Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

“Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Thalassemia di Ruangan HCU Instalasi


Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang”

Disusun Oleh :

DARA AVIOLIN 1941313016


WINDA ASTUTI 1941313003
CICI NOVELIA MANURUNG 1941313001
DZIKRA FITRIA AMITA 1941313019
LATIFA HIDAYANI ABAS 1941313015

PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalasemia merupakan penyakit kronis yang terjadi pada anak-anak dengan rentang
usia 0 bulan sampai dengan 18 tahun. Penyakit Thalasemia merupakan salah satu penyakit
genetik tersering di dunia, Penyakit genetik ini diakibatkan oleh ketidakmampuan sumsum
tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin (Potts &
Mandleco dalam Safitri, 2015). Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada
di dalam sel darah merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke
seluruh bagian tubuh (McPhee & Ganong dalam Safitri, 2015), kelainan hemoglobin ini
yang menyebabkan kehancuran sel darah merah yang membuat seseorang masuk kedalam
keadaan anemia. Talasemia sampai saat ini belum bisa disembuhkan dimana pasien
memerlukan perawatan seumur hidupnya. Penderita talasemia tergantung pada transfusi
darah serta desferal seumur hidup. Kondisi inilah yang mengharuskan pasien thalasemia
masuk rumah sakit untuk menjalani transfuse dan perawatan dalam frekuwensi yang
sering.
WHO ( World Heart Organization ) menyebutkan 250 juta penduduk dunia (4,5%)
membawa genetic Thalasemia. Talasemia merupakan salah satu penyakit akibat kelainan
genetik. Berdasarkan data terdapat sekitar 7 % populasi dunia sebagai pembawa sifat
Talassemia dengan kematian sekitar 50.000 sampai 100.000 anak dimana 80% terjadi di
negara berkembang. Indonesia merupakan negara yang berada dalam sabuk talasemia
dengan prevalensi karier talasemia mencapai sekitar 3,8 % dari seluruh populasi.
Berdasarkan data dari yayasan talasemia Indonesia, terjadi peningkatan kasus talasemia
yang terus menerus sejak tahun 2012 (4896) hingga tahun 2018 (8761) (P2PTM Kemenkes
RI, tahun 2019)
Talasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada anaknya.
Anak yang mewarisi gen talasemia dari salah satu orang tua dan gen normal orang tua lain
adalah seorang pembawa (carriers). Anak yang mewarisi gen talasemia dari kedua orang
tuanya akan menderita talasemia sedang sampai berat ( Muncie & Camphell,2009).
Belum ada obat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Menurut Wong 2009,
terapi supportif bertujuan mempertahankan kadar Hb yang cukup untuk mencegah
ekspansi sumsum tulang dan deformitas tulang yang diakibatkannya, serta menyediakan
eritrosit dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan aktifitas fisik yang
normal. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 gr% atau bila anak terlihat
lemah dan tidak nafsu makan (Ngastiyah,2005). Perawatan pasien thalasemia di rumah
sakit tidak hanya melalui tindakan kuratif atau pengobatan tetapi juga carative care atau
tindakan keperawatan. Perawat memiliki peran dalam proses pemberian asuhan
keperawatan selama pasien dirawat di rumah sakit.
Sesuai dengan penjelasan dan pernyataan diatas, kelompok berminat untuk
membuat laporan kasus seminar untuk tugas akhir siklus keperawatan anak yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Thalassemia di Ruang HCU Instalasi anak
Rumah Sakit Umum Pusat DR. M. Djamil Padang tahun 2020”.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit thalasemia ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit thalasemia ?
3. Bagaimana penatalaksanaan penyakit thalasemia ?

C. Tujuan masalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui konsep tentang penyakit thalasemia
2. Mengetahui asuhan keperawatan tentang thalasemia
2. Mengetahui penatalaksanaan yang tepat untuk mengatasi penyakit thalasemia

BAB II
LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana
terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang
tidak normal (hemoglobinopatia)
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan secara
resesif, ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin, dimana terjadi
kerusakan sel darah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi kurang
dari 120 hari ( Yuwono, 2012).
Thalasemia merupak kelompok heterogen anemia hemolitik yang ditandai oleh
penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih yang
diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) dalam dua kategori
mayor adalah alfa-thalasemia dan beta-thalasemia pada penurunan kecepatan sintesis
rantai alfa hemoglobin (Dorlan, 2010)

B. ETIOLOGI
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang
menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot). Ketidakseimbangan dalam rantai
protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin,
disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif dari kedua orang
tua.
Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi
lebih pendek (normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu
bahkan pada kasus yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu. Pada talasemia,
letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar
dengan jenis asam amino lainnya.

C. PATOFISIOLOGI
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer
adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi
asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi,
dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga
produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis
merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorpsi besi dalam
usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis
(Ngatiah, 2010).
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa
dan dua rantai beta. Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta
dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa
oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai
Beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive.
Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal
ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis. Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan
pada thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel
eritrosit. Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai
polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis (Suriadi,2015)
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang
lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik,
dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi
hemoglobin. Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone marrow
menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.

D. MANIFESTASI KLINIS
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya
gejala klinis : mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara
tingkatan tersebut sering tidak jelas (Abdoerahman, 2005)
1. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak
dapat hidup tanpa ditransfusi. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena
penghancuran sel darah merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan
kelebihan beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah
dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan
dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat
transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid,
dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta
maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak
sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering
mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat
penimbunan besi dalam jaringan kulit.
2. Thalasemia intermedia
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl) Gejala deformitas tulang,
hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran
kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
3. Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

E. TERAPI
Penderita thalasemia sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan
secara total. Pengobatan yang dilakukan meliputi pengobatan terhadap penyakit dan
komplikasinya. Pengobatan terhadap penyakit dengan cara tranfusi darah,
splenektomi, induksi sintesa rantai globin, transplantasi sumsum tulang dan terapi gen.
Pengobatan komplikasi meliputi mencegah kelebihan dan penimbunan besi,
pemberian kalsium, asam folat, imunisasi. Pemberian vitamin C 100-250 mg/hari
untuk meningkatkan ekskresi besi dan hanya diberikan pada saat kelasi besi saja.
Vitamin E 200-400 IU/hari untuk memperpanjang umur sel darah merah. Transfusi
harus dilakukan seumur hidup secara rutin setiap bulannya.
Terdapat tiga standar perawatan umum untuk Thalasemia tingkat menengah atau
berat, yaitu transfusi darah, terapi besi dan chelation, serta menggunakan suplemen
asam folat. Selain itu, terdapat perawatan lainnya adalah dengan transplantasi sum-
sum tulang belakang, pendonoran darah tali pusat, dan HLA (Children's Hospital &
Research Center Oakland,2005).
2.1. Transfusi darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini
merupakan terapi utama bagi orang-orang yang menderita Thalasemia sedang
atau berat. Transfusi darah dilakukan melalui pembuluh vena dan memberikan
sel darah merah dengan hemoglobin normal. Untuk mempertahankan keadaan
tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara rutin karena dalam waktu 120
hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk penderita beta Thalasemia
intermedia, transfusi darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin.
Sedangkan untuk beta Thalasemia mayor (Cooley Anemia) harus dilakukan
secara teratur (Children's Hospital & Research Center Oakland, 2005).
2.2. Terapi Khelasi Besi (IronChelation)
Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya
protein. Apabila melakukan transfusi darah secara teratur dapat
mengakibatkan penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini dapat merusak
hati, jantung, dan organ-organ lainnya. Untuk mencegah kerusakan ini, terapi
khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan zat besi dari tubuh.
Terdapat dua obat-obatan yang digunakan dalam terapi khelasi besi menurut
National Hearth Lung and Blood Institute (2008) yaitu :
a. Deferoxamine
Deferoxamine adalah obat cair yang diberikan melalui
bawah kulit secara perlahan-lahan dan biasanya dengan bantuan
pompa kecil yang digunakan dalam kurun waktu semalam. Terapi
ini memakan waktu lama dan sedikit memberikan rasa sakit. Efek
samping dari pengobatan ini dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan dan pendengaran.
b. Deferasirox
Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali sehari. Efek
sampingnya adalah sakit kepala, mual,muntah, diare, sakit sendi, dan
kelelahan.
2.3 Suplemen AsamFolat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel
darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping
melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.
2.4 Transplantasi sum-sum tulang belakang
Bone Marrow Transplantation (BMT) sejak tahun 1900 telah dilakukan.
Darah dan sumsum transplantasi sel induk normal akan menggantikan sel-sel
induk yang rusak. Sel-sel induk adalah sel- sel di dalam sumsum tulang
yang membuat sel-sel darah merah. Transplantasi sel induk adalah satu-
satunya pengobatan yang dapat menyembuhkan Thalasemia. Namun, memiliki
kendala karena hanya sejumlah kecil orang yang dapat menemukan pasangan
yang baik antara donor dan resipiennya (Okam,2001).
2.5 Pendonoran darah tali pusat (CordBlood)
Cord blood adalah darah yang ada di dalam tali pusat dan plasenta.
Seperti tulang sumsum, itu adalah sumber kaya sel induk, bangunan blok dari
sistem kekebalan tubuh manusia. Dibandingkan dengan pendonoran sumsum
tulang, darah tali pusat non-invasif, tidak nyeri, lebih murah dan relatif
sederhana.

F. KLASIFIKASI THALASEMIA
1. Thalassemia minor
Pada talasemia β minor, terdapat sebuah gen globin β yang normal dan sebuah
gen abnormal. Elektroforesis hemoglobin (Hb) normal, tetapi hemoglobin A2
(hemoglobin radimeter yang tidak diketahui fungsinya) meningkat dari 2% menjadi
4-6%. Pada talasemia α minor, elektroforesis Hb dan kadar HbA2 normal. Dianosis
ditegakkan dengan menyingkirkan talasemia β minor dan defisiensi besi. Kedua
keadaan minor ini mengalami anemia ringan (Hb 10.0-12.0 g/dL dan MCV = 65- 70
fL). Pasangan dari orang-orang dengan talasemia minor harus diperiksa. Karena
kerier minor pada kedua pasangan dapat menghasilkan keturunan dengan talasemia
mayor.
2. Thalassemia mayor
Talasemia mayor adalah penyakit yang mengancam jiwa. Talasemia mayor β
disebabkan oleh mutasi titik (kadang-kadang delesi) pada kedua gen globin β,
menyebabkan terjadinya anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan
turunnya kadar hemoglobin fetal. Anak-anak yang tidak diterapi memiliki postur
tubuh yang kurus, mengalami penebalan tulang tengkorak, splenomegali, ulkus pada
kaki, dan gambaran patognomonik pada foto tengkorak.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia mikrositik berat, terdapat sel
terget dan sel darah merah berinti pada darah perifer, dan titik terdapat HbA.
Transfusi darah, untuk mempertahankan kadar hemoglobin normal dan menekan
produksi sel darah merah Kadar hemoglobin normal dan menekan produksi sel darah
merah abnormal, akan menghasilkan perkembangan fisik yang normal. Kelebihan
besi karena seringnya transfusi menyebabkan kecacatan serius dan kematian pada
usia 25 tahun, kecuali bila dicegah dengan menggunakan desferioksamin.
Kebanyakan pasien talasemia yang diterapi dengan baik bertahan sampai usia 30 dan
40 tahun. Tranplantasi sumsum tulang depat dipertimbangkan jika ditemukan donor
saudara kandung yang cocok.
Talasemia α mayor hydrops fetalis) sering kali berakhir dengan kematian
intauterin dan disebabkan oleh delesi keempat gen globin α. Kadang-kadang,
diagnosis ditegakkan lebih awal, jika transfusi darah intrauterin dapat
menyelamatkan hidup. Transfusi seumur hidup penting seperti pada talasemia β
3. Talasemia intermedia
Tingkat keparahan dari talasemia berada diantara talasemia minor dan
talasemia mayor. Beberapa kelainan genetik yang berada mendasari keadaan ini.
Yang paling sering adalah talasemia β homozigot di mana satu atau kedua gen masih
memproduksi sejumlah kecil HbA. Delesi pada tiga dari empat gen globin α
(penyakit HbH) menyebabkan gambaran serupa, dengan anemia yang agak berat
sekitar 7-9 s/dL dan splenomegali. Secara definisi, penderita talasemia intermedia
tidak tergantung kepada transfusi. Splenektomi dapat dilakukan untuk mengurangi
anemia (Patrick, 2005)

G. Dampak Transfusi Berulang Pada Thalasemia Mayor


Penderita thalasemia mayor membutuhkan transfusi seumur hidup untuk
mengatasi anemia. Transfusi diberikan apabila kadar Hb < 8 gr/dl dan diusahakan kadar
Hb diatas 10 gr/dl namun dianjurkan tidak melebihi 15 gr/dl dengan tujuan agar suplai
oksigen ke jaringan-jaringan cukup juga mengurangi hemopoesis yang berlebihan
dalam sumsum tulang dan mengurangi absorbsi Fe dari traktus digestivus. Transfusi
diberikan sebaiknya dengan jumlah 10-20 ml/kg BB dan dalam bentuk PRC (paked
read cells) (Priyantiningsih R.D. 2010).
Tindakan transfusi yang dilakukan secara rutin selama hidup selain untuk
mempertahankan hidup juga dapat membahayakan nyawa penderita karena berisiko
terinfeksi bakteri dan virus yang berasal dari darah donor seperti infeksi bakteri Yersinia
enterocolitica, virus hepatitis C, hepatitis B dan HIV (Herdata N.H. 2009 dan Kartoyo
P.dkk 2003).
Transfusi yang berulang-ulang setiap bulan akan mengakibatkan penumpukan zat
besi pada jaringan tubuh seperti hati, jantung, pankreas, ginjal. Akumulasi zat besi pada
jaringan hati mulai terjadi setelah dua tahun mendapat transfusi. Penelitian yang
dilakukan pada tahun 1998, melaporkan didapat gangguan faal hati yang terjadi pada
transfusi ke 20 hingga 30, dengan jumlah total darah yang ditransfusikan 2.500-3.750
ml pada usia penderita 2-9 tahun (Priyantininsih R.D. 2010). Penimbunan zat besi pada
jaringan sangat berbahaya dan apabila tidak dilakukan penanganan yang serius dapat
berakibat kematian.
Mengurangi penimbunan dapat dilakukan dengan terapi khelasi besi, yang
sering digunakan adalah deferoksamin, deferipron dan deferasirox. Pemberian obat
ini pada usia 3 tahun yang melalui infus subkutan dan dapat juga melalui oral.
Penimbunan zat besi pada jaringan akan menyebabkan terjadinya hemosiderosis dan
hemokromatosis (Herdata N.H.2008 dan Priyantiningsih R.D.2010).
a. Hemosiderosis
Hemosiderosis sebagai akibat dari transfusi berulang-ulang karena
dalam 1 liter darah terkandung 750 mikrogram zat besi. Zat besi tersebut akan
menambah jumlah zat besi dalam tubuh. Manusia normal zat besi plasma
terikat pada trasnferin, kemampuan transferin mengikat zat besi sangat
terbatas sehingga apabila terjadi kelebihan zat besi maka seluruh transferin
berada dalam keadaan tersaturasi. Besi dalam plasma berada dalam bentuk
tidak terikat atau NTBI (non-transferrin bound plasma iron) yang dapat
menyebabkan pembentukan radikal bebas hidroksil dan mempercepat
peroksidasi lipid membran in vitro.
Kelebihan zat besi terbanyak terakumulasi dalam hati, namun paling
fatal adalah akumulasi di jantung karena menyebabkan hemosiderosis
miokardium dan berakibat gagal jantung yang berperan pada kematian awal
penderita. Penimbunan besi di hati yang berkelebihan berakibat pada
gangguan fungsi hati. (Priyantiningsih R.D.2010).
b. Hemokromatosis
Hemokromatosis yaitu gangguan fungsi hati sebagai akibat dari
penimbunan zat besi dan saturasi transferin. Hemokromatosis terjadi disertai
dengan kadar feritin serum > 1000 µg/L. Ferritin merupakan suatu protein
darah yang kenaikannya berhubungan dengan jumlah besi yang tersimpan
dalam tubuh. Kadar feritin yang tinggi dapat meningkat pada infeksi-infeksi
tertentu seperti hepatitis virus dan peradangan lain dalam tubuh. Kenaikan
ferritin tidak spesifik untuk mendiagnosis hemokromatosis.
Pemeriksaan lain untuk mendiagnosa hemokromatosis adalah TIBC dan
transferi saturation. TIBC adalah suatu pengukuran jumlah total besi yang
dapat dibawa dalam serum oleh transferrin. Transferrin saturation adalah
suatu jumlah yang dihitung dengan membagi serum besi oleh TIBC, hasil
angka yang mencerminkan besarnya persentase dari transferrin yang sedang
dipakai untuk mengangkut besi. Hasil transferrin saturation pada manusia
sehat antara 20 dan 50 %.
Penderita dengan hemokromatosis keturunan, serum besi dan
transferrin saturation hasilnya di atas normal. Tes yang paling akurat untuk
mendiagnosis hemokromatosis adalah dengan biopsi jaringan hati sehingga
dapat melihat langsung seberapa besar kerusakan hati. Gejala klinis yang
paling sering dijumpai adalah hepatomegali, pada stadium lanjut dapat terjadi
sirosis yang ditandai dengan splenomegali, ikterus, asites dan edema. Sirosis
dapat mengakibatkan kanker hati. Penderita thalasemia lebih beresiko terkena
hemokromatosis sebagai akibat dari penimbunan zat besi pada hati.
c. Metabolisme Gangguan Fungsi Hati dan Ginjal Thalasemia Mayor.
Penderita thalasemia mayor mengalami kelainan pada gen globin
menyebabkan produksi hemoglobin berkurang dan sel darah merah mudah
rusak/berumur lebih pendek dari sel darah merah normal. Kerusakan sel darah
merah pada penderita thalasemia mengakibatkan zat besi akan tertinggal di
dalam tubuh. Manusia normal, zat besi yang tertinggal dalam tubuh digunakan
untuk membentuk sel darah merah yang baru. Penderita thalasemia, zat besi
yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak akan menumpuk dalam organ
tubuh seperti hati dan dapat mengganggu fungsi organ tubuh.
Zat besi paling banyak terakumulasi di hati karena fungsi hati sebagai
sintesis ferritin (simpanan besi) dan transferin (protein pengikat besi) juga
tempat penyimpanan terbesar cadangan besi dalam bentuk ferritin dan
hemosiderin. Penderita thalasemia mayor harus mendapat suplai darah terus
menerus dari darah transfusi untuk mengatasi anemia sehingga akan menambah
penumpukan zat besi di dalam hati. Penumpukan zat besi ini harus dikeluarkan
karena akan sangat membahayakan dan dapat berujung pada kematian.
Penumpukan zat besi juga terdapat di ginjal. Kelebihan zat besi dapat
dikurangi dengan terapi kelasi besi berupa obat yang diberikan secara oral
maupun lewat infus. Fungsi ginjal diantaranya sebagai ekskresi sisa metabolik
dan bahan kimia asing juga produk akhir pemecahan hemoglobin. Obat khelasi
besi selain bermanfaat namun juga berbahaya karena mengandung bahan kimia.
Sebagian besar zat besi diekskresikan melalui feses dan < 10 % lewat urin,
dengan cara mengeliminasi atau mengurangi ikatan serum non transferin besi.
Obat khelasi besi ini diabsorbsi dan bersirkulasi selama beberapa jam.
Jangka waktu yang lama maka menambah beban ginjal sebagai ekskresi
yang dapat mengakibatkan kerusakan ginjal. Ginjal juga berfungsi sebagai
pengatur produksi sel darah merah, ginjal menyekresikan eritropoetin yang
merangsang pembentukan sel darah merah. 90 % dari seluruh eritropoetin
dibentuk dalam ginjal. Penderita thalasemia mayor pembentukan sel darah
merah lebih cepat sehingga ginjal akan lebih sering menyekresikan eritropoetin
untuk pembentukan sel darah merah baru, lama kelamaan dapat mengakibatkan
kerusakan fungsi ginjal.

H. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita thalassemia :
1) Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung yang
tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia
beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi
jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi
aliran listrik jantung menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis
jantung. Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan
terapi khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim
konversi angiotensin.
2) Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh
kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi
adalah sebagai berikut:
a. Nyeri persendian dan tulang
b. Osteoporosis
c. Kelainan bentuk tulang
d. Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
3) Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel darah
yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah
darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan
menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta
mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan
limpa merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini.
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan
meningitis, disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan operasi
pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi.
Segera temui dokter jika anak Anda memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan
demam, karena bisa berakibat fatal.
4) Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya
beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit
degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh
jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu, penderita thalassemia dianjurkan
untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus,
sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi
khelasi.
5) Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat
besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi
khelasi, dapat mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan terapi
pergantian hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan masa
pubertas yang terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa
komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut
ini:
6. Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
7. Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-
anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur
pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja yang
sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan
apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang
berguna untuk skrining
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-
pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia <
kontrol < spherositosis (Maureen,1999). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai
alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand,
sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan
false negative rate 8.53% (Maureen,1999).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti
0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan
MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia
defisiensi besi dengan Thalassemia β .
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh
sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke
Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit
meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi
pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut.
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%,
Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan
neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis
Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%,
Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada
negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S
dan Hb J.
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb
C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi
dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.
Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat
juga menentukan mutasi yang berlaku

J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


Asuhan keperawatan pada anak yang menderita thalasemia (Muscari, 2005)
1. Pengkajian
a. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia
cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling
banyak diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia
minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur
sekitar 4 – 6 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai
alat transport.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh
hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia
mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut
pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun
pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.7.
Riwayat kesehatan keluarga Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu
dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua
menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor.
Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena
berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena
keturunan.
g. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila
diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang
mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir
h. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah
anak seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu
hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi
terlihat lebar. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
3) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
4) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
, pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
5) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa
dan hati (hepatosplemagali).Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk
umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih
kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
6) Pertumbuhan organ seks sekunder terbentuk pada usia pubertas, ada
keterlambatan kemantangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis atau kumis, bahkan anak tidak bisa mencapai
tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
7) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi
darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dengan masalah thaasemia pada anak ( Wilkinson, 2007)
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurangnya
suplai oksigen dengan kebutuhan
b. Resiko perdarahan berhungan dengan rendahnya imunitas internal (nilai
trombosit rendah)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya suplai O2 ke
jaringan yang ditandai dengan klien mengeluh lemas dan mudah lelah
ketika beraktifitas.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan
neurologis (anemia) yang ditandai dengan kulit bersisik kehitaman
padabeberapa tempat.
e. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hemokromatesis.
f. Resiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan hipoksia jaringan.
g. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan menurunnya imunitas.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A

Nama Mahasiswa : Kelompok P 2019 Tanggal Pengkajian : 21 Januari 2020


Tanggal Masuk RS : 20 Januari 2020
Tempat Praktek : Ruang HCU Anak
No. RM : 01.02.63.95

I. IDENTITAS DATA
Nama Anak : An.A Nama Ibu : Ny.V
BB/TB : 15,5 Kg / 107 cm Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Tanggal Lahir/Usia : 14.03.2015 / 4 Th Pendidikan : Sarjana
Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam
Pendidikan Anak : Belum sekolah Alamat : Pasaman Barat
Anak ke : 1 (Pertama) Diagnosa Medis : Thalassemia B Mayor +
Susp.DBD

II. KELUHAN UTAMA (ALASAN MASUK RUMAH SAKIT)


Pasien An.A masuk ke RSUP Dr.M.Djamil Padang via Poli anak pada Senin 20
Januari 2020 dengan keluhan demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
keluarga mengatakan tubuh pasien teraba hangat, suhu saat masuk 38ºC, demam
hilang timbul, tidak ada menggigil, tidak ada kejang, pasien rewel,
Keluarga mengatakan wajah pasien tampak pucat sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit, pada saat pengkajian tanggal 20 januari 2020 pasien masih terlihat pucat
dan mengeluh haus, keluarga mengatakan jika anaknya mengeluh sakit kepala sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit, keluarga mengatakan jika pasien mengeluh tidak
enak badan, badan terasa lemas dan ada bintik merah dilengan kiri, tidak ada gusi
berdarah. BAB dalam batas normal, BAK dalam batas normal, Pemeriksaan Lab
tanggal 20 januari 2020 Hb : 6,19 g/dl, Ht : 18 %, Trombosit : 72.000 mm3, Leukosit :
23.500 mm3, MCU : 74 ft, MCH : 26 pg. MCHC : 35 %
Dengan anjuran dokter akhirnya An.A dirawat inap di Instalasi Anak untuk
mendapatkan terapi, transfuse darah dan penanganan medis lebih lanjut.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


a. Prenatal :
Selama hamil ibu pasien memeriksa kehamilan di puskesmas sebanyak 8x, ibu
mendapatkan multivitamin dan zat besi
b. Intranatal :
An.A lahir dengan umur kehamilan cukup bulan, lahir normal di rumah bidan,
BBL : 2900 gr dengan kondisi yang sehat
c. Postnatal :
Pemeriksaan bayi dan masa nias dilakukan oleh bidan, kondisi pasien saat itu sehat

III. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU


a. Penyakit yang diderita sebelumnya:
Pasien sudah dikenal dengan Thalassemia sejak ± 1 Tahun yang lalu
b. Pernah dirawat di RS:
Pasien sering di rawat di RSUP Dr.M.Djamil Padang
c. Obat-obatan yang pernah digunakan:
B Complex, Vit C, Asam folat
d. Alergi:
Tidak ada riwayat alergi obat ataupun alergi makanan
e. Kecelakaan:
Tidak ada riwayat kecelakaan
f. Riwayat Imunisasi:
Pasien hanya mendapatkan imunisasi saat baru lahir dan keluarga lupa imunisasi
apa.

IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Orang tua pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit yang sama dengan pasien dan tidak ada penyakit degenerate yang dapat
memperberat kondisi pasien
Genogram Keterangan :

X X

Perempuan

Laki - Laki

V. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG X Meninggal


a. Kemandirian dan Bergaul :
Keluarga pasien mengatakan An.A kurang bersosialisasi dengan teman atau tetangga
di lingkungan sekitar rumahnya
Pasien
b. Kognitif dan Bahasa :
Keluarga mengatakan pasien dapat berkomunikasi secara jelas dan menggunakan
bahasa yang dapat dimengerti orang lain
c. Psikososial :
Keluarga Pasien mengatakan anak jarang bermain diluar rumah karna memang tidak
diizinkan dan jarang bermain dengan teman seusianya
VI. RIWAYAT SOSIAL
a. Yang mengasuh Klien:
Pengasuh anak
b. Hubungan dengan Anggota Keluarga:
Keluarga mengatakan anak memiliki hubungan yang dekat dengan anggota keluarga
c. Hubungan dengan Teman Sebaya:
Keluarga mengatakan An.A memiliki hubungan yang baik dan memiliki banyak
teman sebaya nya
d. Pembawaan secara Umum:
Keluarga mengatakan pembawaan An.A secara umum santai dan tenang
e. Lingkungan Rumah :
Keluarga mengatakan tinggal di lingkungan perumahan
VII. POLA PENGKAJIAN MENURUT GORDON
1. Pola persepsi kesehatan atau penanganan kesehatan
Orang tua pasien mengatakan kesehatan itu sangat penting sebab kalau sakit
tidak ada yang bisa dilakukan. Jika salah satu anggota keluarga pasien sakit,
keluarga akan mendatangi puskesmas atau rumah sakit. Pasien tidak pernah berobat
secara tradisional dan meminum obat-obat tradisional. Orang tua pasien (An.A)
mengungkapkan jika anaknya menjalani rawat jalan dan harus kontrol ke poli anak
setiap 1x/bulan. Saat ini pasien (An.A) mendatangi rumah sakit untuk kontrol ke
poli anak dengan penyakit thalasemia, dan orang tua mengeluh jika anak terlihat
pucat, tidak mau makan, demam suhu terakhir 38C, serta dicek hasil laboraturium
ditemukan jika Hb pasien (An.A) 6,1 g/dL, trombosit 72.000/mm 3, leukosit
2.350/mm3. Sehingga dokter menganjurkan untuk dirawat inap untuk mendapatkan
transfusi dan therapy lainnya.
2. Nutrisi dan metabolik
Pasien memiliki tinggi badan yaitu 107 cm. Sebelum sakit, pasien (An.A)
makan 3 kali sehari dengan lauk pauk habis, dengan porsi ½ piring. Tidak ada mual,
muntah, pasien tidak memiliki alergi makanan. Pasien minum 3-4 gelas air putih
sehari. Setelah sakit (dirawat) pasien makan 3 kali sehari dan hanya menghabiskan
1/3 porsi saja, pasien tidak suka makan sayur dan suka makanan fast food. Pasien
(An.A) tidak mau makan, muntah tidak ada, tidak ada mengeluh mual. Berat badan
An.A turun 1 kg dengan berat badan 1 bulan sebelumnya 16,5 kg waktu dirawat
berat badannya 15,5 kg. Pasien (An.A) baru mengukur BB saat mendatangi Rs
untuk mendapat perawatan. Input cairan 3 gelas air putih perhari.
3. Eliminasi
Sebelum sakit pasien BAB 1 kali 2 hari dengan konsistensi lembek, kuning
dan berbau khas, tidak ada perdarahan dan tidak ada kesulitan mengejan yang
berarti. BAK 2-3 kali sehari warna kuning, tidak ada perdarahan dan berbau khas.
Saat dirawat (waktu pengkajian) pasien belum ada BAB, BAK menggunakan
pempers tidak diperlukan pemasangan kateter.
4. Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit pasien telah menderita penyakit thalasemia sejak 1,5 tahun
yang lalu, pasien jarang keluar rumah dan hanya bermain dengan pengasuhnya saja.
Pada saat pengkajian pasien hanyak banyak tiduran di tempat tidur karena merasa
lemas.
Kemampuan Perawatan Diri (0 = Mandiri, 1 = Dengan Alat Bantu, 2 = Bantuan
dari orang lain , 3 = Bantuan peralatan dan orang lain, 4 = tergantung/tdk mampu)
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan/Minum √
Mandi √
Berpakaian/berdandan √
Toileting √
Mobilisasi di Tempat Tidur √
Berpindah √
Berjalan √
Menaiki Tangga √
Berbelanja √
Memasak √
Pemeliharaan rumah √

5. Tidur dan istirahat


Sebelum sakit pasien hampir tidak pernah tidur siang karena asik bermain.
Malam hari pasien tidur pukul 21.00 sampai pukul 07.00 WIB. Pasien sudah
demam selama 3 hari dan selama itu pasien sering terbangun di malam hari. Pada
saat dirawat pasien sering tidur di siang hari dan terkadang terbangun dimalam
hari.
6. Pola perseptif kognitif
Sebelum sakit pasien dapat melihat dengan normal dan bisa mendengar
dengan jelas dalam pengecapan pasien tidak ada masalah, pasien bisa mengecap
makanan dengan baik. Saat pengkajian pasien dapat melihat dengan normal dan
bisa mendengarkan dengan jelas dalam pengecapan pasien tidak ada masalah.
7. Pola peran/hubungan
Pasien merupakan anak tertua di keluarga memiliki adek laki laki berumur
13 bulan. Pasien banyak bermain dengan adek dan pengasuhnya dan jarang
berkomunikasi dengan teman sebaya atau tetangganya. Pasien dapat berkomunikasi
dengan baik pada orang tuanya.
8. Pola koping/intolerasi stres
Ibu pasien (An.A) mengatakan jika anaknya adalah anak yang periang tetapi
jika terlalu bersemangat saat bermain pasien (An.A) mulai merasa lelah. Pada saat
dirawat pasien (An.A) hanya tiduran dan apabila pasien kesakitan pasien menangis
9. Pola konsep diri
Ada beberapa aktivitas pasien (An.A) yang harus di bantu oleh keluarga
seperti makan disuapi, mandi dimandikan. Tetapi terkadang pasien makan sendiri.
Saat dirawat pasien hanya tiduran, makan disuapi dan mandi dimandikan.
10. Nilai dan kepercayaan
Pasien beragama islam, ibu pasien mengatakan jika anaknya terkadang ikut
shalat dengan ibunya. Dan ibu pasien mengatakan jika ia meminta kesembuhan.
Pemeriksaan fisik
1. TTV
TD : 90/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 27x/menit
Suhu : 37,8C
2. Antropometri
Lingkar lengan atas : 15 cm
BB : 15,5 kg
TB : 107 cm
3. Kepala
Bentuk kepala simetris, tidak ada lesi dikulit kepala dan wajah,wajah
terlihat pucat, rambut keriting pendek, tidak ada lesi, warna rambut hitam, rambut
sedikit rontok
4. Mata
Mata kiri dan kanan simetris, Konjungtiva anemis pada mata kiri dan kanan,
tidak ada pembengkakan pada mata, reflek terhadap cahaya pupil isokhor, sklera
putih
5. Hidung
Tidak ada sumbatan, tidak ada cuping hidung, tidak ada sekret, tidak
terpasang O2 dan tidak terpasang NGT.
6. Mulut dan gigi
Bibir pucat, lidah putih dan kotor, gigi kotor, gigi belum lengkap masih
banyak yang bolong, keluarga mengatakan gusi berdarah sedikit, pasien dapat
berkomunikasi
7. Telinga
Telinga kiri dan kanan simetris, tidak ada pembengkakan, tidak ada
sumbatan, fungsi pendengaran baik
8. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe, tidak ada
pembesaran vena jugularis
9. Paru-paru :
Inspeksi : pola napas teratur, dinding dada simetris kiri dan kanan, pergerakan dada
kiri dan kanan simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada dinding dada, fremitus dada kiri dan kanan
sama
Perkusi : resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : bunyi napas bronkovesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing
10. Jantung
Inspeksi : dinding dada simetris, Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : tidak ada nyeri pada dinding dada, Ictus Cordis tidak teraba,
Perkusi : pekak
Auskultasi : reguler tidak ada bising jantung
11. Abdomen
Inspeksi : perut tidak ada buncit, tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
12. Genetalia
Jenis kelamin perempuan, tidak terpasang kateter
13. Ekstremitas
Akral hangat, seluruh badan pucat, CRT lebih dari 3 detik

14. Kulit
Tugor kulit jelek atau kembali lambat, membran mukosa kering, kulit kering, kulit
terlihat pucat

Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 20 Januari 2020 pukul 09.06

Nilai Rujukan
Pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Pria Wanita
Hb 6,1 g/dL 10,2-15,2 menurun
3
Leukosit 2.350 /mm 5.000-17.000 menurun
3
Trombosit 72.000 /mm 150.000-400.000 menurun
Ht 18 % 34-48 menurun
4.000.000-5.200.000
Eritrosit 2.390.000 /uL menurun

Retikulosit 0,93 % 0,5-1,5 menurun


MCV 74 fL 80-94 menurun
Dalam batas
MCH 26 Pg 23-31
normal
Dalam batas
MCHC 35 % 32-36
normal

Tanggal 21 Januari 2020 pukul 10.17


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Interpretasi
Pria Wanita
Hb 6,1 g/dL 10,2-15,2 menurun
3
Leukosit 2.7200 /mm 5.000-17.000 menurun
3
Trombosit 75.000 /mm 150.000-400.000 menurun
Ht 18 % 34-48 menurun

Tanggal 22 Januari 2020 pukul 11.12

Nilai Rujukan
Pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Pria Wanita
Hb 10,0 g/dL 10,2-15,2 menurun
Leukosit 3.020 /mm3 5.000-17.000 menurun
3
Trombosit 67.000 /mm 150.000-400.000 menurun
Ht 29 % 34-48 menurun

Tanggal 23 Januari 2020 pukul 17.43

Nilai Rujukan
Pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Pria Wanita
Dalam batas
Hb 12,2 g/dL 10,2-15,2
normal
3
Leukosit 3.190 /mm 5.000-17.000 menurun
Trombosit 114.000 /mm3 150.000-400.000 menurun
Dalam batas
Ht 36 % 34-48
normal

Terapi yang didapat


1. IVFD KA-EN 1B 1300cc/hari
2. PCT 4x200 mg
3. Transfusi PRC 100cc
ANALISA DATA
No Data Penyebab/ Etiologi Diagnosa Keperawatan
1. DS : Koagulopati inheren Resiko perdarahan
Keluarga mengatakan jika (trombositopenia)
anaknya ada bintik merah
dilengan kiri, keluarga
mengatakan wajah dan badan
pasien terlihat pucat sejak 2 hari
SMRS

DO :
Terdapat bintik merah
Pasien terlihat pucat
Konjungtiva anemis
Suhu : 37,8C
Nadi : 80x/menit
Trombosit : 72.000/mm3
Hb : 6,1 g/dl
Ht : 18 %
2. DS : Kegagalan mekanisme Defisit volume cairan
Pasien mengeluh badan terasa pengaturan dengan
lemas batasan karakteristik :
Pasien mengeluh haus penurunan tugor kulit,
membran mukosa
DO : kering, temperature
Kulit terlihat pucat tubuh meningkat,
Mukosa terlihat kering, kehilangan berat badan
Tugor kulit jelek atau kembali seketika
sedikit lambat
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37,8C
Hb : 6,1 gr/dL
Trombosit : 72.000/mm3
Ht : 18 %
3. DS : Ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas
Keluarga mengatakan jika antara suplai oksigen
pasien merasa badan tidak enak dengan kebutuhan,
dan merasa lemas Anemia
DO :
Pasien terlihat tirah baring di
tempat tidur dan tidak
melakukan aktivitas
Hb : 6,1 gr/dL
Trombosit : 72.000/mm3
Ht : 18 %
Suhu : 37,8C
Nadi 80x/menit
KU : lemah
Kebutuhan pasien dibantu oleh
keluarga.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No NANDA (Diagnosa NOC NIC


Keperawatan)
1. Resiko perdarahan Koagulasi darah Pencegahan perdarahan
berhubungan dengan  Pembentukan  Monitor dengan ketat
Koagulopati inheren bekuan dalam risiko terjadinya
(trombositopenia) batas normal perdarahan pada pasien
 Waktu protrombin  Catat nilai hemoglobin
(PT) dalam batas dan hemotokrit sebelum
normal dan sesudah pasien
 Waktu parsial
kehilangan darah
tromboplastin  Monitor tanda dan gejala
dalam batas pendarahan menetap
 Monitor komponen
normal
 Hemoglobin dalam koagulasi darah
 Monitor tanda-tanda vital
batas normal
 Hematokrit dalam ortostatik, termasuk
batas normal tekanan darah
 Petekia tidak ada  Berikan produk-produk
 Gusi berdarah
penggantian darah
tidak ada  Gunakan sikat gigi yang
berbulu lembut untuk
perawatan rongga mulut

2. Defisit volume cairan Keseimbangan Cairan Manajemen hipovolemia


 Timbang berat badan
berhubungan dengan  Tekanan darah
 Monitor status
Kegagalan mekanisme dalam batas
hemodinamik, meliputi
pengaturan dengan batasan normal
nadi, tekanan darah dll
karakteristik : penurunan  Denyut nadi radial  Monitor adanya tanda-
tugor kulit, membran dalam batas tanda dehidrasi
 Monitor asupan dan
mukosa kering, temperature normal
pengeluaran
tubuh meningkat,  Keseimbangan
 Monitor adanya bukti
kehilangan berat badan intake dan output
laboraturium terkait
seketika dalam batas
dengan kehilangan darah
normal  Dukung asupan cairan
 Berat badan stabil oral
 Tawarkan pilihan minum
 Tugor kulit
setiap 1-2 jam saat
membaik
terjaga
 Kelembaban
 Jaga kepatenan akses IV
membran mukosa  Berikan cairan IV
kembali membaik isotonik yang diresepkan
 Hematokrit dalam  Berikan cairan hipotonik

batas normal IV yang diresepkan


 Berikan produk darah

yang diresepkan untuk
meningkatkan tekanan
plasma onkotik dan
mengganti volume darah
 Instruksikan pada
keluarga/pasien untuk
mencatat intake dan
output dengan tepat
-

3. Intoleransi Aktifitas Daya Tahan Manajemen Energi


 Kaji status fisiologis
berhubungan dengan  Dapat melakukan
pasien yang
Ketidakseimbangan antara aktifitas rutin
menyebabkan kelelahan
suplai oksigen dengan  Dapat melakukan
sesuai dengan konteks
kebutuhan, dan Anemia aktifitas fisik
usia dan perkembangan
seperti biasa
 Gunakan instrumen yang
 Pemulihan energi valid untuk mengukur
setelah istirahat kelelahan
 Hemoglobin dalam  Tentukan persepsi
batas normal pasien/orang terdekat
 Hematokrit dalam dengan pasien mengenai
batas normal penyebab kelelahn
 Tentukan jenis dan
 Kelelahan
banyaknya aktivitas yang
berkurang
dibutuhkan untuk
menjaga ketahanan
 Monitor intake/asupan
nutrisi untuk mengetahui
sumber energi yang
adekuat
 Monitor/catat waktu dan
lama istirahat/tidur
pasien
 Monitor lokasi dan
sumber
ketidaknyamanan/nyeri
yang dialami pasien
selama aktivitas
CATATAN PERKEMBANGAN ASUHAN KEPERAWATAN

Hari/
No. Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
1. Senin, 20 Resiko perdarahan Pencegahan perdarahan S: Dzikra
januari 2020 berhubungan dengan  Memonitor terjadinya risiko perdarahan Keluarga mengatakan ada bintik merah dan Dara
Sore Koagulopati inheren pada pasien di lengan kiri, dan keluarga pasien
(trombositopenia)  Mencatat nilai hemoglobin dan mengatakan jika tidak ada riwayat gusi
hematokrit berdarah, pasien terlihat pucat sudah 2
Hb :6,1 g/dL
Ht : 18% hari SMRS, dan sudah demam sejak 3
 Monitor tanda dan gejala pendarahan hari SMRS
Terdapat petekie di lengan kiri,
 Monitor tanda-tanda vital ortostatik,
termasuk tekanan darah O:
Nadi : 80x/menit pasien terlihat pucat
Suhu : 37,8C
 Kolaborasi pemberian PRC 50 cc Konjungtiva anemis
 Menganjurkan orang tua untuk gunakan Hb :6,1 g/dL
sikat gigi yang berbulu lembut untuk Ht : 18%

perawatan rongga mulut Trombosit : 72.000/mm3


Nadi : 89x/menit
Suhu : 37,9C
Pasien terpasang PRC
A : resiko perdarahan
P:
Intervensi dilanjutkan
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor risiko terjadinya
perdarahan
- Rencana pemberian PRC
Senin/20 Defisit volume cairan Manajemen hipovolemia S: Dzikra
 Menimbang berat badan
januari 2020 berhubungan dengan Keluarga mengatakan jika pasien sudah dan Dara
BB sekarang 15,5kg
Sore Kegagalan mekanisme BB sebelum 16,5 kg mulai tidak merasa haus, keluarga
pengaturan dengan  Memonitor TTV mengatakan pasien terlihat pucat sudah
TD : 90/65mmHg
batasan karakteristik : Nadi :90 x/menit 2 hari SMRS, dan sudah demam sejak 3
penurunan tugor kulit, RR : 25 x/menit hari SMRS
Suhu : 37,7C
membran mukosa kering,  Monitor adanya tanda-tanda dehidrasi
temperature tubuh Pasien terlihat gelisah, pasien O:
meningkat, kehilangan mengatakan haus, tugor kulit kembali Pasien terlihat pucat
berat badan seketika lambat Konjungtiva anemis
 Memonitor asupan dan pengeluaran
Input : Tugor kulit kembali lambat
Minum air putih 50 cc Terpasang infus KA-EN 1B 20 tts/menit
Output :
BAK 250cc A : defisit volume cairan
 Monitor adanya bukti laboraturium
terkait dengan kehilangan darah P:
Monitor TTV
Trombosit : 72.000/mm3 Monitor intake dan output
Monitor tanda-tanda dehidrasi
Hb : 6,1 g/dl
Rencana transfusi PRC
Ht : 18 %
 Menginstruksikan keluarga pasien
untuk memenuhi asupan cairan oral
dengan minum air putih setiap 2 jam
 Menjaga kepatenan akses IV
 Kolaborasi pemberian KA-EN 1B
makro 20 tts/menit
 Kolaborasi pemberian PRC 50 cc
 Memberi instruksi pada keluarga/pasien
untuk mencatat intake dan output
dengan tepat
2. Selasa/21 Resiko perdarahan Pencegahan perdarahan S: Cici dan
Januari 2020 berhubungan dengan  Memonitor terjadinya risiko perdarahan Ibu mengatakan jika pasien masih Latifa
Pagi Koagulopati inheren pada pasien demam, ibu mengatakan tidak ada gusi
Ibu pasien mengatakan jika tidak ada
(trombositopenia) berdarah, pasien mengeluh lemas
pendarahan pada gusi anaknya,
 Mencatat nilai hemoglobin dan
O:
hematokrit
Hb :6,1 g/dL Pasien terlihat pucat
Ht : 18% Konjungtiva anemis
Trombosit : 75.000/mm3
 Monitor TTV Tugor kulit jelek
Nadi : 100x/menit Ht : 18%
Suhu : 380C Hb :6,1 g/dL
 Kolaborasi pemberian PRC 100 cc Trombosit : 75.000/mm3
 Menganjurkan orang tua untuk gunakan Suhu : 38C
sikat gigi yang berbulu lembut untuk Membran mukoca pucat dan kering
perawatan rongga mulut Pasien terpasang infus KA-EN 1B
Pasien tranfusi PRC

A:
Resiko pendarahan

P:
Intervensi dilanjutkan
Monitor TTV
Monitor cairan
Kolaborasi pemberian PRC bila perlu
Selasa/21 Defisit volume cairan Manajemen hipovolemia S: Latifa
 Menimbang berat badan
Januari 2020 berhubungan dengan Ibu mengatakan jika pasien masih dan
BB sekarang 15,5kg
Pagi Kegagalan mekanisme BB sebelum 16,5 kg demam, ibu mengatakan tidak ada gusi Winda
pengaturan dengan  Memonitor TTV berdarah, pasien mengeluh lemas
TD : 90/65mmHg
batasan karakteristik : Nadi :90 x/menit
penurunan tugor kulit, RR : 25 x/menit O:
Suhu : 37,7C
membran mukosa kering,  Monitor adanya tanda-tanda dehidrasi Pasien terlihat pucat
temperature tubuh pasien mengatakan haus, tugor kulit Konjungtiva anemis
meningkat, kehilangan kembali lambat Tugor kulit jelek
 Memonitor asupan dan pengeluaran
berat badan seketika Ht : 18%
Kebutuhan cairan Hb : 6,1 g/dL
100cc/kgBB/hari = 1550
Kenaikan suhu IWL 200 x (37,7-36,8) Trombosit : 75.000/mm3
= 180 Suhu : 38C
Jadi kebutuhan cairan = 1550+ 180 = Membran mukoca pucat dan kering
1730 / 3 =577 / 8 jam Pasien terpasang infus KA-EN 1B
Input :
KAEN 1B 1 : 500 cc/8 jam Pasien tranfusi PRC
PRC : 50 cc
Minum air putih 100 cc
Output : A:
BAK 400 cc Defisit volume cairan
IWL : (30-4 tahun)x15,5kg = 403/3 =
134/ 8 jam
Balance = 600 – 534 = + 66 P:
 Monitor adanya bukti laboraturium Intervensi dilanjutkan
terkait dengan kehilangan darah Monitor TTV
Ht : 18%
Hb : 6,1 g/dL Monitor intake output
Trombosit : 75.000/mm3 Monitor hasil labor
 Menginstruksikan keluarga pasien
Kolaborasi pemberian PRC bila perlu
untuk memenuhi asupan cairan oral
dengan minum air putih setiap 2 jam
 Menjaga kepatenan akses IV
 Kolaborasi pemberian KA-EN 1B
makro 20 tts/menit
 Memberi instruksi pada keluarga/pasien
untuk mencatat intake dan output
dengan tepat
 Kolaborasi pemberian PRC 100 cc
Selasa/21 Intoleransi Aktifitas Manajemen Energi S: Dzikra
 mengkaji status fisiologis pasien
Januari 2020 berhubungan dengan Ibu mengatakan jika pasien masih dan dara
ibu pasien mengatakan jika pasien
Sore Ketidakseimbangan demam, ibu mengatakan pasien
mengeluh lemas dan sakit kepala,
antara suplai oksigen  Memonitor intake/asupan nutrisi untuk mengeluh lemas
dengan kebutuhan, dan mengetahui sumber energi yang
Anemia adekuat O:
Infus : 500cc/8jam Pasien terlihat pucat
Air putih : 200 cc
Makanan biasa = 1300kkal Konjungtiva anemis
Tugor kulit jelek
 Monitor/catat waktu dan lama
Ht : 18%
istirahat/tidur pasien Hb : 6,1 g/dL
Pasien tidur siang 3 jam, dimalam hari
Trombosit : 75.000/mm3
pasien sering terjaga karena demam,
Suhu : 37,5C
 Memonitor lokasi dan sumber Membran mukoca pucat dan kering
ketidaknyamanan/nyeri yang dialami Pasien terpasang infus KA-EN 1B
pasien selama aktivitas Post tranfusi PRC
A:
Defisit volume cairan

P:
Intervensi dilanjutkan
Monitor TTV
Monitor intake output
Monitor hasil labor
Kolaborasi pemberian PRC bila perlu
Selasa/21 Defisit volume cairan Manajemen hipovolemia S:
 Menimbang berat badan
Januari 2020 berhubungan dengan Ibu mengatakan jika pasien masih
BB sekarang 15,5kg
Sore Kegagalan mekanisme BB sebelum 16,5 kg demam dan mengeluh haus terus, ibu
pengaturan dengan  Memonitor TTV pasien mengatakan pasien mengeluh
TD : 86/60mmHg
batasan karakteristik : Nadi :87 x/menit lemas
penurunan tugor kulit, RR : 27 x/menit
Suhu : 37,5C
membran mukosa kering,  Monitor adanya tanda-tanda dehidrasi O:
temperature tubuh pasien mengatakan haus, tugor kulit Pasien terlihat pucat
meningkat, kehilangan kembali lambat Konjungtiva anemis
 Memonitor asupan dan pengeluaran
berat badan seketika Kebutuhan cairan Tugor kulit jelek
100cc/kgBB/hari = 1550 Ht : 18%
Kenaikan suhu IWL 200 x (37,7-36,8) Hb : 6,1 g/dL
= 180 Trombosit : 75.000/mm3
Jadi kebutuhan cairan = 1550+ 180 =
Suhu : 37,5C
1730 / 3 =577 / 8 jam
Membran mukoca pucat dan kering
Input :
KAEN 1B 1 : 500 cc/8 jam Pasien terpasang infus KA-EN 1B
Minum air putih 200 cc
Output :
BAK 400 cc A:
IWL : (30-4 tahun)x15,5kg = 403/3 =
Defisit volume cairan
134/ 8 jam
Balance = 700 – 534 = + 166
 Monitor adanya bukti laboraturium P:
terkait dengan kehilangan darah Intervensi dilanjutkan
Ht : 18% Monitor TTV
Hb : 6,1 g/dL
Trombosit : 75.000/mm3 Monitor intake output
 Menginstruksikan keluarga pasien Monitor hasil labor
untuk memenuhi asupan cairan oral Kolaborasi pemberian PRC bila perlu
dengan minum air putih setiap 2 jam
 Menjaga kepatenan akses IV
 Kolaborasi pemberian KA-EN 1B
makro 20 tts/menit
 Memberi instruksi pada keluarga/pasien
untuk mencatat intake dan output
dengan tepat
3. Rabu/22 Resiko perdarahan Pencegahan perdarahan S: Dzikra
Januari 2020 berhubungan dengan  Memonitor terjadinya risiko perdarahan Ibu mengatakan jika pasien masih dan
Pagi Koagulopati inheren pada pasien demam, ibu mengatakan tidak ada gusi Winda
Ibu pasien mengatakan jika tidak ada
(trombositopenia) berdarah, pasien mengeluh lemas
pendarahan pada gusi anaknya,
 Mencatat nilai hemoglobin dan
O:
hematokrit
Hb :10 g/dL Pasien terlihat pucat
Ht : 29% Konjungtiva anemis
Trombosit : 67.000/mm3
 Monitor TTV Tugor kulit jelek
Nadi : 97x/menit Ht : 29%
Suhu : 37,80C
 Kolaborasi pemberian PRC 50 cc Hb :10 g/dL
 Menganjurkan orang tua untuk gunakan Trombosit : 67.000/mm3

sikat gigi yang berbulu lembut untuk Suhu : 37,8C

perawatan rongga mulut Membran mukoca pucat dan kering


Pasien terpasang infus KA-EN 1B
Pasien tranfusi PRC

A:
Resiko pendarahan

P:
Intervensi dilanjutkan
Monitor TTV
Monitor cairan
Kolaborasi pemberian PRC bila perlu
4.. Kamis/23 Resiko perdarahan Pencegahan perdarahan S: Dara dan
januari 2020 berhubungan dengan  Memonitor terjadinya risiko perdarahan Ibu mengatakan jika pasien masih Winda
pagi Koagulopati inheren pada pasien demam, ibu mengatakan tidak ada gusi
Ibu pasien mengatakan jika tidak ada
(trombositopenia) berdarah, pasien mengeluh lemas
pendarahan pada gusi anaknya, peteki
tidak tampak O:
 Mencatat nilai hemoglobin dan
Pasien terlihat pucat
hematokrit
Hb :12,2 g/dL Konjungtiva anemis
Ht : 36% Tugor kulit jelek
Trombosit : 114.000/mm3
 Monitor TTV Ht : 36%
Nadi : 95x/menit Hb :12,2 g/dL
Suhu : 370C Trombosit : 114.000/mm3
 Menganjurkan orang tua untuk gunakan
Suhu : 37C
sikat gigi yang berbulu lembut untuk
Membran mukoca pucat dan kering
perawatan rongga mulut
Pasien terpasang infus KA-EN 1B

A:
Resiko pendarahan
P:
Masalah teratasi
Monitor TTV

Kamis/23 Defisit volume cairan Manajemen hipovolemia S:


 Menimbang berat badan
januari 2020 berhubungan dengan Ibu mengatakan jika pasien masih
BB sekarang 15,5kg
pagi Kegagalan mekanisme BB sebelum 16,5 kg demam, ibu mengatakan tidak ada gusi
pengaturan dengan  Memonitor TTV berdarah, pasien mengeluh lemas
TD : 87/65mmHg
batasan karakteristik : Nadi :95 x/menit
penurunan tugor kulit, RR : 25 x/menit O:
Suhu : 37C
membran mukosa kering,  Monitor adanya tanda-tanda dehidrasi Pasien terlihat pucat
temperature tubuh pasien mengatakan haus, tugor kulit Konjungtiva anemis
meningkat, kehilangan membaik Tugor kulit jelek
 Memonitor asupan dan pengeluaran
berat badan seketika Kebutuhan cairan Ht : 36%
100cc/kgBB/hari = 1550 Hb :12,2 g/dL
Kenaikan suhu IWL 200 x (37,7-36,8) Trombosit : 114.000/mm3
= 180 Suhu : 37C
Jadi kebutuhan cairan = 1550+ 180 =
Membran mukoca pucat dan kering
1730 / 3 =577 / 8 jam
Input : Pasien terpasang infus KA-EN 1B
KAEN 1B 1 : 500 cc/8 jam
Minum air putih 200 cc
A:
Output : Defisit volume cairan
BAK 350 cc
IWL : (30-4 tahun)x15,5kg = 403/3 =
P:
134/ 8 jam
Balance = 700 – 484 = + 216 Masalah teratasi
 Monitor adanya bukti laboraturium Monitor TTV
terkait dengan kehilangan darah Monitor intake output
Ht : 36% Rencana pulang (perbaikan)
Hb :12,2 g/dL
Trombosit : 114.000/mm3
 Menginstruksikan keluarga pasien
untuk memenuhi asupan cairan oral
dengan minum air putih setiap 2 jam
 Menjaga kepatenan akses IV
 Kolaborasi pemberian KA-EN 1B
makro 20 tts/menit
 Memberi instruksi pada keluarga/pasien
untuk mencatat intake dan output
dengan tepat
BAB 4
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang dilakukan pada An.A dengan
diagnosa medis thalasemia mayor dan susp DBD di ruang rawat kelas 1D Instalasi Anak
RSUP Dr.M.Djamil Padang, maka dalam bab ini penulis akan membahas kesenjangan
antara teori dan kenyataan yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan studi kasus. Penulis
juga akan membahas kesulitan yang ditemukan dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap An.A dengan thalasemia dan susp DBD dalam penyusunan asuhan keperawatan
kami merencanakan keperawatan yang meliputi pengkajian perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi dengan uraian sebagai berikut :
A. Diagnosa Keperawatan
Tanda-tanda yang dikenali pada awal proses diagnostik dapat dipahami
hanya jika ada penjelasan yang masuk akal untuk tanda-tanda tersebut dengan
konteks suatu situasi, ini adalah proses berfikir aktif ketika perawat mengeksplorasi
pengetahuan dalam memorinya untuk mendapatkan kemungkinan penjelasan data
(Nanda,Nic &NOC,2007).
1. Diagnosa keperawatan yang muncul
a. Resiko perdarahan
Resiko perdarahan adalah berisiko mengalami kehilangan darah baik
internal (terjadi didalam tubuh) maupun eksternal (terjadi didalam tubuh).
Diagnosa tersebut ditegakkan bila ada faktor resiko yang mendukung yaitu
koagulopati inheren (trombositopenia), proses keganasan. Alasan diagnosa
tersebut diangkat karena saat pengkajian didapatkan data subjektif yaitu
keluarga mengatakan terdapat bintik merah dilengan kiri, pasien terlihat pusat
sudah dua hari dan saat pengkajian pasien masih terlihat pucat, dan data
objektif yaitu hasil labor bahwa Hb : 6,1 g/dL, Ht : 18%, Trombosit :
72.000/mm3, terdapat bintik merah, pasien terlihat pucat.
Diagnosa tersebut penulis prioritaskan karena keluhan yang dirasakan
pasien saat itu dan apabila masalah itu tidak segera ditangani akan
menimbulkan komplikasi lain dan ketidaknyamanan pada pasien dan bisa
mengganggu aktifitas pasien.
b. Defisit volume cairan
Kekurangan volume cairan adalah penurunan cairan
intravaskulr,interstitial dan atau intraseluler. Ini mengacu pada dehidrasi,
kehilangan cairan saja tanpa perubahan pada natrium. Diagnosa tersebut dapat
ditegakkan jika ada data batasan karakteristik yaitu penurunan tugor kulit,
membran mukosa kering, temperature tubuh meningkat, kehilangan berat
badan seketika. Alasan diagnosa tersebut diangkat karena ditemukan tanda-
tanda yang mendukung yaitu secara subjektif yaitu, pasien mengeluh haus,
pasien, ibu pasien mengatakan jika badan anaknya terasa demam, dan data
objektif yaitu : pasien terlihat gelisah, tugor kulit kembali lambat, membran
mukosa kering, suhu tubuh meningkat. Penulis tidak memprioritaskan masalah
tersebut karena tidak mengancam kehidupan pasien. Tetapi jika tidak
ditegakkan pasien bisa mengalami dehidrasi.
c. Intolerasi aktifitas
Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau
fisiologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktivitas diminta atau sehari-
hari. Diagnosa tersebut dapat ditegakkan jika ada data batasan karakteristik
yaitu respon abnormal dan tekanan atau nadi terhadap aktivitas, adanya
ketidaknyamanan saat beraktivitas.
Alasan diagnosa tersebut ditegakkan karena ditemukan tanda-tanda
yang mendukung secara subjektif yaitu keluarga mengatakan jika pasien
merasa badannya lemas, tidak nyaman saat beraktifitas, badan terasa
tidaknyaman dan data objektif yaitu pasien terlihat tirah baring ditempat tidur,
aktifitas dibantu keluarga, terpasang IVFD KA-EN 1B 20 tts/i. Penulis tidak
memprioritaskan karena tidak mengancam kehidupan pasien. Tetapi jika tidak
ditegakkan pasien tidak dapat mandiri dalam beraktifitas.

2. Diagnose keperawatan yang tidak mucul namun ada dalam tinjuan teori.
a. pola nafas tidak efektif
Pola napas tidak efektif merupakan inspirasi dan atau/ ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi yang adekuat. Diagnosa tersebut dapat di tegakan apabila
terdapat data satu atau lebih yang antara pola napas abnormal, penggunaan otot
bantu napas, bradipnea, penurunan fase ekspirasi dan inspirasi, dispnea,
pernapasan cuping hidung. Pada pengkajian penulis tidak menemukan data-
data pendukung seperti diatas sehingga diagnose tersebut tidak di tegakkan.
b. Resiko gangguan tumbuh kembang
Resiko gangguan tumbuh kembang adalah berisiko terlambat 25% atau
lebih pada satu biidang atau lebih seperti sosial atau perilaku mengontrol diri
atau dalam hal kognisi, bahasa, atau kemampuan motorik kasar atau halus.
Diagnosa tersebut dapat di tegakan apabila terdapat data satu atau lebih yang
antara tidak mampu melakukan keterampilan atau perilaku khas sesuai usia,
pertumbuhan fisik terganggu, respon sosial terlambat, nafsu makan menurun,
lesu dan mudah marah. Pada pengkajian penulis tidak menemukan data-data
pendukung seperti diatas sehingga diagnose tersebut tidak di tegakkan.

B. Implementasi
1. Resiko perdarahan
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah mengkaji keadaan
umum, monitor hasil laboratorium, mengevaluasi tanda-tanda vital, monitor intake
dan output, kalaborasi pemberian cairan IV, kolaborasi pemberian produk-produk
pengganti darah. Kekuatan dari tindakan ini adalah dilakukan dengan baik, karena
adanya keterlibatan keluarga. Kelemahannya adalah terkadang melakukan
pemberian produk darah suhu tubuh pasien meningkat.
2. Deficit volume cairan
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah mengkaji status
mental, tugor kulit, mengevaluasi tanda-tanda vital, monitor intake dan output,
kalaborasi pemberian cairan IV. Kekutan dari tindakan ini adalah bekerja sama
dalam keseimbangan cairan . Kelemahannya adalah terkadang klien hanya sedikit
menghabiskan asupan cairan baik itu minum maupun makannya.
3. Intoleransi aktifitas
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah menentukan
penyebab intoleransi aktivitan ( fisik,psikologis), monitor dan catat kemampuan
untuk mentoleransi aktivitas, monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan
sumber energi (Nanda Nic & Noc, 2007). Kekuatan dari tindakan ini adalah
dilakukan dengan baik, karena adanya keterlibatan keluarga. Kelemahannya adalah
tidak semua anjuran yang diberikan dapat dilakukan oleh pasien.
C. Evaluasi
1. Resiko perdarahan
Kriteria hasil untuk diagnosa diatas adalah hasil laboratorium pasien dalam batas
normal, tanda-tanda vital pasien dalam batas normal, tidak ada tanda gejala
pendarahan eksternal.Setelah dilakukan tindakan keperawatan diperoleh hasil
sobyektif: kelurga pasien mengatakan jika pasien sudah tidak pucat lagi obyektif:
Pasien tampak lebih baik. Hal tersebut menandakan diagnosa pertama teratasi
,sehingga tindakan tidak perlu dilanjutkan.
2. Defisit volume cairan
Kriteria hasil untuk diagnosa diatas adalah klien tidak memiliki tanda dan gejala
dari dehidrasi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diperoleh hasil sobyektif:
keluarga pasien mengatakan jika pasien sudah tidak demam lagi, sudah tidak pucat
lagi dan tidak merasa haus lagi, obyektif: Pasien tampak lebih baik. Hal tersebut
menandakan diagnosa kedua teratasi sebagian ,sehingga tindakan perlu dilanjutkan
sampai keseimbagan cairan intake dan output pasien dalam batas normal
3. Intoleransi Aktifitas
Kriteria hasil untuk diagnosa diatas adalah klien dapat beraktivitas mandiri tanpa
bantuan keluarga Setelah dilakukan tindakan keperawatan diperoleh hasil
sobyektif: Pasien mengatakan sedikit demi sedikit sudah bisa dilakukan dengan
mandiri, obyektif: Pasien tampak lebih baik. Hal tersebut menandakan diagnosa
ketiga teratasi sebagian ,sihingga tindakan perlu dilanjutkan sampai pasien dapat
beraktivitas secara mandiritanpa bantuan keluarga.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan terhadap An. a1 tahun dengan diagnosa
medis tumor caput pankreas dapat disimpulkan bahwa hasil
1. Hasil pengkajian didapatkan wajah pasien tampak pucat sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, sakit kepala sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit, keluarga mengatakan jika pasien mengeluh tidak enak badan, badan
terasa lemas dan ada bintik merah dilengan kiri, tidak ada gusi berdarah.
BAB dalam batas normal, BAK dalam batas normal, Pemeriksaan Lab
tanggal 20 januari 2020 Hb : 6,19 g/dl, Ht : 18 %, Trombosit : 72.000 mm 3,
Leukosit : 23.500 mm3, MCU : 74 ft, MCH : 26 pg. MCHC : 35 %.
2. Keluhan yang disampaikan pasien dan menurut hasil pemeriksaan fisik
yang dilakukan maka didapatkan tiga diagnosa yaitu Resiko perdarahan
berhubungan dengan Koagulopati inheren (trombositopenia), Defisit
volume cairan berhubungan dengan Kegagalan mekanisme pengaturan
dengan batasan karakteristik : penurunan tugor kulit, membran mukosa
kering, temperature tubuh meningkat, kehilangan berat badan seketika dan
Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan, dan Anemia
3. Evaluasi dari hasil implementasi tindakan keperawatan yang diberikan
masalah untuk diagnonsa Resiko perdarahan berhubungan dengan
Koagulopati inheren (trombositopenia) teratasi, Defisit volume cairan
berhubungan dengan Kegagalan mekanisme pengaturan dengan batasan
karakteristik : penurunan tugor kulit, membran mukosa kering, temperature
tubuh meningkat, kehilangan berat badan seketika teratasi sebagian dan
Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan, dan Anemia teratasi sebagian.

B. Saran
1. Bagi pelayanan keperawatan
Hasil dari penulisan tugas akhir ini diharapkan dapat meningkatkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan cara menjadikan tugas akhir ini sebagai
implementasi tindakan keperawatan pendukung dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan thalassemia
2. Bagi institusi rumah sakit
Hasil yang diperoleh dari penulisan laporan tugas akhir ini diharapkan dapat
menjadi panduan asuhan keperawatan pada pasien thalassemia
3. Bagi institusi pendidikan
Laporan tugas akhir ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi tambahan
dalam memberikan asukah keperawatan pada pasien yang terdiagnosis
thalassemia
DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman M. H, dkk (2005), Buku Kuliah I Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, Jakarta.
Brooker, Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Guyton, Arthur C, (2000), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9, EGC, Jakarta
Insley, Jack. 2003. Vade-mecum Pediatri. Jakarta : EGC
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
Mitcheel, Kumar dkk. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC
Muscari, Mary E. 2005. Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Ngastiyah, (2010), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Pudjilestari, Indrijati. 2003. Merawat Balita Sampai Lima Tahun. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Sacharin. M, (1996), Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, EGC, Jakarta.
Soeparman, Sarwono, W, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, FKUI, Jakarta.
Sullivan, Amanda. 2009. Panduan Pemeriksaan Antenatal. Jakarta : EGC
Suriadi, Rita Yuliani, (2015), Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi I, CV. Sagung Solo,
Jakarta.
Suryanah. 1996. Keperawatan Anak untuk Siswa SPK. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan

Anda mungkin juga menyukai