Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI DAN FITOKIMIA III

“Ekstraksi”

Disusun Oleh :
Kelompok 2 C
11171020000051 Afifah Khairunnisa
11171020000053 Mariya Ulfah
11171020000056 Ghina Syarifah
11171020000059 Hasna Dzakiyah Martha
11171020000060 Rahmah Dinda Purnama
11171020000068 Fitri Anbar

FARMASI 2017

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
OKTOBER / 2019
I. TUJUAN
1. Mampu mengekstraksi kandungan kimia dari bahan alam menggunakan metoda
maserasi.
2. Mampu menghitung beberapa rendemen dari ekstrak yang dihasilkan.

II. LANDASAN TEORI


Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dan bagian
tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif tersebut
terdapat di dalam sel, namun sel tumbuhan dan hewan memiliki perbedaan begitu pula
ketebalannya sehingga diperlukan metode ekstraksi dan pelarut tertentu untuk
mengekstraksinya ( Tobo F, 2001).
Ekstraksi adalah pemurnian suatu senyawa. Ekstraksi cairan-cairan merupakan
suatu teknik dalam suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu
pelarut kedua (biasanya organik), yang pada dasarnya tidak saling bercampur dan
menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu.
Pemisahan itu dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok larutan dalam sebuah corong
pemisah selama beberapa menit (Shevla, 1985).
Ada beberapa metode sederhana yang dapat dilakukan untuk mengambil
komponen berkhasiat ini; diantaranya dengan melakukan perendaman, mengaliri
simplisia dengan pelarut tertentu ataupun yang lebih umum dengan melakukan perebusan
dengan tidak melakukan proses pendidihan (Makhmud, 2001).
Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun hewan lebih
mudah tarut dalam petarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif dimulai ketika pelarut
organik menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga set yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif
di dalam sel dan pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar
sel, dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi
zat aktif di dalam dan di luar sel (Tobo F, 2001).
1. Metode Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkanpenyari melalui serbuk
simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan perkolasi adalah serbuk
simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi
sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,
cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampel
dalam keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya
sendiri dan tekanan penyari dari cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler
yang cenderung untuk menahan gerakan ke bawah (Ditjen POM, 1986).

Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena (Ditjen POM,
1986) :

1) Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi


dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan derajat
perbedaan konsentrasi.
2) Ruangan diantara butir – butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi.

Adapun kerugian dari cara perkolasi ini adalah serbuk kina yang mengadung
sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi dengan alat perkolasi
yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan berhenti mengalir (Ditjen
POM, 1986).

Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya
larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran
(friksi) (Ditjen POM, 1986).

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan
untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar
dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah dilakukannya
penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Ditjen POM, 1986).
2. Metode Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan
penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi
molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam
klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati
pipa sifon. Proses ini berlangsung hingga penyarian zat aktif sempurna yang ditandai
dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa sifon atau jika diidentifikasi
dengan kromatografi lapis tipis tidak memberikan noda lagi. (Ditjen POM, 1986).
Metode soxhletasi bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas, karena
pelarut atau cairan penyarinya dipanaskan agar dapat menguap melalui pipa samping
dan masuk ke dalam kondensor, walaupun pemanasan yang dilakukan tidak langsung
tapi hanya menggunakan suatu alat yang bersifat konduktor sebagai penghantar
panas. Namun, proses ekstraksinya secara dingin karena pelarut yang masuk ke dalam
kondensor didinginkan terlebih dahulu sebelum turun ke dalam tabung yang berisi
simplisia yang akan dibasahi atau di sari. Hal tersebutlah yang mendasari sehingga
metode soxhlet digolongkan dalam cara dingin. Pendinginan pelarut atau cairan
penyari sebelum turun ke dalam tabung yang berisi simplisia dilakukan karena
simplisia yang disari tidak tahan terhadap pemanasan. (Ditjen POM, 1986).
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan dan
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klongsong yang telah dilapisi dengan
kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klongsong tidak boleh melebihi
pipa sifon), karena dapat mempengaruhi kesetimbangan pergerakan eluen yang telah
terelusi keluar dari pipa sifon, dimana jika tinggi sampel melebihi kertas saring (pipa
sifon), maka eluen hasil elusi akan keluar melalui pipa aliran uap yang berada diatas
sampel, bukan keluar melalui pipa sifon . Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan
cairan penyari yang sesuai kemudian ditempatkan di atas waterbath atau heating
mantel dan diklem dengan kuat kemudian klongsong yang telah diisi sampel dipasang
pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan cairan penyari ditambahkan
untuk membasahkan sampel yang ada dalam klongsong. Setelah itu kondensor
dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan kuat. Aliran air dan pemanas
dijalankan hingga terjadi proses ekstraksi dimana pada saat pelarut telah mendidih,
maka uapnya akan melalui pipa samping lalu naik ke kondensor. Di sini uap akan
didinginkan sehingga uap mengembun dan menjadi tetesan- tetesan cairan yang akan
menetes turun ke klongsong dan membasahi simplisia. Tetesan – tetesan uap air
cairan penyari ini akan ditampung di dalam klongsong hingga suatu ketika ekstrak
mencapai ketinggian ujung sifon sehingga pelarut ini akan turun kembali ke dalam
wadah pelarut secara cepat. Proses ini berulang hingga penyarian yang dilakukan
sempurna dalam hal ini, cairan penyari yang pada awalnya berwarna, di dalam pipa
sifon sudah tidak berwarna lagi atau jika cairan penyari pada awalnya memang tidak
berwarna maka biasanya dilakukan 20-25 kali sirkulasi. Ekstrak yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor (Ditjen POM, 1986).
Adapun keuntungan dari proses soxhletasi ini adalah cara ini lebih
menguntungkan karena uap panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi melalui pipa
samping. Kerugiannya adalah jumlah ekstrak yang diperoleh lebih sedikit
dibandingkan dengan metode maserasi (Ditjen POM, 1986).

3. Metode Sonikasi
Metode ekstraksi sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi
42 kHz yang dapat mempercepat waktu kontak antara sampel dan pelarut meskipun
pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan proses perpindahan massa senyawa bioaktif
dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat. Sonikasi mengandalkan energi
gelombang yang menyebabkan proses kavitasi, yaitu proses pembentukan
gelembung-gelembung kecil akibat adanya transmisi gelombang ultrasonik untuk
membantu difusi pelarut ke dalam dinding sel tanaman (Ashley et al. 2001).

4. Metode Microwave
Metode ekstraksi terbaru dengan menggunakan sistem distilasi dengan
memanfaatkan pemanasan gelombang mikro yang dikenal dengan istilah Microwave
Assisted Extraction. Metode ini dikembangkan lagi menjadi empat metode yakni
Microwave Hydrodistillation, Microwave Steam Distillation, Microwave Steam
Diffution dan Solvent Free Microwave Extraction. Pada penelitian ini dipilih metode
Microwave Hydrodistillation. Penelitian ini bertujuan mempelajari dan
membandingkan proses ekstraksi minyak atsiri dari akar wangi dengan menggunakan
metode microwave hydrodistillation dan soxhlet extraction.
Kelebihan MAE adalah waktu ekstraksi dan kebutuhan pelarut yang relatif rendah
diband-ing ekstraksi konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rende-men
terbesar dihasilkan dari proses ekstraksi dengan microwave pada daya 450 W selama
20 menit dengan besar rendemen 0,547%. Berdasarkan uji GC-MS, minyak
mikroalga hasil ekstraksi mengandung asam oleat, yang merupakan asam lemak tidak
jenuh rantai panjang.

III. METODOLOGI KERJA


1. Alat
1) Alat sonifikasi
2) Botol gelap
3) Kertas saring
4) Corong
5) Alat Rotary Evaporator
2. Bahan
1) Bahan simplisia
2) Methanol
3. Cara Kerja
1) Timbang simplisia lalu dibagi menjadi dua dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer
2) Metanol ditambahkan ke dalam erlenmeyer sampai 2 cm diatas simplisia
3) Erlenmeyer ditutup alumunium foil
4) Alat sonikasi dinyalakan
5) Alat diatur dengan suhu 40 derajat dan waktu 30 menit
6) Erlenmeyer yang sudah berisi simplisia dimasukkan ke dalam alat sonikasi
lalu tekan tombol mulai agar alat bekerja
7) Setelah selesai, saring bahan dengan kertas saring
8) Larutan yang telah disaring di evaporasi sehingga menjadi ekstrak kental
9) Ekstrak kental dipindahkan ke dalam wadah kaca
10) Tutup wadah dengan alumunium foil dan lubangi
11) Simpan di dalam kulkas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil
Berat simplisia = 300 gram
Berat ekstrak kental = 10,577 gram
Berat sampel akhir
% Rendemen = x 100 %
Berat sampel awal
10,577 g
= x 100%
300 g

= 3,52 %
2. Pembahasan
Komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam bahan organic seperti
yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan oleh keperluan hidup
manusia, baik komponen senyawa tersebut digunakan untuk keperluan industri
maupun untuk bahan obat-obatan. Komponen tersebut dapat diperoleh dengan metode
ekstraksi dimana ekstraksi merupakan proses pelarutan komponen kimia yang sering
digunakan dalam senyawa organik untuk melarutkan senyawa tersebut dengan
menggunakan suatu pelarut (Anonim, 2013).
Menurut Mc Cabe (1999) dalam Muhiedin (2008), ekstraksi dapat dibedakan
menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya yaitu:
1) Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari
campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2) Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang
saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu
zat.

Ekstraksi padat cair secara umum terdiri dari maserasi, refluktasi, sokhletasi, dan
perkolasi. Metoda yang digunakan tergantung dengan jenis senyawa yang kita gunakan.
Jika senyawa yang kita ingin sari rentan terhadap pemanasan, maka metode maserasi dan
perlokasi yang cocok untuk digunakan. Sedangkan jika senyawa tersebut tahan terhadap
pemanasan maka metode refluksi dan sokletasi yang digunakan. (Safrizal,2010).
Pada praktikum kali ini, kelompok kami menggunakan ekstraksi dengan metode
sonikasi. Metode ekstraksi sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan
frekuensi 20-40 kHz yang dapat mempercepat waktu kontak antara sampel dan pelarut
meskipun pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan proses perpindahan massa senyawa
bioaktif dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat. Sonikasi mengandalkan
energi gelombang yang menyebabkan proses kavitasi, yaitu proses pembentukan
gelembung-gelembung kecil akibat adanya transmisi gelombang ultrasonik untuk
membantu difusi pelarut ke dalam dinding sel tanaman (Ashley et al. 2001). Ultrasonik
menupakan energi yang dihasilkan gelombang suara dengan frekuensi di atas deteksi
telinga manusia, yaitu 20 kHz sampai 500 MHZ (Thompson & Doraiswamy, 1999 dalam
Teddy, 2011). Ultrasonik pada intensitas rendah dan frekuensi tinggi biasanya
diaplikasikan untuk evaluasi non-destruktif sebaliknya pada intensitas tinggi dan
frekuensi rendah merupakan jenis ultrasonik untuk aplikasi sonokimia (Thompson &
Doraiswamy, 1999 dalam Teddy, 2011). Ekstraksi dengan menggunakan gelombang
ultrasonik dapat menyebabkan gangguan fisik pada dinding maupun membran sel
biologis serta penurunan ukuran partikel. Efek tersebut menyebabkan penetrasi pelarut
lebih baik ke dalam sel dan meningkatkan laju perpindahan massa pada jaringan serta
memfasilitasi perpindaan senyawa aktif ke pelarut (Novak et al, 2008 dalam Teddy,
2011).

Pada praktikum kali ini simplisia yang digunakan untuk diektraksi yaitu Temu
Hitam sebanyak ±300 gram yang direndam dalam larutan methanol. Methanol berfungsi
sebagai pelarut untuk menarik zat aktif yang terkandung dalam simplisia agar dapat
terekstraksi.. Simplisia dibagi menjadi dua tempat pada gelas erlemeyer yang kemudian
direndam didalam Alat ultranosikasi bath dan diatur pada suhu 40oC selama 30 menit.
Setelah 30 menit rendaman simplisia dalam methanol disaring agar filtrate hasil saringan
kemudian di evaporasi atau diuapkan menggunakan evaporatory rotation pada suhu 40oC
untuk menguapkan pelarut methanol dari ekstrak simplisia. Filtrate di uapkan hingga
pelarut sudah habis menguap yang ditandai dengan hasil ekstrak sudah mengental dan
pada alat evaporatory rotation pelarut sudah tidak menetes lagi. Hasil ektrak kental yang
diperoleh dimasukkan kedalam wadah sampel gelas kaca dan ditutup menggunakan
alumunium foil. Ekstrak kental kemudian ditimbang menggunakan wadah yang
sebelumnya sudah ditimbang berat saat kosongnya dan kemudian dihitung rendemennya.
Hasil akhir ekstrak kental Temu Hitam yang didapat yaitu seberat 10,577 gram dari berat
simplisia awal yaitu 300 gram menggunakan ektraksi metode Sonikasi dan hasil %
Rendemen yang didapat yatitu 3,52 %.

V. KESIMPULAN
Metode ekstraksi sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi
20-40 kHz yang dapat mempercepat waktu kontak antara sampel dan pelarut meskipun
pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan proses perpindahan massa senyawa bioaktif dari
dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat. implisia yang digunakan untuk
diektraksi yaitu Temu Hitam sebanyak ±300 gram yang direndam dalam larutan
methanol. Hasil akhir ekstrak kental Temu Hitam yang didapat yaitu seberat 10,577
gram dari berat simplisia awal yaitu 300 gram menggunakan ektraksi metode Sonikasi
dan hasil % Rendemen yang didapat yatitu 3,52 %.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes. Goeswin, 2007, Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB: Bandung.

Anonim. 2014. Penuntun dan Buku Kerja Praktikum Fitokimia I. Universitas Muslim Indonesia :
Makassar
Ditjen POM, 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.

Ditjen POM, 1990, Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia:
Jakarta.
Ditjen POM, 1992, Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta.
Gembong T., 1998, Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta, UGM UI Press :, Yogyakarta.
Harborne. J.B. 1987. Metode Fitokimia. ITB Press. Bandung
Makhmud, AI. 2001. Metode Pemisahan. Departemen Farmasi Fakultas Sains Dan tekhnologi,
Universitas Hasanuddin : Makassar.
Shevla. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Cetakan Pertama. Penerbit
PT Kalman Media Pustaka : Jakarta
Tobo, F. 2001. Buku Pengangan Laboratorium Fitokimia I. Universitas Hasanuddin : Makassar.
Wildan Syaeful Barqi. 2015. Pengambilan Minyak Mikroalga Chlorella sp. dengan Metode
Microwave Assisted Extraction. JBAT 4 (1) (2015) 34-41.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jbat
Lampiran

Berat kosong Berat kosong + tutup Berat ekstrak + wadah

Anda mungkin juga menyukai