Anda di halaman 1dari 17

MODUL BIOASSAY

(PSF 312)

MODUL 1
KONSEP BIOASSAY

DISUSUN OLEH
Inherni Marti Abna, S.Si, M.Si

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 17
I. PENDAHULUAN

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa memahami :
1. Menguraikan visi dan misi Universitas Esa Unggul
2. Merinci topik-topik perkuliahan bioassay
3. Mengetahui referensi dan komponen penilaian
4. Memahami definisi dan prinsip bioassay
5. Menjelaskan sejarah bioassay
B. Uraian dan Contoh
1. Visi dan Misi
Universitas Esa Unggul mempunyai visi menjadi perguruan tinggi kelas dunia
berbasis intelektualitas, kreatifitas dan kewirausahaan, yang unggul dalam mutu pengelolaan
dan hasil pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi.
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka Universitas Esa Unggul menetapkan misi-misi
sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan pendidikan tinggi yang bermutu dan relevan
b. Menciptakan suasana akademik yang kondusif
c. Memberikan pelayanan prima kepada seluruh pemangku kepentingan

2. Topik Perkuliahan
Bioassay adalah metode analisis untuk menentukan konsentrasi atau potensi suatu zat
berdasarkan pengaruhnya terhadap sel atau jaringan hidup. Bioassay berupa uji biologis
kuantitatif yang digunakan untuk memperkirakan potensi agen dengan mengamati
pengaruhnya pada hewan hidup ( in vivo ) atau sistem kultur jaringan / sel ( in vitro ).
Bioassay merupakan analisis atau pengukuran dari suatu zat untuk menentukan keberadaan
dan dampaknya, pada umumnya yang diuji adalah efek obat dan kadar hormon. Mata kuliah
bioassay akan dibagi dalam dua bagian yaitu sebelum UTS dan setelah UTS.
Adapun topik-topik perkuliahan sebelum UTS adalah :
1. Konsep Bioassay
2. Uji Aktivitas Antioksidan I
(In Vitro)
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 1 / 17
3. Uji Aktivitas Antioksidan II
(In Vivo)
4. Uji Toksisitas I
(Toksisitas Akut)
5. Uji Toksisitas II
(Toksisitas Sub Akut)
6. Uji Toksisitas III
(Toksisitas Kronis)
7. Uji ELISA (Enzim Linked Immunosorbent Assay) I
Untuk topik-topik perkuliahan setelah UTS adalah :
8. Uji ELISA (Enzim Linked Immunosorbent Assay) I I
9. Metode PCR untuk Bioassay
10. Uji Aktivitas Antimutagen I
11. Uji Aktivitas Antimutagen II
12. Uji Karsinogenic: Cytotoxic Assay I
13. Uji Karsinogenic: Cytotoxic Assay II
14. Uji Karsinogenic: Cytotoxic assay III

3. Buku Refere nsi dan Komponen Penilaian


Mata kuliah bioassay menggunakan berbagai buku referensi sebagai berikut:
1. Harmita dan Radji, M., 2008, Buku Ajar Analisis Hayati, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
2. Forster, A. 2001. What is it about antioxidative characteristics of hops. EBC-Congress.
Budapest. edition, Benjamin Cummings, An imprint of Addison Wesley, Longman Inc., USA
3. Attaur-Rachman, Choudary, I. 2001. “Bioassay Techniques for Drug Development”.
Harwood Academic Publisher Amsterdam.
4. Ngatidjan, 2006, Metoda Laboratorium dalam Toksikologi, Bagian Farmakologi dan
Toksikologi FK UGM Yogyakarta.
5. Lorris G. C., and Shane, B. S. (1994). Basic Environmental Toxicology. CRC Press.
6. Mutschler, E., 1986, Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, Edisi
Kelima, 217-221, Bandung, Penerbit ITB Bandung.
7. eBioscience. 2010. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). p 3-8.
8. Engvall, E and Perlmann, P. 1971.Enzyme linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Quantitative Assay of Immunoglobulin G.Immunochemistry. Vol. No. 8. P: 71-875.
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 2 / 17
9. Yuwono, T. 2008. Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta. Hal. 49-74
10.Joshi M, Deshpande JD. Polymerase Chain Reaction : Methods , Pr. Int J Biomed Res
[Internet].2010;1(5):81–97. Available from: www.ssjournals.com
Untuk penilaian akhir, komponen nilai yang digunakan terdiri dari kehadiran, UTS,
UAS dan penugasan. Dalam kuliah online komponen penugasan ditambah dengan kuis,
sedangkan komponen kehadiran tidak diperhitungkan karena ditekankan pada aspek aktivitas
di website. Adapun proporsi penilaiannya sebagai berikut :
a. UTS = 30 %
b. UAS = 30 %
c. Kuis/Forum = 20 %
d. Tugas = 20 %

4. Definisi dan Prinsip Bioassay


Bioassay adalah metode analisis untuk menentukan konsentrasi atau potensi suatu zat
berdasarkan pengaruhnya terhadap sel atau jaringan hidup. Bioassay berupa uji biologis
kuantitatif yang digunakan untuk memperkirakan potensi agen dengan mengamati
pengaruhnya pada hewan hidup ( in vivo ) atau sistem kultur jaringan / sel ( in vitro ).
Bioassay merupakan analisis atau pengukuran dari suatu zat untuk menentukan keberadaan
dan dampaknya, pada umumnya yang diuji adalah efek obat dan kadar hormon.
Pengujian bioassay dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif, langsung atau tidak
langsung. Jika respons yang diukur adalah biner, pengujiannya bersifat kualitatif, jika tidak,
bersifat kuantitatif. Bioassay digunakan untuk mendeteksi bahaya biologis atau memberikan
penilaian kualitas suatu campuran. Bioassay sering digunakan untuk memantau kualitas air
dan juga pembuangan limbah serta dampaknya terhadap lingkungan.
Bioassay adalah uji biokimia untuk memperkirakan potensi relatif suatu senyawa
sampel terhadap senyawa standar. Bioassay tipikal melibatkan rangsangan (misal Obat-
obatan) yang diterapkan pada subjek (mis. Hewan, jaringan, tumbuhan) yang akan
memberikan berbagai respons (misal Kematian) subjek dipicu dan diukur. Intensitas stimulus
bervariasi menurut dosis dan tergantung pada intensitas stimulus ini, suatu perubahan atu
respon akan diikuti oleh subjek.
5. Sejarah Bioassay
Penggunaan pertama bioassay dimulai pada akhir abad ke-19, ketika dasar bioassay
ditetapkan oleh seorang dokter Jerman, Paul Ehrlich. Ia memperkenalkan konsep
standardisasi melalui reaksi materi hidup. Penelitian yang dilakukannya adalah antitoksin
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 3 / 17
difteri merupakan uji bioassay pertama yang menerima pengakuan. Penggunaan bioassay
yang dilakukannya membawa suatu kesimpulan yaitu bahwa pemberian dosis difteri yang
secara bertahap meningkat pada hewan merangsang produksi antiserum. Banyak dari bioassay
awal terdiri dari penggunaan hewan untuk menguji karsinogenisitas bahan kimia. Pada tahun
1915, Yamaigiwa Katsusaburo dan Koichi Ichikawa menguji karsinogenisitas tar batubara
menggunakan permukaan bagian dalam telinga kelinci.
Selama tahun 1940-an dan 1960-an, uji hayati hewan terutama digunakan untuk
menguji toksisitas dan keamanan obat-obatan, bahan tambahan makanan, dan pestisida. Pada
akhir 1960-an dan 1970-an, kebutuhan akan uji bioassay meningkat karena kepedulian
manusia terhadap bahaya pekerjaan dan lingkungan meningkat. Meskipun sebelum risiko
kesehatan dari bahan kimia tertentu seperti pestisida diuji dalam bioassay hewan, risiko
kesehatan ini masih jarang dan pengujian tidak sering terlihat.
6. Penggolongan Bioassay
Uji Bioassay digolongkan sebagai berikut:
1. Uji langsung
Pada Uji langsung stimulus / standar cukup menghasilkan respon yang terukur dan spesifik.
Respons harus jelas, mudah dikenali, dan diukur langsung.
2. Uji tidak langsung berdasarkan respon kuantitatif
Pada uji yidak langsung hubungan antara dosis dan respons dipastikan terlebih dahulu.
Kemudian dosis yang sesuai dengan respons yang diberikan diperoleh dari hubungan untuk
setiap sediaan secara terpisah.
3. Uji tidak langsung berdasarkan respon kuantitatif.
Pengujian ini melibatkan respons 'semua atau tidak ada' (mis. Hidup atau mati). Respon
dihasilkan oleh efek ambang batas.
Aplikasi bioassay dewasa ini adalah:
1. Uji Toksisitas
2. Uji ELISA (Enzim Linked Immunosorbent Assay)
3. Uji Antioksidan
4. Uji Potensi Antimikroba
5. Uji Polymerase Chain Reaction (PCR)
6. Uji Aktivitas Antimutagen
7. Uji Karsinogenic
8. Uji Antiviral
9. Uji Antimalaria
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 4 / 17
10. Uji Antituberkulosis
11. Uji Antitrombotik
12. dll

Gambar: Aplikasi Bioassay: ELISA

C. Latihan Soal
1. Sebutkan referensi yng digunakan pada mata kuliah bioassay.
2. Jelaskan definisi bioassay
3. Jelaskan bagaimana penemuan bioassay pertama kali
D. Kunci Jawaban
1. Referensi yang digunakan:
1. Harmita dan Radji, M., 2008, Buku Ajar Analisis Hayati, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
2. Forster, A. 2001. What is it about antioxidative characteristics of hops. EBC-Congress.
Budapest. edition, Benjamin Cummings, An imprint of Addison Wesley, Longman Inc., USA
3. Attaur-Rachman, Choudary, I. 2001. “Bioassay Techniques for Drug Development”.
Harwood Academic Publisher Amsterdam.
4. Ngatidjan, 2006, Metoda Laboratorium dalam Toksikologi, Bagian Farmakologi dan
Toksikologi FK UGM Yogyakarta.
5. Lorris G. C., and Shane, B. S. (1994). Basic Environmental Toxicology. CRC Press.
6. Mutschler, E., 1986, Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, Edisi
Kelima, 217-221, Bandung, Penerbit ITB Bandung.
7. eBioscience. 2010. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). p 3-8.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5 / 17
8. Engvall, E and Perlmann, P. 1971.Enzyme linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Quantitative Assay of Immunoglobulin G.Immunochemistry. Vol. No. 8. P: 71-875.
9. Yuwono, T. 2008. Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta. Hal. 49-74
10.Joshi M, Deshpande JD. Polymerase Chain Reaction : Methods , Pr. Int J Biomed Res
[Internet].2010;1(5):81–97. Available from: www.ssjournals.com

2. Bioassay adalah metode analisis untuk menentukan konsentrasi atau potensi suatu zat
berdasarkan pengaruhnya terhadap sel atau jaringan hidup. Bioassay berupa uji biologis
kuantitatif yang digunakan untuk memperkirakan potensi agen dengan mengamati
pengaruhnya pada hewan hidup ( in vivo ) atau sistem kultur jaringan / sel ( in vitro ).
Bioassay merupakan analisis atau pengukuran dari suatu zat untuk menentukan keberadaan
dan dampaknya, pada umumnya yang diuji adalah efek obat dan kadar hormon.

3. Penggunaan pertama bioassay dimulai pada akhir abad ke-19, ketika dasar bioassay
ditetapkan oleh seorang dokter Jerman, Paul Ehrlich. Ia memperkenalkan konsep
standardisasi melalui reaksi materi hidup. Penelitian yang dilakukannya adalah antitoksin
difteri merupakan uji bioassay pertama yang menerima pengakuan. Penggunaan bioassay
yang dilakukannya membawa suatu kesimpulan yaitu bahwa pemberian dosis difteri yang
secara bertahap meningkat pada hewan merangsang produksi antiserum.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6 / 17
II. KLASIFIKASI BIOASSAY

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa memahami :
1. Menguraikan bioassay kualitatif
2. Merinci bioassay kuantitatif

B. Uraian dan Contoh


1. Bioassay Kualitatif
Bioassay kualitatif merupakan cara pemeriksaan kualitatif obat/sediaan obat atau
wadah obat (alat-alat infuse, injeksi) dengan memanfaatkan fenomena biologis yang timbul.
Termasuk dalam bioassay kualitatif diantaranya:
1. Uji pirogen
2. Uji sterilitas
3. Uji mikrobia
4. Uji toksisitas
5. Penetapan angka antigen

1. Uji Pirogenitas
Definisi
Uji pirogenitas yaitu: uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu Sediaan Uji
Steril bebas pirogen atau tidak.
Cara pengujian:
Pengujian dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci yang disebabkan
penyuntikan intravena sediaan uji steril.
Hewan percobaan:
Hewan percobaan yang digunakan yaitu kelinci (syarat: seminggu sebelum pengujian
tidak menunjukkan penurunan bobot badan).
Hewan percobaan tidak dapat digunakan jika:
a. Tiga hari sebelumnya dipakai untuk pengujian pirogenitas, hasil negatif.
b. Tiga minggu sebelumnya digunakan untuk pengujian pirogenitas sediaan uji tidak
memenuhi syarat.
c. Telah digunakan kapan saja untuk pengujian pirogenitas tetapi respon rata-rata
kelompok kelinci melebihi 1,2°.
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 7 / 17
Alat:
1. Termometer atau termometer listrik
- ketelitian skala 0,1°
- dapat dimasukkan ke dalam rektum kelinci sedalam ± 5 cm
2. Alat suntik (terbuat dan kaca atau bahan lain yang cocok, tahan pemanasan pada suhu 25°
Sediaan uji:
Dibuat dari zat uji dengan melarutkan atau mengencerkannya
menggunakan larutan natrium klorida P steril bebas pirogen atau jika zat uji berupa larutan
yang sesuai dapat langsung digunakan.
Pengujian,
Pengujian meliputi dua tahap yaitu:
1. Pendahuluan: hewan uji disuntik dengan larutan NaCI P steril bebas pirogen (10
mlIkgBB, Lv.) 1-3 hari sebelum pengujian.
2. Pengujian Utama: sediaan uji (dihangatkan, ± 38,5°) Disuntikkan perlahan ke dalam
vena auricularis tiap kelinci dan dilakukan evaluasi.
Penafsiran hasil
Penafsiran hasil dilakukan menurut Farmakope Indonesia Edisi Ill atau IV. Penafsiran hasil
dibedakan untuk:
1. hewan percobaan (kelinci)
2. sediaan uji
Persyaratan penafsiran hasil pembacaan suhu (respon) dibaca sesuai petunjuk dan
dibandingkan dengan daftar pada tabel I.1.
Tabel I.1

Jumlah Sediaan uji memenuhi syarat Sediaan uji tidak memenuhi


kelinci jika jumlah respon tidak syarat jika jumlah respon
melebihi melebihi
3 1,20o 2,70o
6 2,80o 4,30o
9 4,50o 6,0o
12 6,60o 6,60o

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8 / 17
2. Uji Sterilitas
Maksud Uji: untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, ragi, yeast yang hidup dalam sediaan
zat yang diperiksa
Jumlah sampel: kecuali dinyatakan lain digunakan jumlah sampel seperti tertera dalam tabel
1.2. sebagai berikut:
Table I.2

Jumlah wadah dalam bets Jumlah bagian sampel


<100 100% atau 4, diambil yang lebih besar
100 – 500 10
>500 2% atau 20, diambil yang kecil

Sediaan Uji:
Dibuat menggunakan zat uji sejumlah tertera pada table 1.3 atau sisa pada membran
penyaring 450 nm yang diperoteh sebagai berikut:
1. Zat uji berupa larutan atau cairan (> 10 ml) disaring lebih dahulu dengan penyaring
membran
2. Zat uji berupa serbuk: dilarutkan atau menggunakan pelarut steril yang cocok
3. Larutan atau suspensi minyak: dikocok dahulu yang cocok, disaring melalui penyaring
membrane

Table I.3

Jumlah zat uji dalam wadah Jumlah zat yang diperlukan untuk
Uji kuman Uji jamur dan ragi
Cairan
kurang dan 1 ml Semua isi Semua isi
tidak kurang dari 1 ml tidak Separo isi Separo isi
kurang dari 4 ml
tidak kurang dari 4 ml tidak 2 ml 2 ml
kurang dari 20 ml
lebih dari 20 ml 10% dari isi 10% dari isi
Padat

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9 / 17
kurang dari 50 mg Semua isi Semua isi

tidak kurang dari 50 mg tidak Separo isi Separo isi


lebih dari 200 mg
Lebih dari 200 mg 100 mg 100 mg

Medium Perbenihan ( Ada dalam daftar Farmakope Edisi III)


Kuman Indikator:
1. Bakteri aerob :
- Bacillus substillis DKBS
- Sarcina lutea DKSL
2. B. anaerob :
- Bacteoroides vulgatus DKBV
- Clostridium sporogenes DKCS
3. Ragi/yeast dan jamur:
- Candida albicans DKCA
Uji Pendahuluan: (FI ed. III)
- uji fertilitas medium perbenihan
- uji efektifitas medium perbenihan
Penafsiran Hasil:
Zat uji dinyatakan memenuhi syarat stenlitas, jika pada masing-masing tabung tidak
terdapat pertumbuhan jasad renik
3. Uji Mikrobial
Definisi:
Uji dilakukan untuk: menetapkan banyaknya mikroba (jasad renik) aerob hidup yang
terdapat dalam zat atau untuk menyatakan zat bebas cemaran jasad renik tertentu.
Pengujian meliputi:
a. Perhitungan banyaknya mikroba aerob: dihitung jumlah koloni
pertumbuhan bakteri tiap gram atau ml sediaan yang diuji
b. Pengujian bebas jasad renik meliputi:
- uji bebas Staphyllococcus dan Pseudomonas
1. uji koagulasi (untuk Staphyllococcus aureus)

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10 /
17
2. uji oksidase (untuk Pseudomonas aeruginosa)
- uji bebas Salmonella dan Escherichia coil
Sediaan Uji dinyatakan bebas, jika tiap cawan uji tidak menunjukkan tanda-tanda seperti
tertera pada persyaratan Farmakope Indonesia ed. III)
4. Uji Toksisitas
Definisi
Uji toksisitas (ketoksikan) secara umum dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Uji ketoksikan tak khas: uji ketoksikan akut, sub akut/sub kronis, kronis dan uji
potensiasi
2. Uji ketoksikan khas, meliputi: uji keteratogenikan, kemutagenikan, kekarsinogenikan
dan uji reproduksi
Uji Ketoksikan Akut
Ketoksikan akut ialah: derajat efek toksik sesuatu senyawa yang terjadi dalam waktu singkat
(24 jam) merupakan uji ketoksikan sesuatu senyawa yang diber ikan atau dipejankan dengan
dosis tunggai pada hewan uji tertentu, dan pengamatannya dilakukan selama 24 jam.
Tujuan:
1. Untuk menetapkan potensi ketoksikan akut, yakni kisaran dosis letal atau dosis toksik obat
terkait pada 1 jenis hewan uji atau lebih
2. Untuk menilai berbagai gejala toksik yang timbul, adanya efek toksik yang khas, dan
mekanisme yang memerantaral kematian
Data:
-Tolok ukur kuantitatif : kisaran dosis Ietal/toksik,
-Tolok ukur kualitatif: gejala toksik, wujud, mekanisme efek toksik
Dosis letal tengah (LD-50) atau dosis toksik tengah (TD-50): suatu besaran yang diturunkan
secara statistik, guna menyatakan dosis tunggal sesuatu senyawa yang diperkirakan dapat
mematikan atau menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50% hewan uji.
Beberapa metode yang digunakan untuk menghitung harga LD-50:
1. metode grafik Lithfield dan Wilcoxon
2. metode kertas garfik probit ogaritma (Miller -Tainter)
3. metode rata-rata bergerak Thompson-Weil
4. menurut Farmakope Indonesia
Dasar: kekerabatan antara dosis dan % hewan yang menunjukkan respon
Perhitungan harqa LD-50 menurut F. I: Log LD-50 = a-b( Σpi - 0,5)

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 11 /
17
a = logaritma dosis terendah yang menyebabkan jumlah kematian I 00% tiap kelompok
b = beda logaritma dosis yang berurutan
pi = jumlah hewan yang mati menerima dosis i dibagi dengan jumlah hewan seluruhnya
yang menerima dosis i
Syarat:
1. Menggunakan sen dosis dengan pengenceran berkelipatan tetap
2. Jumlah hewan uji / biakan jaringan tiap kelompok harus sama
3. Dosis diatur sedemikian rupa sehingga memberikan efek 0-100%, perhitungan dibatasi
pada kelompok percobaan yang memberi efek 0-100%
5. Penetapan Hayati Antigen dan Zat Anti
Antigen: senyawa asing yang masuk/dimasukkan ke dalam tubuh dan menyebabkan
timbulnya respon
Hewan percobaan : Kecuali dinyatakan lain, digunakan marmut atau mencit yang memenuhi
persyaratan berikut:
Marmut: Sehat, bobot tidak kurang dr 250 g; untuk perc. kutit, digunakan marmut putih atau
berwarna muda; untuk percobaan. Bebas keracunan, bobot tidak lebih dr 350 g.
Mencit : Sehat, bobot tidak kurang dan 17 g dan tidak lebih dan 20 g, umur dan galur seragam
Syarat umum : hewan belum pernah diberi zat yang dapat mengganggu percobaan
Sediaan baku : Kecuali dinyatakan lain, digunakan baku yang tertera pada baku hayati dan
satuan aktivitas
Penetapan hayati (PM.) antigen (Farmakope Indonesia ed. II) meliputi:
1. P. H. serum antitoksin difteri
2. P.R serum antirabies
3. P. H. serum antitoksin tetanus
4. P. H. serum antibisa ular monovalen
5. P.H. vaksin cholera
6. P.H. vaksin pertusis
7. P.H. vaksin polio
8. P.R toksin percobaan Schick
B. Bioassay Kuantitatif
Bioassay kuantitatif merupakan cara penetapan potensi obat dengan mengamati efek
biologis. Efek biologis ini digolongkan dalam dua bagian besar yaitu respon farmakologis
(respon yang terjadi atau mempengaruhi satu syste m tertentu pada tubuh organisme) dan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12 /
17
respon biologis (respon terjadi atau mempengaruhi pada seluruh tubuh or ganisme). Contoh
respon farmakologis misalnya: efek hipoglikemik insulin, efek isoproterenol pada denyut
jantung, efek norepinefrin pada tekanan darah dan efek oksitosin pada kontraksi otot uterus.
Contoh untuk respon biologis adalah stimutasi pertumbuhan mikroorganisme karena
pemberian vitamin.
Pada bab ini akan dijelaskan tentang:
1. Hubungan dosis - respon secara kuantitatif
2. Efek quantal

1. Hubungan Dosis-Respon
Merupakan hubungan antara jumlah obat dan besarnya efek (respon) yang ditimbulkan.
Syarat agar dapat dilakukan eveluasi hubungan dosis respon, efek obat harus memiliki 2 sifat
yaitu:
a. Harus dapat diukur (bila berupa data kualitatif harus diubah ke data kuantitatif)
b.Harus mempunyai nilai Nol pada saat Dosis = 0, sehingga perubahan dosis dapat diamati
perubahan efeknya.
Penggambaran kurva:
- Dosis: digambar pada bagian absis (independent variable)
- Efek: digambar pada sisi ordinat (dependent variable)
Setelah pemberian obat:
Efek tergantung waktu dan dosis sehingga efek merupakan fungsi dari keduanya.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 13 /
17
Keterangan:
1. Graded respon (respon bertingkat)
2. Quantal respon

Emax = 50% respon 2


ED-50 = dosis yang memberikan efek separo dan Emax
Efficacy obat : ukuran kemampuan intrinsik obat untuk menghasilkan efek (kemanjuran obat),
penting dalam terapi
Potensi obat :
- menunjukkan besran dosis
- kurang penting dalam terapi (lebih penting efek)
- dipengaruh oleh proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi
Suatu obat kadang memiliki efikasi lebih besar dibanding obat lain tetapi potensinya lebih
kecil, namun bisa juga memiliki efikasi dan potensi yang lebih besar dibanding obat lain.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 14 /
17
Keterangan :
obat B (oba -obat basa lemah: morfin, digoxin, diazepam)
obat A (oba -obat asam lemah: asaa salisilat, parasetamol)

2. Respon Quantal
Pada respon quantal ada dua kemungkinan: yaitu ada atau tidak ada efek, Contoh: uji
efek tidur untuk obat golongan Barbiturat, maka yang diperhatikan adalah efek bisa
menidurkan atau tidak bisa intensitas tidurnya tidak diperhatikan, sehingga data yang
diperoteh berupa frequensi tidur hewan uji (berapa jumlah hewan uji yang tidur dalam tiap
kelompoknya).
C. Latihan Soal
1. Apa yang dimaksud bioassay kualitatif?
2. Apa yang dimaksud bioassay kuantitatif?
3. Uraikan tujuan dilaksanakannya uji ketoksikan akut.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 15 /
17
D. Kunci Jawaban
1. Bioassay kualitatif merupakan cara pemeriksaan kualitatif obat/sediaan obat atau wadah
obat (alat-alat infuse, injeksi) dengan memanfaatkan fenomena biologis yang timbul.
2. Bioassay kuantitatif merupakan cara penetapan potensi obat dengan mengamati efek
biologis. Efek biologis ini digolongkan dalam dua bagian besar yaitu respon farmakologis
(respon yang terjadi atau mempengaruhi satu system tertentu pada tubuh organisme) dan
respon biologis (respon terjadi atau mempengaruhi pada seluruh tubuh organisme).
3. Tujuan:
1. Untuk menetapkan potensi ketoksikan akut, yakni kisaran dosis letal atau dosis toksik obat
terkait pada 1 jenis hewan uji atau lebih
2. Untuk menilai berbagai gejala toksik yang timbul, adanya efek toksik yang khas, dan
mekanisme yang memerantaral kematian.

E. Daftar Pustaka
1. Attaur-Rachman, Choudary, I. 2001. Bioassay Techniques for Drug Development.
Harwood Academic Publisher Amsterdam.
2. Ngatidjan, 2006, Metoda Laboratorium dalam Toksikologi, Bagian Farmakologi dan
Toksikologi FK UGM Yogyakarta.
3. Lorris G. C., and Shane, B. S. (1994). Basic Environmental Toxicology. CRC Press.
4. Mutschler, E., 1986, Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, Edisi
Kelima, 217-221, Bandung, Penerbit ITB Bandung.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 16 /
17

Anda mungkin juga menyukai