakit cholelitiasis. Karena
cholelitiasisdipengaruhi oleh pola makan dan gaya hidup yang tidak
baik.
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan:
Inspeksi: datar, eritmen (-), sikatrik (-)
Auskultasi: peristaltic (+)
Perkusi: timpani
Palpasi: supel, nyeri tekan (+) region kuadran kanan atas, hepar-
lien tidak teraba, massa (-)
b. Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kandung empedu.
Biasanya pada penyakit ini kandung empedu dapat terlihat dan
teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung
empedu.
8. Pola aktivitas
a. Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
b. Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas
dan anjurkan bedrest.
c. Aspek psikologis
Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana
hati.
d. Aspek penunjang
e. Hasil pemeriksaan laboratorium (bilirubin, amylase serum
meningkat.
2.2 Diagnosa Keperawatan SDKI
1. Nyeri Akut Berhubungan dengan Agen Pencedera Fisiologis
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
1. Nyeri Akut Berhubungan dengan Agen Pencedera Fisiologis ( D.0077)
Nyeri Akut ( D.0077)
Devinisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan akutual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
Penyebab :
1. Agens pencedera fisiologis ( mis: inflanmasi, iskemia, neoplasma )
2. Agens pencedera kimiawi ( mis : terbakar, bahan kimia iritan )
3. Agens Pencedera fisik ( mis : abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan )
Gejala dan tanda mayor Obyektif :
Subyektif : 1. Tampak meringis
Mengeluh nyeri 2. Bersikap protektif ( mis :
waspada, menghindari )
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor Obyektif :
Subyektif : 1. Tekanan darah meningkat
(tidak tersedia) 2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Prose berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. diaforesis
kondisi klinis terkait :
1. kondisi pembedahan
2. cedera traumatis
3. infeksi
4. sinrom coroner akut
5. glaukoma

Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)


Tingkat Nyeri (L. 08066)
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan
Ekspetasi Menurun
Kriteria Hasil
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Keluhan nyeri 1 2 3 4 5

Meringis
Sikap protektif 1 2 3 4 5

Gelisah 1 2 3 4 5

Kesulitan tidur 1 2 3 4 5
Menarik diri 1 2 3 4 5
Berfokus pada 1 2 3 4 5
diri sendiri
Diafroresis 1 2 3 4 5

Perasaan 1 2 3 4 5
depresi
(tertekan)
Perasaan takut 1 2 3 4 5
Anoreksia 1 2 3 4 5

Perineum
terasa tertekan
Uterus terasa 1 2 3 4 5
membulat
Ketegangan 1 2 3 4 5
otot
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5

Muntah 1 2 3 4 5

Mual 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Mmeburuk Membaik
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5

Frekuensi 1 2 3 4 5
nafas
Tekanan darah 1 2 3 4 5

Proses berfikir 1 2 3 4 5

Fokus 1 2 3 4 5

Fungsi 1 2 3 4 5
berkemih
Perilaku 1 2 3 4 5

Nafsu makan 1 2 3 4 5

Pola tidur 1 2 3 4 5

SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)


Manajemen Nyeri (L.08238)

Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional


yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan

Tindakan
Observasi
1. Identifikasi lokasi , Kareteristik, durasi,frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementar yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri ( mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
tehnik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri ( mis. Suhu ruangan,
Pencahayaan, kebisingan )
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
3. Anjurkan Memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
6.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.

Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia


2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Intoleransi Aktivitas (D.0056)
Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab :
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2. Tirah baring
3. Kelemahan
4. Imobilitas
5. Gaya hidup monoton
Gejala dan tanda mayor Obyektif :
Subyektif : 1. Frekuensi jantung meningkat
1. Mengeluh lelah >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan tanda minor Obyektif :
Subyektif : 1. Tekanan darah berubah >20%
1. Dyspnea saat/setelah aktivitas dari kondisi istirahat
2. Merasa tidak nyaman setelah 2. Gambaran EKG menunjukan
beraktivitas aritmia saat/setelah asktivitas
3. Merasa lemah 3. Gambaran EKG menunjukan
iskemia
4. Sianosis
Kondisi Klinis Terkait :
1. Anemia
2. Gagal jantung kongestif
3. Penyakit jantung coroner
4. Penyakit katup jantung
5. Aritmia
6. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
7. Gangguan metabolic
8. Gangguan muskuloskeletal

Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)


Toleransi Aktivitas (L.05047)
Toleransi Aktivitas (L.05047)
Definisi : Respon fisiologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga
Ekspetasi Meningkat
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Saturasi
oksigen
Kemudahan 1 2 3 4 5
dalam
melakukan
aktivitas
sehari-hari
Kecepatan 1 2 3 4 5
berjalan
Jarak berjalan 1 2 3 4 5
Kekuatan 1 2 3 4 5
tubuh bagian
atas
Kekuatan 1 2 3 4 5
tubuh bagian
bawah
Toleransi 1 2 3 4 5
dalam menaiki
tangga
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Keluhan lelah 1 2 3 4 5
Dyspnea saat 1 2 3 4 5
aktivitas
Dyspnea 1 2 3 4 5
setelah
aktivitas
Perasaan lemh 1 2 3 4 5

Aritmia saat 1 2 3 4 5
aktivitas
Aritmia setelah 1 2 3 4 5
aktivitas
Sianosis 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburuk Membaik
Warna kulit 1 2 3 4 5

Tekanan darah 1 2 3 4 5

Frekuensi 1 2 3 4 5
nafas
EKG iskemia 1 2 3 4 5

SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)


Manajemen Energi (1.05178)
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energy untuk mengatasi
atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan

Tindakan

Observasi
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya, suara,
kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala keletihan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
2. Kolaborasi dengan terapis dalam merencanakan dan memonitor program
aktivitas

DAFTAR PUSTAKA

Meylinda Eva. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Yang Mengalami Post OP
Choleliatis.http://repository.poltekkeskaltim.ac.id/1055/1/KTI
%20EVA%20MEYLINDA.pdf. Diakses pada tanggal 10 Desember
2020

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.2017 Standar


Diagnosis Keperawatan Indonesia..Jakarta.DPP PPNI.

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.2018 Standar


Intervensi Keperawatan Indonesia..Jakarta.DPP PPNI.

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.2019 Standar Luaran


Keperawatan Indonesia..Jakarta.DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai