Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PADA PASIEN DENGAN THALASEMIA

OLEH :

DEWA AYU PUTRI WEDA DEWANTI


(P07120320040)
NERS KELAS B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PADA PASIEN DENGAN THALASEMIA

A. KONSEP PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Istilah talasemia, yang berasal dari kata yunani thalassa dan
memiliki makna “laut”, digunakan pada sejumlah kelainan darah bawaan
yang ditandai defisiensi pada kecepatan produksi rantai globin yang
spesifik dalam Hb (Wong, 2009).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada
hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh
darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari) (Arif
Manjoer, 2000).
Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan,
dikarakteristikkan dengan defisiensi sintesis rantai globulin spesifik
molekul hemoglobin (Muscari, 2005). Talasemia adalah penyakit bawaan
dimana sistem tubuh penderitanya tidak mampu memproduksi hemoglobin
yang normal (Pudjilestari, 2003). Sindrom talasemia merupakan kelompok
heterogen kelainan mendelian yang ditandai oleh defek yang
menyebabkan berkurangnya sintesis rantai α- atau β-globin (Mitcheel,
2009).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan
tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam
pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb (Nursalam,2005).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
Thalasemia merupakan keadaan yang diwarisi, yaitu diwariskan dari
keluarga kepada anak. Kecacatan gen menyebabkan haemoglobin dalam
sel darah merah menjadi tidak normal. Mereka yang mempunyai penyakit
Thalasemia tidak dapat menghasilkan haemoglobin yang mencukupi
dalam darah mereka. Haemoglobin adalah bahagian sel darah merah yang
mengangkut oksigen daripada paru-paru keseluruh tubuh. Semua tisu
tubuh manusia memerlukan oksigen. Akibat kekurangan sel darah merah
yang normal akan menyebabkan pesakit kelihatan pucat kerana paras
hemoglobin (Hb) yang rendah (anemia).
2. PATOFISIOLOGI
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan polipeptida
rantai alfa dan dua rantai beta . Pada beta thalasemia adalah tidak adanya
atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada
gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Adanya suatu
kompensator yang meningkat dalam rantai alfa, tetapi rantai beta
memproduksi secara terus-menerus sehingga menghasilkan hemoglobin
defective. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan
ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah
menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan dalam rantai alfa ditemukan pada thalasemia beta dan
kelebihan rantai beta dan gamma ditemukan pada thalasemia alfa.
Kelebihan rantai polipeptida kini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit.
Globin intra eritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai
rantai polipeptida alfa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stbil
badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Produksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi
RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC diluar menjadi eritropoetik aktif. Kompensator produksi
RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik. Dan dengan cepatnya
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow
menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh
3. PATHWAY

Penyebab primer: Penyebab sekunder:

- Sintetis Hb A << - Defisiensi asam folat


- Eritropoisis tidak efektif - Hemodelusi
- Destruksi eritrosit - Destruksi eritrosit oleh s.
intramedular retikuloendotelial

Mutasi DNA

Produksi rantai alfa dan beta Hb berkurang

Kelainan pada eritrosit

Pengikatan O2berkurang

Kompensator pada rantai α

Rantai β produksi terus menerus

Hb defectif

Ketidakseimbangan polipeptida

Eritrosit tidak stabil MK: Resiko Infeksi

Hemolisis Anemia Transfusi


berat darah berulang
Suplay O2<<
Hemosiderosis

Ketidakseimbangan Suplay O2ke Penumpukan


MK:
suplay O2dan jaringan Perfusi Perifer Besi
kebutuhan perifer << Tidak efektif

Hipoksia
Dyspneu
Endokrin Jantung Hepar Limpa Kulit
menjadi
Penggunaan otot kelabu
Tumbang Gagal Hepatomegali Splenomegali
bantu napas
terganggu Jantung

Kelelahan / Kelemahan Fisik


Kelelahan MK:
MK: Gangguan
Nyeri Integritas
MK: Intoleransi
Akut Kulit/Jaringan
Aktivitas

Malas makan

Intake
nutrisi <<

MK:
Defisit Nutrisi
4. ETIOLOGI
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang
diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen
yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11.
Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta
ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk
hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan
disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat
thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen
dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa
sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin
terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia
(Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari
kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada
proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari
ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-
masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan
terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak
dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak
hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak
hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak
mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah
penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh
pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/
Faktor genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia
trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka
menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau
Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka
akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka
akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak
seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor.
Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah
sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-
anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di
kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa
sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga
memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita
Thalassaemia mayor
5. KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada
Thalassemia terjadi gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11
mempunyai satu gen β pada setiap kromosom (total dua gen β) sedangkan
dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap kromosom (total
empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α
dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya
separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan
produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen
globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang.
Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh
gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan
defek yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2007).
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang
mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek
secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak,
2007).
a. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada
kromosom 16, maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi
gen sering terjadi pada Thalassemia α maka terminologi untuk
Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada
satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat
lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama (cis)
atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada
dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006).
1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α
sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu
pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu
tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada
anaknya (Wiwanitkit, 2007).
2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik
mikrositik dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya
kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier yang
bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering
memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar
antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di
dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu
Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).
4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan
biasanya meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah
dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis.
Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ
(diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan
masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin
Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi)
(Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).
b. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada
kromosom 11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β
disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen,
2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya
terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan
prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).
1) Thalassemia βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan. Satu
pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini.
2) Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β
terjadi. Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal
dihasilkan pada keadaan ini.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS
PRECISE, 2010)
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor
merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar
hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah
merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel
darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek,
hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak
normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya
gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung
berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas
thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang
pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk
mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan
tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita
thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan
seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia
mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering
transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat
ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian
sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia,
namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak
muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia
menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah.
Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada
garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor
dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas,
loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada
sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi
tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya
Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004)
a. Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a).
b. Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b).
c. Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak
gen-nya diduga berdekatan).
d. Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d).
6. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :
a. Thalasemia Mayor
1) Pucat
2) Lemah
3) Anoreksia
4) Sesak napas
5) Peka rangsang
6) Tebalnya tulang kranial
7) Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
8) Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
9) Disritmia
10) Epistaksis
11) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
12) Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
13) Kadar besi serum tinggi
14) Ikterik
15) Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar
hidung lebar dan datar.
b. Thalasemia Minor
1) Pucat
2) Hitung sel darah merah normal
3) Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml
di bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
sedang
7. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung.
Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan
kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai
jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini
menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa
yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia
disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan
Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah
transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis
mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi
kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin (Herdata, 2008)
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test. Screening test, di daerah endemik, anemia
hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia
(Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi
pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent
carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada
diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit.
Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi
natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui
probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang
bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol <
spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan
sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu
penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi
81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53%
(Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi
hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang
memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan
(Wiwanitkit, 2007).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β
berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus
telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x
(MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi
kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi
besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang
diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi
sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita
Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan
anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula
MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala
lanjut (Yazdani, 2011).
Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin
di dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah
Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan
kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai
abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada
Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia
Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada
negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi
Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan
Hb C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid
chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual
Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini
berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung
konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit,
2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan
tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang
berlaku (Wiwanitkit, 2007).
9. PENATALAKSANAAN
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara
lain : Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat
dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk
mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine
diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama
dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
Splenectomy dilakukan untuk mengurangi penekanan pada
abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal
dari suplemen (transfusi).
Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus
menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif
(misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan
keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap
penelitian.
Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002;
Hassan dan Alatas, 2002; Herdata, 2008)
a. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah
kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin
lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine,
dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap
selesai transfusi darah. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian
kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi. Asam folat 2-5
mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Vitamin E 200-
400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah
b. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi: limpa yang terlalu besar, sehingga
membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan
intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur hipersplenisme ditandai
dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan
suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun. Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi
penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia
mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi
besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak
usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-
spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk
melakukan transplantasi ini.
c. Suportif
Tranfusi Darah. Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5
g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang
adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB
untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri,
thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada
thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru
datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas
infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya
pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi
terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah
kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.
Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis
thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan,
sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan
usianya.
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak
tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah
merasa lelah
g. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah
orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua
menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia
mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan
karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin
disebabkan karena keturunan.
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa
dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu
diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya
nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.
i. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan
diantaranya adalah:
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
selincah aanak seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah
mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua
mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar. Mata dan konjungtiva
terlihat pucat kekuningan. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
3) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
4) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran
limpa dan hati ( hepatosplemagali). Pertumbuhan fisiknya terlalu
kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik
anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
5) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena
adanya anemia kronik.
6) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti
besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).
2. MASALAH KEPERAWATAN
a. Perfusi perifer tidak efektif
b. Intoleransi aktivitas
c. Defisit nutrisi
d. Nyeri akut
e. Gangguan integritas kulit/jaringan
f. Resiko infeksi
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
Definisi: keperawatan selama ... x ... Observasi
Penurunan sirkulasi darah pada menit diharapkan Perfusi  Periksa sirkulasi perifer
level kapiler yang dapat Perifer Meningkat dengan (mis. nadi perifer, edema,
mengganggu metabolisme tubuh. kriteria hasil : pengisian kapiler, warna,
Penyebab  Kekuatan nadi perifer suhu, ankle-brachial index)
 Hiperglikemia meningkat (5)  Identifikasi faktor risiko
 Penurunan konsentrsai  Penyembuhan luka gangguan sirkulasi (mis.
hemoglobin meningkat (5) diabetes, perokok, orang tua,
 Peningkatan tekanan darah  Sensasi meningkat hipertensi dan kadar
 Kekurangan volume cairan  Warna kulit pucat kolesterol tinggi)

 Penurunan aliran arteri dan/atau menurun (5)  Monitor panas, kemerahan,


vena  Edema perifer menurun nyeri atau bengkak pada

 Kurang terpapar informasi (5) ekstremitas

tentang factor pemberat (mis.  Nyeri ekstremitas Terapeutik


Merokok, gaya hidup monoton, menurun (5)  Hindari pemasangan infus
trauma, obesitas, asupan garam,  Pasastesia menurun (5) atau pengambilan darah di
imobilitas)  Kelemahan otot area keterbatasan perfusi
 Kurang terpapar informasi menurun (5)  Hindari pengukuran tekanan
tentang proses penyakit (mis.  Kram otot menurun (5) darah pada ekstremitas
Diabetes mellitus,  Bruit femoralis menurun dengan keterbatasan perfusi
hyperlipidemia) (5)  Hindari penekanan dan
 Kurang aktivitas fisik  Nekrosis menurun (5) pemasangan tourniquet pada
Gejala dan Tanda Mayor  Pengisian kapiler area yang cedera
Subjektif membaik (5)  Lakukan pencegahan infeksi
-  Akral membaik (5)  Lakukan perawatan kaki dna
Objektif  Trugor kulit membaik kuku
 Pengisian kapiler >3 detik (5)  Lakukan hidrasi
 Nadi perifer menurun atau tidak  Tekanan darah sistolik Edukasi
teraba membaik (5)  Anjurkan berhenti merokok
 Akral teraba dingin  Tekanan darah diastolik  Anjurkan berolahraga rutin
 Warna kulit pucat mebaik (5)  Anjurkan mengecek air
 Turgor kulit menurun  Tekanan arteri rata-rata mandi untuk menghindari
Gejala dan Tanda Minor membaik (5) kulit terbakar
Subjektif  Indeks ankle-brachial  Anjurkan minum obat
 Parastesia membaik (5) pengontrol tekanan darah
 Nyeri ekstremitas (klaudikasi secara teratur
intermiten)  Anjurkan menggunakan obat
Objektif: penurn tekanan darah,
 Edema antikoagulan, dan penurun
 Penyembuhan luka lambat kolesterol, jika perlu
 Indeks ankle-brachial<0,90  Anjurkan menghindari
 Bruit femoral penggunaan obat penyekat
Kondisi Klinis Terkait beta
 Tromboflebitis  Anjurkan melakukan
 Diabetes mellitus perawatan kulit yang tepat

 Anemia (mis. melembabkan


 Gagal jantung kongestif kulitkering pada kaki)
 Kelainan jantung kongenital  Anjurkan program
 Thrombosis arteri rehabilitasi vaskular
 Varises  Anjurkan program diet
 Thrombosis vena dalam untuk memperbaiki sirkulasi

 Sindrom kompartemen (mis. rendah lemak jenuh,


minyak ikan omega 3)
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Manajemen Sensasi Perifer
Observasi
 Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
 Identifikasi penggunaan alat
pengikat, prostesis, sepatu
dan pakaian
 Periksa perbedaan sensasi
tajam atau tumpul
 Periksa perbedaan sensasi
panas atau dingin
 Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi dan
tekstur benda
 Monitor terjadinya
parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Terapeutik
 Hindari pemakaian benda-
benda yang berlebihan
suhunya (terlalu panas atau
dingin)
Edukasi
 Anjurkan penggunaan
termometer untuk menguji
suhu air
 Anjurkan penggunaan
sarung tangan termal saat
memasak
 Anjurkan memakai sepatu
lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
2. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
Definisi : keperawatan selama ... x ... Observasi
Ketidakcukupan energi untuk menit diharapkan Toleransi  Identifikasi gangguan fungsi
melakukan aktivitas sehari-hari Aktivitas Meningkat tubuh yang mengakibatkan
Penyebab : dengan kriteria hasil : kelelahan
 Ketidakseimbangan antara  Frekuensi nadi  Monitor kelelahan fisik dan
suplai dan kebutuhan oksigen meningkat (5) emosional
 Tirah baring  Saturasi oksigen  Monitor pola dan jam tidur
 Kelemahan meningkat (5)  Monitor lokasi dan
 Imobilitas  Kemudahan dalam ketidaknyamanan selama
 Gaya hidup monoton melakukan aktivitas melakukan aktivitas
Gejala dan Tanda Mayor sehari-hari meningkat Terapeutik
Subjektif : (5)  Sediakan lingkungan yang
 Mengeluh Lelah  Kecepatan berjalan nyaman dan rendah stimulus
Objektif : meningkat (5) (mis. Cahaya, suara,
 Frekuensi jantung meningkat  Jarak berjalan kunjungan)
>20% dari kondisi normal meningkat (5)  Lakukan latihan rentang
Gejala dan Tanda Minor  Kekuatan tubuh bagian gerak aktif dan/atau pasif
Subjektif : atas meningkat (5)  Berikan aktivitas distraksi
 Dyspnea saat/setelah aktivitas  Kekuatan tubuh bagian yang menyenangkan
 Merasa tidak nyaman setelah bawah meningkat (5)  Fasilitasi duduk di sisi
beraktivitas  Toleransi dalam tempat tidur, jika tidak dapat
 Merasa lemah menaiki tangga berpindah atau berjalan
Objektif : meningkat (5) Edukasi
 Tekanan darah berubah >20%  Kelulah Lelah menurun  Anjurkan tirah baring
dari kondisi istirahat (5)  Anjurkan melakukan
 Gambaran EKG menunjukkan  Dyspnea saat aktivitas aktivitas secara bertahap
aritmia saat/setelah aktivitas menurun (5)  Anjurkan menghubungi
 Gambaran EKG menunjukkan  Dyspnea setelah perawat jika tanda dan
iskemia aktivitas menurun (5) gejala kelelahan tidak
 Sianosis  Perasaan lemah berkurang
Kondisi Klinis Terkait menurun (5)  Anjurkan strategi koping
 Anemia  Aritmia saat aktivitas untuk mengurangi kelelahan
 Gagal jantung kongestif menurun (5) Kolaborasi

 Penyakit jantung coroner  Aritmia setelah aktivitas  Kolaborasi dengan ahli gizi

 Penyakit katup jantung menurun (5) tentang cara meningkatkan

 Aritmia  Sianosis menurun (5) asupan makanan

 PPOK  Warna kulit membaik


 Gangguan metabolic (5)

 Gangguan muskuluskeletal  Tekanan darah membaik


(5)
 Frekuensi napas
membaik (5)
 EKG Iskemia membaik
(5)

3. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi


Definisi : keperawatan selama ... x ... Observasi
Asupan Nutrisi tidak cukup untuk jam diharapkan Status  Identifikasi status nutrisi
memenuhi kebutuhan Metabolisme. Nutrisi Membaik dengan  Indentiikasi Alergi
Penyebab : kriteria hasil : makanan
 Ketidakmampuan mencerna  Porsi makanan yang  Indentifikasi kebutuhan
makanan. dihabiskan meningkat kalori yang dibutuhkan
 Ketidakmampuan menelan (5) pasien
makanan.  Berat badan meningkat  Monitor berat badan
 Ketidakmampuan (5)  Monitor asupan mkanan
mengabsorpsi makanan.  Nafsu makan meningkat  Monitor hasil pemeriksaan
 Peningkatan kebutuhan (5) laboratorium.
mtabolisme.  Kekuatan otot Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor mengunyah membaik  Lakukan oral hygene
Subjektif : (5) sebelum makan
-  Kekuatan otot menelan  Fasilitasi menentukan
Objektif : membaik (5) pedoman diet
 Berat badan menurun  Nyeri abdomen  Sajikan mkanan secara
minimal 10% dibawah menurun (5) menarik
rentang ideal.  Indeks Masa Tubuh  Berikan makanan tinggi
Gejala dan Tanda Minor (IMT) membaik (5) kalori
Subjektif :  Membrane mukosa Edukasi
 cepat kenyng setelah makan membaik (5)  Anjurkan posisi duduk
 kram/nyeri abdomen  Anjurkan diet yang
 nafsu makan menurun diprogramkan
Objektif :  Kolaborasi dengan ahli gizi
 bising usus hiperaktif
 otot pengunyah lemah
 otot menelan lemah
 membrane mukosa pucat
 sariawan
 serum albumin turun
Kondisi Klinis Terkait :
 Stroke
 parkinson
 Mobious syndrome
 Cerebral palsy
 Cleft lip
 Cleft palate
 Luka bakar
 Kanker
 Infeksi
4. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
Definisi: keperawatan selama .... X .... Observasi
Pengalaman sensorik atau jam menit diharapkan Nyeri  Identifikasi lokasi,
emosional yang berkaitan dengan Akut Berkurang dengan karakteristik, durasi,
kerusakan jarigan actual atau kriteria hasil : frekuensi, kualitas ,
fungsional, dengan onset mendadak Tingkat nyeri : intensitas nyeri
atau lambat dan berintensitas  Keluhan nyeri (5)  Identifikasi skala nyeri
ringan hingga berat yang  Meringis (5)  Identifikasi respons nyeri
berlangsung kurang dari 3 bulan  Sikap protektif (5) non verbal
Penyebab:  Gelisah (5)  Identifikasi faktor yang
 Agen pencedera fisiologis  Kesulitan tidur (5) memperberat nyeri dan
(mis. Inflamai,iskemia,  Menarik diri (5) memperingan nyeri
neoplasma  Berfokus pada diri  Identifikasi pengetahuan dan
 Agen pencedera kimiawi sendiri (5) keyakinan tentang nyeri
(mis. Terbakar, bahan kimia  Diaforesis (5)  Identifikasi pengaruh budaya
iritan)  Perasaan depresi terhadap respon nyeri
 Agen pencedera fisik (mis. (tertekan) (5)  Identifikasi pengaruh nyeri
Abses, amputasi, terbakar,  Perasan takut pada kualitas hidup
terpotong, mengangkat mengalami cedera  Monitor keberhasilan terapi
berat, prosedur operasi, berulang (5) komplementer yan sudah
trauma, latihan fisik  Anoreksia (5) diberikan
berlebih)  Perineum terasa  Monitor efek samping
Gejala dan Tanda Mayor tertekan (5) penggunaan analgetik
Subjektif  Uterus teraba Terapeutik
 Mengeluh nyeri membulat (5)  Berikan teknik
Objektif  Ketegangan otot (5) nonfarmakologis untuk
 Tampak meringis  Pupil dilatasi (5) mengurangi rasa nyeri (mis.
 Bersikap protektif (mis.  Muntah (5) TENS, hypnosis, akupresur,
Waspada, posisi  Mual (5) terapi music, biofeedback,
menghindari nyeri)  Frekuensi nadi (5) terapi pijat, aromaterapi,
 Gelisah  Pola napas (5)
teknik imajinasi terbimbing,
 Frekuensi nadi meningkat  Tekanan darah (5)
kompres hangat/dingin,
 Sulit tidur  Proses berpikir (5)
terapi bermain)
Gejala dan Tanda Minor  Kontrol lingkungan yang
 Fokus (5)
Subjektif memperberat rasa nyeri (mis.
 Fungsi kemih (5)
- Suhu ruangan, pencahayaan,
 Perilaku (5)
Objektif kebisingan)
 Nafsu makan (5)
 Tekanan darah meningkat  Fasilitas istirahat dan tidur
 Pola tidur (5)
 Pola napas berubah  Pertimbangkan jenis dan
Kontrol Nyeri
 Nafsu makan berubah sumber nyeri dalam
 Melaporkan nyeri
 Proses berpikir terganggu pemilihan strategi
terkontrol (5)
 Menarik diri meredakan nyeri
 Kemampuan
 Berfokus pada diri sendiri Edukasi
mengenali onset
 Diaforesis  Jelaskan penyebab, periode,
nyeri (5)
Kondisi klinis terkait dan pemicu
 Kemampuan
 Kondisi pembedahan  Jelaskan strategi meredakan
mengenali penyebab
 Cedera traumatis nyeri
nyeri (5)
 Anjurkan memonitor nyeri
 Infeksi  Kemampuan secara mandiri
 Sindrom koroner akut menggunakan teknik  Anjurkan menggunakan
 Glaukoma non-farmakologis (5) analgetik secara tepat
 Dukungan orang  Ajarkan teknik
terdekat (5) nonfarmakologis untuk
 Keluhan nyeri (5) mengurangi rasa nyeri
 Penggunaan Kolaborasi
analgesic (5)  Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
5. Gangguan Integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
Kulit/Jaringan keperawatan selama … x Observasi :
Definisi : …., diharapkan Integritas  Identifikasi penyebab
Kerusakan kulit (dermis, dan/atau Kulit / Jaringan gangguan integritas kulit
epidermis) atau jaringan Meningkat dengan kriteria (mis. Perubahan sirkulasi,
(membrane mukosa, kornea, fasia, hasil : perubahan status nutrisi,
otot, tendon, tulang, kartilago,  Elastisitas (5) penurunan kelembaban kulit,
kapsul sendi dan/atau ligament)  Perfusi jaringan (5) suhu lingkungan ekstrem,
Penyebab :  Hidrasi (5) penurunan mobilisasi)
 Perubahan sirkulasi  Kerusakan jaringan (5) Terapeutik
 Perubahan status nutrisi  Kerusakan lapisan kulit  Ubah posisi setiap 2 jam
(kelebihan atau kekurangan) (5) sekali
 Kekurangan atau kelebihan  Nyeri (5)  Lakukan pemijatan pada area
volume cairan  Perdarahan (5) penonjolan tulang, jika perlu
 Penurunan mobilitas  Kemerahan (5)  Bersihkan perineal dengan
 Bahan kimia iritatif  Hematoma (5) air hangat, terutama selama
 Suhu lungkungan yang ekstrem  Pigmentasi abnormal (5) periode diare
 Factor mekanis (mis. Penekanan,  Nekrosis (5)  Gunakan produk berbahan
gesekan) atau factor elektris  Abrasi kornea (5) petroleum atau minyak pada
(elektrodiatermi, energi listrik  Suhu kulit (5) kulit kering
bertegangan tinggi)  Gunakan produk berbahan
 Sensai (5)
 Terapi radiasi ringan / alami dan
 Tekstur (5)
hipoalergik pada kulit
 Kelembaban  Pertumbuhan rambut (5) sensitive
 Proses penuaan  Hindari produk berbahan
 Neuropati perifer dasar alcohol pada kulit
 Perubahan pigmentasi kering

 Perubahan hormonal Edukasi :

 Penekanan pada tonjolan tulang  Anjurkan penggunaan

 Kurang terpapar informasi pelembab (mis. Lotion atau

tentang upaya mempertahankan serum)

/melindungi integritas jaringan  Anjurkan minum air yang

Gejala dan Tanda Mayor cukup

Subjektif : -  Anjurkan meningkatkan


Objektif : asupan nutrisi

 Kerusakan jaringan dan/atau  Anjurkan meningkatkan


lapisan kulit asupan buah dan sayur
Gejala dan Tanda Minor  Anjurkan menghindari suhu
Subjektif : - ekstrem
Objektif :  Anjurkan menggunakan tabir
 Nyeri surya SPF minimal 30 saat
 Perdarahan berada di luar rumah

 Kemerahan  Anjurkan mandi dan

 Hematoma menggunakan sabun

Kondisi Klinis Terkait secukupnya

 Imobilisasi
 Gagal jantung kongestif
 Diabetes melitus
 Imunodefisiensi (mis. AIDS)
6. Resiko Infeksi (D.0142) Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi
Definisi : beresiko mengalami keperawatan selama Observasi
peningkatan terserang organisme …x...jam diharapkan dapat Monitor tanda dan gejela
patogenik mengatasi Resiko Infeksi infeksi local dan sitemik
Faktor Resiko : dengan kriteria hasil: Terapeutik
 Penyakit kronis (mis. Tingkat infeksi  Batasi jumlah pengunjung
Diabetes militus) Kebersihan tangan  Berikan perawatan kulit
 Efek prosedur invasive meningkat (5) pada area edema
 Malnutrisi Kebersihan badan  Cuci tangan sebelum dan
 Peningkatan paparan meningkat (5) sesudah kontak dengan
organisme pathogen Nafsu makan meningkat pasien dan lingkungan
lingkungan (5) pasien

 Ketidakadekuatan Demam menurun (5)  Pertahankan kondisi aseptik


pertahanan tubuh primer Kemerahanmenurun (5) pada pasien beresiko tinggi

 Gangguan peristaltic Nyeri menurun (5) Edukasi

 Kerusakan integritas
Bengkak menurun (5)  Jelaskan tanda dan gejala
Vesikel menurun (5) infeksi
kulit
 Perubahan sekresi pH
Cairan berbau busuk  Ajarkan cara mencuci
menurun (5) tangan dengan benar
 Penurunan kerja silialis
 Ketuban pecah lama
Sputum berwarna hijau  Ajarkan etika batuk
menurun (5)  Ajarkan cara memeriksa
 Ketuban pecah sebelum
Drainase kondisi luka atau luka
waktunya
purulenmenurun (5) oprasi
 Merokok
Pluria menurun (5)  Anjurkan meningkatkan
 Status cairan tubuh
Periode malaise asupan nutrisi
 Ketidakadekuatan
menurun (5)  Anjurkan meningkatkan
pertahanan tubuh sekunder
Periode menggigil asupan cairan
 Penurunan hemoglobin
menurun (5)
 Imununosupresi
Letargi menurun (5) Kolaborasi
 Leukopenia Gangguan kognitif  Kolaborasi pemberian
 Supresi respon menurun (5) imunisasi, jika perlu
inflamasi Kadar sel darah putih
 Faksinasi tidak adekuat membaik (5)
Kondisi klinis terkait : Kultur darah membaik
 AIDS (5)
 Luka bakar Kultur urine membaik
 Penyakit paru obstruktif (5)
kronis Kultur sputum membaik
 Diabetes militus (5)
 Tindakan infasif Kultur area luka
 Kondisi penggunaan terapi membaik (5)
steroid Kultur feses membaik

 Penyalahgunaan obat (5)

 Ketuban pecah sebelum


waktunya (KPSW)
 Kanker
 Gagal ginjal
 Imunosupresi
 Lymphedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi
keperawatan yang telah ditetapkan. Menurut effendy, implementasi adalah
pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari
tindakan mandiri, saling ketergantungan/kolaborasi, dan
rujukan/ketergantungan.
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Menurut Alfaro-LeFevre, evaluasi mengacu kepada penilaian,
tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab
mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. Evaluasi
dibagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Evaluasi Formatif : Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon
segera pada saat dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b. Evaluasi Sumatif : Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa
status kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan
perkembangan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdoerahman, M.H., Hasan., Alatas, H, 2002, Ilmu kesehatan Anak, 283-285,


Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.

Behrman, Richard et al. 2004. Immunophenotyping in leukimia and its diagnostic


significnce. Medical Journal of Indonesia. Volume 13. Number 3:
julyseptember 2004: pp 133-202.

Chen. C. (2006). Social Skills Intervention for Students with


Emotional/Behavioral Disorders: A Literature Review from the American
Perspective. Educational Research and Reviews Vol. 1 (3), pp. 143-149,
July 2006. National Institute of Education, Singapore.

Herdata. N. H, 2008. Thalasemia Mayor.Welcome & joining pediatric hematology


oncology in Indonesia.

Jurnal NUCLEUS PRECISE NEWSLETTER # 63, 2010. PT. Nucleus Precise


Jakrta; Jakarta.

Muscari, Mary E. 2005. Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

Mitcheel, Kumar dkk. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC

Mansjoer Arif,, dkk, 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. FKUI, Jakarta:
Medica Aesculpalus

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

Pudjilestari, Indrijati. 2003. Merawat Balita Sampai Lima Tahun. Jakarta : PT


Gramedia Pustaka Utama.

Rodak, B.F., George, A. F, and Kathryn, D. 2007. Hematology: Clinical


Principles and Applications. Sanders Elsevier. USA.

Suriadi, Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Dalam. Edisi 1.
Jakarta: Agung Setia.
Wiwanitkit V. Tropical Anemia. New York: Nova Science Publisher, Inc; 2007:
45.

Wong, D, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta

Yazdani, B. O., Yaghoubi, N. M., & Giri, E. S., (2011). Factors affecting the
Empowerment of Employees. European Journal of Social Sciences, 20 (2),
267-274.
Denpasar, September 2020

Mengetahui, Mahasiswa
Pembimbing

N.L.K Sulisnadewi,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An Dewa Ayu Putri Weda Dewanti


NIP. 197406221998032001 NIM. P07120320040

Anda mungkin juga menyukai