Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH BIOMEDIK

ALKAPTONURIA

DISUSUN OLEH:
Miranda Rista Sandy
1911016003

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MULAWARMAN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
Alkaptonuria ”.
Penulis juga berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Winni
Astuti, M.Si selaku dosen mata kuliah Biomedik yang sudah memberikan
kepercayaan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas ini.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini bermanfaat agar dapat optimal
dalam proses belajar mandiri sesuai dengan yang diharapkan.
Penulis pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan
dalam perbaikan makalah ini.

Samarinda, 29 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................i


KATA PENGANTAR .........................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................1
1.3 Tujuan .....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................2
2.1 Pengertian Alkaptonuria .........................................................................2
2.2 Sejarah Singkat Penyakit Alkaptonuria ..................................................4
2.3 Tanda dan Gejala Penyakit Alkaptonuria ...............................................5
2.4 Diagnosa Penyakit Alkaptonuria ............................................................6
2.5 Perkembangan Pengobatan Medis Penyakit Alkaptonuria .....................6
BAB III KESIMPULAN .....................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................10

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penguraian Fenilalanin dan Tirosin .................................................3


Gambar 2.2 Patofisiologi Alkaptonuria ...............................................................4
Gambar 2.3 Tanda dan Gejala Alkaptonuria .......................................................6

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam proses metabolisme protein tepatnya metabolisme asam amino,
ketika fenilalanin mengalami gangguan ada enzimnya menuju perubahan ke
tirosin maka akan menimbulkan penyakit alkaptonuria. Penyakit ini belum
banyak dikaji di negara Indonesia, karena kenyataannya penyakit ini adalah
penyakit langka yang terjadi pada 1 dari 250.000 orang dan epidemik di
daerah Slovakia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari alkaptonuria dan proses terjadinya?
2. Bagaimana sejarah singkat penyakit alkaptonuria ?
3. Bagaimana tanda dan gejala orang yang mengalami penyakit alkaptonuria ?
4. Bagaimana cara mendiagnosa orang yang mengalami alkaptonuria ?
5. Bagaimana perkembangan pengobatan medis terhadap alkaptonuria ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari alkaptonuria dan proses terjadinya
2. Mengetahui sejarah singkat penyakit alkaptonuria
3. Mengetahui tanda dan gejala orang yang mengalami penyakit alkaptonuria
4. Mengetahui cara mendiagnosa oran yang mengalami penyakit alkaptonuria
5. Mengetahui perkembangan pengobatan medis terhadap alkaptonuria

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Alkaptonuria


Alkaptonuria adalah salah satu penyakit langka dan menurun (genetik) di
mana terjadi mutasi pada gen yang menyebabkan penumpukan asam
homogentisat (HGA). Alkaptonuria adalah seorang mewarisi kondisi yang
menyebabkan urin menjadi hitam ketika terkena udara. Tiga fitur utama dari
alkaptonuria adalah adanya urin gelap, ochronosis, penumpukan pigmen gelap
dalam hubungan tisu seperti tulang rawan dan kulit, dan radang sendi tulang
belakang dan sendi yang lebih besar. Penyakit ini disebut juga sebagai
penyakit kencing hitam, penyakit tulang hitam.
Alkaptonuria terjadi apabila homogentisat, suatu zat-antara dalam
metabolisme tirosin, tidak dapat dioksidasi lebih lanjut karena enzim
berikutnya pada jalur ini, homogentisat oksidase, terganggu. Terjadi
penimbunan homogentisat yang kemudian mengalami auto-oksidasi dan
membentuk pigmen gelap sehingga warna urin berubah dan popok terwarnai
(pada bayi). Pada usia yang semakin tua, penimbunan terus-menerus pigmen
ini di dalam tulang rawan dapat menimbulkan nyeri sendi artritik.
Fenilalanin diubah menjadi tirosin, yang mengalami penguraian oksidatif.
Langkah terakhir dalam jalur tersebut mengahsilkan fumarat dan badan keton,
asetoasetat. Defisiensi berbagai enzim dalam jalur ini menyebabkan
fenilketonuria, tirosinemia, dan alkaptonuria. Fenilalanin mengalami
hidroksilasi menjadi tirosin oleh suatu oksidase yang memiliki fungsi
campuran, fenilalanin hidroksilasi (PAH), yang memerlukan molekul oksigen
dan tetrahidrofolat. Kofaktornya, tetrahidrobiopterin, diubah menjadi
dihidrobiopterin melalui reaksi ini. Tetrahidrobiopterin tidak disintesis dari
vitamin; zat ini dapat disintesis di dalam tubuh dari GTPP. Namun, seperti
kofaktor lain, persediaanya  di dalam tubuh terbatas. Dengan demikian,
dihirobiopterin harus diubah kembali menjadi tetrahidrobiopterin agar reaksi
tetap dapat menghasilkan tirosin.
Setiap orang membawa DNA mereka dua salinan (satu diterima dari

2
masing-masing orang tua) gen HGD, yang berisi informasi genetik untuk
menghasilkan enzim homogentisate 1,2-dioxIgenase (HGD) yang biasanya
dapat ditemukan di berbagai jaringan di tubuh ( hati, ginjal, usus halus, kolon
dan prostat). Pada orang dengan alkaptonuria, kedua salinan gen tersebut
mengandung kelainan yang berarti bahwa tubuh tidak dapat menghasilkan
enzim yang berfungsi secara memadai. Mutasi HGD umumnya ditemukan
pada bagian-bagian tertentu (ekson 6, 8, 10 dan 13) namun total lebih dari 100
kelainan telah dijelaskan di seluruh gen. Enzim HGD yang normal adalah
heksamer (memiliki enam subunit) yang disusun dalam dua kelompok dengan
tiga (dua trimer) dan mengandung atom besi. Mutasi yang berbeda dapat
mempengaruhi struktur, fungsi atau kelarutan enzim. Kadang-kadang
penyakit ini tampaknya ditularkan secara dominan autosomal, di mana satu
salinan HGD abnormal dari orang tua tunggal dikaitkan dengan alkaptonuria;
Ada kemungkinan mekanisme lain atau cacat pada gen lain bertanggung
jawab dalam kasus tersebut.

Gambar 2.1 Penguraian Fenilalanin dan Tirosin

3
Enzim HGD terlibat dalam metabolisme (pengolahan kimia) asam amino
aromatik fenilalanin dan tirosin. Biasanya ini masuk ke aliran darah melalui
makanan yang mengandung protein dan omset alami protein dalam tubuh.
Tirosin secara khusus diperlukan untuk sejumlah fungsi seperti hormon
(misalnya tiroksin, hormon tiroid), melanin (pigmen gelap di kulit dan
rambut) dan protein tertentu, namun sebagian besar (lebih dari 95%) tidak
terpakai dan dimetabolisme. melalui sekelompok enzim yang akhirnya
menghasilkan asetoasetat dan malat. Dalam alkaptonuria, enzim HGD tidak
dapat memetabolisme asam homogentisat (yang dihasilkan dari tirosin)
menjadi 4-maleylacetoacetate, dan kadar asam homogentis dalam darah
adalah seratus kali lipat lebih tinggi daripada yang biasa diperkirakan, terlepas
dari kenyataan bahwa sejumlah besar dieliminasi ke dalam urin oleh ginjal.
Asam homogentisik diubah menjadi zat benzoquinon asam asetat yang
terkait (BQA) yang membentuk polimer yang menyerupai pigmen melanin
kulit. Ini diendapkan dalam kolagen, protein jaringan ikat, dari jaringan
tertentu seperti tulang rawan. Proses ini disebut ochronosis (seperti jaringan
terlihat oker); Jaringan ochronotik menegang dan luar biasa rapuh,
mengganggu fungsi normalnya dan menyebabkan kerusakan.

Gambar 2.2 Patofisiologi Alkaptonuria

2.2 Sejarah Singkat Penyakit Alkaptonuria


Alkaptonuria adalah satu dari empat penyakit yang dijelaskan oleh Sir
Archibald Edward Garrod, sebagai akibat akumulasi zat antara karena
kekurangan metabolik. Dia menghubungkan ochronosis dengan akumulasi
alkaptans pada tahun 1902, dan pandangannya mengenai subjek ini, termasuk
cara pewarisannya, dirangkum dalam Kuliah Croatian tahun 1908 di Royal

4
College of Physicians. Cacat itu dipersempit menjadi defisiensi oksidase
asam homogentis dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 1958.
Dasar genetik dijelaskan pada tahun 1996, ketika mutasi HGD ditunjukkan.
Sebuah studi tahun 1977 menunjukkan bahwa seorang mumi Mesir
ochronotic mungkin menderita alkaptonuria
Alkaptonuria adalah penyakit langka; itu terjadi dalam satu dari 250.000
orang, namun lebih umum terjadi di Slowakia dan Republik Dominika. Pada
kebanyakan kelompok etnis, prevalensi alkaptonuria adalah antara 1: 100.000
dan 1: 250.000. Di Slowakia dan Republik Dominika penyakit ini jauh lebih
umum, dengan prevalensi diperkirakan pada 1: 19.000 orang. Sedangkan
untuk Slovakia, ini bukan hasil mutasi tunggal namun karena adanya 12
mutasi pada "titik panas" tertentu dari gen HGD. Pengelompokan Slovakia
mungkin muncul di daerah kecil di barat laut negara tersebut dan menyebar
setelah tahun 1950an karena migrasi.

2.3 Tanda dan Gejala Penyakit Alkaptonuria


Gejala awal yang khas pada kondisi terlalu banyak HGA didalam tubuh
adalah warna urine yang gelap hingga hitam, di mana kondisi ini biasanya
terjadi sejak lahir. Selanjutnya, pengidap mengalami gejala lain, seperti
okronosis dan osteoartropati okronotik pada usia dewasa dengan gejala yang
perlahan-lahan. Okronosis adalah bercak/warna biru kehitaman akibat
akumulasi HGA di bagian tubuh tertentu, seperti jaringan ikat. Gejala ini
biasanya mulai muncul pada dekade 3–5 dan didapatkan di mata dan telinga,
bisa juga ada pada kulit. Selain terjadinya warna biru kehitaman pada telinga,
penebalan juga bisa terjadi, seperti pada tulang rawan telinga. Penumpukan
asam homogentisat bisa terjadi juga pada jaringan ikat lain, contohnya
ligamen, tulang (artropati) dan juga tendon. Jaringan-jaringan tersebut akan
menjadi berwarna kehitaman, lemah, dan mudah rusak. Hal ini bisa
menyebabkan penebalan pada tendon mauapun peradangan (tendonitis) pada
pengidap. Selain itu, dapat terjadi stenosis katup aorta di jantung, nyeri
dipunggung akibat peradangan di tulang punggung pada usia sebelum 30
tahun, batu ginjal, dan batu prostat

5
Gambar 2.3 Tanda dan Gejala Alkaptonuria

2.4. Diagnosa Penyakit Alkaptonuria


Diagnosis yang diharapkan dapat dilakukan dengan menambahkan
natrium atau kalium hidroksida ke air kencing dan mengamati pembentukan
pigmen coklat gelap sampai hitam pada lapisan permukaan urin dalam waktu
30 menit sampai 1 jam. Urin segar alkaptonik tampak normal bu mulai
bereaksi saat terpapar ke udara. Hal ini disebabkan oleh oksidasi dan
polimerisasi HGA yang mempercepat alkalisasi. Oleh karena itu, (sangat)
urin asam mungkin tidak menjadi gelap selama berjam-jam saat berdiri. Ini
mungkin salah satu alasan mengapa air kencing yang gelap mungkin tidak
diperhatikan pada anak yang terkena dampak dan diagnosisnya tertunda
sampai dewasa ketika artritis atau ochronosis muncul. HGA adalah zat
pereduksi kuat yang menghasilkan reaksi positif dengan reagen benediktus
dan fehling. Dengan reagen fehling, itu memberi warna biru-hijau sementara.
Diagnosis alkaptouria dikonfirmasi dengan pengukuran konsentrasi HGA
dalam urin dengan kertas dan kromatografi lapis tipis dan fotometri. HGA
tidak meningkat dalam darah tapi diekskresikan dalam urin dalam jumlah
banyak - sebanyak 4-8 mg/hari.
2.5 Perkembangan Pengobatan Medis Penyakit Alkaptonuria
Tidak ada modalitas pengobatan yang telah ditunjukkan secara pasti
untuk mengurangi komplikasi alkaptonuria. Upaya perawatan utama berfokus
pada pencegahan ochronosis melalui pengurangan akumulasi asam
homogentisat. Perlakuan yang umum direkomendasikan ini termasuk dosis
besar asam askorbat (vitamin C) atau pembatasan diet asam amino fenilalanin

6
dan tirosin. Namun, pengobatan vitamin C tidak terbukti efektif, dan
pembatasan protein (yang sulit diobati) belum terbukti efektif dalam
penelitian klinis. Alkaptonuria adalah penyakit seumur hidup. Tidak ada obat
untuk kondisi tersebut. Pencegahan tidak mungkin dilakukan dan pengobatan
ditujukan untuk memperbaiki gejala. Mengurangi asupan asam amino
fenilalanin dan tirosin ke minimum yang dibutuhkan untuk mempertahankan
kesehatan (fenilalanin adalah asam amino esensial) dapat membantu
memperlambat perkembangan penyakit ini. Vitamin c telah ditemukan untuk
memperlambat konversi asam homogentistik ke endapan pliildat pada tulang
rawan dan tulang. Dosis sampai 1 g/hari dianjurkan untuk anak-anak dan
orang dewasa yang lebih tua. Terapi medis digunakan untuk memperbaiki
laju deposisi pigmen. Ini meminimalkan komplikasi artikular dan
kardiovaskular di kemudian hari. Reduksi fenilalanin dan tirosin dilaporkan
telah mengurangi ekskresi asam homogen. Apakah pembatasan diet ringan
dari awal kehidupan akan menghindari atau meminimalkan komplikasi
nantinya tidak diketahui, namun pendekatan semacam itu masuk akal 
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa nitisinone herbisida
mungkin efektif dalam pengobatan alkaptonuria. Nitisinone menghambat
enzim, 4-hydroxyphenylpyruvate dioxygenase, bertanggung jawab untuk
mengubah tirosin menjadi asam homogentisat, sehingga menghalangi
produksi dan akumulasi HGA. Nitisinone telah digunakan untuk beberapa
waktu pada dosis yang jauh lebih tinggi dalam pengobatan tirosinemia tipe I.
Pengobatan nitisinone telah terbukti menyebabkan penurunan HGA dalam
plasma dan HGA yang lebih besar dari 95%. Kelemahan utama adalah
akumulasi tirosin, risiko jangka panjang yang tidak diketahui; Ada
kekhawatiran khusus tentang kerusakan pada kornea mata. Penggunaan
jangka panjang memerlukan pemantauan sering untuk komplikasi.
Pengobatan farmakologis alkaptonuria dengan pemberian oral 2- (2-
nitro-4-trifluoromethylbenzoyl) -1,3-sikloheksanidin (NTBC) atau nitisinon
telah diusulkan. Nitisinon adalah herbisida triketone yang menghambat 4-
hidroxiphenilpiruvate dioxigenase, enzim yang menghasilkan HGA.
Nitisinone disetujui untuk pengobatan tirosinemia tipe I. Nitisinone

7
mengurangi ekskresi HGA urin paling sedikit 69% pada dua individu, namun
dengan mengorbankan konsentrasi tirosin plasma yang meningkat,
menghasilkan fotofobia. Efek samping lain yang diketahui adalah (jarang)
kristal kornea. Secara teoritis, komplikasi neurologis yang terkait dengan
tirosinemia tipe III dapat terjadi.
Dalam sebuah studi percontohan, nitisinon dosis rendah mengurangi
HGA kencing hingga 95% pada sembilan individu dengan alkaptonuria.
Dalam studi yang sama, tujuh orang diobati selama 15 minggu dengan
nitisinone saat menerima asupan protein normal; semua memiliki peningkatan
konsentrasi tirosin plasma. Tidak ada komplikasi dermatologis, oftalmik,
neurologis, atau parah yang diamati. Dua individu memiliki peningkatan
sementara pada tingkat transaminase hati yang kembali normal setelah
menghentikan nitisinon.
Dalam percobaan terapeutik tiga tahun, 2 mg nitisinone setiap hari
mengurangi urin dan plasma HGA sebesar 95% selama masa studi. Tirosin
plasma rata-rata 800μM tanpa pembatasan diet. Efek sampingnya minimal.
Satu individu terkena kristal kornea yang memerlukan penghentian nitisinone,
dan satu individu yang terkena memiliki peningkatan transaminase hati.
Peningkatan statistik yang signifikan pada rentang gerakan pinggul dan
pengukuran fungsi muskuloskeletal tidak diamati pada kelompok perlakuan
dibandingkan kelompok kontrol; Namun ada kecenderungan positif yang
menunjukkan perlambatan stenosis aorta. Uji coba tambahan saat ini sedang
dilakukan untuk mendapatkan manfaat klinis.

8
BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah tertera pada bab sebelumnya, alkaptonuria


adalah penyakit yang ditimbulkan karena terdapat gangguan pada metabolisme
asam amino, di mana ada masalah pada enzim yang merubah fenilalanin menadi
tirosin. Alkaptonuria disebabkan oleh defisiensi homogen 1,2-dioksigenase, enzim
yang mengubah asam homogentisat (HGA) menjadi asam maleylacetoacetic
dalam jalur degradasi tirosin. Ciri-ciri orang yang memiliki penyakit ini ditandai
dengan ochronosis yaitu pigmentasi pada kartilago, sklera mata, juga bagian tubuh
yang mengandung kelenjar keringat, selain itu urinnya akan gelap warnanya
apabila tersentuh udara luar, serat artritis di bagian sendi. Sampai saat ini belum
ada pengobatan resmi yang mampu menangani alkaptonuria. Karena diagnosanya
juga tidak mungkin dilakukan sejak awal. Hanya saja mulai ada pengobatan
menggunakan nitisininon. Kebanyakan orang yang terserang penyakit ini ada
warga Slovakia. Sekitar 250.000 penderita yang ada saat ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Alkaptonuria. Referensi Rumah Genetika (GHR). 2013;


http://ghr.nlm.nih.gov/condition=alkaptonuria
Pendit, B. U. (2014). Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan
Klinis . Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Rarediseases.org. Diakses pada 2019. Alcaptonuria
Zatkova, A. (2011). An Update on Molecular Genetics of Alkaptonuria
(AKU). Journal Inherit Metab Dis, 34 (6): 1127-36.

10

Anda mungkin juga menyukai