Anda di halaman 1dari 14

PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN DAN ASUMSI

MODEL KOMPARTEMEN

I. TUJUAN
a. Agar mahasiswa mampu memperkirakan model kompartemen berdasarkan
kurva semilogaritmik kadar obat dalam plasma/darah lawan waktu.
b. Agar mahasisa mampu menetapkan jadwal dan jumlah pencuplikan untuk
pengukuran parameter farmakokinetika berdasarkan model kompartemen
suatu obat.

II. DASAR TEORI


Penelitian farmakokinetik suatu zat aktif merupakan penelitian identifikasi
dan penetapan konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu sehingga
dapat menggambarkan model parametrik yang khas. Farmakokinetik adalah
ilmu yang mempelajari kinetik zat aktif dalam tubuh (in vivo) dimulai dari
absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Obat yang masuk ke dalam
tubuh akan mengikuti suatu model farmakokinetik yang khas. Model tersebut
dapat berupa model satu kompartemen atau multi kompartemen yang sangat
tergantung pada proses yang dialami zat aktif selama dalam tubuh (Shargel,
2005).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sifat farmakokinetik dan
farmakodinamik suatu obat dalam tubuh yaitu keturunan, jenis kelamin, umur,
lingkungan, kondisi menopause, suhu, aliran darah, keadaan gizi, keadaan
patologi, efek non spesifik, dan kehamilan (Sukmadjadja, dkk. 2006).
Penetapan kompartemen farmakokinetik dari obat pada setiap tahap perlu
ditetapkan secara kuantitatif dan dijelaskan dengan bantuan parameter
farmakokinetik. Parameter farmakokinetik ditentukan dengan perhitungan
matematika dari data kinetika obat di dalam plasma atau di dalam urin yang
diperoleh setelah pemberian obat melalui berbagai rute pemberian, baik secara
intravaskular atau ekstravaskular. Parameter farmakokinetik dapat digunakan
sebagai klasifikasi farmakokinetik dari obat-obatan yang digunakan dimana
akhirnya akan berguna dalam penggunaannya dalam terapi pengobatan
(Sukmadjadja, dkk. 2006).
Profil dan model farmakokinetik yang didapat dari penelitian umumnya
dilakukan dengan pemberian obat secara intravena. Tubuh manusia dapat
diwakili sebagai suatu jaringan yang tersusun secara sistem seri dari
kompartemen-kompartemen yang berhubungan secara reversibel antara organ
yang satu dengan yang lainnya. Model kompartemen adalah pendekatan
penyederhanaan dari seluruh jaringan di dalam tubuh ke dalam satu atau dua
kompartemen yang menggambarkan pergerakan obat di dalam tubuh (Shargel,
2005).
Pemodelan farmakokinetik berguna untuk : (1) memprediksikan konsetrasi
obat di dalam plasma, jaringan, dan urin, (2) mengkalkulasikan dosis optimum
obat bagi setiap pasien, (3) mengestimasikan kemungkinan terakumulasinya
obat dan atau produk-produk metabolismenya, (4) mengkorelasikan
konsentrasi obat dengan efek toksisistas dan efek farmakologinya, (5)
mengevaluasi perbedaan konsentrasi yang terkandung dalam plasma antara
formula yang satu dengan yang lainnya, (6) menjelaskan bagaimana pengaruh
perubahan fisioligi dan efek dari penyakit terhadap absorpsi, distribusi dan
eleminisai dari suatu obat, (7) menjelaskan interaksi obat yang mungkin terjadi
(Shargel, 2005).
Parasetamol merupakan obat analgetikantipiretik yang banyak beredar di
pasaran dan dijual dengan harga yang terjangkau sehingga sering digunakan
masyarakat untuk mengobati penyakit ringan seperti demam dan sakit kepala.
Parasetamol diketahui dapat berinteraksi dengan makanan maupun minuman
yang mengandung karbohidrat dan alkohol. Interaksi obat dapat terjadi antara
obat dengan obat lain ataupun dengan senyawa lainya. Pengaruh dari kehadiran
obat atau senyawa lain tersebut akan tampak pada profil kadar obat terhadap
waktu atau pada efek farmakologi obat (Simaremare, dkk. 2013).
Penetapan kadar parasetamol dalam suatu sediaan dibutuhkan metode
yang teliti dan akurat. Oleh karena itu terlebih dahulu perlu dilakukan validasi
dimana prosedur ini digunakan untuk membuktikan bahwa metode analisis
memberikan hasil seperti yang diharapkan dengan kecermatan dan ketelitian
yang memadai (Tulandi, dkk. 2015).

III. ALAT DAN BAHAN


a. Bahan
1. Parasetamol
2. Asam Klorida 6N
3. Ferri Nitrat
4. Merkuri Klorid
5. Natrium Salisilat
6. Antikoagulan (Larutan Kalium Oksaat 2% dengan dosis 20 mg Kalium
Oksalat/10 mL darah)
7. Pengendap protein dan pewarna : 8 gr HgCl 2, 8 gr Ferri Nitrat, 24 mL
HCl 1N dan aquadest ad 200 mL
b. Alat
1. Labu Takar
2. Pipet volume 1, 2, 5 mL
3. Spektrofotometer & Cuvet
4. Skalpel/Silet
5. Sentrifuge
6. Stopwatch

IV. PROSEDUR KERJA


a. Pembuatan Kurva Baku

Larutan baku parasetamol (200, 150, 100, 75, 50 ppm

Di pipet sebanyak 1 mL

+ HCl 6 N 0,5 mL
+ NaNO2 10% 1 mL
Di campur dan di diamkan selama 5
menit

+ As. Sulfamat 15% 1 mL


+ NaOH 10% 2,5 mL

Didiamkan selama 3 menit dalam kulkas

Dibaca absorbansi pada panjang gelombang 435 nm

Di cari persamaan LR

b. Penetapan Kadar Parasetamol


Ditimbang kelinci, tentukan volume pemberian

Di ambil darah ± 2,5 mL untuk blanko

Ditimbang kelinci, tentukan volume pemberian


Diberikan parasetamol secara peroral

EDTA 10% 1 mL + darah 0,2 mL via vena ekor


+ TCA 10% 2 mL

Di sentrifuge 3000 rpm selama 15 menit

+ HCl 6N 0,5 mL
+ NaNO2 10% 1 mL

+ As. Sulfamat 15% 1 mL


+ NaOH 10% 2,5 mL

Didiamkan selama 3 menit dalam kulkas

Hitung kadar pct dengan persamaan kurva baku, perkirakan


V. model kinetik pct
DATA HASIL PERCOBAAN DAN(t vsPERHITUNGAN
log Cp), ditetapkan jadwal
a. Kurva Baku Paracetamol
pencuplikan optimal 3-5x t1/2 eliminasi
Konsentrasi Absorbansi
50 0,22
75 0,34
100 0,47
150 0,715
200 0,916
a = -6,59 x 10-3
b = 4,68 x 10-3
r = 0,998

b. Tabel Penentuan Model Kompartemen Darah Kelinci


t Abs Cp Log Cp C Antilog C CI Log CI
5 0,007 2,903 0,462 1,494 31,188 30,726 1,487
10 0,019 5,467 0,737 1,414 25,941 25,204 1,401
15 0,037 9,314 0,969 1,333 21,527 20,558 1,312
20 0,068 15,938 1,202 1,253 17,906 16,704 1,222
30 0,053 12,732 1,104 1,092 12,359 11,255 1,051
45 0,025 6,75 0,829 0,850 7,079 6,25 0,795
60 0013 4,185 0,621 0,609 4,064 3,443 0,536

1. Regresi Linear Kurva Baku


y = bx + a
x = Cp
a. t5 = 0,007
y = bx + a
0,004 = (4,68 x 10-3) x + (-6,59 x 10-3)
0,0105/4,68 x 10-3 = x
2,903 = x

b. t10 = 0,019
y = bx + a
0,019 = (4,68 x 10-3) x + (-6,59 x 10-3)
0,0255/4,68 x 10-3 = x
5,467 = x

c. t15 = 0,037
y = bx + a
0,037 = (4,68 x 10-3) x + (-6,59 x 10-3)
0,043/4,68 x 10-3 = x
9,314 = x

d. t20 = 0,068
y = bx + a
0,068 = (4,68 x 10-3) x + (-6,59 x 10-3)
0,074/4,68 x 10-3 = x
15,938 = x

e. t30 = 0,053
y = bx + a
0,053 = (4,68 x 10-3) x + (-6,59 x 10-3)
0,0595/4,68 x 10-3 = x
12,732 = x

f. t45 = 0,025
y = bx + a
0,025 = (4,68 x 10-3) x + (-6,59 x 10-3)
0,0315/4,68 x 10-3 = x
6,75 = x
g. t60 = 0,013
y = bx + a
0,013 = (4,68 x 10-3) x + (-6,59 x 10-3)
0,0195/4,68 x 10-3 = x
4,185 = x
2. Regresi Linier Fase Absorbsi
t (menit) Log CI
5 1,487
10 1,401
15 1,312
a = 1,575
b = -0,0175
r = -0,999
A = antilog a = 37,583
y = bx + a
Log Cp = Log Cp –Ka.t/2,303
Slope(b) = -Ka/2,303
-0,0175 = -Ka/2,303
Ka = 0,04

T1/2 absorbsi = 0,693/Ka


= 0,693/0,04
= 17,32 menit
3. Regresi Linier Fase Eliminasi
t (menit) Log CI
30 1,104
45 0,829
60 0,621
a = 1,575
b = -0,016
r = -0,996
B = antilog a = 37,583
y = bx + a
y = -0.0161x + 1,575

b = - Ke/2,303
-0,0161 = -Ke/2,303
Ke = 0,037

T1/2 eliminasi = 0,693/Ke


= 0,693/0,037
= 18,79 menit
C = y = bx + a
C = bt + a
a. Menit ke-5
= -0,0161 x 5 + 1,575
= 1,414
b. Menit ke-10
= -0,0161 x 10 + 1,575
= 1,414
c. Menit ke-15
= -0,0161 x 15 + 1,575
= 1,333
d. Menit ke-20
= -0,0161 x 20 + 1,575
= 1,253
e. Menit ke-30
= -0,0161 x 30 + 1,575
= 1,092
f. Menit ke-45
= -0,0161 x 45 + 1,575
= 0,850
g. Menit ke-60
= -0,0161 x 60 + 1,575
= 0,609
c. t max

tmax =

= Ln (1,081)/ 3 x 10-3
= 0,077/3 x 10-3
25,962 menit
d. Cp max = B (e-Ke x tmax – e-Ka x tmax)
= 37,583 (e-0,037 x 25,962 – e-0,04 x 25,962)
= 37,584 (e-0,960 – e-1,038)
= 37,583 (0,382 – 0,354)
= 37,583 x 0,028
= 1,052 ppm
e. Waktu Sampling = (3 x t1/2 eliminasi) – (5 x t1/2 eliminasi)
= (3 x 18,79) – (5 x 18,79)
= 56,37 – 93,95 menit

f. AUC = +

= +

= 939,575 + 1015,75
= 1955,325 µg.menit/ml

VI. PEMBAHASAN
Parameter farmakokinetika adalah besaran yng diturunkan secara
matematis dari model yang bedasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan
atau metabolitnya dalam darah, urin, atau cairan hayati lainnya. Parameter
farmakokinetika suatu obat ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran
dan mempelajari suatu kinetika absorbsi, distribusi, dan eliminasi di dalam
tubuh.
Pada percobaan kali ini dilakukan penetapan waktu pengambilan
cuplikan dan aumsi model kompartemen serta penetapan parameter
farmakokinetika obat setelah pemberiannya dalam dosis tunggal menggunakan
data darah. Percobaan tersebut bertujuan untuk memperkirakan model
kompartemen bedasarkan kurva semilogaritmik kadar obat dalam plasma/darah
lawan waktu dan menetapkan jadwal serta jumlah pencuplikan untuk
pengukuran parameter farmakokinetika bedasarkan model kompartemen. Obat
yang dianlisis pada praktikum kali ini adalah parasetamol sedangkan hewan uji
yang digunakan adalah kelinci. Pengujian praktikum kali ini dilakukan secara
in vitro karena sampel darah diambil dari telinga kelinci (pada sekitar
pembuluh vena marginalis).
Validasi metode analisis dilakukan dengan penetapan kurva baku. Kurva
baku adalah kurva yang diepoleh dengan memplotkan nilai absorban dengan
konsentrasi larutan standar yang bervariasi menggunakan panjang gelombang
maksimum (Tulandi, dkk. 2015). Penetapan kurva baku menggunakan larutan
paracetamol dengan konsentrasi 50, 75, 100, 50, 200 ppm yang dibuat dari
larutan stock parasetamol 32,67 mg/ml. Analisis parasetamol menggunakan
spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 249 nm. Menggunakan
spektrofotometer UV karena perasetamol mengandung gugus auksokrom yang
terikat pada gugus kromofor. Apabila auksokrom terikat pada gugus kromofor
mengakibatkan pergeseran pita adsorbansi menuju panjang gelombang yang
lebih besar (pergeseran batokromik) disertai dengan peningkatan intensitas
(hiperkromik) (Tulandi, dkk. 2015).
Seri larutan parasetamol dengan konsentrasi 50, 75, 100, 50, 200 ppm
dipreparasi terlebih dahulu dengan menggunakan HCL 6 N yang bertujua
untuk memberikan suasana asam dan dapat menghirolisis paracetamol. Larutan
yang telah terhidrolisis ditambah dengan larutan NaNO 2 10% yang berfungsi
untuk membentuk reaksi diazotasi menghasilkan HNO2. Agar reaksi berjalan
dengan opimal/maksimal didiamkan selama 5 menit. Garam diazonium yang
dihasilkan pada reaksi diazotasi dapat terdegradasi menjadi fenol dan gas
nitrogen, serta dapat menguraikan asam nitrit menjadi ion nitrosonium.

Gb. Mekanisme Pembetukan Ion Nitrosonium (Belal, dkk. 1979)


Ion nitrosonium sebagai elektrolit yang terletak sebelumnya akan menyerang
cincin benzena dari parasetamol yang bersifat nekleofil. Gugus ion nitrosim
akan masuk pada posisi orto dari cincin benzena.
Penambahan asam sulfamat 15% digunakan untuk menghilangkan asam
nitrit (HNO2) dan gas NO2 yang berlebih kaena dapat menggangu kestabilan
pada saat pembacaan absorbansi. Penambahan dilakukan dengan hati-hati
lewat dinding tabung karena reaksi yang dihasilkan meimbulkan panas
(bersifat eksotermis). Jika penambahan asam sulfamat 15% dilakukan dengan
cepat dapat menyebabkan tumbahnya larutan akibat dorongan gas NO2 yang
akan keluar. Selanjutnya larutan ditambahkan NaOH 10% agar memberikan
suasana netral/mendekati netral dan dapat terjadi reaksi pengkoplingan yang
membentuk ion kompleks bewarna kuning. Selain itu, penambahann NaOH
10% digunakan untuk memperpanjang gugus kromofor (ikatan rangkap
terkonjugasi) sehingga dalam pembacaan absorbansi menjadi mudah, jelas, dan
hasilnya valid.
Larutan disimpan dalam lemari pendingin selama 3 menit agar tidak
terdegradasi oleh suhu kamar dan dibaca absorbansinya degan menggunakan
spektrofotometer. Hal tersebut dinamakan dengan operating time, yaitu waktu
yang dibutuhkan untuk menyempurnakan reaksi warna agar absorbansinya
dapat terbaca dengan optimal (Tulandi, dkk. 2015).
Kelinci digunakan sebagai hewan uji pada percobaan kali ini karena
kondisi fisilogisnya hampir sama/mendekati dengan manusia. Cairan hayati
yang dipilih adalah darah karena darah merupakan sarana distribusi yang baik
bagi obat untuk menuju sasaran aksi atau metabolisme serta merupakan bagian
yang paling cepat yang dicapai obat. pengambilan darah kelinci adalah
ditelinga (pada vena marginalis). Bulu telinga disekitar vena marginalis
dikerok untuk mempermudah pengambilan darah dan tidak ada bulu yang ikut
masuk dalam sampel (darah). Saat pengambilan darah diusahakan jangan
terlalu kasar terhadap kelinci sehingga dapat menyebabkan kelinci menjadi
stress dan darah yang keluar hanya sedikit atau bahkan darah tidak keluar. Jika
darah pada telinga kelinci terus menerus mengalir maka telinga kelinci harus
ditekuk sehingga aliran darah yang keluar akan terhenti.
Pemberian parasetamol pada kelinci secara per oral sebanyak 2,0 ml
(sesuai berat badan) dan pengambilan sampel dilakaukan pada menit ke 5, 10,
15, 20, 30, 45, 60, dihitung sejak pemberian obat. Darah dimasukkan kedalam
tabung yang berisi EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acid) untuk mencegah
terjadinya penggumpalan/koagulasi darah. EDTA merupakan antikoagulan
yang banyak digunakan dalam bentuk garm natrium atau kalimnya. EDTA
mengubah ion Ca dalam darah menjadi bentuk bukan ion, yaitu kompleks Ca-
EDTA (Fitria, dkk. 2016). Darah tidak boleh langsung diteteskan ke tabung
tetapi harus pelan-pelan melewati dinding tabung agar tidak terjadi lisis.
Terjadinya lisis pada darah akan mempengaruhi hasil yang didapat.
Penambahan TCA 10% (Tri Chloroacetic Acid) bertujuan untuk
mengendapkan makromolekul pada darah seperti protein. Dengan penambahan
TCA menyebabkan campuran yang awalnya mengandung peptida dan asam
amino akan larut dalam TCA, sedangkan protein akan terhidrolisis dan akan
mengendap dibawah dan tidak akan mengganggu pembacaan absorbansi
(Simaremare, dkk. 2013). Campuran di sentrifuge bertujuan untuk memisahkan
plasma darah dari protein yang terdenaturasi sehingga mempercepat
sedimentasi karena terpengaruh gaya sentrifungal dan terpisah dari larutan.
Produk yang keluar dari sentrifuge terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan
supernatant (cairan yang jernih) dan lapisan pelet (endapan). Supernatant
diambil dan dipreparasi seperti dengan pembuatan kurva baku dan dibaca
dengan spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 249 nm. Data yang
didapat digunakan untuk menghitung kadar parasetamol, perkiraan model
kinetik, dan untuk menetapkn jadwal optimal 3-5x t1/2 eliminasi.
Dari percobaan ini diperoleh hasil kurva baku dengan persamaan garis
y=(4,68 x 10-3) x + (-6,39 x 10-3) dan nilai r sebesar 0,998. Nilai koefisien
korelasi (r) mendekati satu sehingga kurva baku parasetamol memiliki nilai
intensitas yang baik dan penetapan dengan kurva baku yang terjamin
kebenarannya.
Dari persamaan kurva baku yang diperoleh dapat digunakan untuk
menentukan kadar obat pada interval waktu menit ke 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60
berturut-turut adalah 2.9, 5.4, 9.3, 15.9, 12.7, 6.75, 4.1. Bedasarkan data kadar
parasetamol yang didapat kemudian diplotkan pada semologritmik
menunjukkan bahwa parasetamol mengikuti model satu kompartemen terbuka
karena garis pada kurva lurus atau mendekati lurus. Model kompartemen
menyatakan gambaran kadar obat di dalam tubuh terhadap fungsi waktu.
Parameter farmakokinetik pada fase absorbsi menggunakan 3 titik mulai
dari menit ke 5 sampai menit ke 15 dan didapat persamaan y=-0,0175 x +
1,575, dan nilai r= -0,999. Sedangkan untuk fase eliminasi menggunakan titik 3
mulai menit ke 45 ke menit 60 y=-0,0161 x + 1,575, dan nilai r= -0,996. Waktu
paruh eliminasi dan absorsi menggambarkan waktu yang diperlukan tubuh
untuk mengeliminasi dan menyerap obat setengah kadar obat dalam tubuh.
Semakin kecil nilainya maka obat cepet terabsorsi dan tereliminasi dalam
tubuh. Waktu maksimal obat mencapai puncak adalah 25,962 menit,
konsentrasi maksimal obat dalam tubuh adalah 1,052, waktu sampling didapat
56,37-93,95 menit, sendangkan Area dibawah kurva didapat hasil 1955,324µg
menit/ml.

VII. KESIMPULAN
dari praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Parasetamol mengikuti model satu kompartemen terbuka karena garis pada
kurva logaritmik lurus atau mendekati lurus
2. Hasil kurva baku dengan persamaan garis y=(4,68 x 10-3) x + (-6,39 x 10-3)
dan nilai r sebesar 0,998. Kadar parasetamol pada menit ke dapat digunakan
untuk menentukan kadar obat pada interval waktu menit ke 5, 10, 15, 20,
30, 45, 60 berturut-turut adalah 2.9, 5.4, 9.3, 15.9, 12.7, 6.75, 4.1
3. Parameter farmakokinetika yang ditetapkan antar lain : Waktu maksimal
obat mencapai puncak adalah 25,962 menit, konsentrasi maksimal obat
dalam tubuh adalah 1,052, waktu sampling didapat 56,37-93,95 menit,
sendangkan Area dibawah kurva didapat hasil 1955,324µg menit/ml.

DAFTAR PUSTAKA
Belal. S., M. A. H. Elsayed., A. El-Waliely., H. Abdine. 1979. Colorometric
acetaminophen determination i pharmaceutical formulations. Journal of
Pharmacheutical Sciences. Vol 68 No 6 :750-752
Fitria. L., L. L. Illiy., I. R. Dewi. 2016. Pengaruh Antikoagulan dan Waktu
Penyimpanan terhadap Profil Hematologis Tikus (Rattus norvegicus
Berkenhout, 1769) Galur Wistar. Biosfera. Vol 33 No 1 : 22-30
Shargel, L. and Yu, A. B. C., 1988, Biofarmaseutika dan Farmakokinetika
Terapan, terjemahan Fasich & S. Sjamsiah, Universitas Airlangga Press,
Surabaya, 255, 445-479.
Simaremare. P., M. Andrie., B. Wijianto. 2013. Pengaruh Jus Buah Durian (Durio
Zibethius Murr.) Terhadap Profil Parasetamol Pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Jantan Galur Wistar. Traditional Medicine Journal. Vol 18
No 3: 178-186
Sukmadjadja. A., Lucy. S., Muhammad. Q. 2006. Pengambangan Aplikasi
Komputer Pengolahan Data Konsentrasi Obat Dalam Plasm Untuk
Studi Permodelan Parameter Farmakokinetik. Maajalah Ilmu Farmasi.
Vol III No.3 : 143-152
Tulandi. G. P., S. Sudewi., W. A. Lolo. 2015. Validasi Metode Analisis Untuk
Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Sediaan Tablet Secara
Spektrofometri Ultraviolet. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 4
No 4: 168-178

Anda mungkin juga menyukai