Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN THALASEMIA PADA ANAK

Disusun Oleh :
1. Nursifah (A02020003)
2. Ahmad Zidan (A02020005)
3. Amalia Sari ( A02020007)
4. Anggih Wahyu Wardani (A02020009)
5. Anisa Afriani (A02020011)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA TIGA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN THALASEMIA PADA ANAK

A. Definisi Thalasemia pada Anak

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produk
rantai globin pada hemoglobin (SuriadidanYuliani, 2016). Thalasemia (anemia Cooley atau
Mediterania) merupakan anemia yang relatif umum terjadi, dimana jumlah globin yang
diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel darah merah (Kliegman, 2015).

Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan


pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel darah
merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang dari
120 hari dan terjadilah anemia (Rachmaniah, 2012).

B. Etiologi

Penyebab thalasemia menurut (Gallagher, 2015) adalah : Hemoglobinopati yang


menyebabkan keabnormalan kualitatif maupun kuantitatif dalam sintesis rantai protein globin
alfa dan beta pada kromosom (merupakan materi pembawa sifat) dalam pembentukan globin
pada materi sel darah merah sehingga menyebabkan kelainan struktural Hb karena adanya
mutasi DNA pada gen pembawa.

Menurut Williams (2014) penyebab thalassemia adalah :

1. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan

2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa globin.

C.Manifestasi Klinis

Kelainan genotip thalasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak jarang
tidak sesuai dengan yang diperkirakan

(Atmakusuma, 2016). Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya
bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor
atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia
hemolitik (Tamam, 2015).

Khususnya pada thalasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang
baru ditentukan, yakni

1. Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom.


2. Talasemia-β mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah.
3. Talasemia-β intermedia: gejala di antara thalasemia β mayor dan minor.
4. Terakhir merupakan pembawa sifat tersembunyi thalasemia-β (silent carrier)
(Atmakusuma, 2016).
Sedangkan empat sindrom klinik thalasemia-α yang terjadi pada thalasemia-α, bergantung
pada nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat
sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi thalasemia-α (silent carrier), thalasemia-
α trait (thalasemia-α minor), Hb H diseases, dan thalasemia-α homozigot (hydrops fetalis)
(Atmakusuma, 20016).

Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada thalasemia-β mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati
akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ
tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat,
lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal
jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya
membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang,
terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang

panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalasemia akan
tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya
yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka
kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya
bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2014).

D. Klasifikasi Thalasemia

Menurut Permono dan Ugrasena (2014), thalasemia adalah grup kelainan sintesis
hemoglobin yang heterogen akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantau globin. Hal
ini menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. Ada 3 tingkat klasifikasi
thalasemia. Secara klinis bisa dibagi menjadi 3 grup karena ia memiliki implikasi klinis
diagnosis dan penatalaksanaan yang berbeda :

1. Talasemia mayor sangat tergantung kepada transfusi

2. Talasemia minor/ karier tanpa gejala

3. Talasemia intermedia

Thalasemia juga bisa diklasifikasikan secara genetik menjadi α-, β-, δβ atau thalasemia-
εγδβ sesuai dengan rantai globin yang berkurang produksinya. Pada beberapa thalasemia
sama sekali tidak terbentuk rantai globin disebut αo atau βo thalasemia, bila produksinya
rendah α+ atau β+ thalasemia. Sedangkan thalasemia δβ bisa dibedakan menjadi (δβ)o dan
(δβ)+ dimana terjadi gangguan pada rantai δ dan β (Permono, & Ugrasena, 2014).

Bila thalasemia timbul pada populasi di mana variasi hemoglobin struktural ada. Seringkali di
turunkan gen thalasemia dari satu orang tua dan gen varian hemoglobin dari orang tua
lainnya. Lebih jauh lagi, mungkin pula didapatkan thalasemia-α dan β bersamaan. Interaksi
dari beberapa gen ini menghasilkan gambaran klinis yang bervariasi mulai dari kematian
dalam rahim sampai sangat gejala yang sangat ringan
(Permono, & Ugrasena, 2014). Thalasemia diturunkan berdasarkan hukum mandel, resesif
atau dominan. Pada heterozigot biasanya tanpa gejala, sedangkan pada homozigot atau
gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari thalasemia α atau β (Permono, & Ugrasena,
2014).

E. Patofisiologi

Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin


alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada.
Di dalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah merah
sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang
dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari) (Kliegman,2012).

Pada thalasemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin.
Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai-α atau
rantai-β). Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai α
dan rantai β, yakni berupa α2β2, maka pada Talasemia-β0 , di mana tidak disintesis sama
sekali rantai β, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai α yang berlebihan (α4).
Sedangkan pada Talasemia-α0 , di mana tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai
globin yang diproduksi berupa rantai β yang berlebihan (β4) (Atmakusuma, & Setyaningsih,
2014).

Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua
rantai beta.Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu
kompensator yang meningkatkan dalam rantai alpa, tetapi sumsum tulang memproduksi
secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive. Ketidakseimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah 4 menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis .Kelebihan
rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC (sel darah merah) yang lebih. Dalam stimulasi
yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik aktif.
Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi
dan distruksi RBC menyebabkan tulang menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Black,
2014, Cathrine, 2013, Doherty, 2014)
PATHWAY
F. Komplikasi

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain
lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang
besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai gejala seperti
leukopenia dan trombositopenia. Kematian pada thalasemia terutama disebabkan oleh infeksi
dan gagal jantung.

Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes,
pigmentasi kulit (coklat kehitaman). Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis,
karena peningkatan deposisi melanin.

1. Anemia kronik

Anemia kronik yang dialami oleh anak dengan thalassemia membutuhkan transfusi
darah yang berulang-ulang. Pemberian transfusi yang terus menerus ini dapat menimbulkan
komplikasi demosiderosis dan hemokromatosis yaitu, menimbulkan penimbunan zat besi
dalam jaringan tubuh sehingga dapat mengakibatkan kerusakan orga-organ tubuh seperti hati,
limfa, ginjal, jantung, tulang, dan pancreas. (Munthae, 2014)

2. Gangguan jantung kelebihan besi

Sebagian besar pasien thalassemia pada awal gangguan jantuk mengeluh sesak nafas
saat aktivitas, mudah lelah, penurunan kapasitas latihan, nyeri dada dan palpitasi. Kelebihan
besi pada penderita thalassemia diakibatkan oleh dua mekanisme yaitu tranfusi sel darah
merah yang berulang serta peningkatan penyerapan besi oleh usus. Pada thalassemia
kelebihan zat besi lebih sering disebabkan oleh karena tranfusi yang berulang. ( Dimiati,
Herlina 2014 ).

3. Gangguan pada organ hati

Tingginya kadar zat besi pun dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada organ hati.
Hal ini bisa memicu beberapa masalah, seperti hepatitis, fibrosis, serta sirosis. Maka dari itu,
pengidap penyakit thalassemia dianjurkan untuk rutin melakukan pemeriksaan fungsi hati
setidaknya tiga bulan sekali.

4. Gangguan pertumbuhan

Pola pertumbuhan pada pasien thalassemia yang mendapat transfusi relative normal
pada usia 9-10 tahun, mulai terganggu dimana kecepatan pertumbuhan mulai melambat yang
menyebabkan terjadinya perawakan pendek. Pemberian transfusi yang regular pada pasien
thalassemia mayor menyebabkan terjadi iron overload. Hal ini dapat memicu terjadinya
kerusakan jaringan akibat penumpukan radikal bebas pada organ. (Robbiyah, Nur, dkk,
2014).
Selain itu kurangnya pasokan oksigen menyebabkan perkembangan kognitif terganggu.
Gangguan proses berfikir menyebabkan masalah pada prestasi akademiknya. Selain itu
rendahnya kadar oksigan pada otot menyebabkan lemahnya kemampuan otot, mudah lelah,
sehingga menyebabkan gangguan perkembangan motoriknya. Seperti mudah lelah saat
beraktifitas, kurangnya tenaga atau kekuatan, serta anak kurang aktif.

G. Dagnosa Keperawatan

1. Diagnosa yang muncul apabila mendapat tranfusi berulang

 Resiko terhadap infeksi berhubungna dengan menurunnya imunitas atau prosedur


invasif
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penumpukan fe
 Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera patologis (kerusakan hati, limpa).

2. Diagnosa umum dan pre operasi

 Intoletansi aktivitas berhubungan dengan kebutuhan dan suplai oksigen tidak


seimbang
 Ketidakefektifan Perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
darah
 Nyeri akut berhubungan dengan fraktur (jika ada komplikasi fraktur)
 Resiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan hipoksia jaringan.
 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan (akibat
hipoksia)
 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru (apabila terjadi
komplikasi gagal jantung).
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang asupan nutrisi

3Diagnosa post operasi

 Hambatan mobilitas fisik b.d post operasi


 Resiko infeksi b.d prosedur pembedahan
 Kerusakan integritas kulit b.d proses pembedahan
 Nyeri akut b.d agen cedera fisik (prosedur pembedaha)
(NANDA 2018-2020).
H.Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa yang muncul apabila tranfusi berulang
 Resiko Infeksi berhubungan dengan menurunnya imunitas atau prosedur invasif
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penumpukan Fe
Intervensi :
 Perawatan luka ( 3660 ) :
 Perawatan luka : tidak sembuh
 Perlindungan infeksi
 Kontrol infeksi
2. Diagnosa praoprasi
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kebutuhan dan suplai oksigen tidak
seimbang
Intervensi :
Terapi aktivitas ( 4310 )
 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang bermakna
 Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi melalui aktivitas spesifik
 Ciptakan lingkungan yang aman untuk melakukan aktivitas
 Sarankan metode-metode untuk meningkatlkan aktivitas fisik yang tepat
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler darah
Intervensi :
Pengecekan kulit
 Monitor ttv
 Manajemen nyeri
 Terapi IV
 Pemberian O

4. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur ( bila terjadi fraktur)

Intervensi :
Manajemen nyeri ( 1605 ) :
 Berikan analgesic
Manajemen sedasi
 Dukungan emosional
 Manajemen lingkungan
5. Diagnosa post operasi
a. . Hambatan mobilits fisik berhubungan dengan post operasi
Intervensi :
Perawatan tirah baring ( 0740 ) :
 Jelaskan alasan diperlukannya tirah baring
 Posisikan pasien dengan nyaman
 Balikkan pasien sesuai dengan kondisi kulit
 Monitor kondisi kulit
 Monitor komplikasi dari tirah baring

b. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan

Intervensi :
Perlindungan infeksi :
 Kaji tanda-tanda infeksi : suhu tubuh, nyeri, pendarahan
 Monitor tanda dan gejla infeksi
 Menaikan asupan gizi yang cuk
Kontrol infeksi :

 Mencuci tangan sebelum dan sesuah setiap melakukan tindakan


 Mengajarkam pasien dan keluarga bagaimana menghindari infeksi
C. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses pebedahan
Intervensi :
Perawatan luka ( 3600 ) :
 Berikan rawatan insisi pada luka, yang diperlukan
 Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
 Periksa luka setiap kali perubahan balutan
 Bandingkan dan catat setiap perubahan luka
 Anjurkan pasien dan anggota keluarga pada prosedur perawatan luka
 Anjurkan pasien dan anggota keluarga untuk mengenal tanda dan gejala
infeksi
D. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur pembedahan)
Intervensi :
Pemberian analgesik (2210) :
 Tentukan lokasi, karakteristikl, kualitas dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
 Cek riwayat adanya alergi obat
 Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas lain yang dapat membantu
relaksasi untukmemfasilitasi penurunan nyeri
 Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosisi, dan frekuensi obat
analgesic yang diresepkan
Evaluasi keefektifan analgesic
 Gali bersama pasien factor-faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
 Ajarkan metode nonfarmakologi (nafas dalam)
5. Dignosa secara umum
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
Intervensi :
Manajemen nafas ( 3140 ):
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Memotivasi pasien untuk bernafas pelan
 Auskultasi suara nafas
 Posisikan untuk meringankan sesak nafas
 Berikan terapi oksigen
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan nutrisi
Intervensi :
Manajemen nutrisi ( 1100 ) :
 Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizi
 Atur diet yang diperlukan
 Tentukan apa yang menjadi prefensi makanan bagi pasien
 Ciptakan lingkungan yyang optimal pada saat mengkonsumsi
makan
(NIC 2018-2020)
I. Penatalaksanaan
Terapi thalasemia bertujuan meningkatkan kemampuan mendekati
perkembangan normal serta meminimalkan infeksi dan komplikasi
sebagai dampak sistemik penyakit. Terapi thalasemia mayor meliputi
pemberian tranfusi, mencegah penumpukan zat besi (Hemocromatosi)
akibat tranfusi, pemberian asam folat, usaha mengurangi hemolisis
dengan splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang (Indanah, 2010).
1.Penatalaksanaan Medis
a.Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif pengobatan yang
dipercaya untuk kasus thalasemia. Proses penatalaksaan pengobatan
thalasemia dengan transplantasi sumsum tulang ini, harus dengan
pertimbangan yang sangat matang karena mengandung banyak resiko.
Indanah (2010) menyebutkan penatalaksanaan transplantasi sumsum
tulang yang mempertimbangkan tingkatan hepatosplenomegali, ada
tidaknya fibrosis postal pada biopsi hati secara efektifitas iron
chelation therapy sebelum penatalaksanaan transplantasi. Terapi
dengan transplantasi sumsum tulang mampu menghilangkan kebutuhan
pasien terhadap iron chelation therapy.
b. Splenektomi
Splenektomi adalah terapi thalasemia yang bertujuan mengurangi
proses hemolisis. Splenektomi dilakukan jika splenomegali cukup
besar dan terbukti adanya hipersplenisme serta dilakukan jika pasien
berumur lebih dari 6 tahun karena resiko infeksi pasca splenektomi
(Indanah, 2010).
1. Penatalaksanaan keperawatan
 Tranfusi darah
Tranfusi darah yang teratur dilakukan untuk mempertahankan
hemoglobin normal atau mendekati normal. Terapi ini
diberikan jika kadar hemoglobin < 6 mg/dl dalam interval 1
bulan selama 3 bulan berturut-turut. Tehnik yang dipakai
adalah hipertranfusi, yaitu untuk mencapai kadar hemoglobin
diatas 10 gr/dl dengan jalan memberikan tranfusi 2 4 unit
darah setiap 4 - 6 minggu, sehingga produksi hemoglobin
abnormal ditekan. Tindakan ini bertujuan mengurangi
komplikasi anemia dan eritropoesis, memaksimalkan
pertumbuhan dan perkembangan serta memperpanjang
ketahanan hidup (Indanah, 2010).
 Terapi nutrisi seperti mecobalamin, asam folat, maupun Fe
 Terapi oksigen
 Perawatan luka post operasi
 Edukasi kepada keluarga.
KASUS

Ibu pasien mengatakan anaknya pucat , pada tanggal 8 Juli 2015 jam 08.00 wib, ibu pasien
membawa anaknya ke poli anak, kemudian dianjurkan untuk cek laboraturium dan hasilnya
Hb kurang (7,6 g/dl), pada jam 12.00 wib pasien di antar ke ruangan anggrek untuk rawat
inap dan melakukan transfusi darah.

Identitas Anak

Nama : An. D

Tanggal lahir : 30 Januari 2003

Jenis kelamin : Laki - laki

Tanggal MRS : 8 Juli 2015 (12 tahun)

Alamat : Kebumen

Diagnosa medis : Thalasemia

Identitas Orang Tua

Nama ayah : Tn.S

Nama ibu : Ny.P

Pekerjaan ayah/ibu : Wiraswasta/IRT

Pendidikan ayah/ibu :SMA / SMA

Agama : islam

Alamat : Kebumen

Riwayat keperawatan

1) Keluhan utama

Saat MRS : ibu pasien mengatakan anaknya pucat.

Saat Pengkajian : ibu pasien mengatakan anaknya pucat.

2) Riwayat penyakit saat ini

Ibu pasien mengatakan anaknya pucat , pada tanggal 8 Juli 2015 jam 08.00 wib
ibu pasien membawa anaknya ke poli anak, kemudian dianjurkan untuk cek
laboraturium dan hasilnya Hb kurang (7,6 g/dl), pada jam 12.00 wib pasien di antar ke
ruangan anggrek untuk rawat inap dan melakukan transfusi darah.

3) Riwayat penyakit dahulu

Ibu pasien mengatakan asien menderita thalasemia sudah ±9 tahun dan kini usianya
12 tahun. Pada usia 3 tahun pasien di diagnosa thalasemi di RS.Baptis Kota Kediri
dengan keluhan saat itu pasien terlihat pucat dan lemas. Mulai saat itu setiap bulannya
pasien rutin melakukan transfusi darah sampai sekarang.

4) Riwayat persalinan

Antenatal : ibu pasien berkata selama masa kehamilan ibu pasien rutin memeriksakan
kehamilanya di bidan dan selama hamil tidak pernah ada keluhan penyakit apapun.

Natal : Ibu pasien mengatakan pasien lahir dengan normal di bidan, saat lahir kondisi
pasien sehat, menangis spontan, BB lahir 3 kg 3 ons, PB lahir : 49 cm, jenis kelamin :
laki-laki.

Post natal : Ibu pasien mengatakan setelah lahir pasien dapat menetek ASI ibunya dan
tidak ada keluhan apapun pada pasien

5) Riwayat kesehatan ibu

Ibu pasien mengatakan pernah menderita sakit ringan seperti batuk, pilek, dan
demam. Tidak pernah menderita penyakit seperti yang diderita pasien (thalasemia).

6) Riwayat kesehatan keluarga

Ibu pasien mengatakan paman pasien menderita peyakit yang sama dengan pasien
(thalsemia)

7) Riwayat nutrisi

Nutrisi pasien terpenuhi

Di rumah sakit : makan setengah porsi minum : ± 1000cc/hari

Di rumah : makanan yang disajikan selalu habis minum : ±1000cc/hari

Status gizi baik

BB saat ini : 39 kg

BB saat MRS : 39 kg

TB : 132 cm

Usia : 12 tahun
BB seharusnya menurut Behrman

7-12 tahun = umur ( tahun ) x 7 – 5 : 2

= 12 x 7 – 5 : 2

= 39,5 kg

8) Riwayat imunisasi

No Jenis Imunisasi Waktu Pemberian Reaksi Setelah Pemberian

NO. Jenis Imunisasi Waktu Pemberian Reaksi Setelah Pemberian

1 BCG Lupa Lupa

2 DPT (I,II,III) Lupa Lupa

3 Polio (I,II,III,IV) Lupa Lupa

4 Campak Lupa Lupa

5 Hepatitis (I,II,III) Lupa Lupa

Keterangan : Ibu pasien mengatakan lupa dan buku KMSnya sudah hilang. e. Riwayat
tumbuh kembang.

9) Riwayat tumbuh kembang

1) Pertumbuhan fisik

a) BB saat ini : 39 kg, TB : 132 cm, LK : 50 cm, LLA : 20 cm

b) BB lahir : 3 kg 3 ons , panjang lahir : 132 cm

c) Waktu tumbuh gigi : 9 bulan.

2) Perkembangan tiap tahap

Usia anak saat

a) Berguling : 4 bulan

b) Duduk : 7 bulan

c) Merangkak : 9 bulan

d) Berdiri : 12 bulan

e) Berjalan : 14 bulan
f) Senyum kepada orang lain pertama kali : 3 bulan

g) Bicara pertama kali : 6 bulan

h) Berpakaian tanpa bantu : 4 tahun

10) Riwayat nutrisi

A) Pemberian ASI

1. Pertama kali di susui : saat bayi baru lahir

2. Cara pemberian : setiap kali menangis

3. Lama pemberian : dari lahir sampai usia 2 tahun

B) Pemberian susu formula

1. Alasan pemberian : pasien kurang kalau hanya ASI

2. Jumlah pemberian : ± 2 botol/hari (400 cc)

3. Cara pemberian : dengan menggunakan dot

C) Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini

Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian

0-6 bulan ASI + susu formula 6 bulan

6-12 bulan ASI + susu formula + 6 bulan


bubur

12-saat ini Nasi + sayur + lauk + 10 tahun


buah + susu

Observasi dan pengkajian fisik (body of system)

Keadaan umum : cukup

TD : 100/70 mmHg N : 65 x/menit S : 36,2 0C RR : 21 x/menit

a. Pernafasan

1) Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri

2) Pola nafas teratur

3) Retraksi otot bantu nafas tidak ada

4) Perfusi thorak sonor


5) Alat bantu pernafasan tidak ada

6) Batuk tidak ada

b. Kardiovaskuler

1) Irama jantung teratur (reguler)

2) Bunyi jantung BJ I dan BJ II tunggal

3) Capillary Refill Time (CRT) < 3 detik

c. Persyarafan

1) Kesadaran : composmentis

2) Istirahat tidur : ± 10 jam / hari

d. Genitourinaria

Tidak terkaji pasien malu

BAK ±5 x/hari warna : kuning pekat jumlah : ±400cc/hari

e. Pencernaan

1) Mulut

a) Mukosa mulut lembab

b) Bibir lembab dan pucat

c) Kebersihan rongga mulut bersih

d) Suara serak, tidak ada batuk

2) Abdomen

a) Bentuk : buncit

Palpasi

I II

IV III

Keterangan :

Kwadran I : Teraba organ hepar (hepatomegali) ± 3 cm (2 jari) dibawa

arcus costa paling bawah, tepi tajam, padat kenyal.

Kwadran II : Tidak teraba organ.


Kwadran III : Teraba organ limfa (splenomegali), S4 (titik garis shcufner

ke-4)

kwadran IV : Tidak teraba organ

Bising usus 11 x/menit

b) BAB ± 1 x/hari , Konsistensi : lembek, Warna : kuning

f. Muskuloskeletal dan integumen

1) Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai baik (pasien mampu

menggerakan dengan bebas tanpa keluhan)

2) Kekuatan otot baik 5 5 (mampu menahan dorongan kuat)

5 5

3) Akral dingin

4) Turgor kulit elastis

5) Kelembapan kulit cukup

6) Warna kulit kehitaman

7) CRT < 3 detik

g. Endokrin

1) Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada

2) Pembesaran kelenjar parotis tidak ada

3) Hiperglikemi tidak ada

4) Hipoglikemi tidak ada

h. Pengindraan

1) Mata

a) Bentuk simetris antara kanan dan kiri

b) Pergerakan bola mata normal

c) Pupil reaksi cahaya (+), bila diberi cahaya mengecil dan melebar jika gelap.

d) Konjungtiva anemis

e) Sklera ikterus
f) Palbebra tidak cowong dan tidak ada benjolan

2) Hidung

a) bentuk hidung simetris

b) Lubang hidung bersih, tidak ada sekret dan sumbatan benda asing

3) Kepala

a) Rambut hitam

b) Pertumbuhan rambut merata

c) Dahi lebar

4) Telinga

a) Bentuk simetris antara kanan dan kiri

b) Tulang rawan elastic

i. Aspek psikososial

1) Ekspresi afek dan emosi wajah pasien murung dan gelisah.

2) Dampak hospitalisasi pada anak : pasien cemas dengan sering bertanya-


tanya tentang perkembangan kesehatannya, pasien selalu mengeluh dan bosan

dirumah sakit, pasien mengatakan pengen cepat pulang kerumah dan bisa

masuk sekolah lagi

4. Pemeriksaan penunjang

1) DL (Darah lengkap)

Hasil Terlampir

5. Terapi

Tanggal 8 Juli 2015

Infus NaCl 0,9 % (Pz) 10 tpm makro

Injeksi Pycin 3 x 1 gr (IV)

Obat oral Perifrox 3 x 1 tablet

Transfusi PRC 1 x 125cc (125 cc/hari)

Tanggal 9 Juli 2015


Pasien hanya pakai venflon

Injeksi Pycin 3 x 1 gr (IV)

Obat oral Perifrox 3 x 1 tablet

Transfusi PRC 2 x 125cc (250 cc/hari)

Anda mungkin juga menyukai