Disusun Oleh :
1. Nursifah (A02020003)
2. Ahmad Zidan (A02020005)
3. Amalia Sari ( A02020007)
4. Anggih Wahyu Wardani (A02020009)
5. Anisa Afriani (A02020011)
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produk
rantai globin pada hemoglobin (SuriadidanYuliani, 2016). Thalasemia (anemia Cooley atau
Mediterania) merupakan anemia yang relatif umum terjadi, dimana jumlah globin yang
diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel darah merah (Kliegman, 2015).
B. Etiologi
2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa globin.
C.Manifestasi Klinis
Kelainan genotip thalasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak jarang
tidak sesuai dengan yang diperkirakan
(Atmakusuma, 2016). Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya
bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor
atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia
hemolitik (Tamam, 2015).
Khususnya pada thalasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang
baru ditentukan, yakni
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada thalasemia-β mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati
akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ
tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat,
lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal
jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya
membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang,
terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang
panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalasemia akan
tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya
yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka
kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya
bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2014).
D. Klasifikasi Thalasemia
Menurut Permono dan Ugrasena (2014), thalasemia adalah grup kelainan sintesis
hemoglobin yang heterogen akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantau globin. Hal
ini menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. Ada 3 tingkat klasifikasi
thalasemia. Secara klinis bisa dibagi menjadi 3 grup karena ia memiliki implikasi klinis
diagnosis dan penatalaksanaan yang berbeda :
3. Talasemia intermedia
Thalasemia juga bisa diklasifikasikan secara genetik menjadi α-, β-, δβ atau thalasemia-
εγδβ sesuai dengan rantai globin yang berkurang produksinya. Pada beberapa thalasemia
sama sekali tidak terbentuk rantai globin disebut αo atau βo thalasemia, bila produksinya
rendah α+ atau β+ thalasemia. Sedangkan thalasemia δβ bisa dibedakan menjadi (δβ)o dan
(δβ)+ dimana terjadi gangguan pada rantai δ dan β (Permono, & Ugrasena, 2014).
Bila thalasemia timbul pada populasi di mana variasi hemoglobin struktural ada. Seringkali di
turunkan gen thalasemia dari satu orang tua dan gen varian hemoglobin dari orang tua
lainnya. Lebih jauh lagi, mungkin pula didapatkan thalasemia-α dan β bersamaan. Interaksi
dari beberapa gen ini menghasilkan gambaran klinis yang bervariasi mulai dari kematian
dalam rahim sampai sangat gejala yang sangat ringan
(Permono, & Ugrasena, 2014). Thalasemia diturunkan berdasarkan hukum mandel, resesif
atau dominan. Pada heterozigot biasanya tanpa gejala, sedangkan pada homozigot atau
gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari thalasemia α atau β (Permono, & Ugrasena,
2014).
E. Patofisiologi
Pada thalasemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin.
Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai-α atau
rantai-β). Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai α
dan rantai β, yakni berupa α2β2, maka pada Talasemia-β0 , di mana tidak disintesis sama
sekali rantai β, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai α yang berlebihan (α4).
Sedangkan pada Talasemia-α0 , di mana tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai
globin yang diproduksi berupa rantai β yang berlebihan (β4) (Atmakusuma, & Setyaningsih,
2014).
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua
rantai beta.Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu
kompensator yang meningkatkan dalam rantai alpa, tetapi sumsum tulang memproduksi
secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive. Ketidakseimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah 4 menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis .Kelebihan
rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC (sel darah merah) yang lebih. Dalam stimulasi
yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik aktif.
Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi
dan distruksi RBC menyebabkan tulang menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Black,
2014, Cathrine, 2013, Doherty, 2014)
PATHWAY
F. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain
lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang
besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai gejala seperti
leukopenia dan trombositopenia. Kematian pada thalasemia terutama disebabkan oleh infeksi
dan gagal jantung.
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes,
pigmentasi kulit (coklat kehitaman). Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis,
karena peningkatan deposisi melanin.
1. Anemia kronik
Anemia kronik yang dialami oleh anak dengan thalassemia membutuhkan transfusi
darah yang berulang-ulang. Pemberian transfusi yang terus menerus ini dapat menimbulkan
komplikasi demosiderosis dan hemokromatosis yaitu, menimbulkan penimbunan zat besi
dalam jaringan tubuh sehingga dapat mengakibatkan kerusakan orga-organ tubuh seperti hati,
limfa, ginjal, jantung, tulang, dan pancreas. (Munthae, 2014)
Sebagian besar pasien thalassemia pada awal gangguan jantuk mengeluh sesak nafas
saat aktivitas, mudah lelah, penurunan kapasitas latihan, nyeri dada dan palpitasi. Kelebihan
besi pada penderita thalassemia diakibatkan oleh dua mekanisme yaitu tranfusi sel darah
merah yang berulang serta peningkatan penyerapan besi oleh usus. Pada thalassemia
kelebihan zat besi lebih sering disebabkan oleh karena tranfusi yang berulang. ( Dimiati,
Herlina 2014 ).
Tingginya kadar zat besi pun dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada organ hati.
Hal ini bisa memicu beberapa masalah, seperti hepatitis, fibrosis, serta sirosis. Maka dari itu,
pengidap penyakit thalassemia dianjurkan untuk rutin melakukan pemeriksaan fungsi hati
setidaknya tiga bulan sekali.
4. Gangguan pertumbuhan
Pola pertumbuhan pada pasien thalassemia yang mendapat transfusi relative normal
pada usia 9-10 tahun, mulai terganggu dimana kecepatan pertumbuhan mulai melambat yang
menyebabkan terjadinya perawakan pendek. Pemberian transfusi yang regular pada pasien
thalassemia mayor menyebabkan terjadi iron overload. Hal ini dapat memicu terjadinya
kerusakan jaringan akibat penumpukan radikal bebas pada organ. (Robbiyah, Nur, dkk,
2014).
Selain itu kurangnya pasokan oksigen menyebabkan perkembangan kognitif terganggu.
Gangguan proses berfikir menyebabkan masalah pada prestasi akademiknya. Selain itu
rendahnya kadar oksigan pada otot menyebabkan lemahnya kemampuan otot, mudah lelah,
sehingga menyebabkan gangguan perkembangan motoriknya. Seperti mudah lelah saat
beraktifitas, kurangnya tenaga atau kekuatan, serta anak kurang aktif.
G. Dagnosa Keperawatan
Intervensi :
Manajemen nyeri ( 1605 ) :
Berikan analgesic
Manajemen sedasi
Dukungan emosional
Manajemen lingkungan
5. Diagnosa post operasi
a. . Hambatan mobilits fisik berhubungan dengan post operasi
Intervensi :
Perawatan tirah baring ( 0740 ) :
Jelaskan alasan diperlukannya tirah baring
Posisikan pasien dengan nyaman
Balikkan pasien sesuai dengan kondisi kulit
Monitor kondisi kulit
Monitor komplikasi dari tirah baring
Intervensi :
Perlindungan infeksi :
Kaji tanda-tanda infeksi : suhu tubuh, nyeri, pendarahan
Monitor tanda dan gejla infeksi
Menaikan asupan gizi yang cuk
Kontrol infeksi :
Ibu pasien mengatakan anaknya pucat , pada tanggal 8 Juli 2015 jam 08.00 wib, ibu pasien
membawa anaknya ke poli anak, kemudian dianjurkan untuk cek laboraturium dan hasilnya
Hb kurang (7,6 g/dl), pada jam 12.00 wib pasien di antar ke ruangan anggrek untuk rawat
inap dan melakukan transfusi darah.
Identitas Anak
Nama : An. D
Alamat : Kebumen
Agama : islam
Alamat : Kebumen
Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama
Ibu pasien mengatakan anaknya pucat , pada tanggal 8 Juli 2015 jam 08.00 wib
ibu pasien membawa anaknya ke poli anak, kemudian dianjurkan untuk cek
laboraturium dan hasilnya Hb kurang (7,6 g/dl), pada jam 12.00 wib pasien di antar ke
ruangan anggrek untuk rawat inap dan melakukan transfusi darah.
Ibu pasien mengatakan asien menderita thalasemia sudah ±9 tahun dan kini usianya
12 tahun. Pada usia 3 tahun pasien di diagnosa thalasemi di RS.Baptis Kota Kediri
dengan keluhan saat itu pasien terlihat pucat dan lemas. Mulai saat itu setiap bulannya
pasien rutin melakukan transfusi darah sampai sekarang.
4) Riwayat persalinan
Antenatal : ibu pasien berkata selama masa kehamilan ibu pasien rutin memeriksakan
kehamilanya di bidan dan selama hamil tidak pernah ada keluhan penyakit apapun.
Natal : Ibu pasien mengatakan pasien lahir dengan normal di bidan, saat lahir kondisi
pasien sehat, menangis spontan, BB lahir 3 kg 3 ons, PB lahir : 49 cm, jenis kelamin :
laki-laki.
Post natal : Ibu pasien mengatakan setelah lahir pasien dapat menetek ASI ibunya dan
tidak ada keluhan apapun pada pasien
Ibu pasien mengatakan pernah menderita sakit ringan seperti batuk, pilek, dan
demam. Tidak pernah menderita penyakit seperti yang diderita pasien (thalasemia).
Ibu pasien mengatakan paman pasien menderita peyakit yang sama dengan pasien
(thalsemia)
7) Riwayat nutrisi
BB saat ini : 39 kg
BB saat MRS : 39 kg
TB : 132 cm
Usia : 12 tahun
BB seharusnya menurut Behrman
= 12 x 7 5 : 2
= 39,5 kg
8) Riwayat imunisasi
Keterangan : Ibu pasien mengatakan lupa dan buku KMSnya sudah hilang. e. Riwayat
tumbuh kembang.
1) Pertumbuhan fisik
a) Berguling : 4 bulan
b) Duduk : 7 bulan
c) Merangkak : 9 bulan
d) Berdiri : 12 bulan
e) Berjalan : 14 bulan
f) Senyum kepada orang lain pertama kali : 3 bulan
A) Pemberian ASI
C) Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
a. Pernafasan
b. Kardiovaskuler
c. Persyarafan
1) Kesadaran : composmentis
d. Genitourinaria
e. Pencernaan
1) Mulut
2) Abdomen
a) Bentuk : buncit
Palpasi
I II
IV III
Keterangan :
ke-4)
5 5
3) Akral dingin
g. Endokrin
h. Pengindraan
1) Mata
c) Pupil reaksi cahaya (+), bila diberi cahaya mengecil dan melebar jika gelap.
d) Konjungtiva anemis
e) Sklera ikterus
f) Palbebra tidak cowong dan tidak ada benjolan
2) Hidung
b) Lubang hidung bersih, tidak ada sekret dan sumbatan benda asing
3) Kepala
a) Rambut hitam
c) Dahi lebar
4) Telinga
i. Aspek psikososial
dirumah sakit, pasien mengatakan pengen cepat pulang kerumah dan bisa
4. Pemeriksaan penunjang
1) DL (Darah lengkap)
Hasil Terlampir
5. Terapi