Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH BIOKIMIA

GANGGUAN METABOLISME DIDALAM TUBUH YANG DIAKIBATKAN OLEH PENYAKIT


GALAKTOSEMIA, PENYAKIT SINDROM FABRY DAN FENILKETONURIA

Dosen Pembimbing

Dr. Apt. Mellova Amir, MSc

Disusun oleh:

1. Tassa Nureka Permatasari (20190311065)


2. Ajeng Putri Kumala (20190311066)
3. Sabna Allisya Firti (20190311069)
4. Salsa Destiana (20190311070)
5. Fella Gracia Caroline Pati (20190311078)
6. Diana Mursalina (20190311077)
7. Venny (20190311081)

KELOMPOK 1

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan anugerahnya, makalah biokimia mengenai gangguan metabolisme
didalam tubuh yang diakibatkan oleh penyakit Galaktosemia, Sindrom
Fabry, dan Fenilketonuria yang telah diselesaikan tepat pada waktunya.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengajar, yaitu Dr. Apt.
Mellova Amir, MSc yang telah membimbing kami dalam proses pembelajaran
biokimia. Kami dari kelompok satu sebagai penulis makalah ini
menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam penyajiandan
referensi yang digunakan dalam penulisan makalah ini sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak,
terutama dosen pengampu mata kuliah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua pihak, Khususnya bagi


mahasiswa program studi farmasi.

Jakarta, 11 Desember
2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGHANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................4
1.3 Tujuan ...................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Penyakit Galaktosemia ..........................................................................................5
2.1.1 Metabolisme Penyakit di Dalam Tubuh...........................................................5
2.2 Penyakit Fenilketonuria.........................................................................................9
2.2.1 Pengertian Penyakit Fenilketonuria..................................................................9
2.2.2 Metabolisme Penyakit di Dalam Tubuh.........................................................11
2.2.3 Mutasi PAH (Phenylalanin Hidroxilasi).........................................................12
2.3 Penyakit Sindrom Fabry ......................................................................................13
2.3.1 Pengertian Penyakit Sindrom Fabry...............................................................13
2.3.2 Diagnosis Penyakit Sindrom Fabry................................................................14
2.3.3 Skrining Penyakit Sindrom Fabry...................................................................14
2.3.4 Tanda dan Gejala Penyakit Sindrom Fabry....................................................15

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ..........................................................................................................19
3.2 Saran ....................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kelainan genetik yang paling sering terjadi adalah
kelainan metabolisme karbohidrat. Karbohidrat merupakan salah satu
zat gizi yang mempunyai jenis-jenis beragam diantaranya glukosa,
sukrosa dan fruktosa.
Beberapa jenis karbohidrat tersebut dalam tubuh harus
dimetabolisme (dipecah) sebelum digunakan tubuh. Pemecahan
karbohidrat memerlukan sebuah enzim. Kelainan metabolisme
karbohidrat biasanya karena ketidakmampuan tubuh memiliki enzim
pemecah. Beberapa jenis karbohidrat tersebut sehingga karbohidrat
yang akan terpecah dalam tubuh tidak dapat ter-metabolisme.
Penderita galaktosemia biasanya mengalami ikterus. Ikterus
merupakan timbulnya warna agak kuning pada kulit dan bagian putih
mata (sklera). Hal ini dapat terjadi bila hati gagal mengangkut,
menyimpan atau mengkonjugasi bilirubin dalam darah juga terjadi
penimbunan gula dan gula alkohol dalam lensa (terutama pada pasien
hiperlikemia).
Kadar glukosa meningkat dan mendorong pembentukan sorbitol (oleh
aldosa reduktase) dan fruktosa. Akibatnya terjadi peningkatan
tekanan osmotik di lensa. Kadar gluko dan fruktosa yang terjadi
menimbulkan glikosilasi nonenzimatik protein lensa. Akibat
peningkatan tekanan osmotik dan glikosilasi protein lensa, lensa
menjadi tidak tembus cahaya dan keruh yang dikenal ketarak dini,
mungkin disebabkan oleh penimbunan galaktosa dan gula alkohol
yaitu galaktitol.
Galaktosemia disebabkan oleh difisiensi galaktosa 1-fosfat
uridililtranferase. Galaktosemia merupakan penyakit resesif
autosom pada metabolisme galaktosa yang terdapat pada sekita 1
dalam 60000 bayi baru lahir. Gejala klinis awal adalah kegagalan
pertumbuhan.
Muntah atau diare ditemukan pada sebaain besar penderita,
biasanya berawal dlam beberapa hari setelah minum susu. Tanda
3
gangguan hati, baik ikterus dan hepatomegali, hampir sering muncul
setelah minggu pertama setelah lahir. Ikterus pada penyakit hati
instrinsik dapat diperberat oleh hemolisis hebat pada beberapa
penderita. Bahkan katarak juga pernah dilaporkan terjadi dalam
beberapa hari setelah lahir.
Fenilketonuria adalah suatu kelainan didalam tubuh, dimana tubuh
tidak dapat memproduksi enzim yang berfungsi menguraikan asam
amino ensensial fenilalanin menjadi asam amino non-esensial
tirosin. Didalam tubuh tirosin akan disintesa menjadi 2 penghantar
saraf yang penting yang berperan pada berkembangnya penyakit
parkinson dann juga hilagnya keinginan melakukan hubungan seksual
pada usia lanjut.
Penyakit Sindrom Fabry adalah kondisi bawaan x-linked karena
tidak adanya atau pengurangan aktivitas α-galaktosidase di
lisosom, yang mengakibatkan akumulasi globotriaosylceramide (Gb3)
dan glikosphingolipid dannetral terkait. Manifestasi penyakit
Sindrom Fabry termasuk gangguan fungsi ginjal dan jantung yang
serius dan progresif. Selain itu, pasien juga mengalami nyeri,
gangguan gastrointestinal, serangan iskemik transien, dan stroke.
Efek tambahan pada kulit, mata, telinga, paru-paru dan tulang
sering terlihat. Gejala pertama penyakit Sindrom Fabry klasik
biasanya muncul di masa kanak-kanak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa penyakit galaktosemia?
2. Apa itu penyakit fenilketonuria?
3. Apa itu penyakit sindrom fabry?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui gangguan metabolisme pada penyakit galaktosemia.
2. Mengetahui gangguan metabolisme pada penyakit fenilketonuria.
3. Mengetahui gangguan metabolisme pada penyakit sindrom fabry.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyakit Galaktosemia
Galaktosemia adalah suatu kelainan metabolik yang diturunkan secara
autosomal resesif, dimana terdapat defisiensi enzim yang mempengaruhi
metabolime gula galaktosa. Galaktosemia diturunkan oleh kedua orang tua dan
tidak terkait dengan x-linked sehingga dapat diturunkan baik oleh laki-laki maupun
perempuan. Penyakit ini merupakan genetik yang jarang akan tetapi berpotensi
letal yang diturunkan melalui autosomal resesif dan menyebabkan
ketidakmampuan penderita untuk memetabolisir galaktosa. Manifestasi klinis
termasuk retardasi intelektual, disfungsi liver, dan formasi katarak. Sekalipun
defisiensi dari ketiga enzim yang terlibat dalam jalur Leloir untuk metabolisme
galaktosa dapat menyebabkan gejala galaktosemia, akan tetapi bentuk klasik dari
penyakit ini berasal dari penurunan enzim kedua dari jalur tersebut, yaitu
galaktosa-1-fosfat uridil-transferase.
Gejala bagi penderita yang memiliki penyakit galaktosemia klasik akan
menunjukkan gejala berupa gangguan gastrointestinal, berat badan tidak
naik, dan jaundice. Infeksi yang mengancam jiwa dapat terjadi saat
periode baru lahir. Selain itu, dapat menyebabkan retardasi mental dan
pertumbuhan fisik yang terlambat pada bayi yang hidup. Beberapa bayi
dengan level GALT yang rendah seringkali didiagnosa sebagai galaktosemia
bentuk Duarte variant. Hampir seluruh kasus Duarte variant merupakan
bentuk benigna, akan tetapi semua bayi yang terkena tetap diterapi pada
setahun pertama kehidupannya sebagai pencegahan. Bayi dengan defisiensi
GALK hanya menunjukkan gejala katarak. Sedangkan pada bayi dengan
defisiensi GALE mempunyai gejala yang lebih bervariasi. Bila defisiensi
GALE terdapat pada sel darah merah, maka bayi tidak akan menunjukkan
gejala dan tidak perlu diterapi. Akan tetapi, bila defisiensi GALE
melibatkan jaringan lain, maka dapat timbul gejala yang serupa dengan
defisiensi GALT.

2.1.1 Metabolisme Penyakit di Dalam Tubuh


Ada tiga macam defisiensi enzim pada galaktosa yaitu:
typ
Gene locus enzyme Name
e
1 GALT 9p13 Galactose-1- Galaktosemia
5
phosphaste
uridyl klasik
transferase
Defisiensi
2 GALK 1 17q2 galaktokinase
galaktokinase
Defisiensi
galaktose
UDP galactose
3 GALE 1p36-p35 epimerase/
epimerase
UDP-Galactose-
4-epimerase

Bentuk galaktosemia yang paling sering dan juga paling parah


adalah GALT yang disebabkan karena kerusakan gen GALT pada
kromosom 9. Sebagai akibat dari kerusakan gen tersebut adalah
defisiensi total aktivitas enzim tersebut di seluruh sel tubuh.
Individu dengan galaktosemia tidak dapat memecah maupun
menggunakan gula galaktosa.Insidens defisiensi GALT diperkirakan
1:60.000, sedangkan galaktosemia bentuk Duarte variant sekitar
1:16.000. Untuk defisiensi GALK dan defisiensi GALE tidak
diketahui akan tetapi diperkirakan kejadiannya adalah jarang dan
sangat jarang. Prevalensi terhadap variasi mutasi pada gen juga
berbeda dari tiap kelompok etnik.

Secara biokimia, laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan


galaktosa oleh suatu enzim laktase. Pada individu dengan
galaktosemia, enzim-enzim yang diperlukan untuk metabolisme
selanjutnya mengalami defisiensi sehingga mengakibatkan toksisitas
glukosa-1-fosfat pada berbagai jaringan (pada defisiensi GALT)
yang menimbulkan gejala hepatomegali, sirosis, gagal ginjal
katarak, kerusakan otak dan kegagalan ovaium. Tanpa terapi yang
6
tepat, mortalitas pada bayi dengan galaktosemia berkisar
75%.Sebagian besar diet galaktosa diperoleh dalam bentuk laktosa,
suatu karbohidrat utama dalam susu. Di dalam usus, laktosa
kemudian akan dipecah menjadi 2 komponen monosakarida, yaitu
galaktosa dan glukosa.

Kedua bentuk gula ini hanya dibedakan dari orientasi gugus


hydrogen dan hidroksil pada atom karbon keempat. Galaktosa mungkin
bergabung dengan lipid membentuk galactolipid, atau bergabung
dengan polisakarida membentuk muco-polisakarida (kondroitin
sulfat). Akan tetapi yang paling penting, galaktosa akan dirubah
menjadi derivate glukosa yang penting untuk penyediaan energi.
Bagaimana galaktosa memasuki “kolam energi” glukosa telah
dijelaskan sebagai hasil investigasi oleh Leloir, Kalekar dan
kawan-kawan.

Langkah pertama dari jalur ini adalah fosforilasi galaktosa menjadi α-


galaktosa-1- fosfat. Dimana untuk jalur ini dibutuhkan adenosine trifosfat (ATP)
dan enzim spesifik, galaktokinase.

(I) Galactose + ATP → Galactose-1-P + ADP

Galaktosa-1-fosfat kemudian akan dirubah menjadi glukosa-1-fosfat oleh reaksi


kedua yang melibakan nukleotida spesifik, uridin difosfoglukosa (UDPGlukosa).
Pada reaksi ini galaktosa-1-fosfat akan ditransfer menuju nukleotida membentuk
uridin difosfo-galaktosa (UDPGalaktosa), dimana pada waktu yang bersamaan,
glukosa-1-fosfat akan dibebskan. Enzim yang mengkatalisa reaksi ini disebut
fosfo-galaktosa uridil tranferase atau disingkat P-Gal transferase.

7
(II) Galactose-1-phosphate + UDPGlucose ↔ UDPGalactose + Glucose-1-
phosphate

Pada reaksi yang ketiga, 2 nukleotida uridin akan saling


dirubah, dimana hal ini
belum sepenuhnya dimengerti. Nukleotida difosfopiridin (DPN)
adalah kofaktor untuk reaksi ini dan gula 4-keto sebagai
perantaranya. Enzim yang terlibat dalam mekanisme reaksi ini
disebut UDPGalaktosa-4-epimerase.

Gambar 1. Jalur metabolik glukosa normal

Gambar 2. Potongan hepar menunjukkan fibrosis periportal dengan peningkatan


duktus bilier. Vakuola besar dan jernih merepresentasikan deposit lemak intrasel.
Sebagai akibat akumulasi dari galaktosa, secara biokimia akan terjadi 2 jalur
reaksi yang sangat berperan dalam timbulnya gejala pada pasien dengan
galaktosemia. Reaksi tersebut antara lain:
1. Reduksi menjadi galaktitol
Pada pasien galaktosemia, akumulasi dari galaktosa akan menjadi substrat bagi
enzim yang mengkatalisa jalur polyol pada metabolisme karbohidrat. Reaksi
8
pertama pada jalur ini adalah reduksi aldose, jenis gula dimana galaktosa
termasuk di dalamnya, menjadi gula alkohol. Data terbaru memperkirakan
bahwa aldose reduktase merupakan enzim yang bertanggung jawab pada tahap
pertama reaksi ini. Aldose reduktase akan merubah glukosa menjadi bentuk
gula alkohol yaitu galaktitol. Akan tetapi galaktitol ini tidak dapat digunakan
oleh enzim untuk jalur polyol selanjutnya, yaitu polyol dehidrogenase.
Akibatnya galaktitol akan menumpuk di jaringan tubuh dan diekskresikan
melalui urine. Akumulasi galaktitol inilah yang akan menyebabkan berbagai
macam gejala negative pada penderita galaktosemia dan konsentrasi yang
tinggi sering didapatkan pada penderita galaktosemia klasik (defisiensi GALT),
defisiensi GALK maupun defisiensi epimerase.
2. Reduksi menjadi galaktitol
Pada pasien galaktosemia, akumulasi dari galaktosa akan menjadi substrat bagi
enzim yang mengkatalisa jalur polyol pada metabolisme karbohidrat. Reaksi
pertama pada jalur ini adalah reduksi aldose, jenis gula dimana galaktosa
termasuk di dalamnya, menjadi gula alkohol. Data terbaru memperkirakan
bahwa aldose reduktase merupakan enzim yang bertanggung jawab pada tahap
pertama reaksi ini. Aldose reduktase akan merubah glukosa menjadi bentuk
gula alkohol yaitu galaktitol. Akan tetapi galaktitol ini tidak dapat digunakan
oleh enzim untuk jalur polyol selanjutnya, yaitu polyol dehidrogenase.
Akibatnya galaktitol akan menumpuk di jaringan tubuh dan diekskresikan
melalui urine. Akumulasi galaktitol inilah yang akan menyebabkan berbagai
macam gejala negative pada penderita galaktosemia dan konsentrasi yang
tinggi sering didapatkan pada penderita galaktosemia klasik (defisiensi GALT),
defisiensi GALK maupun defisiensi epimerase.
3. Oksidasi menjadi galaktonat
Akumulasi galaktosa juga dapat menyebabkan terjadinya reaksi alternative,
yaitu reaksi oksidasi menjadi galaktonat. Mekanisme bagaimana terjadinya
galaktonat ini masih belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi studi terbaru
memperkirakan bahwa enzim galaktose dehidrogenase berperan dalam
mengubah galaktosa menjadi galaktonolakton., yang akan dirubah secara
spontan menjadi galaktonat. Sekali terbentuk galaktonat akan langsung
memasuki jalur pentose fosfat. Reaksi oksidasi ini merupakan reaksi alternatif
dalam metabolism galaktosa, dimana menyediakan akumulasi produk galaktosa
yang lebih tidak berbahaya dibandingkan dengan akumulasi galaktitol.
9
2.2 Penyakit Fenilketonuria
2.2.1 Pengertian Penyakit Fenilketonuria
Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel.
Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua metabolisme dikatalisis
oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktifitas enzim terganggu maka reaksi
metabolisme akan terhambat hingga pertumbuhan sel akan terganggu. Maka,
ketika kekurangan atau kelebihan enzim serta aktifitas enzim yang terganggu
dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Salah satu contoh penyakitnya adalah
phenylketonuria (Afriansyah, 2007).
Phenylketonuria (PKU) adalah gangguan genetik yang ditandai oleh
kekurangan atau masalah dengan aktifitas spesifik dari enzim fenilalanin
hidroksilase (PAH), yang diperlukan untuk metabolisme phenylalaninasam amino
pada asam amino tirosin. Jika tidak diobati, phenylalanin menumpuk dan dapat
mengakibatkan masalah-masalah neurologis, termasuk keterbelakangan mental
dan kenjang (Afriansyah,2007).

2.2.2 Metabolisme Penyakit di Dalam Tubuh


Phenylketonuria atau PKU ialah suatu penyakit yang disebabkan karena
seseorang tidak mampu merubah asam amino fenilalanin menjadi tirosin.
Ketidakmampuan merubah asam amino fenilalanin menjadi tirosin disebabkan
karena penderita tidak memiliki enzim fenilalanin hidroksilase (PAH) yang
berfungsi merubah asam amino fenilalanin menjadi asam amino tirosin.
Fenilalanin yang bersumber dari protein makanan akan terakumulasi dan
menyebabkan kekurangan tirosin. Fenilalanin yang berlebihan dapat
dimetabolisme menjadi phenylketones (Suryo, 2005).
Phenylketonuria adalah kondisi dimana kerusakan metabolik yang
mempengaruhi sistem tubuh dalam memecah protein. Phenylketonuria disebabkan
karena gen pada kromosom 12 mengalami mutasi. Gen pengkode protein yang
disebut PAH atau phenylalanin hydroxylase adalah sebuah enzim dalam liver.
Enzim ini bertugas memecah asam amino fenilalanin menjadi produk lain yang
dibutuhkan tubuh, yaitu tirosin. Pada saat gen ini termutasi, bentuk dari enzim
PAH berubah dan menjadi tidak mampu untuk memecah fenilalanin dengan tepat.
Fenilalanin yang tak dapat dipecah tubuh akhirnya terakumulasi dalam aliran

10
darah dan menjadi racun dalam otak. Sebagai akibat tidak terurainya fenilalanin
menjadi tirosin, maka tertimbunlah fenilalanin dalam hati dan kelebihannya akan
masuk dalam peredaran darah serta diedarkan ke seluruh tubuh (Suryo, 2003).
Kelebihan fenilalanin dan asam fenilpiruvat dikeluarkan oleh ginjal bersama-
sama dengan air kencing (urine). Urine orang yang mengidap fenilketonuria
(biasanya disingkat dengan PKU, asal dari phenylketonuria) mengandung 300 –
1000 mg fenilalanin per 100 ml, sedangkan pada orang normal hanya sekitar 30
mg fenilalanin per 100 ml. Plasma darah penderita PKU mengandung 15 – 65 mg
fenilalanin per 100 ml, sedang pada orang normal hanya 1 – 2 mg fenilalanin per
100 ml. Pengandungan fenilalanin yang berlebihan dalam darah itu mengganggu
perkembangan dan pekerjaan otak, karena itu penderita PKU mengalami
kelemahan mental dan pigmentasi rambut biasanya berkurang (Suryo, 2005).
Berikut ini adalah Metabolisme fenilalanin dan tirosin pada manusia. Berbagai
mutasi menghasilkan suatu blok (penghalang) pada pembentukan enzim, yang
menyebabkan penyakit. Enzim-enzim yang diawasi oleh gen-gen normal
tercantum dengan akhiran ase. Penyakit yang timbul akibat kekurangan enzim
tertentu disebutkan di dalam tanda kotak (Suryo, 2005).

Gambar 1. Metabolisme fenilalanin dan tirosin pada manusia (Suryo, 2005).

Mutasi Fenilalanin hidroksilase mengkatalisis hidroksilasi fenilalanin menjadi


tirosin. Reaksi ini tergantung pada tetrahydrobiopterin (BH4), sebagai kofaktor,
molekul oksigen, dan besi. Fenilketonuria adalah penyakit turunan akibat
kesalahan metabolisme autosomal resesif yang diakibatkan kekurangan PAH
(Zurfluh et al, 2008.).
Dua isozim dari fenilalanin hidroksilase berasal di hati janin manusia
(Barranger et al., 1972). Isozim PAH juga terdapat di hati tikus (Kaufman et al.,
1975). Sebagian besar variasi ini menjelaskan bahwa enzim murni mengandung
11
struktur polimer yang berbeda dari subunit tunggal, yaitu, trimer atau tetramer;
hewan heterozigot dengan varian polimorfisme dalam subunit gen PAH
memproduksi protein dengan nilai yang sedikit berbeda; dan modifikasi pasca-
translasi. Tidak ada bukti dan penelitian lainnya untuk mendukung keterlibatan
lebih dari 1 lokus pengkodean apoenzyme PAH. Jadi, hanya PAH yang menjadi
dasar sebab terjadinya penyakit fenilketonuria.
Kwok dkk. (1985) mengisolasi full-length Cdna encoding PAH dari library
Cdna hati manusia. Protein yang diprediksi mengandung 452 asam amino dan
96% homologi pada tikus. Scriver (2007) menyatakan bahwa protein PAH
mengandung domain regulasi, katalitik, dan tetramerization. Mereka
menyimpulkan bahwa 452 asam amino monomer membentuk bentuk dimer dan
tetrameric fungsional enzim. Dengan analisis Northern blot, Lichter-Konecki dkk.
(1999) mendeteksi bahwa ekspresi tertinggi yaitu transkrip 2,5-kb PAH terdapat
dalam hati manusia, diikuti oleh ginjal, pankreas, dan otak. Transkrip 4.6-kb juga
terdeteksi di hati, ginjal, dan pankreas.
Gen PAH terdiri dari 90 kb (Guttler dan Woo, 1986) dan 13 ekson
(Konecki et al., 1991). Scriver (2007) menyatakan bahwa urutan genom PAH dan
gen yang mengapit terdiri dari 171 kb, yang mencakup sekitar 27 kb 5-prime
UTR, dan urutan 3-prime poli (A) di ekson 13 mencakup sekitar 65 kb
Kaufman (1999) menggambarkan asal mula model kuantitatif metabolisme
fenilalanin pada manusia. Model ini didasarkan pada sifat kinetik murni PAH
manusia yang dikaitkan dengan tingkat transaminasi fenilalanin dan degradasi
protein. Nilai dihitung dari konsentrasi keadaan tunak fenilalanin dalam darah,
clearance fenilalanin dari darah setelah diberikan asam amino peroral, dan
toleransi diet fenilalanin dari pasien fenilketonuria dan obligat heterozigot.
Kaufman (1999) mengemukakan bahwa nilai ini dapat membantu dalam
keputusan tentang tingkat pembatasan asupan fenilalanin yang diperlukan untuk
mencapai hasil klinis yang memuaskan pada pasien dengan PKU ringan sampai
sedang

2.2.3 Mutasi PAH (Phenylalanin Hidroxilasi)


Mutasi PKU dikenali pada gen PAH dimana terjadi perubahan basa tunggal
(GT menjadi AT) di canonical 5-prime splice situs donor dari intron 12. Percobaan
transfer gen dan ekspresi menunjukkan bahwa mutasi splice situs donor

12
mengakibatkan metabolisme abnormal PAH Mrna dan hilangnya aktivitas PAH
(DiLella et al., 1986).
Eisensmith dan Woo (1992) mereview mutasi dan polimorfisme pada gen PAH
manusia. Sekitar 50 dari mutasi substitusi basa tunggal, termasuk 6 mutasi
nonsense dan 8 mutasi splicing, dan selebihnya karena mutasi missense. Dari
mutasi missense, ternyata 12 dihasilkan dari metilasi dan deaminasi yang sangat
bersifat mutagen pada dinukleotida CpG. Mutasi berulang juga telah diamati di
beberapa situs. Studi ekspresi in vitro menunjukkan adanya korelasi yang
signifikan antara aktivitas PAH dengan keparahan penyakit.
Hoang dkk. (1996) menjelaskan Database Analisis Konsorsium Mutasi
PAH yang diperoleh dari 81 peneliti di 26 negara. Database mencatat baik variasi
penyakit ataupun polimorfisme alel. Para peneliti menyatakan bahwa pada 27
September 1995 database yang ada tercatat terdapat 248 alel di 798 wilayah yang
berbeda (dengan haplotype polimorfik, wilayah geografis, dan penduduk).
Pemastian probands sebagian besar melalui skrining bayi yang baru lahir dengan
hyperphenylalaninemia.

2.3 Penyakit Sindrom Fabry


2.3.1 Pengertian Penyakit Sindrom Fabry
Penyakit Sindrom Fabry adalah kondisi bawaan x-linked karena tidak adanya
atau pengurangan aktivitas α-galaktosidase di lisosom, yang mengakibatkan
akumulasi globotriaosylceramide (Gb3) dan glikosphingolipid dannetral terkait.
Manifestasi penyakit Sindrom Fabry termasuk gangguan fungsi ginjal dan jantung
yang serius dan progresif. Selain itu, pasien juga mengalami nyeri, gangguan
gastrointestinal, serangan iskemik transien, dan stroke. Efek tambahan pada kulit,
mata, telinga, paru-paru dan tulang sering terlihat. Gejala pertama penyakit
Sindrom Fabry klasik biasanya muncul di masa kanak-kanak.
Lisosom terlibat dalam berbagai proses seluler, dan kesalahan metabolisme
bawaan yang memengaruhi produksi enzim lisosom menghasilkan berbagai macam
gejala dan secara signifikan mengurangi harapan hidup. Lebih dari 40 penyakit
penyimpanan lisosom (LSD) telah diidentifikasi, dengan prevalensi kolektif sekitar
1 dari 7700 kelahiran hidup. LSD secara tradisional diklasifikasikan menurut
substrat enzim terakumulasi spesifik. Semua LSD diwariskan secara resesif

13
autosom kecuali untuk penyakit Sindrom Fabry, sindrom Hunter, dan penyakit
Danon, yang merupakan kelainan x-linked.
Penyakit Sindrom Fabry disebabkan oleh mutasi pada gen GLA yang
mengkode enzim lisosom α-galaktosidase A. Penurunan aktivitas enzim yang
relevan secara fungsional menghasilkan akumulasi globotriaosylceramide (Gb3 ) di
dalam lisosom. Berbagai macam gejala klinis progresif terlihat pada pasien dengan
penyakit Sindrom Fabry yaitu termasuk sensasi terbakar, terutama di tangan dan
kaki (aestesi akropar), masalah gastrointestinal (GI), angiokeratoma, dan
intoleransi suhu. Tanda dan gejala yang cenderung berkembang di kemudian hari
pada masa remaja dan awal masa dewasa dikaitkan dengan kegagalan organ akhir
dan kematian dini. Ini termasuk proteinuria dan glomerulosklerosis, hipertrofi
jantung dan aritmia, penyakit kardiovaskular lain, dan stroke.
Lebih dari 400 mutasi telah diidentifikasi pada gen GLA (terutama mutasi
missense tetapi juga mutasi nonsense dan de letion dan insersi asam amino
tunggal). Sebagian besar mutasi ini bersifat ‘pribadi’, yang telah diidentifikasi
hanya dalam keluarga individu, sementara beberapa lainnya yang terletak di CpG
di nukleotida (misalnya R227X), telah ditemukan sebagai peristiwa mutasi
independen.
Meskipun penyakit Sindrom Fabry adalah x-linked, obligate heterozigot wanita
biasanya dipengaruhi oleh penyakit tersebut, tetapi menunjukkan gejala yang lebih
bervariasi dibandingkan pada pria. Gejala tersebut juga cenderung terjadi di
kemudian hari. Penyakit Sindrom Fabry pada wanita tidak sepenuhnya dipahami.
Namun, hal ini diduga disebabkan oleh inaktivasi X acak (Lyonisasi) dimana
beberapa sel tubuh menekan alel GLA normal, sedangkan yang lain
mengekspresikan alel yang bermutasi. Sejauh mana inaktivasi X miring mendasari
manifestasi tidak jelas.

2.3.2 Diagnosis Penyakit Sindrom Fabry


Diagnosis penyakit Sindrom Fabry sering tertunda setidaknya 3 tahun, dan
seringkali > 20 tahun, setelah timbulnya tanda dan gejala. Alasan keterlambatan
ini termasuk kelangkaan kondisi (dan kurangnya kesadaran di antara klinisi) dan
keragaman dan non-spesifisitas gejala yang muncul. Jika pemeriksaan klinis
menimbulkan kecurigaan penyakit Sindrom Fabry, diperlukan konfirmasi
biokimia dan / atau genetik.

14
Pengujian aktivitas α-galaktosidase A dalam leukosit atau bercak darah kering
biasanya akan memastikan diagnosis pada pria. Plasma atau urinary Gb 3 juga telah
digunakan dalam diagnosis biokimia penyakit Sindrom Fabry, tetapi pada wanita
tingkat Gb3 umumnya lebih rendah dari pada laki-laki, dan tidak meningkat pada
beberapa pasien dengan mutasi tertentu pada gen GLA (misalnya orang-orang
dengan mutasi N215S). Pada heterozigot wanita, aktivitas α-galaktosidase
seringkali berada dalam kisaran normal. Oleh karena itu, konfirmasi diagnostik
harus dilakukan dengan analisis genetik pada kasus yang dicurigai.

2.3.3 Skrining Penyakit Sindrom Fabry


Diagnosis penyakit Sindrom Fabry yang dikonfirmasi memberikan kesempatan
untuk menggantikan enzim yang kekurangan dan dengan demikian menstabilkan
fungsi organ. Penyakit Sindrom Fabry yang tidak terdiagnosis sebelumnya telah
terdeteksi pada 0,25–1% pria yang menjalani hemodialisis. Penyakit Sindrom
Fabry juga harus dipertimbangkan pada penyakit ginjal stadium akhir yang tidak
dapat dijelaskan pada wanita, dan telah dideteksi dengan skrining pasien
hemodialisis wanita. Juga baru-baru ini disarankan bahwa skrining pasien
transplantasi ginjal untuk penyakit Sindrom Fabry mungkin efektif. Skrining pada
kelompok berisiko sering dilakukan dengan mengukur aktivitas plasma α-
galaktosidase A, tetapi hal ini dapat gagal untuk mendeteksi kasus penyakit
Sindrom Fabry, terutama pada perempuan. Pada pria dengan hipertrofi ventrikel
kiri (LVH) atau kardiomiopati hipertrofik 1-4% telah terbukti memiliki Fabry
yang sebelumnya tidak terdiagnosis penyakit. Skrining pasien wanita dengan
kardiomiopati hipertrofik juga mendeteksi prevalensi penyakit Sindrom Fabry
sebesar 1%. Skrining untuk penyakit Sindrom Fabry juga telah dilakukan pada
kelompok pasien lain, seperti mereka dengan aterosklerosis yang tidak dapat
dijelaskan atau kornea verticillata.

2.3.4 Tanda dan Gejala Penyakit Sindrom Fabry


 Disfungsi Ginjal
Keterlibatan ginjal dilaporkan pada 50% pasien dengan penyakit Sindrom
Fabry (proteinuria) adalah gejala ginjal yang paling sering. Studi biopsi telah
menunjukkan bahwa perubahan glomerulus dan vaskular hadir sebelum
perkembangan menjadi proteinuria nyata. Oleh karena itu biopsi ginjal dapat
menjadi alat yang berguna untuk deteksi dini penyakit ginjal. Pada pasien
15
dengan penyakit Sindrom Fabry telah menunjukkan bahwa proteinuria dasar,
penurunan estimasi laju filtrasi glomerulus dasar (Egfr) dan jenis kelamin pria
dikaitkan dengan perkembangan nefropati yang lebih cepat. Penyakit ginjal
sebagai penyebab kematian tampaknya menurun, sementara pentingnya
penyakit jantung meningkat, mungkin mencerminkan perbaikan dalam
pengelolaan penyakit ginjal. Penyakit kardiovaskular juga merupakan penyebab
kematian paling umum.
 Abnormalitas Jantung
Semua struktur jantung, termasuk miokardium, sistem konduksi dan katup
mungkin terpengaruh pada pasien dengan penyakit Sindrom Fabry. Angina
pektoris sering dilaporkan pada pria dan wanita. Penyakit arteri koroner dan
infark miokarel juga terjadi dan mungkin terkait dengan disfungsi
mikrovaskuler koroner. Aritmia sering terjadi pada pasien dengan penyakit
Sindrom Fabry, dan frekuensinya meningkat seiring bertambahnya usia pada
kedua jenis kelamin. Fibrilasi atrium permanen dan paroksismal dan takikardia
ventrikel intermiten adalah manifestasi jantung yang paling umum dari
penyakit ini. LVH terdeteksi pada 50% pasien dan lebih sering dan memiliki
onset usia yang lebih awal pada pria dibandingkan pada wanita. LVH
umumnya simetris, meskipun hipertrofi septum asimetris telah dijelaskan. LVH
tampaknya berkorelasi positif dengan frekuensi aritmia, penyakit katup (mitral
dan aorta), serta tanda dan gejala jantung lainnya, termasuk peningkatan
ketebalan intima-media arteri karotis komunis. Akar aorta dilatasi sangat umum
pada pasien laki-laki yang terkena penyakit Sindrom Fabry. Gejala jantung
dapat dideteksi pada beberapa anak dengan penyakit Sindrom Fabry. Baik laki-
laki maupun perempuan pasien anak dapat dipengaruhi oleh efek yan lebih
serius pada jantung dan ginjal.
 Manifestasi Serebrovaskular
Transient ischemic attack (TIA) dan stroke sering ditemukan pada penyakit
Sindrom Fabry. Onset lebih awal pada pria daripada wanita, dan TIA bahkan
telah dilaporkan pada pasien anak dengan penyakit Sindrom Fabry.
Kekambuhan sering terjadi dan setelah terdeteksi, prognosisnya buruk.
Penyakit ginjal dan jantung dapat hidup berdampingan dengan penyakit
serebrovaskular dan dapat mempengaruhi pasien dengan penyakit Sindrom
Fabry menjadi cacat neurologis dan stroke. ‘Tanda pul vinar’ adalah
manifestasi MRI karakteristik penyakit Sindrom Fabry. Jarang, lesi materi
16
putih subklinis telah dilaporkan pada anak-anak dengan AFD dan oleh karena
itu penting untuk mendapatkan riwayat keluarga stroke dini atau TIA.
 Gejala Gastrointestinal
Sakit perut (sering setelah makan) dan diare adalah gejala mani yang paling
sering, tetapi gejala GI lainnya termasuk konstipasi, mual dan muntah.
Meskipun beberapa laporan menunjukkan bahwa gejala GI mungkin lebih
sering dan timbul lebih awal pada pria, analisis terbaru menunjukkan bahwa
wanita lebih mungkin melaporkan gejala GI daripada pria. Usia rata-rata
timbulnya banyak gejala GI adalah sebelum usia 15 tahun.
 Tanda-tanda Dermatologis
Angiokeratoma adalah ciri dari penyakit Sindrom Fabry (tapi tidak spesifik
untuk penyakit Sindrom Fabry). Angiokeratoma difus biasanya terletak di
bagian bawah tubuh. Pemeriksaan tubuh secara menyeluruh penting untuk
memastikan dalam mendeteksinya, dan area yang paling sering terkena adalah
di daerah genital, telapak tangan, sekitar mulut dan bibir serta umbilikus.
Gejala lainnya yang sering adalah hipohidrosis, telangiectasia dan
Lymphoedema, dan meskipun semua lebih sering pada laki-laki dengan
penyakit Sindrom Fabry, masih ada kemungkinan tinggi gejala ini pada wanita.
Dismorfisme wajah, dengan karakteristik kekasaran fitur wajah, maka semakin
dikenali.
 Gejala Okuler dan Diatori
Cornea verticillata merupakan diagnostik untuk penyakit Sindrom Fabry dan
terjadi pada lebih dari 70% pria dan wanita. Gambaran oftalmologi telah
dilaporkan pada 60% anak dengan penyakit Sindrom Fabry. Kelainan mata
lainnya, yang diamati pada lebih sedikit pasien, dapat mencakup tortuositas
pembuluh darah dan katarak, yang keduanya memiliki prevalensi lebih tinggi
pada pria. Lesi vaskular yang menyiksa pada retina dapat dikaitkan dengan
penyakit yang lebih parah. Kehadiran retina tortuositas pembuluh pada anak-
anak baru-baru ini dikaitkan dengan hilangnya fungsi mutasi, dan mungkin
mewakili fenotipe yang parah. Gangguan pendengaran sensorineural frekuensi
tinggi sering terjadi pada penyakit Sindrom Fabry. Laki-laki tampaknya
terpengaruh lebih awal dalam hidup daripada perempuan dan, meskipun
pendengaran lebih buruk pada pasien dengan penyakit Sindrom Fabry daripada
pada populasi umum, secara klinis gangguan pendengaran yang relevan hanya
mempengaruhi 16% pasien. Gangguan pendengaran sensorineural lebih jarang
17
terjadi pada anak-anak daripada yang dilaporkan sebelumnya, meskipun
tinnitus tampaknya berkorelasi signifikan dengan keparahan presentasi klinis
pada anak-anak.
 Gejala Neurologis
Neurologis adalah gejala yang paling sering dilaporkan pada penyakit
Sindrom Fabry (terjadi pada 80% pasien). Nyeri paling sering dirasakan di
tangan dan kaki, tetapi bisa terjadi di mana saja di tubuh. Karena nyeri dapat
membaik dari waktu ke waktu, orang dewasa yang dicurigai menderita
penyakit Sindrom Fabry harus diminta untuk mengingat riwayat nyeri mereka
di masa kanak-kanak. Gejala awal lainnya berhubungan dengan disfungsi
otonom dan termasuk hipo- atau anhidrosis dan abnormal. Suhu dan toleransi
olahraga, sementara gejala neurologis lainnya dapat berkontribusi pada
manifestasi penyakit lainnya (misalnya motilitas GI abnormal dengan nyeri).
Gejala neurologis akroparaesthesia dan sensitivitas suhu yang diubah juga
merupakan gejala awal yang paling sering terjadi pada anak-anak (kebanyakan
di bawah 10 tahun).
 Gejala Lainnya
Gangguan kardiopulmoner telah terlihat pada pria dan wanita dengan
penyakit Sindrom Fabry, dengan obstruksi jalan napas ringan sampai berat.
Karena adanya gangguan paru, merokok harus dihindari pada pasien dengan
penyakit Sindrom Fabry. Penyakit Sindrom Fabry mungkin dipersulit oleh
osteopenia dari tulang belakang lumbar dan leher femoralis. Gejala lain yang
bisa muncul pada pasien dengan penyakit Sindrom Fabry dalam jumlah besar
yang termasuk yaitu anemia dan demam.

18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Galaktosemia adalah suatu kelainan metabolik yang diturunkan secara autosomal
resesif, dimana terdapat defisiensi enzim yang mempengaruhi metabolime gula
galaktosa. Galaktosemia diturunkan oleh kedua orang tua dan tidak terkait dengan x-
linked sehingga dapat diturunkan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Penyakit ini
merupakan genetik yang jarang akan tetapi berpotensi letal yang diturunkan melalui
autosomal resesif dan menyebabkan ketidakmampuan penderita untuk memetabolisir
galaktosa. Manifestasi klinis termasuk retardasi intelektual, disfungsi liver, dan formasi
katarak. Sekalipun defisiensi dari ketiga enzim yang terlibat dalam jalur Leloir untuk
metabolisme galaktosa dapat menyebabkan gejala galaktosemia, akan tetapi bentuk
klasik dari penyakit ini berasal dari penurunan enzim kedua dari jalur tersebut, yaitu
galaktosa-1-fosfat uridil-transferase.
Phenylketonuria (PKU) adalah gangguan genetik yang ditandai oleh kekurangan
atau masalah dengan aktifitas spesifik dari enzim fenilalanin hidroksilase (PAH), yang
diperlukan untuk metabolisme phenylalaninasam amino pada asam amino tirosin. Jika
tidak diobati, phenylalanin menumpuk dan dapat mengakibatkan masalah-masalah
neurologis, termasuk keterbelakangan mental dan kenjang
Penyakit Sindrom Fabry adalah kondisi bawaan x-linked karena tidak adanya atau
pengurangan aktivitas α-galaktosidase di lisosom, yang mengakibatkan akumulasi
globotriaosylceramide (Gb3) dan glikosphingolipid dannetral terkait. Manifestasi
penyakit Sindrom Fabry termasuk gangguan fungsi ginjal dan jantung yang serius dan
progresif. Selain itu, pasien juga mengalami nyeri, gangguan gastrointestinal, serangan
iskemik transien, dan stroke. Efek tambahan pada kulit, mata, telinga, paru-paru dan
tulang sering terlihat. Gejala pertama penyakit Sindrom Fabry klasik biasanya muncul
di masa kanak-kanak.
Penyakit Sindrom Fabry disebabkan oleh mutasi pada gen GLA yang mengkode
enzim lisosom α-galaktosidase A. Penurunan aktivitas enzim yang relevan secara
fungsional menghasilkan akumulasi globotriaosylceramide (Gb3 ) di dalam lisosom.
Berbagai macam gejala klinis progresif terlihat pada pasien dengan penyakit Sindrom
Fabry yaitu termasuk sensasi terbakar, terutama di tangan dan kaki (aestesi akropar),
masalah gastrointestinal (GI), angiokeratoma, dan intoleransi suhu. Tanda dan gejala
yang cenderung berkembang di kemudian hari pada masa remaja dan awal masa

19
dewasa dikaitkan dengan kegagalan organ akhir dan kematian dini. Ini termasuk
proteinuria dan glomerulosklerosis, hipertrofi jantung dan aritmia, penyakit
kardiovaskular lain, dan stroke.

3.2 Saran
Demikian pokok bahasan dari makalah ini yang dapat kami paparkan, Besar harapan
kami makalah ini dapat menjadi manfaat serta mendambah wawasan untuk baik
kalangan masyarakat dan pembaca agar bisa memahami penyakit yang diakibatkan
oleh gangguan biokimia. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi. Kami
menyadari makalah ini masih jauh dari kesempuraan, oleh karena itu kami mohon
kritik dan sarannya yang membangun hal ini berguna agar makalah ini dapat disusun
menjadi lebih baik dimasa yang akan datang.

20
DAFTAR PUSTAKA

Angelina, Zenia. 2012. "GALAKTOSEMIA",


http://aulanni.lecture.ub.ac.id/files/2012/04/TUGAS-CARBOHYDRATE-METABOLISM-
DISORDER.pdf (diakses pada tanggal 11 Desember 2020, pukul 19:00)

Rubiyanti, Rani. 2018. " Review Artikel Mutasi Pada Penyakit Phenylketonuria (PKU)",
http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/download/19009/pdf (diakses pada tanggal 11
Desember 2020, pukul 18:36)

Mehta, Atul, Claudio Feliciani, Francois Eyskens, dan Ilkka Kantola. 2010. "Fabry disease: A
Review of Current Management Strategies",
https://www.researchgate.net/publication/45365771_Fabry_disease_A_review_of_current_ma
nagement_strategies (diakses pada tanggal 11 Desember 2020, pukul 18:18)

21

Anda mungkin juga menyukai