Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH TOKSIKOLOGI

“TOKSIN”

DI SUSUN OLEH :

FERAWATI (201906025)

JURUSAN S1 FARMASI

STIKES MUHAMMADIYAH SIDRAP

2020
KATA PENGANTAR

Asslamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah judul “Toksin”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
Toksikologi kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Sidenreng Rappang, 22 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL……………………………………………………….............................. i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..……………iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………...............................1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………… 3
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………………....4
BAB II PEMBAHASAN ……...………………………………………………………………….5
1.1 Pengertian Toksin ……………………………………………...................................5
2. 2 Perbedaan Toksin dan Racun……………………………………………..…………………6
2. 3 Sumber Toksin…………………………………………………………………...………….6
2. 4 Jenis – jenis Toksin………………………………………………….………………………8
2. 5 Detoksifikasikasi Toksin dalam tubuh………………………………………………………25
2. 6 Pengaruh Toksin dalam Tubuh Manusia…………………………………………………….27
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………..28
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………….29
3.2 Saran……………………………………………………………………………………………29
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….…......................................30
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa toksik pada spons koleksi BPPT bagian P3-
TFM yang berasal dari perairan Gili Sulat, Lombok. Ekstraksi menggunakan metode
maserasi dilakukan secara total menggunakan tiga jenis pelarut yaitu berturut-turut metanol,
diklorometana, dan n-heksana. Ekstrak total yang diperoleh kemudian dipartisi cair-cair
berturut-turut dengan etil asetat dan n-butanol. Ekstrak yang paling toksik dipisahkan dengan
kromatografi kolom dengan fase diam sephadex LH-20 dan fase geraknya metanol.
Identifikasi isolat aktif dilakukan dengan kromatografi gas-spektroskopi massa dengan
bantuan database Wiley 275. L. Uji toksisitas pada sepuluh spons koleksi BPPT bagian P3-
TFM menunjukkan bahwa spons SL2 terbukti paling toksik. Fraksi yang paling toksik pada
spons SL2 dengan harga LC50 sebesar 100 ppm diduga gabungan 7 senyawa yaitu asam
benzena asetat (8,9%), dioktil heksadioat (4,5%), bis (2etilheksil) 1,2-benzenkarboksilat
(53,1%), 2, 6, 10, 15, 19, 23 heksametil 2, 6, 10, 14, 18, 22 – tetrakosaheksena, (17,1%),
nonakosana (7,8%), kolesterol (3,8%), dan eikosana (4,8%).

Empat per lima jumlah organisme yang ada di dunia ini terdapat di laut, antara lain terdiri
dari ikan, spons, karang lunak, echinodermata, ascidian dan tunicates. Beberapa jenis
organisme tersebut merupakan sumber vitamin, protein dan mineral. Selain itu, ada juga
beberapa jenis organisme yang mensintesis dan menyimpan senyawa toksin yang disebut
marine toxin pada bagian tubuhnya atau dikeluarkan ke lingkungan hidupnya. Beberapa
peneliti melaporkan bahwa aktivitas substansi dari laut antara lain berkhasiat sebagai
antimikroba, antivirus, anti HIV, antikanker dan antiinflamasi (Satari, 1996). Senyawa
tersebut merupakan metabolit sekunder yang digunakan dalam sistem pertahanan diri, yaitu
untuk mempertahankan hidup dan menghindari gangguan dari organisme lain di lingkungan
hidupnya. Karena aktivitas farmakologiknya maka senyawa tersebut memiliki prospek untuk
diisolasi dan dimanfaatkan dalam bidang pengobatan.

Racun lain yang dapat menimbulkan alergi pada beberapa orang yang peka adalah histamine,
suatu produk dekarboksilasi asam amino histidin yang terdapat pada ikan berdaging merah
seperti tuna, cakalang, kembung, dan laying, oleh beberapa bakteri seperti Morganella,
Proteus, dan Klebsiella. Penyimpanan ikan tanpa pendinginan sebelum diolah dapat
,mempercepat pembentukan histamine. Salah satu derivative histamine yang toksik adalah
senyawa yang disebut giserosin, yang dapat menyebabkan tukak lambung.

Percobaan mengenai efek toksik MSG menunjukkan hasil yang kontroversial. Dari berbagai
macam penelitian yang umumnya dilakukan pada hewan percobaan dalam periode neonatal
atau infant dengan pemberian MSG dosis tinggi melalui penyuntikan, telah ditemukan
beberapa bukti bahwa MSG dapat menyebabkan nekrosis pada neuron hipotalamus,2 nukleus
arkuata hipotalamus, kemandulan pada jantan dan betina, berkurangnya berat hipofisis,
anterior, adrenal, tiroid, uterus, ovarium, dan testis, kerusakan fungsi reproduksi, dan
berkurangnya jumlah anak.

Telah dilakukan isolasi dan identifikasi golongan senyawa toksik dari daging buah pare
(Momordica charantia L.). Sebanyak 600 gram serbuk kering daging buah pare diekstraksi
secara maserasi dengan pelarut metanol dan diperoleh 54,2506 gram ekstrak kental metanol
berwarna hijau tua. Uji toksisitas pendahuluan menunjukkan bahwa ekstrak kental metanol
ini bersifat toksik terhadap larva udang Artemia salina Leach dengan LC50 = 74,99 ppm.
Selanjutnya, ekstrak kental metanol dilarutkan dalam air dan dipartisi berturut-turut dengan
nheksana dan kloroform sehingga diperoleh tiga ekstrak kental, yaitu ekstrak kental air 3,72
gram, n-heksana 6,19 gram, dan kloroform 9,75 gram. Ketiga ekstrak kental ini diuji
toksisitasnya terhadap larva udang Artemia salina Leach dan diperoleh ekstrak kental n-
heksana memberikan toksisitas tertinggi dengan LC50 = 130,437 ppm.

Dengan gaya hidup yang serba instan dan modern ini membuat tubuh kita dipenuhi toksin
yang sewaktu-waktu akan menjadi Penyakit yang sangat berbahaya,toksin terdapat dimana-
mana,didalam air yang setiap hari kita minum,makanan yang kita makan setiap hari,diudara
yang setiap hari kita hirup,dan  diberbagai macam Obat-obatan dari bahan kimia.

Toksin sangat berbahaya bagi tubuh dan bersifat akumulatif, kebanyakan toksin diadalam
tubuh dapat menyebabkan gangguan pada detoksifikasi tubuh,metabolisme tubuh dan
berakhir pada kerusakan organ tubuh.gejala yang ditimbulkan akibat toksin adalah masalah
kulit,alergi,gangguan pernafasan,gangguan pencernaan,nyeri otot,kelelahan kronis,sakit
kepala dan banyak lagi.

Secara biologis toksin memegang peranan penting dalam hidup binatang dalam terutama
menangkap mangsa sebagai pertahanan diri dari gangguan. Secara fisiologis berfungsi pula
dalam proses reproduksi. Toksin merupakan substansi yang mempunyai gugus fungsional
spesifik, letaknya di dalam molekul dan menunjukkan aktivitas fisiologis yang kuat.

Istilah lain yang ada kaitannya adalah racun atau ”bisa”. Toksin masuk ke dalam tubuh
melalui mulut, sedangkan ”bisa” melalui sengatan atau gigitan.   Kebanyakan toksin ini
diproduksi oleh alga (fitoplankton). Toksin terakumulasi dalam tubuh ikan yang
mengkonsumsi alga tersebut atau melalui rantai makanan lain.  Yang unik dari toksin adalah
tidak dapat dihilangkan atau tidak rusak dengan proses pemasakan.

Tanpa kita sadari bahwa sebagaian dari masalah tubuh kita sebenarnya berasal dari kebiasaan
makan. Tidak ada kehidupan dibumi ini selain manusia yang dikatan “beradap” sanggup
memakan makan yang mengandung sifat asam yang berlebihan seperti daging, makanan yang
dihaluskan seperti nasi putih, roti, gula, manisan, makan yang digoreng dan berminyak,
protein berlebihan dan lain-lain, disebabkan terlalu banyak makan. Hal tersebut menyebabkan
tubuh kita terlalu banyak mengandung asam serta dpenuhi dengan makan yang tidak dapat
dicerna, berfermentasi, busuk dan tidak asli. Makan yang kita makan setiap hari mengandung
bahan-bahan kimia seperti bahan pengawet, pewarna, antibiotic, perasa tiruan, racun binatang
perusak dan lain-lain. Seluruh makanan tersebut meningkatkan kandungan racun didalam
tubuh kita.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain :

1. Apa yang dimaksud dengan toksin?

2. Apa perbedaan toksin dan racun?

3. Apa saja sumber toksin?

4. Apa saja jenis toksin?

5. Bagaimana cara detoksifikasi dalam tubuh?

6. Apa saja pengaruh toksin dalam tubuh manusia?


1.3 Tujuan Penulisan

Makalah Toksin ini di buat dengan tujuan memperkenalkan kepada pembaca tentang apa itu
toksin, jenis-jenis toksin, perbedaan toksin dan racun, sumber toksin, detoksifikasi toksin
pada tubuh dan pengaruh toksin pada tubuh manusia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Toksin

TOKSIN adalah suatu substansi yang mempunyai gugus fungsional spesifik, letaknya di
dalam molekul dan menunjukkan aktivitas fisiologis kuat. Toksin atau racun biasanya
terdapat dalam tubuh hewan, tumbuhan bakteri dan makhluk hidup lainnya, merupakan zat
asing bagi korbannya atau bersifat anti-gen dan bersifat merugikan bagi kesehatan korbannya.

Secara biologis toksin memegang peranan penting dalam hidup binatang dalam terutama
menangkap mangsa sebagai pertahanan diri dari gangguan. Secara fisiologis berfungsi pula
dalam proses reproduksi. Toksin merupakan substansi yang mempunyai gugus fungsional
spesifik, letaknya di dalam molekul dan menunjukkan aktivitas fisiologis yang kuat.  Istilah
untuk toksin marin, digunakan untuk racun yang berasal dari organisme laut. Istilah lain yang
ada kaitannya adalah racun atau ”bisa”. Toksin masuk ke dalam tubuh melalui mulut,
sedangkan ”bisa” melalui sengatan atau gigitan.   Kebanyakan toksin ini diproduksi oleh alga
(fitoplankton). Toksin terakumulasi dalam tubuh ikan yang mengkonsumsi alga tersebut atau
melalui rantai makanan lain.  Yang unik dari toksin adalah tidak dapat dihilangkan atau tidak
rusak dengan proses pemasakan.   Tetrodotoxin

Toksin adalah zat beracun yang diproduksi oleh sel atau organisme hidup, meskipun manusia
secara teknis organisme hidup, zat buatan manusia yang diciptakan oleh proses buatan
biasanya tidak dianggap racun dengan definisi ini. Itu adalah kimiawan organik Brieger
Ludwig (1849-1919) yang pertama kali menggunakan istilah ‘racun’.

Racun dapat molekul kecil, peptida, atau protein yang mampu menyebabkan penyakit pada
kontak dengan atau penyerapan oleh jaringan tubuh berinteraksi dengan makromolekul
biologis seperti enzim atau reseptor seluler. Racun sangat bervariasi dalam tingkat keparahan
mereka, mulai dari biasanya ringan dan akut untuk segera mematikan (seperti dalam
botulinum toxin).
2.2 Perbedaan Toksin Dan Racun

Secara biologis toksin memegang peranan penting dalam hidup binatang dalam terutama
menangkap mangsa sebagai pertahanan diri dari gangguan. Secara fisiologis berfungsi pula
dalam proses reproduksi. Toksin merupakan substansi yang mempunyai gugus fungsional
spesifik, letaknya di dalam molekul dan menunjukkan aktivitas fisiologis yang kuat.  Istilah
untuk toksin marin, digunakan untuk racun yang berasal dari organisme laut. Istilah lain yang
ada kaitannya adalah racun atau ”bisa”. Toksin masuk ke dalam tubuh melalui mulut,
sedangkan ”bisa” melalui sengatan atau gigitan.   Kebanyakan toksin ini diproduksi oleh alga
(fitoplankton). Toksin terakumulasi dalam tubuh ikan yang mengkonsumsi alga tersebut atau
melalui rantai makanan lain.  Yang unik dari toksin adalah tidak dapat dihilangkan atau tidak
rusak dengan proses pemasakan.

Secara umum, racun merupakan zat padat, cair, atau gas, yang dapat mengganggu proses
kehidupan sel suatu organisme. Zat racun dapat masuk ke dalam tubuh melalui jalur oral
(mulut) maupun topikal (permukaan tubuh). Dalam hubungan dengan biologi, racun adalah
zat yang menyebabkan luka, sakit, dan kematian organisme, biasanya dengan reaksi kimia
atau aktivitas lainnya dalam skala molekul. Istilah racun bersinonim dengan kata toksin dan
bisa, namun memiliki definisi yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Kata “toksin”
didefinisi sebagai racun yang dihasilkan dari proses biologi, atau sering disebut sebagai
biotoksin. Sementara, bisa didefinisikan sebagai cairan mengandung racun yang disekresikan
atau dihasilkan oleh hewan selama proses pertahanan diri atau menyerang hewan lain dengan
gigitan maupun sengatan. Istilah beracun, toksik, dan berbisa juga merupakan kata yang
sebanding apabila digunakan untuk menyatakan sifat atau efek dari racun. Namun, tetap
terdapat sedikit perbedaan pada ketiga kata tersebut. Beracun digunakan untuk segala sesuatu
yang dapat berakibat fatal atau berbahaya apabila dimasukkan dalam jumlah tertentu ke
makhluk hidup. Sedangkan toksik menyatakan sifat atau efek dari toksin, dan berbisa
mengacu kepada hewan penghasil bisa.

2.3 Sumber Toksin

Di Indonesia, hingga saat ini penelitian terhadap toksin marin belum banyak dilakukan.
Tulisan ini akan membahas beberapa jenis toksin marin, seperti Tetrodotoxin, Ciguatoxi,
Paralytic shellfish poison (PSP), Amnestic shellfish poison (ASP), Diarrhetic shellfish poison
(DSP) dan Neurotoxic shellfish poison (NSP).
Racun dapat molekul kecil, peptida, atau protein yang mampu menyebabkan penyakit pada
kontak dengan atau penyerapan oleh jaringan tubuh berinteraksi dengan makromolekul
biologis seperti enzim atau reseptor seluler. Racun sangat bervariasi dalam tingkat keparahan
mereka, mulai dari biasanya ringan dan akut untuk segera mematikan (seperti dalam
botulinum toxin).

Sumber Toksin antara lain adalah :


1. Melalui udara.

 Debu yang terhirup membawa kuman seperti tungau debu dan kotoran kecil lain yang
akan menumpuk di dalam paru-paru dan menghambat penyerapan oksigen ke
pembuluh darah.

 Polusi asap seperti rokok, knalpot, atau pabrik mengandung berbagai ikatan kimia
yang merugikan tubuh, seperti karbon monoksida atau sianida. 

 Pewangi ruangan memiliki bahan kimia yang akan menggangu penyerapan oksigen di


paru-paru dan darah.

2. Air tanah.
3. Makanan dan Minuman.

 Karbohidrat, lemak, dan protein yang dikonsumsi berlebihan akan menumpuk dalam
tubuh dan mengganggu banyak aktivitas sel tubuh.
 Bahan kimia dalam makanan kemasan dapat mengganggu keseimbangan tubuh yang
jika dimakan berlebihan dan terus menerus akan berbahaya.

4. Sayuran dan buah-buahan.

Sayuran dan buah – buahan yang sering terpapar dengan pestisida, jika di konsumsi oleh
manusia maka akan berakibat fatal dalam tubuh, karena sayur dan buah yang merupakan
sumber vitamin justru menjadi toksin dalam tubuh kita.

5.Bahan Kimia Lainnya

 Kosmetik, parfum, dan bahan kecantikan lainnya mengandung bahan kimia yang akan
diserap secara perlahan melalui kulit.
 Alat kebersihan seperti sabun, shampo, dan deterjen untuk cuci piring dan baju juga
memberikan reaksi dan diserap oleh tubuh.
 Bahan yang digunakan sebagai alat makan, seperti tempat makan, sendok, pisau,
dapat meninggalkan bahan kimia ke makanan dan ikut termakan.
 Obat – obatan dan narkotika.  

Toksin sangat berbahaya bagi tubuh dan bersifat akumulatif, kebanyakan toksin diadalam
tubuh dapat menyebabkan gangguan pada detoksifikasi tubuh,metabolisme tubuh dan
berakhir pada kerusakan organ tubuh.gejala yang ditimbulkan akibat toksin adalah masalah
kulit, alergi, gangguan pernafasan, gangguan pencernaan, nyeri otot, kelelahan kronis, sakit
kepala dan banyak lagi.

2.3 Jenis-jenis toksin

Adapun jenis – jenis toksin diantaranya :

→Senyawa Microbial

Toksin-toksin ini dikeluarkan jamur dan bakteri antara lain :

 Botolinum

Toksik jenis ini dapat ditemukan dalam bakteri tertentu. Botolinum pada umumnya
digunakan sebagai bahan obat-obatan medis untuk botox. Dosis botolinum yang digunakan
untuk botox sangat kecil. Apabila dosis yang digunakan melanggar aturan dosis yang sudah
ditentukan dan dianjurkan sebelumnya, maka zat ini akan otomatis berubah menjadi zat
beracun yang teramat mematikan.

 Mikotoksin

Mikotoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spesies kapang tertentu
selama pertumbuhannya pada bahan pangan maupun pakan (Fox dan Cameron 1989).
Mikotoksin mulai dikenal sejak ditemukannya aflatoksin yang menyebabkan Turkey X–
disease pada tahun 1960 (Maryam, 2002). Hingga saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin
(Cole dan Cox 1981), lima jenis diantaranya sangat berpotensi menyebabkan penyakit baik
pada manusia maupun hewan, yaitu aflatoksin, okratoksin A, zearalenon, trikotesena
(deoksinivalenol, toksin T2) dan fumonisin. Menurut Bhat dan Miller (1991) sekitar 25%-
50% komoditas pertanian tercemar kelima jenis mikotoksin tersebut. Penyakit yang
disebabkan karena adanya pemaparan mikotoksin disebut mikotoksikosis. Jenis Mikotoksin
yang berpotensi menimbulkan permasalahan :

1. Aflatoksin. Aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus flavus toxin. Toksin ini
pertama kali diketahui berasal dari kapang Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi
pada tahun 1960. A. flavus sebagai penghasil utama aflatoksin umumnya hanya
memproduksi aflatoksin B1 dan B2 (AFB1 dan AFB2) Sedangkan A. parasiticus
memproduksi AFB1, AFB2, AFG1, dan AFG2. A. flavus dan A. parasiticus ini
tumbuh pada kisaran suhu yang jauh, yaitu berkisar dari 10-12 0C sampai 42-43 0C
dengan suhu optimum 32-33 0C dan pH optimum 6. Diantara keempat jenis aflatoksin
tersebut AFB1 memiliki efek toksik yang paling tinggi. Mikotoksin ini bersifat
karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik sehingga menjadi perhatian badan
kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A. Selain itu,
aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan
tubuh. Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada
produk-produk pertanian dan hasil olahan. Selain itu, residu aflatoksin dan
metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu, telur, dan daging
ayam. Sudjadi et al (1999) melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pasien (66 orang
pria dan 15 orang wanita) menderita kanker hati karena mengkonsumsi oncom,
tempe, kacang goreng, bumbu kacang, kecap dan ikan asin. AFB1, AFG1, dan AFM1
terdeteksi pada contoh liver dari 58 % pasien tersebut dengan konsentrasi diatas 400
µg/kg.

2. kratoksin. Okratoksin, terutama Okratoksin A (OA) diketahui sebagai penyebab


keracunan ginjal pada manusia maupun hewan, dan juga diduga bersifat karsinogenik.
Okratoksin A ini pertama kali diisolasi pada tahun 1965 dari kapang Aspergillus
ochraceus. Secara alami A. ochraceus terdapat pada tanaman yang mati atau busuk,
juga pada biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan. Selain A.ochraceus, OA
juga dapat dihasilkan oleh Penicillium viridicatum yang terdapat pada biji-bijian di
daerah beriklim sedang (temperate), seperti pada gandum di eropa bagian utara. P.
viridicatum tumbuh pada suhu antara 0-31 0C dengan suhu optimal pada 20 0C dan
pH optimum 6-7. A.ochraceus tumbuh pada suhu antara 8-37 0C. Saat ini diketahui
sedikitnya 3 macam Okratoksin, yaitu Okratoksin A (OA), Okratoksin B (OB), dan
Okratoksin C (OC). OA adalah yang paling toksik dan paling banyak ditemukan di
alam, terupama pada komoditas kopi selain itu OA juga banyak ditemukan pada
berbagai produk ternak seperti daging babi dan daging ayam. Hal ini karena OA
bersifat larut dalam lemak sehingga dapat tertimbun di bagian daging yang berlemak.
Manusia dapat terekspose OA melalui produk ternak yang dikonsumsi.

3. Zearalenon. Zearalenon adalah toksin estrogenik yang dihasilkan oleh kapang


Fusarium graminearum, F. tricinctum, dan F. moniliforme. Kapang ini tumbuh pada
suhu optimum 20-25 0C dan kelembaban 40-60 %. Zearalenon pertama kali diisolasi
pada tahun 1962. Mikotoksin ini cukup stabil dan tahan terhadap suhu tinggi. Hingga
saat ini paling sedikit terdapat 6 macam turunan zearalenon, diantara nya α-zearalenol
yang memiliki aktivitas estrogenik 3 kali lipat daripada senyawa induknya. Senyawa
turunan lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-hidroksi zearalenon, 3-hidroksi
zearalenon, 7-dehidro zearalenon, dan 5- formil zearalenon. Komoditas yang banyak
tercemar zearalenon adalah jagung, gandum, kacang kedelai, beras dan serelia lainnya

4. Fumonisin. Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang dihasilkan oleh


kapang Fusarium spp., terutama F. moniliforme dan F. proliferatum. Mikotoksin ini
relatif baru diketahui dan pertama kali diisolasi dari F. moniliforme pada tahun 1988
(Gelderblom, et al. 1988). Selain F. moniliforme dan F. proliferatum, terdapat pula
kapang lain yang juga mampu memproduksi fumonisin, yaitu F.nygamai, F.
anthophilum, F. diamini dan F. napiforme. F. moniliforme tumbuh pada suhu optimal
antara 22,5-27,5℃  dengan suhu maksimum 32-37 ℃. Kapang Fusarium ini tumbuh
dan tersebar diberbagai negara didunia, terutama negara beriklim tropis dan sub
tropis. Komoditas pertanian yang sering dicemari kapang ini adalah jagung, gandum,
sorgum dan berbagai produk pertanian lainnya. Hingga saat ini telah diketahui 11
jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin B1 (FB1), FB2, FB3 dan FB4, FA1, FA2,
FC1, FC2, FP1, FP2 dan FP3. Diantara jenis fumonisin tersebut, FB1 mempunyai
toksisitas yang dan dikenal juga dengan nama Makrofusin. FB1 dan FB2 banyak
mencemari jagung dalam jumlah cukup besar, dan FB1 juga ditemukan pada beras
yang terinfeksi oleh F.proliferatum. Keberadaan kapang penghasil fumonisin dan
kontaminasi fumonisin pada komoditi pertanian, terutama jagung di Indonesia telah
dilaporkan oleh Miller et al. (1993), Trisiwi (1996), Ali et al. 1998 dan Maryam
(2000b). Meskipun kontaminasi fumonisin pada hewan dan manusia belum mendapat
perhatian di Indonesia, namun keberadaannya perlu diwaspadai mengingat
mikotoksin ini banyak ditemukan bersama-sama dengan aflatoksin sehingga dapat
meningkatkan toksisitas kedua mikotoksin tersebut (Maryam, 2000).

5. Citrinin. Citrinin pertama kali diisolasi dari Penicillium Citrinum oleh Thom pada
tahun 1931. Mikotoksin ini ditemukan sebagai kontaminan alami pada jagung, beras,
gandum, barley, dan gandum hitam (rye). Citrinin juga diketahui dapat dihasilkan
oleh berbagai spesies Monascus dan hal ini menjadi perhatian terutama oleh
masyarakat Asia yang menggunakan Monascus sebagai sumber zat pangan tambahan.
Monascus banyak dimanfaatkan untuk diekstraksi pigmennya (terutama yang
berwarna merah) dan dalam proses pertumbuhannya, pembentukan toksin citrinin
oleh Monascus perlu dicegah.

6. Deoksinivalenol. Deoksinivalenol (DON, vomitoksin) adalah mikotoksin jenis


trikotesena tipe B yang paling polar dan stabil. Jenis mikotoksin ini diproduksi oleh
jamur Fusarium Graminearium (Gibberella zeae) dan Fusarium Culmorum, dimana
keduanya merupakan patogen pada tanaman. DON merupakan suatu epoksi-sesquiter-
penoid yang mempunyai 1 gugus hidroksil primer dan 2 gugus hidroksil sekunder
serta gugus karbonil berkonjugasi yang membedakannya dengan trikotesena tipe lain.
Keberadaan DON kadang-kadang disertai pula oleh mikotoksin lain yang dihasilkan
oleh Fusarium seperti zearalenon, nivalenol (dan trikotesena lain) dan juga fumonisin.
DON merupakan salah satu penyebab terjadinya mikotoksikosis pada hewan.
Merupakan mikotoksin yang stabil secara termal, oleh karena itu sangat sulit untuk
menghilangkannya dari komoditi pangan yang rentan terkontaminasi senyawa ini,
seperti pada gandum. DON banyak terdapat pada tanaman biji-bijian seperti gandum,
barley, oat, gandum hitam, tepung jagung, sorgum, tritikalus dan beras. Pembentukan
DON pada tanaman pertanian tergantung pada iklim dan sangat bervariasi antar
daerah dengan geografi tertentu.

→Logam Berat

Keracunan akibat logam berat (Arsen, Cadmium, Timbal, Mercuri, dan Besi) biasanya terjadi
setelah memakan kerang jenis kerang hijau, kerang bulu (Anadara antiquate), dan kerang
darah (Anadara granosa). Penelitian yang pernah di lakukan di kelurahan Bagan Deli,
mengungkapkan bahwa beberapa biota laut termasuk kerang bulu, dan kerang darah tercemar
timbal, sedangkan kerang darah tercemar Cd dan Cr.

Absorpsi logam berat tersebut secara tidak langsung terjadi melalui ranatai makanan dari
kerang – kerang tersebut. Sehingga apabila dikonsumsi oleh manusia dapat mengakibatkan
keracunan. Pencemaran logam berta dari industry dialirkan ke sungai – sungai dan akhirnya
masuk ke dalam laut, dan akan dimakan oleh kerang – kerang seperti jenis kerang – kerang
bulu (Anadara antiquate), dan kerang darah (Anadara granosa). Keracunan logam berat juga
rentan terkena didaerah indrustri dan perkotaan.

→Produk urai protein

Protein yang kita makan dan hasil urai protein seperti urea dan ammonia akan  dibuang
melalui ginjal,apabila toksin yang diurai kebanyakan secara terus menerus akan
mengakibatkan ginjal tidak dapat berfungsi semestinya.

1. Salmonella

Salmonella adalah suatu bakteri yang dapat menimbulkan keracunan (Salmonella food
poisoning), dapat menyebabkan tifus dan disentri. Bakteri ini dapat menyusup ke dalam telur
sewaktu telur masih dalam kandungan atau di luar kandungan, terutama apabila kebersihan
kandang dan lingkungan kurang diperhatikan, sehingga apabila mengonsumsi telur mentah
maka bakteri ini ikut masuk kedalam tubuh, dan menimbulkan keracunan,dengan gejala yaitu
seperti mual, muntah, sakit perut, sakit kepala, kedinginan, demam, dan diare. Kandungan
telor mentah pada makanan-makanan tersebut bisa menyebabkan ibu keracunan salmonella
hingga sakit parah.

Untuk menghindari terjadinya keracunan salmonela, Departemen Pertanian Amerika Serikat


(USDA) mengharuskan melakukan pemanasan (pasteurisasi) minimal selama 3,5 menit pada
suhu 56,7 derajat Celsius atau 6,2 menit pada suhu 55,5 derajat Celsius untuk putih telur, dan
6,2 menit pada suhu 60 derajat Celsius untuk telur utuh.

4.2  Zat Adivin


Zat avidin yang terkandung di dalam putih telur berguna untuk memproteksi gizi padanya. Di
samping itu, zat ini dapat membunuh bakteri yang mengancam dari luar. Dampak avidin
adalah mengikat biotin, sehingga menghambat penyerapan vitamin B dan mineral di dalam
tubuh yang biasanya disebut dengan raw egg white injury. Hal ini dapat dicegah dengan
pemberian kuning telur kering, yeast, hati, ginjal, susu bubuk. Zat avidin juga sering dituduh
sebagai penyebab kebotakan, dan dermatitis (peradangan dan iritasi pada kulit). Sebagian
gejala adalah timbulnya rasa gatal-gatal setelah mengkonsumsi telur setengah matang. Perlu
Anda catat bahwa avidin hanya bisa dimusnahkan dengan minimal pemanasan pada suhu di
atas 18 derajat celcius dalam durasi 5 menit.

 4.3 Ovomucoid

Bahaya lain yang terdapat di dalam telur mentah adalah adanya ovomucoid, yaitu sejenis
protein yang mengandung antitripsin. Zat ovomucoid dapat menimbulkan efek gatal di kulit,
papula, vesikula, kulit kemerahan, dan pembengkakan. Zat ini juga dapat menimbulkan
gangguan pada saluran nafas misalnya batuk. Sebagian bayi dan anak kecil alergi terhadap
zat ovomucoid yang ada di dalam putih telur. Untuk menghindari alergi, rebus atau goreng
telur sebelum dikonsumsi. Zat ovomucoid dapat dihilangkan dengan pemanasan pada suhu di
atas 80 derajat celcius, dalam waktu 30 menit. Atau cukup memanaskan pada suhu 90 derajat
selama ¼ jam saja.

 4.4 Melamin

Melamin biasanya digunakan dalam proses pembuatan cat, plastik, atau pupuk. Diduga zat ini
berasal dari pakan ayam yang masuk ke tubuh ayam hingga diteruskan ke telur. Dalam
konsentrasi rendah memang kurang terlihat bahayanya, tetapi pada kadar tinggi melamin
dapat menimbulkan batu ginjal, ataupun gagal ginjal. Bila seseorang terlanjur mengonsumsi
kadar Melamin yang cukup tinggi, maka langkah yang harus dilakukan ada banyak-banyak
minum air putih untuk membersihkan ginjal dan segera mengeluarkannya melalui air seni.

→Toksikan (bagi) hati

Toksin ini berasal dari pestisida/berbisida dari sayuran,pengawet makanan,obat-obatan,zat-


zat kimia,apabila badan kita diisi dengan semua makanan yang berbahaya seperti diatas maka
berbagai penyakit akan timbul akibat dari segala sampah yang ada ditubuh kita.
→ Toksin Biota Air

Di Indonesia, hingga saat ini penelitian terhadap toksin marin belum banyak dilakukan.
Tulisan ini akan membahas beberapa jenis toksin marin, seperti Tetrodotoxin, Ciguatoxi,
Paralytic shellfish poison (PSP), Amnestic shellfish poison (ASP), Diarrhetic shellfish poison
(DSP) dan Neurotoxic shellfish poison (NSP).

 Tetrodotoxin (Puffer Toxin)

Tetrodotoxin adalah toksin yang ditemukan pada beberapa spesies ikan buntal ”puffer” (Fugu
sp). Lebih dari 100 spesies ”puffer fish” (famili Tetraodontidae) menyebar dari perairan
sedang hingga tropis, tetapi hanya sekitar 10 spesies yang dikonsumsi, khususnya di Jepang.
Jenis ikan buntal beracun yang terdapat di Indonesia, antara lain: Buntal Duren (Diodon
hytrix) dari famili Diodontidae bergigi lempeng dan kuat. Namun jenis buntal ini racunnya
tidak mematikan bagi hewan lain seperti amfibi /aves. Buntal Landak (Diodon holacanthus)
bersirip 14, berduri lemah pada punggung, dada, pada sirip dubur terdapat 23 duri lemah.
Buntal Kotak (Rhynchostrcion nasus) dan Buntal Tanduk (Tetronomus gibbosus) berduri di
kepalanya termasuk famili Ostraciontidae. Buntal Kelapa (Arothron reticularis), berciri duri
lemah antara 10 – 11 pada sirip punggung, 9 – 10 pada sirip dubur dan 18 pada sirip dada.
Buntal Pasir (Arthron immaculatus), Buntal Tutul (A . aerostaticus) dan Buntal Pisang
(Gastrophysus lunaris).

Semua jenis ikan buntal tersebut beracun, akan tetapi tingkat toksisitas diantara spesies
tersebut berbeda. Ikan buntal biasanya hidup di daerah terumbu karang. Daging segar dan
beberapa bagian dari tubuh ikan buntal mungkin aman dimakan dalam keadaan mentah atau
dimasak. Tetapi bagian lainnya seperti kandung telur (ovari) (tertinggi, sebagai alat
perlindungan diri dari pemangsa) dan hati sangat beracun, juga mata, kulit, saluran
pencernaan dan jeroan lainnya.

Gejala keracunan, diawali rasa mual, muntah, mati rasa dalam rongga mulut, selanjutnya
muncul gangguan fungsi saraf yang ditandai dengan rasa gatal di bibir, kaki, tangan. Gejala
selanjutnya, terjadi kelumpuhan dan kematian akibat sulit bernapas dan serangan jantung.
Gejala tersebut timbul selama 10 menit hingga 3 jam setelah mengkonsumsinya.
 

 Paralytic Shellfish Poison

Senyawa toksik utama dari ”paralytic shellfish poison” adalah ”saxitoxin” yang bersifat
”neurotoxin”. Keracunan toksin ini dikenal dengan istilah ”Paralytic shellfish poisoning”
(PSP). Keracunan ini disebabkan karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang memakan
dinoflagelata beracun. Dinoflagelata adalah agen saxitoxin dimana zat terkonsentrasi di
dalamnya. Kerang-kerangan menjadi beracun di saat dinoflategelata sedang melimpah karena
laut sedang pasang merah atau ‘red tide’.

Di Jepang bagian selatan ditemukan spesies kepiting (Zosimus aeneus), hewan ini
mengakumulasi dalam jumlah besar saxitoxin. Dan dilaporkan menyebabkan kematian pada
manusia yang mengkonsumsinya. Jenis plankton yang memproduksi saxitoxin adalah
Alexandrium catenella dan A. tamarensis, Keracunan Saxitoxin menimbulkan gejala seperti
rasa terbakar pada lidah, bibir dan mulut yang selanjutnya merambat ke leher, lengan dan
kaki. Kemudian berlanjut menjadi mati rasa sehingga gerakan menjadi sulit. Dalam kasus
yang hebat diikuti oleh perasaan melayang-layang, mengeluarkan air liur, pusing dan muntah.
Toksin memblokir susunan saraf pusat, menurunkan fungsi pusat pengatur pernapasan dan
cardiovasculer di otak, dan kematian biasanya disebabkan karena kerusakan pada sistem
pernapasan.

 Amnesic Shellfish Poison

Komponen utama dari amnesic shellfish poison adalah domoic acid. Domoic acid merupakan
asam amino neurotosik, dimana keracunannya dikenal dengan istilah ”Amnesic shellfish
poisoning”. Keracunan ini diakibatkan karena mengkonsumsi remis (”mussel”). Toksin ini
diproduksi oleh alga laut Nitzhia pungens dimana melalui rantai makanan, mengakibatkan
remis mengandung racun tersebut.

Domoic acid mengikat reseptor glutamat di otak mengakibatkan rangsangan yang terus-
menerus pada sel-sel saraf dan akhirnya terbentuk luka. Korban mengalami sakit kepala,
hilang keseimbangan, menurunnya sistem saraf pusat termasuk hilangnya ingatan dan terlihat
bingung dan gejala sakit perut seperti umumnya keracunan makanan. Telah dilaporkan toksin
tersebut juga dapat mengakibatkan kematian.

 Neurotoxic Shellfish Poison

Komponen utama dari neurotoxic shellfish poison adalah brevitoxin. Keracunan yang
disebabkan oleh toksin Brevitoxin disebut ”Neurotoxic shellfish poisoning”. Keracunan ini
diakibatkan mengkonsumsi kerang-kerangan dan tiram. Toksin ini diproduksi oleh alga laut
Ptychdiscus brevis dimana melalui rantai makanan mengakibatkan kerang dan tiram
mengandung racun tersebut. Gejala keracunannya meliputi rasa gatal pada muka yang
menyebar ke bagian tubuh yang lain, rasa panas-dingin yang bergantian, pembesaran pupil
dan perasaan mabuk.

 Diarrhetic Shellfish Poison

Komponen utama Diarrhetic shellfish poison adalah okadaic acid. Komponen yang lain
adalah pectenotoxin dan yessotoxin. Keracunan yang disebabkan oleh toksin Okadaic acid ini
disebut ”Diarrhetic shellfish poisoning”. Keracunan ini diakibatkan mengkonsumsi kepah
(mussel) dan remis (scallop). Toksin ini diproduksi oleh alga laut Dinophysis fortii dimana
melalui rantai makanan mengakibatkan remis mengandung racun tersebut

Senyawa dari klas okadaic acid ini mempunyai efek sebagai promotor tumor. Gejala utama
keracunan DSP adalah diare yang akut, dimana serangannya lebih cepat dibandingkan dengan
keracunan makanan akibat bakteri. Selain itu, mual, muntah, sakit perut, kram dan
kedinginan. Hingga saat ini informasi ataupun penelitian yang berkaitan dengan cara
penanganan dan atau pengolahan yang mampu untuk mencegah bahaya keracunan toksin
tersebut belum banyak diperoleh

 Ciguatera

Ciguatera disebabkan oleh ciguatoxin, suatu racun yang dihasilkan oleh alga bernama
dinoflagellate, yang ditemukan di seluruh dunia. Selama bulan-bulan musim panas,
dinoflagellate berkembang biak di perairan pesisir menciptakan apa yang disebut mekarnya
alga. Ukuran populasinya menjadi begitu banyak sehingga airpun tampak memerah karena
pigmen alganya, sebuah fenomena yang dikenal sebagai “gelombang merah”.

Ciguatera, adalah jenis paling umum dari keracunan ikan di seluruh dunia, yang mungkin
didapatkan dari konsumsi ikan terumbu karang tropis, seperti kerapu, kakap, kakap putih, dan
ikan kakatua termasuk salmon yang diternakkan. Setiap tahun diperkirakan 50.000 kasus
terjadi secara global. Sejumlah 400 spesies laut diketahui mengandung bioaccumulate
ciguatoxins, yang 1.000 kali lebih bahaya dibanding arsenik. Penyakit ini ditandai dengan
gejala seperti sakit perut yang sangat hebat, mual, detak jantung di bawah normal, kejang dan
pandangan kabur. Kadang kambuh dengan mengkonsumsi hidangan laut, ayam, babi, kopi
atau alkohol dan mungkin terjadi selama bertahun-tahun setelah makan ikan tercemar.
Ciguatoxin tahan terhadap panas dan dingin, jadi memasak, mengasapkan, mendinginkan,
membekukan dan/atau pengasinan ikan beracun tidak bisa melindungi konsumen agar tidak
sakit. Racun ini juga tidak terdeteksi karena tidak berbau dan terasa.

 Scombroid

Scombroid, jenis keracunan ikan lain yang tersebar paling luas setelah ciguatera, adalah
akibat mencerna ikan yang membusuk, dengan gejala yang kadang muncul dalam hitungan
menit setelah makan ikan itu. Ikan yang mungkin mengandung scromboid diantaranya
Sardin, Ikan Teri Ikan Haring, dan Amberjack. Racun histamine ini akan muncul jika kondisi
ikan sudah tidak segar. Pembentukan histamine pada tubuh ikan scombroidae akan meningkat
setelah ikan mati dan tidak segera dibekukan atau tidak segera diolah, sehingga dapat
menyebabkan keracunan jika dikonsumsi. Konsekuensi yang mungkin terjadi diantaranya
keracunan scromboid termasuk perasaan terbakar di sekitar mulut, kulit wajah mengelupas,
detak jantung tidak normal. Memasak dan membekukan ikan tidak akan menetralkan
racunnya

Makanan merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh manusia dan hewan untuk
melangsungkan kehidupannya. Namun, makanan dapat menjadi sumber penyakit jika tidak
memenuhi kriteria sebagai makanan baik, sehat, dan aman. Berbagai kontaminan dapat
mencemari bahan pangan dan pakan sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.
Kualitas makanan atau bahan makanan di alam ini tidak terlepas dari berbagai pengaruh
seperti kondisi lingkungan, yang menjadikan layak atau tidaknya suatu makanan untuk
dikonsumsi. Berbagai bahan pencemar dapat terkandung di dalam makanan karena
penggunaan bahan baku pangan terkontaminasi, proses pengolahan, dan proses penyimpanan.
Di antara kontaminan yang sering ditemukan adalah mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang
(Maryam,2002).

Mikotoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spesies kapang tertentu
selama pertumbuhannya pada bahan pangan maupun pakan (Fox dan Cameron 1989).
Mikotoksin mulai dikenal sejak ditemukannya aflatoksin yang menyebabkan Turkey X–
disease pada tahun 1960 (Maryam, 2002). Hingga saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin
(Cole dan Cox 1981), lima jenis diantaranya sangat berpotensi menyebabkan penyakit baik
pada manusia maupun hewan, yaitu aflatoksin, okratoksin A, zearalenon, trikotesena
(deoksinivalenol, toksin T2) dan fumonisin. Menurut Bhat dan Miller (1991) sekitar 25%-
50% komoditas pertanian tercemar kelima jenis mikotoksin tersebut. Penyakit yang
disebabkan karena adanya pemaparan mikotoksin disebut mikotoksikosis. Jenis Mikotoksin
yang berpotensi menimbulkan permasalahan :

Aflatoksin

Aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus flavus toxin. Toksin ini pertama kali diketahui
berasal dari kapang Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi pada tahun 1960. A. flavus
sebagai penghasil utama aflatoksin umumnya hanya memproduksi aflatoksin B1 dan B2
(AFB1 dan AFB2) Sedangkan A. parasiticus memproduksi AFB1, AFB2, AFG1, dan AFG2.
A. flavus dan A. parasiticus ini tumbuh pada kisaran suhu yang jauh, yaitu berkisar dari 10-
12 0C sampai 42-43 0C dengan suhu optimum 32-33 0C dan pH optimum 6.

Diantara keempat jenis aflatoksin tersebut AFB1 memiliki efek toksik yang paling tinggi.
Mikotoksin ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik sehingga menjadi perhatian
badan kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A. Selain itu,
aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.

Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada produk-produk


pertanian dan hasil olahan (Muhilal dan Karyadi 1985, Agus et al. 1999). Selain itu, residu
aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu (Bahri et al.
1995), telur (Maryam et al. 1994), dan daging ayam (Maryam 1996). Sudjadi et al (1999)
melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pasien (66 orang pria dan 15 orang wanita)
menderita kanker hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goreng, bumbu kacang,
kecap dan ikan asin. AFB1, AFG1, dan AFM1 terdeteksi pada contoh liver dari 58 % pasien
tersebut dengan konsentrasi diatas 400 µg/kg.

 Okratoksin

Okratoksin, terutama Okratoksin A (OA) diketahui sebagai penyebab keracunan ginjal pada
manusia maupun hewan, dan juga diduga bersifat karsinogenik. Okratoksin A ini pertama
kali diisolasi pada tahun 1965 dari kapang Aspergillus ochraceus. Secara alami A. ochraceus
terdapat pada tanaman yang mati atau busuk, juga pada biji-bijian, kacang-kacangan dan
buah-buahan. Selain A.ochraceus, OA juga dapat dihasilkan oleh Penicillium viridicatum
(Kuiper-Goodman 1996) yang terdapat pada biji-bijian di daerah beriklim sedang
(temperate), seperti pada gandum di eropa bagian utara. P. viridicatum tumbuh pada suhu
antara 0-31 0C dengan suhu optimal pada 20 0C dan pH optimum 6-7. A.ochraceus tumbuh
pada suhu antara 8-37 0C. Saat ini diketahui sedikitnya 3 macam Okratoksin, yaitu
Okratoksin A (OA), Okratoksin B (OB), dan Okratoksin C (OC). OA adalah yang paling
toksik dan paling banyak ditemukan di alam, terupama pada komoditas kopi selain itu OA
juga banyak ditemukan pada berbagai produk ternak seperti daging babi dan daging ayam.
Hal ini karena OA bersifat larut dalam lemak sehingga dapat tertimbun di bagian daging yang
berlemak. Manusia dapat terekspose OA melalui produk ternak yang dikonsumsi.

Zearalenon

Zearalenon adalah toksin estrogenik yang dihasilkan oleh kapang Fusarium graminearum, F.
tricinctum, dan F. moniliforme. Kapang ini tumbuh pada suhu optimum 20-25 0C dan
kelembaban 40-60 %. Zearalenon pertama kali diisolasi pada tahun 1962. Mikotoksin ini
cukup stabil dan tahan terhadap suhu tinggi. Hingga saat ini paling sedikit terdapat 6 macam
turunan zearalenon, diantara nya α-zearalenol yang memiliki aktivitas estrogenik 3 kali lipat
daripada senyawa induknya. Senyawa turunan lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-
hidroksi zearalenon, 3-hidroksi zearalenon, 7-dehidro zearalenon, dan 5- formil zearalenon.
Komoditas yang banyak tercemar zearalenon adalah jagung, gandum, kacang kedelai, beras
dan serelia lainnya.
 Fumonisin

Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang dihasilkan oleh kapang Fusarium spp.,
terutama F. moniliforme dan F. proliferatum. Mikotoksin ini relatif baru diketahui dan
pertama kali diisolasi dari F. moniliforme pada tahun 1988 (Gelderblom, et al. 1988). Selain
F. moniliforme dan F. proliferatum, terdapat pula kapang lain yang juga mampu
memproduksi fumonisin, yaitu F.nygamai, F. anthophilum, F. diamini dan F. napiforme. F.
moniliforme tumbuh pada suhu optimal antara 22,5-27,5℃  dengan suhu maksimum 32-37
℃. Kapang Fusarium ini tumbuh dan tersebar diberbagai negara didunia, terutama negara
beriklim tropis dan sub tropis.

Komoditas pertanian yang sering dicemari kapang ini adalah jagung, gandum, sorgum dan
berbagai produk pertanian lainnya. Hingga saat ini telah diketahui 11 jenis senyawa
Fumonisin, yaitu Fumonisin B1 (FB1), FB2, FB3 dan FB4, FA1, FA2, FC1, FC2, FP1, FP2
dan FP3. Diantara jenis fumonisin tersebut, FB1 mempunyai toksisitas yang dan dikenal juga
dengan nama Makrofusin. FB1 dan FB2 banyak mencemari jagung dalam jumlah cukup
besar, dan FB1 juga ditemukan pada beras yang terinfeksi oleh F.proliferatum. Keberadaan
kapang penghasil fumonisin dan kontaminasi fumonisin pada komoditi pertanian, terutama
jagung di Indonesia telah dilaporkan oleh Miller et al. (1993), Trisiwi (1996), Ali et al. 1998
dan Maryam (2000b). Meskipun kontaminasi fumonisin pada hewan dan manusia belum
mendapat perhatian di Indonesia, namun keberadaannya perlu diwaspadai mengingat
mikotoksin ini banyak ditemukan bersama-sama dengan aflatoksin sehingga dapat
meningkatkan toksisitas kedua mikotoksin tersebut (Maryam, 2000).

Citrinin

Citrinin pertama kali diisolasi dari Penicillium Citrinum oleh Thom pada tahun 1931.
Mikotoksin ini ditemukan sebagai kontaminan alami pada jagung, beras, gandum, barley, dan
gandum hitam (rye). Citrinin juga diketahui dapat dihasilkan oleh berbagai spesies Monascus
dan hal ini menjadi perhatian terutama oleh masyarakat Asia yang menggunakan Monascus
sebagai sumber zat pangan tambahan. Monascus banyak dimanfaatkan untuk diekstraksi
pigmennya (terutama yang berwarna merah) dan dalam proses pertumbuhannya,
pembentukan toksin citrinin oleh Monascus perlu dicegah.

  Deoksinivalenol
Deoksinivalenol (DON, vomitoksin) adalah mikotoksin jenis trikotesena tipe B yang paling
polar dan stabil. Jenis mikotoksin ini diproduksi oleh jamur Fusarium Graminearium
(Gibberella zeae) dan Fusarium Culmorum, dimana keduanya merupakan patogen pada
tanaman. DON merupakan suatu epoksi-sesquiter-penoid yang mempunyai 1 gugus hidroksil
primer dan 2 gugus hidroksil sekunder serta gugus karbonil berkonjugasi yang
membedakannya dengan trikotesena tipe lain.

Keberadaan DON kadang-kadang disertai pula oleh mikotoksin lain yang dihasilkan oleh
Fusarium seperti zearalenon, nivalenol (dan trikotesena lain) dan juga fumonisin. DON
merupakan salah satu penyebab terjadinya mikotoksikosis pada hewan. Merupakan
mikotoksin yang stabil secara termal, oleh karena itu sangat sulit untuk menghilangkannya
dari komoditi pangan yang rentan terkontaminasi senyawa ini, seperti pada gandum. DON
banyak terdapat pada tanaman biji-bijian seperti gandum, barley, oat, gandum hitam, tepung
jagung, sorgum, tritikalus dan beras. Pembentukan DON pada tanaman pertanian tergantung
pada iklim dan sangat bervariasi antar daerah dengan geografi tertentu.

Konsentrasi DON yang pernah dideteksi pada bahan pangan yaitu pada barley mencapai
0,004 mg/kg -9 mg/kg, 0,003 mg/kg -3,7 mg/kg pada jagung, 0,004 mg/kg – 0,76 mg/kg pada
oat, 0,006 mg/kg – 5 mg/kg pada beras, 0,013 mg/kg – 0,240 mg/kg pada gandum hitam, dan
0,001 mg/kg -6 mg/kg pada gandum.  Karena senyawa ini stabil, DON dapat pula ditemukan
pada produk sereal seperti sereal untuk sarapan, roti, mi instan, makanan bayi, malt dan bir.
Transfer DON dari pakan ternak ke dalam daging dan produk hewan lainnya sangat rendah.
Selain itu produk dari hewan ini tidak mempunyai kontribusi yang nyata terhadap manusia.

Toksisitas akut DON diperlihatkan pada babi dengan gejala keracunan seperti muntah-
muntah, tidak mau makan, penurunan berat badan dan diare. Intoksikasi akut menyebabkan
nekrosis pada beberapa jaringan seperti saluran pencernaan, jaringan limfoid dan sumsum
tulang.

Penelusuran subkronik secara oral pada beberapa hewan percobaan seperti babi, mencit dan
tikus juga menunjukkan terjadi penurunan asupan makan dan peningkatan berat badan
menjadi sangat lambat serta terjadi perubahan pada beberapa parameter darah seperti pada
serum immunoglobin.
DON dapat dimetabolisme melalui de-epoksidasi dan glukuronidasi menjadi metabolit yang
tidak terlalu toksik serta mempunyai efek terhadap kesehatan setelah diberikan secara
tunggal, jangka pendek ataupun jangka panjang. Pada pemberian tunggal, efek
toksikologinya mempunyai 2 karakter yaitu menurunkan konsumsi makanan (anoreksia) dan
muntah (emesis). Selain itu dapat mengganggu proses pembelahan sel dan merusak saluran
pencernaan.

Efek yang paling tampak dalam pemberian DON adalah menurunya pertumbuhan hewan
target. Pada dosis yang lebih tinggi akan berefek terhadap, thymus, limpa dan hati. Pada studi
selama 2 tahun terhadap mencit, pemberian dengan dosis rendah (0,1 mg/kg BB/hari)
menyebabkan menurunnya berat badan. Namun hasil ini secara biologi tidak nyata, karena
tidak ada perubahan lain pada dosis ini, maka Observed Effect Level (NOEL)-nya ialah 0,1
mg/kg BB/hari.

DON tidak mutagenik pada bakteri, namun pada studi in vivo dan in vitro ditemukan adanya
penyimpangan pada kromosom yang mengindikasikan DON genotoksik. Memiliki sifat
teratogenik tetapi tidak diturunkan. Hal ini berdasarkan studi pada mencit yang sedang hamil
yang diberi 5 mg/kg BB/hari DON secara gavage selama periode gestasi 8 hari -11 hari.
Namun saat diberi dosis 2,5 mg/kg BB/hari hal ini tidak berlaku. Jika DON ditambahkan
pada pakan, NOEL untuk toksisitas maternal dan toksisitas feto-nya ialah 0,38 mg/kg
BB/hari.  Berdasarkan studi yang pernah dilakukan, DON dapat berefek tidak baik terhadat
sistem kekebalan tubuh. DON tidak menyebabkan efek karsinogen, mutagen ataupun
teratogen karena bukti ilmiahnya belum pernah ditemukan baik melalui percobaan hewan di
laboratorium maupun pada hewan target.

6.2.7 Patulin

Patulin dihasilkan oleh Penicillium, Aspergillus, Byssochlamys, dan spesies yang paling
utama dalam memproduksi senyawa ini adalah Penicillium expansum. Toksin ini
menyebabkan kontaminasi pada buah, sayuran, sereal, dan terutama adalah apel dan produk-
produk olahan apel sehingga untuk diperlukan perlakuan tertentu untuk menyingkirkan
patulin dari jaringan-jaringan tumbuhan Contohnya adalah pencucian apel dengan cairan
ozon untuk mengontrol pencemaran patulin. Selain itu, fermentasi alkohol dari jus buah
diketahui dapat memusnahkan patulin. Merupakan mikotoksin yang dapat mengkontaminasi
berbagai jenis buah (apel,anggur, pir), sayuran, jagung kering, sereal dan makanan ternak.
Sumber utama patulin yang membahayakan manusia terdapat pada apel dan jus apel,
terutama yang dibuat dengan pemerasan secara langsung. Produk lain yang mengandung apel
seperti selai, pie juga mengandung patulin dalam konsentrasi rendah. Cider manis juga dapat
mengandung patulin jika ke dalamnya ditambahkan jus apel. Patulin yang terdapat pada apel
busuk yang terkontaminasi oleh jamur dan juga pada cider apel manis yang diperjualbelikan
mencapai 45 mg/liter.

Pada studi akut dan jangka pendeknya, patulin menyebabkan hyperaemia, pendarahan,
peradangan dan pembengkakan pada saluran pencernaan. Berdasarkan studi toksisitas yang
telah dilakukan selama 13 minggu pada tikus yaitu 0,8 mg/kg BB/hari, menyebabkan
melemahnya fungsi ginjal. Selain itu juga menyebabkan hyperaemia di duodenum pada
kelompok tikus yang diberi dosis menengah dan tinggi. Dua studi toksisitas reproduktif pada
tikus dan studi teratogenitas pada mencit dan tikus sudah dilakukan. Hasilnya tidak ada efek
reproduktif ataupun teratogenik yang terjadi pada mencit ataupun tikus pada dosis sampai 1,5
mg/kg BB/hari. Namun peningkatan frekuensi resorpsi fetal dan toksisitas maternal
ditemukan pada perlakuan dosis tinggi yang mengindikasikan patulin toksik pada embrio.

Pada tikus, dosis patulin yang diberikan pada umumnya akan hilang setelah 48 jam pada
feses maupun urin; dan kurang dari 2 % akan terekspirasi sebagai CO2; sekitar 2 % dari dosis
yang diberikan itu akan tetap ada setelah 7 hari, dan biasanya terdapat dalam eritrosit.

Kera ekor babi (Macaca nemestrina) dapat mentoleransi konsumsi patulin sampai  0,5 mg/kg
BB/hari selama 4 minggu tanpa efek yag merugikan.  Eksperimen in vitro dan in vivo
mengindikasikan bahwa patulin mempunyai sifat imunosupresan. Namun dosis yang
menyebabkan efek ini, lebih tinggi daripada NOEL dalam studi toksisitas jangka pendek dan
studi gabungan antara toksistas reproduktif-toksisitas jangka panjang-studi karsinogenitas.

Meskipun terdapat data mengenai genotoksisitas, sebagian besar pengujian menggunakan sel
mamalia memberikan hasil positif sedangkan pengujian dengan bakteri memberikan
hasilnegatif. Beberapa studi mengindikasikan bahwa patulin mengganggu sintesis DNA. Efek
genotoksisitas berkaitan dengan kemampuan dan afinitas patulin yang kuat dengan kelompok
sulfidril dan akibatnya enzim yang terlibat dalam replikasi DNA terhambat aktivitasnya.
Dengan kata lain, dari data yang ada patulin merupakan senyawa genotoksik. Toksisitas
patulin yang terbentuk dengan sistein lebih rendah daripada senyawa yang tidak dimodifikasi
dalam hal toksisitas akut, teratogenitas dan mutagenitas.

Patulin yang diinjeksi dalam dosis tinggi selama lebih dari 2 bulan berefek
karsinogen,ditandai terbentuknya sarkoma pada lokasi injeksi. Pada studi jangka panjang
dengan dosis rendah, efek karsinogen ini tidak terjadi. Patulin juga bersifat immunotoksik
dan neurotoksik. IARC (1986) menyimpulkan tidak ada evaluasi yang dibuat mengenai
karsinogenitas patulin pada manusia dan tidak ada hasil percobaan terhadap hewan yang
mendukung. Berdasarkan studi jangka panjang mengenai karsinogenitas pada tikus dan
mencit, JECFA menetapkan PTWI sebesar 7 µg/kg BB.

Pada studi gabungan tentang toksisitas reproduktif, toksisitas jangka panjang/karsinogenitas


pada tikus, dosis patulin sebanyak 0,1 mg/kg BB/hari tidak memberikan efek terhadap
penurunan berat badan pada tikus jantan. Namun patulin yang diberikan 3 kali seminggu
selama 24 bulan mempunyai NOEL 43 µg/kg BB/hari.

Berdasarkan studi-studi yang pernah dilakukan, patulin akan memberikan hasil sensitif jika
diberikan sebanyak 3 kali per minggu; dan ini menghasilkan PTWI yang berubah menjadi
PMTDI; hal ini disebabkan karena patulin tidak terakumulasi dalam tubuh. Berdasarkan pada
nilai NOEL 43 µg/kg BB/hari dan nilai       safety factor 100, nilai PMTDI yang didapat ialah
0,4 µg/kg BB.

Patulin dapat menyebabkan hyperaemia, pendarahan, peradangan dan pembengkakan pada


saluran pencernaan; selain itu juga karena afinitasnya yang kuat dengan kelompok sulfidril;
patulin dapat menghambat enzim yang terlibat dalam replikasi DNA sehingga proses sintesis
DNA terganggu. Patulin dalam dosis tinggi berefek karsinogen. Patulin juga bersifat
immunotoksik dan neurotoksik.

→Toksin alami dari bahan pangan nabati

Mual, muntah, nyeri


Fitohemaglutinin Kacang merah
perut,diare.
Glikosida sianogenik Singkong, rebung, biji buah- Penyempitan saluran
buahan(apel, aprikot, nafas,mual, muntah, sakit
pir,plum, ceri, peach) kepala.
Rasa terbakar di mulut,
Glikoalkaloid Kentang, tomat hijau
sakitperut, mual,muntah.
Sakit perut, nyeri pada
Kumarin Parsnip, seledri kulitjika terkena sinar
matahari.
Muntah, kram perut,
Kukurbitasin Zucchini
diare,pingsan.
Kram, mual, muntah, sakit
Asam oksalat Bayam, rhubarb, the
kepala.

2.5 Detoksifikasi Dalam Tubuh

Tanpa kita sadari bahwa sebagaian dari masalah tubuh kita sebenarnya berasal dari kebiasaan
makan. Tidak ada kehidupan dibumi ini selain manusia yang dikatan “beradap” sanggup
memakan makan yang mengandung sifat asam yang berlebihan seperti daging, makanan yang
dihaluskan seperti nasi putih, roti, gula, manisan, makan yang digoreng dan berminyak,
protein berlebihan dan lain-lain, disebabkan terlalu banyak makan. Hal tersebut menyebabkan
tubuh kita terlalu banyak mengandung asam serta dpenuhi dengan makan yang tidak dapat
dicerna, berfermentasi, busuk dan tidak asli. Makan yang kita makan setiap hari mengandung
bahan-bahan kimia seperti bahan pengawet, pewarna, antibiotic, perasa tiruan, racun binatang
perusak dan lain-lain. Seluruh makanan tersebut meningkatkan kandungan racun didalam
tubuh kita.
Dalam keadaan biasa, hati kita akan mengeluarkan sisa-sisa pembuangan melalui saluran
usus dan kulit, sementara ginjal mengeluarkan sisa-sisa pembuangan melalui saluran kencing
atau kantong kencing. Apabila hati dan ginajal kita terluka atau terbebani maka fungsi
pembersihan toksin yang biasa tidak dapat dilakukan, toksin didalam tubuh akan menyebar
ke dalam darah, darah bertoksin tersebut jika tidak dapat dihilangkan atau dinetralisir, akan
dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, naluri daya tahan manusia telah
menyesuaikan diri dengan cara-cara lain yang mengagumkan.

Daya tahan endokrin akan membawa toksin supaya toksin tersebut dapat dibersihkan melalui
organ-organ pengeluaran lain seperti kalenjar gondok yang akan memaksa pembersihan
toksin melalui sel-sel membrane mucus yang berasal dari endothelial dan menyebabkan
mukosistis.
Kelenjar adrenal akan memaksa ginjal memperkuat fungsi penyaringan sehingga dapat
merusak ginjal itu sendiri. Tekanan darah juga meningkat dan menyebabkan serangan
penyakit jantung atau berpangaruh buruk terhadap sistem penyebaran lainnya.

Toksin empedu yang dibersihkan oleh hati kita akan dihilangkan melalui kulit sebagai
pengganti sehingga menyebabkan berbagai penyakit kulit seperti jerawat, bintik-bintik dan
tahi lalat.

Tubuh manusia memiliki mekanisme detoksifikasi yang mengeluarkan racun-racun dari dala
tubuh. Tuhan telah menciptakan liver sebagai pusat detoksifikasi alamiah yang mampu
menetralisasikan semua racun didalam tubuh. Liver, organ paling utama dalam proses detok
didalam tubuh, melakukan detoksifikasi setiap hari. Ada dua fase proses detox, pertama liver
mengubah sifat racun dari toksin atau dinetralkan. Kedua, toksin yang telah dinetralkan
diubah sifat senyawanya sehingga larut dalam air dan dibuang keluar tubuh lewat urine dan
keringat. Tapi, kerja liver ini bisa terganggu jika racun terlalu banyak mengendap ditubuh
kita. Akibatnya, fungsi liver bisa menurun. Tanda-tanda menurunnya fungsi liver, antara lain
ditandai dengan tubuh mudah lelah, mual, kembung, beratbadan naik, asam urat naik, kadar
kolesterol tinggi, masuk angin, kram, mudah lapar, hingga otot-otot terasa pegal.

Bila gejala-gejala seperti itu dibiarkan saja tanpa ada upaya untuk memperbaiki fungsi liver,
dampaknya bisa memunculkan penyakit degeneratif, seperti kanker, pengerasan liver,
kencing manis, darah tinggi, jantung koroner, stroke, dan penuaan dini. Para pakar kesehatan
mengemukakan kesehatan tubuh itu sebenarnya berawal dari usus besar yang sehat. Pola
makan dan pola hidup yang tak sehat akan menyisakan kerak yang menempel di dinding usus
besar. Selama kerak didinding usus besar tidak dibersihkan, proses penyerapan racun akan
terus berlangsung. Selanjutnya, racun akan masuk ke pembuluh darah dan membebani kerja
liver sebagai pusat metabolisme yang bekerja membongkar semua sampah. Meski secara
alamiah tubuh manusia mampu melakukan detox setiap hari, kemampuan tubuh manusia
untuk membuang toksin terbatas. Ditambah lagi jika gaya hidup tidak sehat dan lingkungan
tempat tingal banayk polusi, kemampuan liver untuk melakukan detoksifikasi semakin tidak
optimal.

2.6 Pengaruh Toksin Dalan Tubuh Manusia


Tanda-tanda permulaan yang menunjukkan badan kurang bersih termasuk: lendir di dalam
hidung dan kerongkongan pada waktu bangun pagi, hidung tersumbat atau berari, lidah kotor,
nafas berbau, noda darah pada mata, selera makan menurun, perut kembung, masuk angin,
pening kepala, ketombe yang berlebihan, keringat yang berliebihan, bau badan, kulit
berwarna kekuningan, cepat marah dan lain-lain.

Sisa pembuangan bertoksin (toksin) bukan saja merusak fungsi pencernaan kita yang normal,
bahkan akan dibawa oleh darah ke berbagai organ tubuh, lalu merusakkan sistem peredaraan
(saluran darah), organ penyaringan (sistem hati dan ginjal) dan organ pengeluran (sistem
gastrousus).

Terdapat 3 sistem pembersihan toksin utama di tubuh manusia:


1. System pencernaan; usus kecil, usus besar.
2. System penyaringan; hati, ginjal, rahim, kulit.
3. System endokrin; kalenjar pituitary, kelenjar pineal, kelenjar gondok, kelenjar paratiroid,
kelenjar timus, kelenjar adrenal, pankreas, kelenjar seks dan lain-lain.

Oleh karena itu kita perlu sekali menjaga pola hidup sehat atau mengatur pola makan kita
setiap harinya, jika perlu lakukan detoksifikasi berkala secara rutin. Detoksifikasi adalah
proses pengeluaran racun (toksin) atau zat-zat yang bersifat racun dari dalam tubuh. Bila
tubuh bersih dari toksin atau racun maka kita akan terbebas dari segala penyakit.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Toksin merupakan substansi yang mempunyai gugus fungsional spesifik, letaknya di dalam
molekul dan menunjukkan aktivitas fisiologis yang kuat.  Istilah untuk toksin marin,
digunakan untuk racun yang berasal dari organisme laut. Istilah lain yang ada kaitannya
adalah racun atau ”bisa”. Toksin masuk ke dalam tubuh melalui mulut, sedangkan ”bisa”
melalui sengatan atau gigitan.   Kebanyakan toksin ini diproduksi oleh alga (fitoplankton).

Toksin sangat berbahaya bagi tubuh dan bersifat akumulatif, kebanyakan toksin diadalam
tubuh dapat menyebabkan gangguan pada detoksifikasi tubuh,metabolisme tubuh dan
berakhir pada kerusakan organ tubuh.gejala yang ditimbulkan akibat toksin adalah masalah
kulit,alergi,gangguan pernafasan, gangguan pencernaan, nyeri otot, kelelahan kronis, sakit
kepala dan banyak lagi.

3.2 Saran

Detoksifikasi juga dapat kita lakukan dengan diet, puasa, pembersihan dan detoksifikasi, dan
suplemen. Program detoksifikasi jangka panjang yang terukur melalui perubahan gaya hidup,
dan minum suplemen untuk membantu membersihkan saluran pencernaan dan menunjang
fungsi hati. Puasa rutin yang dilakukan secara periodik adalah cara yang baik untuk
membantu menghindari akumulasi zat-zat toksik dalam tubuh. Jika Anda mencoba mengikuti
program detoksifikasi yang diberikan oleh lembaga profesional, sebaiknya Anda mengetahui
bahwa tiap lembaga memang memiliki cara masing-masing namun semuanya berdasar pada
prinsip-prinsip di atas.

DAFTAR PUSTAKA

Arif S. 2009. Toxin Marin Alami. Artikel. http://takute91.blogspot.com/2009/10/toksin-


marin-alami.html.
https://www.nakedpress.co/blogs/stories/3-sumber-toksin-yang-ada-di-sekitarmu
https://www.bloggerkalteng.id/2012/05/klasifikasi-dan-karakteristik-toksikan.html
Frank C. Lu. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
https://www.slideshare.net/NurAngraini/toksikologi-43614039
https://akhmadawaludin.web.ugm.ac.id/toksikan-alami-i/

Anda mungkin juga menyukai