Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH COMPOUNDING DISPENSING

(PENYAKIT BATUK)

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Apt. Titik Sunarni, S.Si., M.Si
Kelas C Kelompok 19

Disusun oleh :

1. Wulan Anggraini Bansaga (2020404564)


2. Yerryco Pujja Lorenza (2020404565)

PROGRAM PROFESI APOTEKER XL


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batuk merupakan suatu mekanisme refluk yang sangat penting untuk
menjaga jalan nafas agar tetap terbuka dengan cara menyingkirkan hasil sekresi
lendir yang menumpuk pada jalan pernafasan. Tidak hanya lendir yang akan
disingkirkan oleh reflex batuk, tetapi juga gumpalan darah dan benda asing.
Batuk merupakan masalah serius yang tidak diperdulikan. Batuk berperan sebagai
pertahanan tubuh dalam menghadapi penyakit atau radang pada saluran
pernapasan yang disebabkan oleh lendir (riak). Pengobatan terhadap batuk yang
paling tepat adalah mengobati atau menghilangkan penyebabnya.
Batuk secara definisi dapat diklasifikasikan menurut waktu dan produktifnya.
batuk menurut waktu dibagi menjadi tiga yaitu batuk akut, batuk subakut dan
batuk kronis. Pertama, batuk akut adalah batuk yang berlangsung selama kurang
dari tiga minggu. Kedua, batuk subakut merupakan batuk yang berlangsung
selama tiga hingga delapan minggu. Ketiga, batuk kronis yaitu batuk yang terjadi
dalam waktu lebih dari delapan minggu. Batuk menurut produktifnya dibagi
menjadi dua yaitu batuk produktif dan batuk tidak produktif. Pertama, batuk
produktif adalah batuk yang menghasilkan dahak atau lendir (sputum) sehingga
lebih dikenal dengan sebutan batuk bedahak. Kedua, batuk tidak produktif adalah
batuk yang tidak menghasilkan dahak (spetum) atau lebih dikenal dengan sebutan
batuk kering.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda
asing dari saluran napas. Batuk juga membantu melindungi paru dari aspirasi
yaitu masuknya benda asing dari saluran cerna atau saluran napas bagian atas.
Saluran napas yang dimaksud adalah mulai dari tenggorokan, trakhea,
bronkhus, bronkhioli, sampai ke jaringan paru.

Batuk merupakan proses ekspirasi (penghembusan nafas) yang eksplosif


yang memberikan mekanisme proteksi normal untuk membersihkan saluran
pernafasan dari adanya benda asing yang mengganggu. Batuk bukanlah suatu
penyakit melainkan suatu tanda atau gejala adanyaganggan pada saluran
pernafasan. Selain itu, batuk juga merupakan jalur penyebaran infeksi. Batuk
dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, mengganggu kehidupan normal, dan
rasa khawatir terhadap penyebab batuk.

B. Etiologi
Pemicu batuk adalah adanya berbagai iritan yang memasuki saluran nafas
melalui inhalasi (asap, debu, atau asap rokok) atau melalui inhalasi (sekresi
jalan nafas, benda asing, atau isi lambung). Batuk karena iritasi karena sekresi
jalan nafas (seperti postnasal drip) atau isi lambung biasanya faktor pemicunya
tidak dikenal dan batuknya bersifat persisten. Jika terus terpapar oleh iritan
maka dapat memicu batuk dan sensitifitas jalan nafas meningkat. Infeksi
pernafasan karena virus maupun bakteri yang menyebabkan inflamasi,
konstriksi, dan kompresi jalan nafas juga dapat menyebabkan batuk. Adanya
kelainan pada jantung, yaitu gagal jantung kongestif, juga dapat menimbulkan
batuk karena adanya edema di daerah peribronkial dan interstisial. Penggunaan
obat golongan ACEI juga sering dihubungkan dengan kejadian batuk, diduga
berhubungan dengan akumulasi bradikinin atau substance P yang juga
didegradasi oleh enzim ACE.
C. Patofisiologi
Batuk membantu membersihkan jalan nafas saat ada banyak partikel-partikel
asing yang terhirup, lendir dalam jumlah yang berlebihan, dan jika ada substansi
abnormal pada jalan nafas, seperti cairan edema atau nanah. Refleks batuk
dimulai dengan adanya stimulasi pada reseptor, dimana reseptor batuk
merupakan golongan reseptor yang secara cepat beradaptasi terhadap adanya
iritan. Ada ujung syaraf yang berlokasi di dalam epitelium di hampir sepanang
saluran nafas yang paling banyak dijumpai pada dindng posterior trakea, karina,
dan daerah percabangan saluran nafas utama. Pada bagian faring juga terdapat
reseptor batuk yang dapat dipicu oleh adanya stimulus kimia maupun mekanis.
Reseptor mekanis sensitif terhadap sentuhan an perubahan; terkonsentrasi di
laring, trakea, dan karina. Reseptor kimia sensitif pada adanya gas dan bau-
bauan berbahaya; terkonsentrasi di laring, bronkus, dan trakea.

D. Gejala-Gejala

Gejala yang menyertai batuk pada umumnya disebabkan oleh influenza.


Gejala tersebut antara lain demam yang tinggi disertai otot tubuh yang kaku,
bersin- bersin, hidung tersumbat dan sakit tenggorokan. Namun batuk berdahak
juga timbul akibat peradangan pada paru-paru.

E. Mekanisme Batuk

Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor batuk,
saraf aferen, pusat batuk, saraf eferen, dan efektor. Refleks batuk tidak akan
sempurna apabila salah satu unsurnya tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada
reseptor batuk akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat batuk yaitu medula untuk
diteruskan ke efektor melalui saraf eferen. Reseptor batuk terdapat pada farings,
larings, trakea, bronkus, hidung (sinus paranasal), telinga, lambung, dan
perikardium sedangkan efektor batuk dapat berupa otot farings, larings,
diafragma, interkostal, dan lain-lain. Proses batuk terjadi didahului inspirasi
maksimal, penutupan glotis, peningkatan tekanan intra toraks lalu glotis
terbuka, dan dibatukkan secara eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang
ada pada saluran respiratorik. Inspirasi diperlukan untuk mendapatkan volume
udara sebanyak-banyaknya sehingga terjadi peningkatan tekanan intratorakal.
Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan mempertahankan volume
paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini terjadi kontraksi otot
ekspirasi karena pemendekan otot ekspirasi sehingga selain tekanan intratorakal
tinggi tekanan intraabdomen pun tinggi. Setelah tekanan intratorakal dan
intraabdomen meningkat maka glotis akan terbuka yang menyebabkan
terjadinya ekspirasi yang cepat, singkat, dan kuat sehingga terjadi pembersihan
bahan-bahan yang tidak diperlukan seperti mukus dan lain-lain. Setelah fase
tersebut maka otot respiratorik akan relaksasi yang dapat berlangsung singkat
atau lama tergantung dari jenis batuknya. Apabila diperlukan batuk kembali
maka fase relaksasi berlangsung singkat untuk persiapan batuk.

Mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu:


a) Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus
besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat
menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring
dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.
b) Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot
abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat,
sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam
paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks,
perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar
mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru
dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase
ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang
tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial.
c) Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor
kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan
intratoraks meninggi sampai 300 cm H2O agar terjadi batuk yang efektif.
Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka .
Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu
meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.
d) Fase ekspirasi/ ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot
ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan
kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan
bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang
bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan
disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi
akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.

F. Klasifikasi Batuk
Secara umum penyakit batuk dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu
batuk produktif dan batuk tidak produktif. Pengelompokan ini didasarkan
pada ada dan tidaknya dahak yang diproduksi oleh si penderita.
1) Batuk Produktif
Masyarakat umumnya menebutnya dengan sebutan batuk berdahak.
Batuk berdahak adalah batuk yang disertai dengan dihasilkannya
dahak. Batuk berdahak sangat mengganggu karena terasa gatal dan
dahak akan keluar seiring dengan batuk. Batuk jenis ini biasanya
disebabkan oleh alergi dan disertai flu.
2) Batuk Tidak Produktif
Batuk tidak produktif, atau batuk tidak berdahak atau disebut juga
batuk kering, adalah jenis batuk yang tidak disertai produksi dahak
yang berlebihan. Batuk jenis ini biasanya disebabkan oleh benda asing
yang mengiritasi tenggorokan ataupun disebabkan efek samping obat
golongan ACEI.
Adapun jenis batuk berdasarkan berapa lama batuk tersebut bertahan
yaitu:
1) Batuk Akut
Batuk akut merupakan jenis batuk yang berlangsung kurang dari 2
minggu. Batuk jenis ini biasanya disebabkan oleh masuk angin,
influenza, atau infeksi sinus.
2) Batuk Kronik
Batuk kronik merupakan jenis batuk yang bertahan selama lebih dari 2
minggu, bahkan ada juga yang menahun. Jenis batuk ini juga terjadi
secara berulang. Penyebab batuk kronik antara lain adalah asma, TB,
dan batuk rejan. Batuk rejan dapat dicegah sejak dini dengan cara
memberikan imunisasi DPT.

G. Terapi Penanganan Batuk


1. Terapi Farmakologi
Tujuan Terapi batuk adalah untuk meminimalkan gejala dan menghilangkan
atau mengatasi penyebab batuk. Obat batuk dapat digolongkan menjadi
antitusif, ekspektoran, dan mukolitik.
a. Antitusif
Antitusif memiliki mekanisme kerja dengan menekan refleks batuk.
Obat golongan antitusif terdiri dari derivate senyawa opiate (noskapin,
etilmorfin, dan kodein) dan juga dekstrometorfan. Dekstrometorfan
merupakan jenis obat yang mirip obat opiat, yaitu sebagai antagonis reseptor
NMDA (N-methyl D-aspartate) glutamatergic, dan merupakan agonis bagi
reseptor opioid ∑1 dan ∑2, serta juga merupakan antagonis reseptor
nikotinik α3/β4.
Obat Dosis dan Interval
Dewasa Anak-anak
Kodein 10-20 mg setiap 4-6 6-12 th : 5-10 mg setiap
jam jika perlu (tidak 4-6 jam jika perlu (tidak
boleh lebih dari 120 boleh lebih dari 60
mg/hari) mg/hari)
2-6 th : 0,25 mg/Kg
sampai 4x sehari
Noskapin 25 mg atau 5 ml sirop, 0-4 th : 1,25 ml
setiap 8 jam 4-10 th : 2,5 ml
10-15 th : 3,75 ml setiap
8 jam
Dekstrometorfan 10-20 mg tiap 4 jam 1 mg/Kg/hari dalam 3-4
atau 30 mg tiap 6-8 dosis terbagi
jam, maks 120 mg/hari
b. Ekspektoran

Memiliki aktivitas dengan merangsang batuk sehingga memudahkan


pengeluaran dahak/ekspektorasi. Contohnya gliseril guakolat atau
guaifenesin. Dari berbagai studi efektivitas ekspektoran masih
dipertanyakan dan tidak lebih baik deibanding placebo. Bahkan disarankan
menggunakan air saja sebgai ekspektoran, karena air dapat mengencerkan
dahak sebagai dahak dapat dibatukkan dengan mudah.

c. Mukolitik

Golongan ini bekerja dengan menurunkan viskositas mucus/dahak,


biasanya digunakan pada saat kondisi dahak cukup kental dan banyak.

Obat Dosis dan Interval


Dewasa Anak-anak
Asetilsistein 200 mg, 3x sehari 100 mg 3 kali sehari
Karbosistein Awal : 750 mg 3x 2-5 th: 65,5-125 4x
sehari, kemudian : 1,5 g sehari
sehari dosis terbagi 6-12 th: 250 mg 3x
sehari
Ambroksol HCl 60 mg 2x sehari 6-12 th: 30 mg, 2-3x
sehari
2-6 th: 15 mg 3x sehari
Bromheksin 8 mg, 3-4x sehari >10 th : 8 mg, 3x sehari
3.10th : 4mg, 3x sehari

2. Terapi Non Farmakologi

Pada umunya batuk berdahak maupun tidak berdahak dapat dikurangi


dengan cara sebagai berikut:
 Memperbanyak minum air putih untuk membantu mengencerkan dahak,
mengurangi iritasi dan rasa gatal.

 Menghindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang


tenggorokan seperti makanan yang berminyak dan minuman dingin.

 Menghindari paparan udara dingin.

 Menghindari merokok dan asap rokok karena dapat mengiritasi


tenggorokan sehingga dapat memperparah batuk.

 Menggunakan zat - zat Emoliensia seperti kembang gula, madu, atau


permen hisap pelega tenggorokan. Ini berfungsi untuk melunakkan
rangsangan batuk, dan mengurangi iritasi pada tenggorokan dan selaput
lendir.

CONTOH KASUS
1. Kasus 1
Enda (20th) mengalami batuk berdahak disertai pilek selama 3 hari dan pasien juga
merasa demam. Dia mengaku belum pernah di periksa dan tidak mempunyai riwayat
penyakit sebelumnya.
a. Pembahasan
Metode SOAP
S = Mengatakan bahwa pasien mengalami batuk, pilek selama 3 hari disertai
dengan demam, sakit tenggorakan.
O = Pilek, demam, sakit tenggorokan dan adanya ssuara tambahan saat tidur
(sindor) berhubungan dengan saluran pernapasan
A = Pilek berhubungan dengan masuknya bakteri pada saluran pernapasan, pasien
menyatakan menghirup udara ke hidung secara berulang-ulang dengan adanya
suara tambahan.
P = Berikan Bromhexine, paracetamol, Pseudoephedrine

Terapi Farmakologi
1. Bromhexine (3 x 1)
Indikasi : Mukolitik untuk meredakan batuk berdahak
Dosis : - Dewasa & anak > 10 tahun : 1 tablet atau 1 ml sirup 3xsehari
- Anak 5-10 tahun : 1/2 tablet atau 5 ml sirup 3x sehari
- Anak 2-5 tahun: 1/2 tablet atau 5 ml sirup 2x sehari
Efek Samping : Hipersensitifitas, bronkospasme,
Interaksi Obat : Pemberian bersama antibiotik dapat meningkatkan kadar
antibiotik dalam jaringan paru

2. Paracetamol 500 mg 3 x 1
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang, demam
Dosis : - Dewasa: 500 mg-1000 mg per kali, diberikan tiap 4-6 jam.
Maksimum 4 g perhari.
- Anak <12 tahun: 10 mg/kgBB/kali
Efek Samping : Kerusakan hati
Interaksi Obat : Kolestramin menurunkan absorbsi parasetamol.
Metoklopramide & domperidon meningkatkan efek
paracetamol. Paracetamol meningkatkan warfarin.
3. Pseudoephedrine HCL 4x60 mg/hari
Indikasi : Untuk meringankan gejalah bersin & hidung tersumbat
Dosis : - Dosis dewasa : 4x60 mg/hari
- Anak > 12 tahun 3x30 mg/hari
- Anak 6-12 tahun 3x15 mg/hari
- Anak 2-5 tahun : 3x7,5 mg/hari
Efek Samping : Susah tidur, palpitasi, pusing, mual, muntah & hipertensi
Interaksi Obat : Penggunaan bersama antidepresan MAOI mengakibatkan
krisis hipertensi

Terapi non farmakologi


- Memperbanyak minum, Memperbanyak minum sebanyak 8 gelas atau lebih dapat
menurunkan sekresi mukosa dan menggantikan kehilangan cairan,
- Mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang,
- Berolahraga secara teratur,
- Berhenti merokok dan menghindari asap rokok,
- Mencuci tangan setelah melakukan kegiatan,
- Selalu menutup mulut dan hidung setiap bersin atau batuk,
- Menjaga kebersihan diri dan barang-barang di sekitar.

2. Kasus 2
Anak Reina (12) tahun mengalami batuk dengan dahak sejak 3 hari yang lalu. Batuk
mulai menyerang setelah dia pulang dari rumah temannya, ketika ditanya Reina
mengaku telah makan keripik kentang dalam jumlah banyak. Kondisi Reina yaitu
lemas, malas makan, dan batuknya mengganggu tidurnya. Reina alergi terhadap MSG
berlebih dan coklat.
Pembahasan
Metode SOAP
S = Batuk mulai menyerang setelah dia pulang dari rumah temannya, ketika ditanya
Reina mengaku telah makan keripik kentang dalam jumlah banyak. Kondisi
Reina yaitu lemas, malas makan, dan batuknya mengganggu tidurnya. Reina
alergi terhadap MSG berlebih dan coklat.
O = Anak Reina (12) tahun sedang batuk sejak 3 hari yang lalu
A =
P = Memberikan obat OTC Benadryl sirup 3 x 5 ml /hari

Terapi Farmakologi
1. Benadryl
Bentuk sediaan : Sirup
Indikasi : Meredakan batuk berdahak dan mempermudah pengeluaran dahak
Aturan pakai : - Dewasa dan anak diatas 12 tahun : 3x10 ml per hari
- Anak 6-12 tahun : 3x5ml/hari
- Anak 2-6 tahun : 3 x 2,5 ml/hari
- Anak dibawah 2 tahun sesuai dengan rekomendasi dokter
Komposisi : Tiap 5 ml mengandung:
- Bromhexine Hydrocloride 4 mg
- Guaifenesin 100 mg
Efek Samping : Gangguan gastrointestinal

Terapi Non-Farmakologi
Terapi non farmakologi yang disarankan kepada pasien adalah perbanyak minum
air (minimal 8 gelas perhari), minum minuman hangat seperti teh atau jus lemon
dan konsumsi madu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Basic Pharmacology & Drugs Notes Edisi 2017. Medical Mini Note Publishing
Makasar

2. Guyton A.C. dan Hall, J.E., 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11,
ECG, Jakarta.

3. Ikawati, Z., 2011, Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya,


Bursa Ilmu, Yogyakarta.

4. Supriyatno, B., 2010, Batuk Kronik pada Anak, Maj Kedokt Indon, 60(6), 286.

5. Anonim, 2012, Cough Etiology, Evaluation, and Treatments, tersedia di


www.respiratoryguidelines.ca, diakses pada 9 July 2015

6. McCool, F. D., Global Physiology and Pathophysiology of Cough, CHEST


January 2006 vol. 129 no. 1 suppl 48S-53S

7. Puspitasari, I., 2010, Jadi Dokter Untuk Diri Sendiri, B-First : Yogyakarta, 44-
45

Anda mungkin juga menyukai