Anda di halaman 1dari 10

Definisi

Cholestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran empedu dari
saluran empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada hambatan aliran empedu dan
bahan-bahan yang harus diekskresi hati (Nazer, 2010).

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk ke dalam duodenum dalam
jumlah yang normal. Secara klinis, kolestasis dapat didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat
yang diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu dan kolesterol di dalam
darah dan jaringan tubuh. Berdasarkan rekomendasi North American Society for Pediatric
Gastroenterology, Hepatology and Nutrition (NASPGHAN), kolestasis apabila kadar
bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl bila bilirubin total lebih dari 5 mg/dl, sedangkan bila kadar
dari bilirubin total lebih dari 5 mg/dl, kadar bilirubin direk lebih dari 20% dari bilirubin total
(Benchimol dkk., 2009; Bhatita, 2014).

Etiologi
Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis dan ekstrahepatic
cholestasis.

1 Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang terjadi akibat:
infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary cirrhosis primer, virus
hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-obatan
yang menginduksi cholestasis.
2 Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu, cista, striktur
(penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada pankreas, tekanan tumor
atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis primer. Batu empedu adalah salah satu
penyebab paling umum dari saluran empedu diblokir. Saluran empedu Diblokir
mungkin juga hasil dari infeksi.
Tanda dan Gejala Kolestasis
Tanpa memandang etiologinya, gejala dan tanda klinis utama kolestasis neonatal adalah
ikterus, tinja akolok dan urin yang berwarna gelap, namun tidak ada satupun gejala atau tanda
klinis yang patognomonik untuk atresia bilier. Keadaan umum bayi biasanya baik. Ikterus
bisa terlihat sejak lahir atau tampak jelas pada minggu ke 3 s/d 5. Kolestasis ekstrahepatik
hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik. Berkurangnya empedu dalam usus juga
menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium dan vitamin D akan menyebabkan
pengeroposan tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah tulang. Juga terjadi
gangguan penyerapan dari bahan-bahan yang diperlukan untuk pembekuan darah.
Terdapatnya empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal (disertai
penggarukan dan kerusakan kulit). Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari
kolestasis, menyebabkan kulit berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning
karena lemak. Gejala lainnya tergantung dari penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri perut,
hilangnya nafsu makan, muntah atau demam.
Pathway Kolestasis

Serosis hepatis Infeksi bakteri Gangguan


(kolektasis) metabolisme

Bolamin tak
Penurunan Perubahan komposisi empedu,
terkoagulasi
pembentukan miset stayus bilier

Kalsium bilirubinat Kalsium pemburat


Sekresi empedu Konsentrasi
dan strearat
jernih kolestasis kolesterol
melebihi
Batu pigmen hitam
kemampuan
empedu
mengikanya

Batu empedu Batu Pembentukan


untuk kolestrol kristal
kolelitiasis kolesterol Garam empedu

Oklusi dan obstruksi dari batu ikterus

Obstruksi duktus sistikus Obstruksi getah


Diserap oleh darah
dan duktus bilaris empedu ke deudenum

Gg gastrointestinal
Kolik bilier Respon sistemik
inflamasi
Mual, muntah, anoreksia
Nyeri episgastrium
Suhu tubuh
Intake nutrisi, cairan tidak
adekuat Nyeri akut

hipertermi
Ketidakseimbang Kekurangan
an nutrisiketidakse
kurang volume
dari kebutuhan cairan
tubuh
Pemeriksaan Penunjang

Sebagai tahap pertama dalam pendekatan diagnosa, harus dibuktikan apakah ada
kelainan hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah:

1 Hapusan darah tepi


2 Bilirubin dalam air seni
3 Sterkobilinogen dalam air seni
4 Tes fungsi hepar yang standar: Heymans vd Bergh, SGOT, SGPT, alkali fosfatase
serta serum protein

Bila ada bukti keterlibatan hepar maka dilakukan tahap berikutnya untuk membuktikan:

1 Kelainan intra/ekstrahepatal
2 Mencari kemungkinan etiologi
3 Mengidentifikasi kelainan yang dapat diperbaiki/diobati

Pemeriksaan yang dilakukan adalah:

1 Terhadap infeksi/bahan toksik


2 Terhadap kemungkinan kelainan metabolik
3 Mencari data tentang keadaan saluran empedu

Untuk pemeriksaan terhadap infeksi yang penting adalah:

1 Virus:
a. Virus hepatotropik: HAV, HBV, non A non B, virus delta
b. TORCH
c. Virus lain: EBV, Coxsackies B, varisela-zoster
2 Bakteri:
Terutama bila klinis mencurigakan infeksi kuman leptospira, abses piogenik
3 Parasit:
Toksoplasma, amuba, leismania, penyakit hidatid, bahan toksik, terutama
obat/makanan hepatotoksik

Pemeriksaan kelainan metabolik yang penting:

a. Galaktosemia, fruktosemia
b. Tirosinosis: asam amino dalam air seni
c. Fibrosis kistik
d. Penyakit Wilson
e. Defisiensi alfa-1 antitripsin

Data tentang saluran empedu diperoleh melalui pemeriksaan:

a. Rose Bengal Excretion (RBE)


b. Hida Scan
c. USG
d. Biopsi hepar

Bila dicurigai ada suatu kelainan saluran empedu dilakukan pemeriksaan kolangiografi.

Penatalaksanaan Medis
Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke dalam
usus Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman dalam
penatalaksanaannya, yaitu:

1 Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran


empedu

2 Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis


3 Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan
fatal yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar
4 Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan
5 Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat
mengganggu/merusak hepar

Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:

1. Tindakan medis

a. Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy


cholic acid (UDCA).
b. Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium chain
triglyceride) karena malabsorbsi lemak.
c. Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)

2. Tindakan bedah
Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan saluran
empedu yang ada.
Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure)

diperlukan untuk mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan


usus halus langsung dari hati untuk menggantikan saluran empedu (lihat gambar di
bawah). Untuk mencegah terjadinya komplikasi cirrhosis, prosedur ini dianjurkan
untuk dilakukan sesegera mungkin, diupayakan sebelum anak berumur 90 hari. Perlu
diketahui bahwa operasi Kasai bukanlah tatalaksana definitif dari atresia biliaris,
namun setidaknya tindakan ini dapat memperbaiki prognosis anak dan
memperlambat perjalanan menuju kerusakan hati (Nezer, 2010).

Komplikasi

a. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari kolestasis neonatus ini adalah
hiperlipidemia/xantelasma dan gagal hati.
b. Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran
histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya
sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya
71-86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka
keberhasilannya hanya 34-43,6%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka
angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12
bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi faktor-
faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi >
60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had, tidak adanya duktus
bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal.

Asuhan Keperawatan

Pengkajian adalah langkah awal dalam proses keperawatan secara menyeluruh.


Pengkajian pasien post operatif meliputi :
1. Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler periferatau stasis
vaskuler (meningkatkan resiko pembentukan trombosis)
2. Integritas ego
Gejala : Perasaan camas, takut, marah, apatis. Factor-faktor stress multiple misalnya
financial, hubungan, gaya hidup
Tanda : Tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan atau peka rangsanganstimulasi
simpasis
3. Makanan atau cairan
Gejala : Insufisiensi pangkreas/ DM (Predisposisi untuk hihipeglikemia ketoasidosis)
malnutrisi(termasuk obesitas) membrane mukosa yang kering( pembatasan
pemasukan/prosedur puasa pra operasi)
4. Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis, merokok
5. Keamanan
Gejala : alergi/ sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan defisiensi umum
Tanda : munculnya proses infeksi

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b/d neuromuskuler, ketidak seimbangan preseptual atau kognitif,
peningkatan ekspasi paru obstruksi trachea bronchea
2. Perubahan proses piker b/d perubahan kimia misalnya menggunakan obat-obatan
farmasi, hipoksia, lingkungan terapiotik misalnya stimilasi sensorik yang berlebihan,
stress fisiologis
3. Kekurangan volume cairan , resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan cairan tubuh
secara oral hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, pengeluaran integritas pembuluh
darah.
4. Nyeri akut b/d gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot, trauma muskuletal.

INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


Intervensi adalah rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menaggulagi masalah sesuai dengan diagnose keperawatan.
Implementasi adalah pengelolaan dari perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan.
Diagnosa 1
Tujuan : Menetapkan pola nafas yang normal/ efektif dan bebas tanda-tanda hipoksia
lainnya.
Kriteria hasil : Tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernafasan
INTERVENSI
Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala hiperekstensi rahang aliran
udara fangial oral
Rasional : mencegah obstruksi jalan nafas
Auskultasi suara nafas. Dengarkan ada atau tidak adanya suara nafas
Rasional : kurangnya suara nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mulut/lidah dan
dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun penghisapan
Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, pemakaian otot bantu pernafasan,
perluasan rongga dada retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit dan aliran
darah.
Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis
pembedahan
Rasional : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya espirasi dan munta.
Posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan
menurunkan tekanan pada diafragma.

Diagnosa 2
Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran
Kriteria hasil : pasien mampu mengenal keterbatasan diri dan mencari sumber bantuan
sesuai dengan kebutuhan.
INTERVENSI
Orientasikan pasien secara terus mnerus setelah keluar dari pengaruh anastesi, nyatakan
bahwa operasi telah selesai dilakukan
Rasional : karena pasien telah mengkat kesadarannya maka dukungan akan menmbantu
menghilangkan ansietas.
Bicara pada pasien dengan suara yang jelas dan normal tanpa membantah sadar penuh
akan apa yang diucapkan.
Rasional : tidak dapa ditentukan pasien akan sadar penuh namun sensori pendengaran
mrupakan kemapuan yang pertama kali pulih.
Evaluasi sensasi / penggerakan ekstermitas dan batang tenggorokan
Rasional : pengembalian funsi setelah dilakukan blok saraf spinal /local yang bergantung
pada jenis / jumlah obat yang akan digunakan dan lamanya prosedur dilakukan.

Diagnosa 3
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat
Kriteria hasil : tidak ada tanda tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil) kualitas denyut
nadi baik, turgor kulit normal, membrane mukosa lembab dan pengeluaran urine yang
sesuai.
INTERVENSI
Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran, Tanya ulang catatan operasi
Raional : dokomentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran
cairan/ kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang membantu intervensi
Kaji pengeluaran urinarius terutama untuk tipe operasi yang dilakukan
Rasional : impotensi, takikardi, peningkatan pernafasan mengindikasikan kekurangan
cairan.
Letakkan posisi pasien pada posisi yang sesuai tergantung pada kekurangan pernafasan
dan jenis pembedahan.
Rasional : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari
muntah.

Diagnosa 4
Tujuan : pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang
Kriteria hasil : pasien tampak rileks, dapat beristirahat atau tidur dan melakukan
pergerakan yang berarti sesuai toleransi.
INTERVENSI
Evaluasi rasa sakit secara regular. Catat karakterristik lokasi dan skla
Rasional : sediakan mengenai informasi kebutuhan atau efektifitas intervensi
Catat munculnya rasa cemas atau takut dan hubungkkan dengan lingkungan dan
persiapkan untuk prosedur
Rasional : perhatikan halhal yang tidak diketahui dan tau persiapkan in adekuat
Observasi efek analgetik
Rasional : respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik dan mungkin
enimbulkan efek-efek analgetik dengan zat-zat anastesi.
Kolaborasi pemberian analgetik IV sesuai kebutuhan
Rasional : analgetik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa sakit. Menimbulkan
penghilang yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.

Daftar Pustaka

Anonym. 2010 available at http://herodessolution.blogspot.com/2010/09/asuhan-


keperawatan-anak-dengan.html. tanggal 13 november 2017

Anonym. 2010. available athttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/bileductdiseases.html


(Diakses tanggal 13 november 2017)

Anonym.2010.available http: ://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000215.htm


(Diakses tanggal 13 november 2017)

Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya.

Mansjoer A. et al, 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512. Jakarta:
Media Aesculapius, FKUI.

Nazer, Hisham. 2010. Cholestasis. available at


http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview (Diakses tanggal 13
november 2017)

Anda mungkin juga menyukai