Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KLINIS – 1

“Antioksidan dan Oksidasi Biologis”

Disusun oleh :

KELOMPOK 2C FARMASI 2017

Ade Nurhikmah (11171020000003)


Ghina Syarifah (11171020000056)
Hasna Dzakiyah Martha (11171020000059)
Rahmah Dinda Purnama (11171020000060)
Fatimah Nur Fauziyah (11171020000062)
Nadya Shafira (11171020000063)
Aliya Zahra (11171020000065)
Luna Septie Pramudita (11171020000066)
Wulan Sari (11171020000069)
Dili Ridho Amali Ikhsan (11171020000072)
Listiani Oktaviana (11171020000075)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
NOVEMBER / 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberi
rahmat, karunia, serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan praktikum Biokimia Klinis 1 tentang Antioksidan Dan
Oksidasi Biologis. Adapun tujuan laporan praktikum ini disusun adalah dalam
rangka memenuhi tugas setiap pasca praktikum Biokimia Klinis 1.
Melalui laporan praktikum Biokimia Klinis 1 ini, kami dapat mengetahui
tentang bagaimana proses oksidasi dan efek antioksidan serta kadar peroksida
lipid dalam cairan biologis.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada para dosen
pembimbing praktikum Biokimia Klinis 1, rekan-rekan kelompok, serta pihak lain
yang turut berpartisipasi dalam terselesaikannya laporan praktikum Biokimia
Klinis 1 ini.
Kami menyadari bahwa laporan praktikum Biokimia Klinis 1 ini belum
mencapai kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun yang tentunya diperlukan guna memperbaiki laporan-
laporan praktikum berikutnya. Kami berharap semoga penyusunan laporan ini
dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kami dan para pembaca.

Jakarta , 14 November 2019

TIM PENYUSUN

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2 Tujuan Praktikum.....................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6
BAB III METODE PRAKTIKUM.....................................................................11
3.1 Uji Oksidasi dalam Kentang...................................................................................11
3.2 Uji Ketengikan Minyak..........................................................................................12
3.3 Uji Sifat Antioksidan dari Jeruk Nipis / Vitamin C................................................12
3.4 Uji Peroksida Lipid dalam Cairan Biologis............................................................13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................14
4.1 Hasil Pengamatan...................................................................................................14
4.1.1 Uji Oksidasi dalam Kentang............................................................................14
4.1.2 Uji Ketengikan Minyak...................................................................................14
4.1.3 Uji Sifat Antioksidan dari Jeruk atau Vitamin C.............................................14
4.1.4 Uji Peroksida Lipid Dalam Cairan Biologis....................................................15
4.2 Pembahasan............................................................................................................16
4.2.1 Uji Antioksidan pada Kentang.........................................................................16
4.2.2 Uji Ketengikan................................................................................................17
4.2.3 Uji Sifat Antioksidan Jeruk/ Vitamin C...........................................................18
4.2.4 Uji Peroksida Lipid dalam Cairan Biologis.....................................................18
BAB V PENUTUP................................................................................................22
5.1 Kesimpulan............................................................................................................22
5.2 Saran......................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24
LAMPIRAN..........................................................................................................27

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam sistem biologis sel makhluk hidup, reaksi oksidasi biologi
berperan dalam reaksi-reaksi yang menghasilkan energi. Contohnya pada oksidasi
glukosa menjadi CO2, H2O dan energi (ATP).
            Proses oksidasi reduksi ini dapat berlangsung secara anaerob maupun
aerob. Pada keadaan anaerob, reaksi berlangsung tanpa adanya oksigen sebagai
penerima elektron atau hidrogen. Contohnya adalah proses peragian karbohidrat
oleh sel ragi. Karbohidrat seperti pati, glukosa, sukrosa dll dapat diuraikan oleh
enzim-enzim yang terdapat di dalam ragi menjadi CO2, etanol dan ATP dalam
jumlah kecil (1 mol glukosa menghasilkan 2 mol ATP). Pada keadaan aerob,
reaksi berlangsung dengan menggunakan oksigen sebagai penerima akhir elektron
atau hidrogen. Keadaan ini dapat ditemukan pada berbagai sel hidup dalam
lingkungan yang cukup oksigen. Hasil akhir oksidasi aerob adalah CO2, air dan
ATP dalam jumlah banyak (1 mol glukosa menghasilkan 36 mol ATP).
Proses oksidasi juga dapat berlangsung secara enzimatik maupun non
enzimatik. Proses enzimatik berlangsung bertahap dengan melibatkan sejumlah
enzim. Sedangkan proses non-enzimatik berlangsung bertahap secara spontan dan
memerlukan logam-logam transisi seperti Fe dan Cu, dan dapat membentuk
radikal bebas seperti reactive oxygen species (ROS). ROS yan terbentuk ini dapat
bereaksi dengan makromolekul di dalam tubuh seperti protein, lipid dan asam
nukleat. Reaksi radikal bebas dengan protein akan menghasilkan senyawa
karbonil, dengan lipid akan menghasilkan peroksida lipid dan dengan asam
nukleat dapat membentuk dimer timin yang menyebabkan mutasi. Proses
kerusakan oleh radikal bebas ini diduga berperan dalam proses inflamasi, penuaan
dan karsinogenesi.
            Untuk mengatasi kerusakan oleh radikal bebas, tubuh dilengkapi dengan
dengan sistem penangkal (antioksidan) yang bersifat enzimatik dan non-
enzimatik.
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau
lebih electron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam

4
(Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan,
yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik) (Dalimartha dan
Soedibyo, 1999). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam
jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh
membutuhkan antioksidan eksogen. Adanya kekhawatiran akan kemungkinan
efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan
antioksidan alami menjadi alternative yang sangat dibutuhkan (Rohdiana, 2001;
Sunarni, 2005). Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan
yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit
degeneratif serta mampu menghambat peroksidae lipid pada makanan.
Meningkatnya minat untuk mendapatkan antioksidan alami terjadi beberapa tahun
terakhir ini. Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus hidroksi dalam
struktur molekulnya (Sunarni, 2005).

1.2 Tujuan Praktikum


1. Memperlihatkan proses oksidasi senyawa fenol oleh polifenol oksidase
(PPO) kentang.
2. Memperlihatkan efek antioksidan vitamin c terhadap oksidasi fenol oleh
polifenol oksidase (PPO) kentang.
3. Memperlihatkan bahwa minyak bila mengalami oksidasi dapat menjadi
tengik.
4. Untuk mengetahui sifat antioksidan dari jeruk vitamin c
5. Menetapkan kadar peroksida lipid dalam cairan biologis

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Antioksidan merupakan senyawa atau sistem yang dapat meredam


reaktivitas radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai yang dapat merusak
makromolekul dalam tubuh (Oroian & Escriche 2015). Radikal bebas adalah
suatu atom atau molekul yang mempunyai satu elektron atau lebih yang tidak
berpasangan pada orbital terluarnya dan bersifat sangat reaktif. Radikal bebas
dapat bereaksi secara cepat dengan atom lain untuk mengisi orbital yang tidak
berpasangan. Jika radikal bebas tidak diinaktivasi, maka reaktivitasnya dapat
merusak seluruh tipe makromolekul seluler, seperti karbohidrat, protein, lipid dan
asam nukleat. Molekul yang terambil elektronnya akan menjadi radikal bebas
yang baru (Marks et al. 2000). Makromolekul yang paling rentan terserang radikal
bebas salah satunya adalah lipid. Kerusakan makromolekul ini terjadi ketika
radikal bebas bereaksi dengan asam lemak tak jenuh (PUFA) yang pada akhirnya
menyebabkan peroksidasi lipid.

Peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang memberikan pasokan


radikal bebas secara terus-menerus yang menginisiasi peroksidasi lebih lanjut.
Peroksidasi lipid tersebut dapat menyebabkan penyakit degeneratif, seperti
kanker, jantung koroner, diabetes dan sindrom metabolik lainnya. Peroksidasi
lipid ini juga sering terjadi pada bahan pangan seperti minyak. Peroksidasi lipid
dalam pangan dapat menyebabkan terbentuknya produk dekomposisi volatil
seperti aldehid dan keton yang menyebabkan bau tengik (Shahidi & Ambigaipalan
2015). Kebutuhan antioksidan dapat diperoleh dari senyawa yang memiliki
aktivitas antioksidan, diantaranya vitamin C dan E, karotenoid (karoten dan
xantofil), dan polifenol (flavonoid, asam fenolik, lignan dan stilbenes) (Oroian &
Escriche 2015). Senyawa-senyawa tersebut dapat dieksplorasi dari sumber alami
yang dipercaya lebih aman untuk kesehatan dibandingkan antioksidan sintesis.

Vitamin C (asam L-askorbat atau askorbat) adalah biomolekul yang


berpartisipasi dalam banyak proses biokimia. Zat ini adalah nutrisi penting bagi
manusia. Zat ini memiliki berbagai fungsi di dalam tubuh yang mungkin kita

6
berani katakan menjadikannya antioksidan yang sangat penting dan pro-oksidan.
Asam L-askorbat bentuk tereduksi dari vitamin C dan asam dehydroascorbic
(DHA) adalah bentuk teroksidasi askorbat, baik asam L-askorbat dan asam
dihydroascorbic mempertahankan aktivitas vitamin C. Dehidro-askorbat diubah
kembali menjadi askorbat dalam sitosol oleh sitokrom b reduktase dan reduktase
thioredoksin dalam reaksi yang melibatkan masing-masing NADH dan NADPH.
Askorbat diangkut ke dalam sel melalui transporter vitamin C yang bergantung
pada natrium (SVCT), yang menyebabkan akumulasi askorbat di dalam sel
terhadap gradien konsentrasi. Asam dehydroascorbic, bentuk teroksidasi askorbat,
diangkut melalui keluarga transporter glukosa (GLUTs). Konsentrasi askorbat
tertinggi di dalam tubuh ditemukan di otak dan kelenjar adrenal. Vitamin C juga
bertindak sebagai faktor pendamping dalam beberapa reaksi enzim. Vitamin ini
merupakan faktor biokimia penting dalam proses reproduksi. Farmakofor vitamin
C adalah askorbat, askorbat adalah antioksidan. Oksorbat adalah neuromodulator
sistem glutamatergik dan dopaminergik serta perilaku terkait. Ini juga
meningkatkan komponen sistem kekebalan tubuh. Mengingat peran luas askorbat,
penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi mekanisme yang tepat
yang mendasari efek ini. Dalam ulasan ini kami akan mempertimbangkan
gambaran singkat tentang karakteristik dan fungsi vitamin C (bergantung pada
fungsi antioksidan) di berbagai jaringan.

Enzim polifenol oksidase memiliki kode Enzym Commision (EC)


1.14.18.1,  nama trivial monophenol monooxygenase dan nama IUPAC
monophenol, L-dopa:oxygen oxidoreductase. Selain itu, enzim ini juga memiliki
nama lain, yaitu tyrosinase, phenolase, monophenol oxidase, cresolase, catechol
oxidase, polyphenolase, pyrocatechol oxidase, dopa oxidase, chlorogenic oxidase,
catecholase, monophenolase, o-diphenol oxidase, chlorogenic acid oxidase,
diphenol oxidase, o-diphenolase, tyrosine-dopa oxidase, o-diphenol:oxygen
oxidoreductase, polyaromatic oxidase, monophenol monooxidase, o-diphenol
oxidoreductase, monophenol dihydroxyphenylalanine:oxygen oxidoreductase, N-
acetyl-6-hydroxytryptophan oxidase, monophenol, dihydroxy-L-phenylalanine
oxygen oxidoreductase, o-diphenol:O2 oxidoreductase, dan phenol oxidase (NC-

7
IUBMB 2010). Enzim polifenol oksidase dihasilkan dari reaksi antara L-tyrosine,
L-dopa, dan O2menjadi L-dopa, dopaquinone, dan H2O.

Pencoklatan enzimatis dapat terjadi karena adanya jaringan tanaman yang


terluka, misalnya pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain yang dapat
mengakibatkan kerusakan integritas jaringan tanaman (Cheng & Crisosto 1995).
Adanya kerusakan jaringan seringkali mengakibatkan enzim kontak dengan
substrat. Enzim yang bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis
adalah oksidase yang disebut fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase,
atau katekolase. Dalam tanaman, enzim ini lebih sering dikenal dengan polifenol
oksidase (PPO). Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino tirosin
dan komponen polifenolik seperti katekin, asam kafeat, pirokatekol/katekol dan
asam klorogenat . Tirosin yang merupakan monofenol, pertama kali dihidroksilasi
menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi menjadi quinon yang
akan membentuk warna coklat.

Penggunaan asam sebagai penghambat pencoklatan enzimatis sering


digunakan. Asam yang digunakan adalah asam yang banyak terdapat dalam
jaringan tumbuhan, dalam hal ini asam askorbat, asam sitrat dan asam malat.
Metode penggunaan asam sebagai penghambat pencoklatan enzimatis ini
didasarkan pada pengaruh pH terhadap enzim polifenolase. pH optimum enzim ini
berkisar antara 4,0-7,0 dan aktivitas terkecil pada pH dibawah 3 (Eskin et al.,
1990).

Perubahan warna yang tidak diinginkan akibat browning dapat diatasi


dengan perlakuan perendaman dalam asam askorbat. Menurut Winarno (1997),
asam askorbat merupakan reduktor yang kuat dan mampu bertindak sebagai
oksigen scavenger, sehingga akan mencegah terjadinya oksidasi enzimatis
senyawa-senyawa fenol yang terkandung dalam kentang. Penggunaan asam
mampu menginaktivasi enzim, karena pH bahan akan diturunkan hingga dibawah
5 (Eskin, 1990).

Winarno (1997) juga menyatakan bahwa penambahan asam askorbat


dengan tujuan untuk menurunkan pH sampai 3,0 atau dibawahnya akan dapat

8
mempertahankan perubahan warna sebab pH optimal enzim fenolase adalah 6,5.
Logam seperti besi dan tembaga dapat diikat oleh asam askorbat, logam-logam ini
merupakan katalisator oksidasi yang dapat menyebabkan perubahan warna yang
tidak diinginkan. Asam bersifat sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah
ketengikan dan pencoklatan (Winarno, 1997). Asam askorbat merupakan senyawa
yang mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan mempunyai sifat
pereduksi yang kuat. Sifat-sifat tersebut terutama disebabkan adanya struktur
enediol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton. 

Asam askorbat dalam bentuk murninya merupakan kristal putih, tidak


berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192 ºC. Asam askorbat sangat
mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol absolut dan tidak larut dalam
benzene, eter, khloroform, minyak dan sejenisnya. Walaupun asam askorbat stabil
dalam bentuk kristal, tetapi mudah rusak atau terdegradasi jika berada dalam
bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu dan Fe serta
cahaya. Sifat yang paling utama dari asam askorbat adalah kemampuan
mereduksinya yang sangat kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh
beberapa logam (Andarwulan dan Koswara, 1992 dalam Auliya, 2008). Menurut
Heddy et al. (1994) dalam Auliya (2008), asam yang dikombinasikan dengan
panas akan menyebabkan panas tersebut lebih efektif terhadap mikroba. Asam
askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar yang
menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH, oksigen,
enzim dan katalisator logam. Menurut Eddy (1941) dalam Auliya (2008), asam
askorbat mudah sekali teroksidasi terutama bila zat dipanaskan dalam larutan
alkali atau netral. Adanya oksigen dalam sistem menyebabkan asam askorbat
segera teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat.

Menurut Eskin et al. (1990) penghambat reaksi pencoklatan yang efektif


adalah asam askorbat. Asam askorbat tidak memberikan flavor yang tidak
diinginkan dan penambahnnya akan menguntungkan karena asam askorbat
merupakan suatu vitamin. Asam askorbat juga sebagai antioksidan dan mampu
mereduksi o-quinon menjadi o-dihidroksi fenol alami.

9
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan
lipid , yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam pelarut organik non-polar,misalnya dietil eter (C2H5OC2H5),
Kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat
larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai
polaritas yang sama dengan pelaut tersebut.

Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang
sama polaritasnya dengan zat terlarut . Tetapi polaritas bahan dapat berubah
karena adanya proses kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan KOH berada
dalam keadaan terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah
larut serta dapat diekstraksi dengan air. Ekstraksi asam lemak yang terionisasi ini
dapat dinetralkan kembali dengan menambahkan asam sulfat encer (10 N)
sehingga kembali menjadi tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi dengan
pelarut non-polar.

Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol,


yang berarti “triester dari gliserol” . Jadi lemak dan minyak juga merupakan
senyawaan ester . Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan
gliserol . Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai
hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.

Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol .


Dalam pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu
molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak
tersebut berbeda –beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu
molekul air . Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah
oksigen dengan lemak atau minyak . Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik pada lemak atau

10
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Uji Oksidasi dalam Kentang


Bahan :

 Kentang
 Larutan Fenol 1%
 Larutan Pirogalol 1%
 Perasan air jeruk nipis (vitamin C)

Cara Kerja : Buatlah komposisi bahan sebagai berikut:

Tabung Tabung
1 2 3 4
Ekstrak 5 5 5 5
kentang (mL)
Lar Jeruk - 10 - 10
nipis (tetes)
Lar Fenol 1% 10 10 - -
Lar Pirogalol - - 10 10
1%

3.2 Uji Ketengikan Minyak


Bahan
 Minyak goreng baru
 Minyak goreng sudah dipanaskan berulang
 Larutan Hubl

Cara Kerja
Buatlah komposisi bahan sebagai berikut:

Bahan Tabung
1 2

11
Minyak goreng baru 0,5 mL -
Minyak goreng sudah - 0,5 mL
dipanaskan berulang
Beri tetesan lar Hubl,
hitung hingga warna
coklat/orange stabil

3.3 Uji Sifat Antioksidan dari Jeruk Nipis / Vitamin C


Bahan
 Larutan jeruk nipis
 Aquadest
 Irisan pisang tebal 1 cm
 Irisan apel tebal 1 cm

Cara Kerja
Buatlah komposisi bahan sebagai berikut:

Bahan Beaker glass 50 mL


1 2 3 4
Lar Jeruk 25 mL 25 mL - -
Nipis
Aquadest - - 25 mL 25 mL
Irisan √ - √ -
Pisang
Irisan Apel - √ - √

3.4 Uji Peroksida Lipid dalam Cairan Biologis


Bahan
 Plasma/hemolisa darah
 Larutan asam trikloroasetat
 Larutan TBA 0,67%

Cara Kerja
Buatlah komposisi bahan sebagai berikut:

12
Bahan Blanko Standar MDA (mmol/L) Sampel
0,312 0,625 1,25 2,5 5
(Aquades)
400 uL 400 uL 400 400 400 400 400 uL
uL uL uL uL
TCA 10% 200 uL 200 uL 200 200 200 200 200 uL
uL uL uL uL
Ambil supernatan, bukan endapan
TBA 1mL 1mL 1mL 1mL 1mL 1mL 1mL
Inkubasi Air mendidih 10 menit
Dinginka Spektrofotometer Λ = 532 nm
n

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Uji Oksidasi dalam Kentang

Bahan Tabung ke
1 2 3 4
Ekstrak 5 5 5 5
kentang
Larutan jeruk - 10 - 10
nipis (tetes)
Larutan fenol 10 10 - -
1% (tetes)
Larutan - - 10 10
pirogalol 1%
(tetes)
Hasil Krem tua Krem keruh Coklat pekat Coklat lebih
pengamatan lebih muda muda

4.1.2 Uji Ketengikan Minyak

Sampel Pereaksi
Minyak baru 30 tetes hubl
Minyak yang sudah digoreng 24 tetes hubl

13
4.1.3 Uji Sifat Antioksidan dari Jeruk atau Vitamin C

Bahan Tabung ke
1 2 3 4
Larutan jeruk 25 ml 25 ml - -
nipis
Aquades - - 25 ml 25 ml
Irisan pisang √ - √ -
Irisan Apel - √ - √
Hasil Kuning Putih Kecoklatan Kecoklatan
pengamatan kekuningan

4.1.4 Uji Peroksida Lipid Dalam Cairan Biologis

ε = 153.000 Mˉ¹ cmˉ¹

Perhitungan kadar MDA :

A
MDA=
ε

Blanko = 0,007 A

0,007
MDA= =4,5 ×10−8
153.000
1. Kelompok 1A = 0,045 A
0,045
MDA= =2,9 × 10−7
153.000
2. Kelompok 2A = 0,302 A
0,302
MDA= =1,9 ×10−7
153.000
3. Kelompok 1C = 0,072 A
0,072
MDA= =4,7 ×10−7
153.000
4. Kelompok 2C = 0,093 A
0,093
MD A= =6,07 × 10−7
153.000

14
0.12

f(x) = 0.02 x + 0
0.1 R² = 0.96

0.08

0.06
Linear ()
0.04

0.02

0
0 1 2 3 4 5 6

Kurva Kalibrasi MDA

4.2 Pembahasan

4.2.1 Uji Antioksidan pada Kentang


Pada kentang terdapat senyawa fenol. Fenol terdapat pada dinding sel,
apabila sel rusak, fenol akan bereaksi dengan oksigen, lalu membentuk
melanoidin berwarna coklat. Senyawa fenol diduga berasal dari metabolisme
asam amino aromatik sehingga termasuk produk sekunder. Proses oksidasi
dimulai pada saat kentang diiris dan di potong-potong. Penambahan fenol
bertujuan untuk membuktikan aktivitas enzim PPO terhadap fenol, yaitu merubah
fenol menjadi katekol, yang kemudian berubah menjadi senyawa kinon. Setelah
pelukaan, terbentuk polifenol oksidase (PPO), kemudian reaksi pencoklatan
terbentuk, fenol yang terdapat dalam kentang akan dioksidasi oleh PPO menjadi
katekol, yang kemudian menjadi kinon. Setelah melalui kondensasi membentuk
senyawa berwarna coklat dan membentuk o-quinon. Selain itu, penambahan
pirogalol bertujuan untuk membuktikan aktivitas enzim PPO terhadap pirogalol,
yaitu merubah pirogalol menjadi purpurogalin. Uji pada tabung 1 dan 3 tidak
menggunakan antioksidan sehingga warna yang dihasilkan coklat pekat,
sedangkan uji yang menggunakan antioksidan vitamin C pada tabung 2 dan 4
sediaan cair warna yang terbentuk yaitu coklat muda yang menandakan bahwa
oksidasi fenol yang dikatalis oleh PPO dihambat.

15
Penambahan vitamin C pada percobaan digunakan sebagai antioksidan.
Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam sel neutrofil,
monosit, protein lensa, dan retina. Vitamin ini juga dapat bereaksi dengan Fe-
ferritin. Diluar sel, vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif,
mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron ke dala tokoferol
teroksidasi dan mengabsorpsi logam dalam saluran pencernaan. Askorbat dapat
langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik dengan tanpa katalisator enzim.
Secara tidak langsung, askorbat dapat meredam aktivitas dengan cara mengubah
tokoferol menjadi bentuk tereduksi. Reaksinya terhadap senyawa oksigen reaktif
lebih cepat dibandingkan dengan komponen lainnya. Askorbat juga melindungi
makromolekul penting dari oksidasi Reaksi terhadap radikal hidroksil terbatas
hanya seba proses difusi. Vitamin C bekerja secara sinergis dengan vitamin E.
Vitamin E yang teroksidasi radikal bebas dapat beraksi dengan vitamin C
kemudian akan berubah menjadi tokoferol setelah mendonasikan ion hidrogen
dari vitamin C.

4.2.2 Uji Ketengikan


Pada hasil uji ketengikan minyak, reagen hubl iod yang diteteskan hingga
membentuk warna coklat stabil pada minyak yang masih baru atau yang belum
digunakan berulang-ulang sebanyak 30 tetes, sedangkan pada minyak yang sudah
digunakan atau dipanaskan berulang-ulang sebanyak 24 tetes. Hal tersebut
menunjukan bahwa minyak yang baru tidak jenuh dan belum teroksidasi. Proses
oksidasi terjadi jika ada kontak antara minyak atau lemak dengan oksigen.
Oksidasi ini terjadi pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu kamar
sampai suhu 100°C, setiap 1 ikatan tidak jenuh dapat mengabsorbsi 2 atom
oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil. Oksidasi
dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida dengan peningkatan
oksigen pada ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh. Kenaikan bilangan
peroksida merupakan salah satu indikator dan peringatan bahwa produk sebentar
lagi akan berbau tengik dan mengalami kerusakan. Pada saat produk yang
mengandung minyak atau lemak berbau tengik, bilangan peroksida turun karena
akan terurai . Pembentukkan peroksida juga mempunyai korelasi dengan tipe dan
jumlah radikal bebas dalam lemak serta kecepatan proses oksidasinya tergandung

16
dari tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Kandungan gula yang tinggi dapat
berperan untuk menghambat porses timbulnya reaksi oksidasi dan ketengikan.
Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan.
Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi sedangkan antioksidan akan
menghambatnya.

Minyak yang tidak jenuh bila mengalami oksidasi, ikatan rangkapnya


dapat berubah menjadi peroksida lemak yang ditandai dengan terjadinya
ketengikan. Ikatan rangkap akan mengisi iodium (I2) sehingga ikatan rangkapnya
hilang (kondisi jenuh). Bersamaan dengan itu warna iodium juga akan hilang.
Iodium merupakan salah satu senyawa yang memiliki keelektronegatifitas tinggi
sehingga iodine mudah bereaksi dengan asam lemak, yaitu asam lemak tidak
jenuh. Iodin dapat menyebabkan adanya reaksi adisi pada ikatan rangkap lemak.
Sementara, minyak yang telah digunakan berkali kali telah mengalami
penjenuhan. Kerusakan minyak karena pemanasan berulang-ulang disebabkan
oleh proses oksidasi dan polimerisasi. Akibatnya, ikatan rangkapnya banyak
berkurang (putus/hilang) sehingga ketika dioksidasi lagi, jumlah tetesan KI yang
digunakan lebih sedikit untuk membentuk warna coklat yang menetap. Tengiknya
suatu larutan karena golongan trigliserida banyak teroksidasi oleh oksigen dalam
udara bebas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyaknya iodium yang
diteteskan pada minyak, maka semakin minyak tersebut tidak jenuh.

4.2.3 Uji Sifat Antioksidan Jeruk/ Vitamin C


Pada percobaan uji sifat antioksidan jeruk, irisan pisang dengan larutan
jeruk nipis yang terdapat pada gelas beaker 1 masih tampak irisan pisang yang
berwarna kuning dibandingkan dengan irisan pisang dengan larutan aquades yang
terdapat pada gelas beaker 3, dimana pada gelas beaker ini sudah berubahnya
warna irisan pisang menjadi kecoklatan. Begitupun dengan irisan apel dengan
larutan jeruk nipis yang terdapat pada gelas beaker 2, tidak terjadinya perubahan
warna pada irisan apel atau warna yang masih sama dengan warna aslinya
dibandingkan dengan irisan apel dengan larutan aquadest pada gelas beaker 4
yang sudah mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan. Hal tersebut terjadi
dikarenakan salah satu kandungan dari larutan jeruk nipis adalah vitamin C

17
(Rukmana, 2003). Vitamin C bersifat antioksidan, dimana antioksidan merupakan
suatu senyawa yang memperlambat atau mencegah proses oksidasi. Selain itu,
antioksidan dapat dinyatakan sebagai senyawa yang dapat mencegah reaksi
oksidasi dengan cara menghentikan reaksi radikal bebas (Redha, 2010). Sifat
antioksidan inilah yang menyebabkan irisan buah pada larutan jeruk nipis tidak
mengalami oksidasi yang ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna pada
irisan buah tersebut.

4.2.4 Uji Peroksida Lipid dalam Cairan Biologis


Praktikum kali ini, kita melakukan uji Peroksida Lipid di dalam Cairan
Biologis. Kita mengukur kadar peroksida lipid di dalam cairan biologis, cairan
biologis yang digunakan adalah darah. Peroksidasi lipid adalah reaksi
penyerangan radikal bebas terhadap asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA) yang
mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap. Reaksi ini dapat terjadi secara alami
di dalam tubuh yang diakibatkan oleh pembentukan radikal bebas secara endogen
dari proses metabolisme di dalam tubuh. Radikal bebas secara berkesinambungan
dapat dibuat oleh tubuh kita. Setiap radikal bebas yang terbentuk oleh tubuh dapat
memulai suatu reaksi berantai yang akan terus berlanjut sampai radikal bebas ini
dihilangkan oleh radikal bebas lain dan oleh sistem antioksidan tubuh (Halliwell
& Gutteridge 1999). Peroksidasi lipid diinisiasi oleh radikal bebas seperti radikal
anion superoksida, radikal hidroksil dan radikal peroksil. Peroksida lipid
selanjutnya mengalami dekomposisi menjadi malondialdehid (MDA).

MDA merupakan suatu produk akhir peroksidasi lipid, yang biasanya


digunakan sebagai biomarker biologis peroksidasi lipid dan menggambarkan
derajat stress oksidatif. MDA terbentuk dari peroksidasi lipid (lipid peroxidation)
pada membrane sel yaitu reaksi radikal bebas (radikal hidroksi) dengan Poly
Unsaturated Fatty Acid (PUFA). Radikal bebas adalah atom atau molekul yang
memiliki sebuah elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya (unpaired
electron). Zat ini sangat reaktif, dan struktur yang demikian membuat radikal
bebas cenderung “mencuri” atau mengekstraksi satu elektron dari molekul lain di
dekatnya untuk melengkapi dan selanjutnya mencetuskan reaksi berantai yang
dapat mengakibatkan cedera sel. MDA produk akhir proses peroksidasi lipid dan
yang paling sering digunakan untuk mengukur proses peroksidasi lipid. Pengujian

18
MDA dilakukan dengan TBA (Asam tiobarbiturat) yaitu akan membentuk
senyawa warna merah muda dan diukur serapan pada panjang gelombang 532 nm,
juga dapat diukur dengan HPLC (High Performance Liqiud Chromatography).

Pada percobaan kali ini pengukuran kadar malondialdehid (MDA)


dilakukan pengambilan darah terhadap 2 orang ( perkelas 1 orang) yang masing-
masing Orang diambil darahnya sebanyak 2 mL. Kemudian dari 2 mL diambil
400 µL untuk satu kelompok praktikum. Lalu masing-masing 400 µL
ditambahkan ditambahkan TCA 10% sebanyak 200 µL, penambahan TCA
bertujuan agar protein yang terkandung dalam darah. Mekanisme TCA 10 %
sebagai agen presipitasi yakni ion negatif dari TCA akan bergabung dengan
protein yang sedang berada pada kondisi sebagai kation (pH larutan dalam kondisi
asam hingga pH isoelektrik protein) hingga membentuk garam protein. Beberapa
garam yang dihasilkan tersebut tidak larut dengan demikian metode ini dapat
digunakan untuk memisahkan protein dari larutan. Umumnya agen presipitasi
akan melarut sedangkan garam protein akan terdekomposisi dengan adanya
penambahan basa (membentuk protein yang bermuatan negatif atau anionic
protein). Setelah ditambahkan TCA sebanyak 200 µL, darah masing- masing
kelompok praktikum disentrifugasi. Setelah disentrifugasi akan terbentuk 2
lapisan, lapisan bening berupa supernatan dan lapisan endapan. Kemudian
supernatan-nya diambil dan tambahkan larutan TBA sebanyak 1 mL. Setelah itu
Sampel uji (supernatan) yang sudah ditambahkan Larutan TBA tadi, dipanaskan
di air mendidih selama 10 menit. Tujuannya pemanasan adalah agar TBA segera
bereaksi dengan supernatant dan memberikan warna merah yang menandakan
bahwa mengandung malondialdehida (MDA), dan setelah dingin dibaca pada
panjang gelombang 532 nm.

Malonaldehida, 4-hidroksinonenal, dan heptanal, merupakan aldehida-


aldehida hasil dekomposisi senyawa hidroperoksida, yang bereaksi dengan TBA
dan menghasilkan warna merah. Warna merah tersebut menyerap cahaya
ultraviolet pada panjang gelombang (λ) 532 nm. Kemampuan TBA bereaksi
dengan aldehida atau keton, karena adanya atom karbon nomor 5 (C-5) TBA yang

19
reaktif. Uji TBA hanya mendeteksi MDA bebas dan mengukur jumlah MDA
bebas dalam sistem lipid peroksidasi.

Dari Hasil Pengamatan didapatkan nilai MDA yang berbeda-beda di setiap


kelompok praktikum. Kelompok 1 A mendapatkan nilai MDA sebesar 2,9 ×10−7
, Kelompok 2 A mendapatkan nilai MDA sebesar 1,9 ×10−7 , kelompok 1 C
mendapatkan nilai MDA sebesar 4,7 × 10−7, dan kelompok 2 C mendapatkan nilai
MDA sebesar 6,07 ×10−7 serta pada blanko didapatkan nilai MDA sebesar
4,5 × 10−8. Nilai MDA dapat digunakan sebagai indikator adanya kerusakan yang
terjadi akibat aktivitas radikal bebas. Radikal bebas dapat mengakibatkan
kerusakan oksidatif terhadap protein, DNA, lemak dan komponen dari sel yang
lain. Stres oksidatif terjadi ketika keadaan dimana Reactive Oxygen Species (ROS)
dari radikal bebas yang di hasilkan lebih besar di bandingkan dengan enzim dan
antioksidan yang tersedia sebagai mekanisme proteksi dari dalam sel. Selain itu,
radikal bebas juga dapat merusak struktur jaringan beserta fungsinya, dengan
demikian turut memberikan kontribusi dalam proses inflamasi, proses penuaan
dan pembentukan aterosklerosis sebagai pencetus timbulnya penyakit
kardiovaskular dan juga penyakit lainya.

Reaksi auto-oksidasi pada radikal bebas di sebabkan oleh ROS yang


berperan dalam proses pembentukan peroksida lipid. Peroksidasi di mulai dengan
ekstraksi atom hidrogen yang mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi di dalam
asam lemak. Asam lemak utama yang mengalami peroksidasi lipid di membran
sel terutama adalah asam lemak polyunsaturated yang menyebabkan degradasi
lemak sehingga membentuk produk akhir seperti malondialdehid (MDA). Jumlah
MDA tersebut dapat digunakan sebagai indikator adanya kerusakan yang terjadi
akibat aktivitas radikal bebas. Konsentrasi MDA secara signifikan dapat
diturunkan ketika mereduksi berat badan. MDA sebagai indikator lipid
peroksidase karena molekul ini merupakan utama pada stress oksidatif.

20
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Suatu proses Oksidasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna menjadi
coklat pada kentang dan lipid. Pada Lipid reaksi oksidasi juga ditandai
adanya bau tengik karena Hidroperoksida memiliki sifat dapat terurai menjadi
senyawa yang lebih kecil, seperti aldehid. Aldehid dapat menimbulkan bau
yang tidak enak pada lemak atau lipid seperti bau tengik.
2. Proses oksidasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian Anti Oksidan,
seperti penambahan vitamin C.
3. Iodine mudah bereaksi dengan tidak jenuh karena iodium memiliki
keelektronegatifitas tinggi. Iodin dapat menyebabkan adanya reaksi adisi pada
ikatan rangkap lemak.
4. Minyak kelapa membutuhkan KI yang lebih banyak untuk menimbulkan
warna yang coklat karena minyak kelapa memiliki ikatan rangkap yang lebih
banyak. Ikatan rangkap yang teroksidasi akan mengaddisi Iodium (I2)
sehingga ikatan rangkapnya hilang ( kondisi jenuh ).
5. Minyak yang telah digunakan berkali-kali, telah mengalami penjenuhan.
Akibatnya, ikatan rangkapnya banyak berkurang ( putus/hilang). Sehingga,
ketika dioksidasi lagi, jumlah tetesan KI yang digunakan lebih sedikit untuk
membentuk warna coklat yang menetap.

21
6. Perubahan yang terjadi pada irisan apel maupun pisang lebih menunjukkan
perubahan pada rendaman air jeruk daripada rendaman aquades terlihat pada
rendaman air jeruk irisan apel dan pisang masih menunjukkan warna yang
sama dari pertama kali direndam sedangkan irisan apel dan pisang pada
rendaman aquades mengalami perubahan warna.
7. Vitamin C bersifat antioksidan, dimana antioksidan merupakan suatu
senyawa yang memperlambat atau mencegah proses oksidasi, sehingga
vitamin C inilah yang menyebabkan irisan apel dan pisang tidak mengalami
oksidasi yang ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna pada irisan
buah tersebut.
8. Kadar serapan yang terbentuk pada sampel diperoleh kadar MDA yang
berbeda-beda yaitu kelompok 1A adalah 2,9 x 10-7, kelompok 2A adalah 1,9 x
10-7, kelompok 1C adalah 4,7 x 10-7, dan kelompok 2C adalah 6,07 x 10-7,
serta pada blanko nilai MDA nya adalah 4,5 x 10-8 .
9. Jumlah kadar MDA yang terbentuk menggambarkan proses peroksidasi lipid

5.2 Saran
Kami tentunya menyadari bahwa laporan praktikum ini masih ada
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki laporan ini
dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan laporan
praktikum ini dari para pembaca.

22
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (1998), “ SNI 01- 3555 - 1998 ”Cara Uji Minyak dan Lemak”, Badan
Standardisasi Nasional, Indonesia.

Biokimia Harper. The McGraw-Hill Companies, Inc, New York.

Cheng GW, Crisosto CG. 2005. Browning potential, phenolic composition, and


polyphenoloxidase activity of buffer extracts of peach and nectarine skin
tissue. J. Amer. Soc. Horts. Sct. 120 (5):835-838.

Dalimartha, S dan Soedibyo, M., 1999, Awet Muda Dengan Tumbuhan Obat dan
Diet Suplemen,

Harold Hart. 1983. ”Organic Chemistry”, a Short Course, Sixth Edition, Michigan


State University :Houghton Mifflin Co.

https://id.123dok.com/document/dzxxme4z-laporan-pratikum-biokimia.html
diakses pada tanggal 13 November 2019 pukul 20.00.

https://e-journal.unair.ac.id › BIKK › article › download › pdf diakses pada


tanggal 13 November 2019 pukul 20.26.

Mardiah E. 1996. Penentuan aktivitas dan inhibisi enzim polifenol oksidase dari
apel (Pyrus malus Linn.). Jurnal Kimia Andalas 2: 2.

23
Marks DB, Marks AD, Smith CM. 2000. Basic Medical Biochemistry: A Clinical
Approach. Philadelphia: William & Wilkins.

Murray, R.K., Bender, D.A., Botham, K.M., Kennelly, P.J., Rodwell, V.W., Weil,
P.A. 2009.

Oroian M, Escriche I. 2015. Antioxidants: Characterization, natural sources,


extraction and analysis. Food Res Int 74:10-36.

Rahmawati F. 2008. Pengaruh vitamin C terhadap aktivitas polifenol oksidase


buah Apel merah (Pyrus malus) secara in vitro [skripsi]. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

 Ralp J. Fessenden and Joan S. Fessenden, “ Organic Chemistry,” Third Edition,


University Of Montana, 1986, Wadsworth, Inc, Belmont, Califfornia
94002, Massachuset, USA. 2002 digitized by USU digital library 8

Redha, Abdi. 2010. Flavonoid: Struktur, sifat antioksidatif dan Peranannya


dalam Sistem Biologi. Jurnal Berlian Vol. 9 No. 2 September 2010. 196-
202.

Rohdiana, D. 2001. Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol dalam Daun Teh.
Majalah Jurnal Indonesia.

Rukmana. 2003. Jeruk Nipis, Prospek Agribisnis, Budidaya dan Pascapanen.


Yogyakarta: Kanisius.

Salirawati et al. 2007. Belajar Kimia Menarik. Jakarta: Grasind.

Shahidi F, Ambigaipalan P. 2015. Phenolics and polyphenolics in foods,


beverages and spices: Antioxidant activity and health effects- A review. J
Func Foods 18:820-897.

Sherwood, Lauralee. Keseimbangan Energi dan pengaturan Suhu tubuh dalam:


Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, edisi 6. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2012. (17)701-8

24
Sikaris, K. The clinical biochemistry of obesity. Clin. Biochem. Rev. 2004, 25,
165–181.

Suhartono, E., Fujiati, Aflanie, I. 2002. Oxygen Toxicity by Radiation and Effect
of Glutamic Piruvat

Sunarni,T. 2005. Aktivitas Antioksidan Penangkap Radikal Bebas Beberapa


kecambah Dari Biji

Tanaman Familia Papilionaceae, Jurnal Farmasi Indonesia 2.

Transamine (GPT) Activity Rat Plasma after Vitamine C Treatmen. Diajukan


pada Internatinal seminar on Environmental Chemistry and Toxicology.
Yogyakarta.

Winarno F.G. 2004. Kimia Panngan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Winasi H, 2007. Antioksidan Alami dan radikal Bebas. Yogyakarta : Penerbit


Kanisius, p: 105-109.

25
LAMPIRAN

26
27

Anda mungkin juga menyukai