Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ANTIOKSIDAN PANGAN

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
TESALONIKA MONIUNG 19051104012
NOVELIA KALIMBE 19051104009
ELIM DIVA PAPIA 19051104017
ROSALINE MAMANTUNG 20051104019
OMEGA DOTULONG 19051104010

FAKULTAS PERIKANAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
2022
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
kami mampu menyelesaikan makalah ini dalam rangka memenuhi makalah yang ,
guna memenuhi Tugas mata kuliah ‘’kapita selepta “
Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, terutama kepada dosen
pembimbing.  Kami sadar dalam makalah kami ini masih banyak kekurangan. Maka
dari itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca, agar pembuatan
makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.

Manado , 25 Maret 2022


Daftar Isi

Kata Pengantar......................................................................................................................2

Daftar Isi...............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................4

1.1.Latar Belakang............................................................................................................4

1.2. Tujuan........................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................5

2.1.Pengertian Antioksidan dan Pangan fungsional..........................................................5

2.2. Manfaat Antioksidan..................................................................................................5

2.3.Uji Aktivitas Antioksidan............................................................................................5

2.4. Senyawa fungsional dalam produk pangan.............................................................9

2.5.Aplikasi dalam pangan..............................................................................................12

BAB III PENUTUP............................................................................................................13

3.1.Kesimpulan...............................................................................................................13

Daftar Pustaka.....................................................................................................................14
BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Lingkungan lautan dikenal kaya akan keanekaragaman sumberdaya
hayati yang mempunyai potensi yang besar untuk aplikasi bioteknologi,
obat-‐obatan dan pangan (Larsen et al., 2011; Venugopal, 2010).
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menetralkan atau meredam
radikal bebas, serta menghambat terjadinya oksidasi pada sel tubuh, sehingga
dapat mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan sel (Abdul, 2003).
Kandungan pigmen alami merupakan salah satu potensi alami makroalga
laut. Berbagai pigmen alami makroalga laut menunjukkan adanya bioaktivitas
dan telah banyak diteliti dalam berbagai studi, salah satunya sebagai
antioksidan alami (Pangestuti & Kim, 2011).
Antioksidan merupakan substansi yang secara efektif dapat
mencegah atau memperlambat kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh
radikal bebas. Makroalga laut merupakan organisme fotosintetik yang banyak
menghasilkan radikal bebas ketika terpapar pada intensitas cahaya dan
oksigen yang tinggi. Paparan tersebut diatasi dengan adanya mekanisme
protektif yang dimiliki makroalga laut untuk melindunginya dari kerusakan
struktural. Mekanisme protektif tersebut tampak sebagai potensi antioksidan
alami (Munir, Sharif, Naz, & Manzoor, 2013). Paparan radikal bebas dapat
menyebabkan perubahan struktur dan fungsi sel, namun pada alga hal tersebut
tidak terjadi. Fakta ini mengindikasikan adanya mekanisme pertahanan
antioksidatif pada alga laut (Sedjati, Suryono, Santosa, Supriyantini, & Ridlo,
2017).

1.2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dan lebih
mamahami apa itu antioksidan dan manfaatnya dalam pangan.
BAB II PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Antioksidan dan Pangan fungsional


Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat atau mencegah
oksidasi lemak, asam nukleat dan lain-lain dengan menghambat terjadinya
tahapan oksidasi (inisiasi atau propagasi).
Menurut Abdul, 2003 ,Antioksidan merupakan senyawa yang dapat
menetralkan atau meredam radikal bebas, serta menghambat terjadinya oksidasi
pada sel tubuh, sehingga dapat mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan
sel.
Pangan fungsional merupakan makanan yang bermanfaat bagi kesehatan
di luar nutrisi dasar atau bermanfaat bagi kesehatan di luar zat gizi yang
tersedia (de Roos, 2004). Shahidi (2009) menambahkan definisi pangan
fungsional menurut Health Canada adalah produk yang menyerupai makanan
tradisional tetapi bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional yang diperkaya
dengan vitamin, serat, dan asam lemak atau makanan yang didesain rendah Na
dan lemak, dapat dimanfaatkan oleh konsumen untuk meningkatkan status gizi
mereka (de Roos, 2004).

2.2. Manfaat Antioksidan


Senyawa antioksidan ini memberikan manfaat sangat besar bagi sistem
metabolisme tubuh, khususnya untuk meredam radikal bebas. Senyawa
antioksidan memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah penyakit
degeneratif dan antikanker akibat nonviral dan non bakterial, misalnya akibat
zat simbiotik yang menimbulkan mutasi genetik atau DNA.
Antioksidan dapat juga memperpanjang umur simpan bahan pangan
dengan cara melindungi bahan pangan terhadap proses penurunan kualitas
yang disebabkan oleh oksidasi seperti ketengikan, perubahan warna dan
hilangnya nilai nutrisi (Harikedua, 2012). Hal tersebut juga diungkapkan oleh
Winarsi (2007), bahwa antioksidan adalah inhibitor yang dapat menghentikan
reaksi oksidasi dengan mencegah terjadinya radikal atau dengan menetralisir
radikal bebas. Selain itu antioksidan juga sanngat bermanfaat bagi kesehatan
dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan.
2.3.Uji Aktivitas Antioksidan
A. Pengujian aktivitas antioksidan buah mangrove api-api
Hasil uji aktivitas antioksidan buah mangrove api-api dengan metode DPPH
menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan buah mangrove api-api dengan
nilai IC50 sebesar 38, 53 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa buah mangrove
api-api memiliki aktivitas antioksidan yang tergolong tinggi. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Blouis (1958) dalam Regina et al. (2008) bahwa
aktivitas antioksidan tinggi apabila pada IC50 kurang dari 200 ppm. Hal ini
disebabkan karena pada buah mangrove memiliki kandungan tanin yang
tinggi. Menurut Malangngi (2012) semakin banyak kandungan tanin maka
semakin besar aktivitas antioksidannya karena tanin tersusun dari senyawa
polifenol yang memiliki aktivitas penangkap radikal bebas.
B. Pengujian Aktivitas antioksidan dari Ekstrak Lamun (Cymodocea rotundata)
a.Uji fitokimia
Hasil uji fitokimia metabolit sekunder dalam kandungan senyawa bioaktif
pada ekstrak lamun C. rotundata yaitu terbukti adanya flavonoid dan
Fenolik. Senyawa flavonoid dan fenolik diketahui dapat menangkal
radikal bebas. Menurut Winarsi (2007) senyawa flavonoid memiliki
aktivitas antioksidan yang kuat pada system biologis yaitu mampu
menghambat penggumpakan sel darah. Selain itu Bougatef dkk. (2010)
melaporkan bahwa vitamin C, α-tokoferol dan senyawa fenolik yang
terdapat secara alami pada berbagai sayuran, buah dan tumbuhan memiliki
kemampuan untuk mengurangi kerusakan oksidatif.
b. Uji DPPH
Hasil uji DPPH menunjukkan bahwa ekstrak lamun C. rotundata
menghasilkan senyawa antioksidan sebesar 42,5 ppm. Menurut Ulfa dkk.
(2014), suatu senyawa dinilai memiliki aktivitas antioksidan yang sangat
kuat bila nilai IC50 lebih kecil dari 50 ppm, kuat bila IC50 50-100 ppm,
sedang bila IC50 100-150 ppm, dan lemah bila IC50 151-200 ppm.
C. Uji Aktivitas senyawa antioksidan dari rumput laut
Uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metoda 1,1-phenil-2-
pikrilhidrazil (DPPH) terhadap edible seaweed seperti nori (Phorphyra sp),
kumbu (Lami- naria sp), wakame (Undaria sp) dan hijiki (Hijikia sp)
menunjukkan bahwa rumput laut tersebut mengandung antioksidan
yang cukup tinggi ( Ismail & Hong, 2002). Demikian juga halnya dengan
Gelidium amansii, Gloiosiphonia capillaris, Polysiphonia urceolata,
Sargassum kjellmanianum, Desmarestia viridis, dan Rhodomela teres yang
menunjukkan adanya aktivitas antioksidan yang kuat (Yan et al., 1998).
Kandungan antioksidan pada rumput laut terutama berupa senyawa
antioksidatif polifenol. Dari hasil penelitian isolasi senyawa polifenol dari
rumput laut Halimada sp yang tergolong dalam rumput laut coklat diperoleh
bermacam-macam senyawa antara lain catechin, epicatechin,
epigallocatechin, catechin gallate, epicatechin gallate, epigallocathecin
gallate, rutin, quercitrin, hesperidin, myricetin, morin, luteolin, quercetin,
apigeini, kaempferol, dan baicalein (Siriwardhana et al., 2003). Sedangkan
Misonou et al. (2003) melaporkan bahwa jenis rumput laut merah Porphyra
yeszoensis mengandung senyawa antioksidan poten yang dapat
menghambat penetrasi sinar UV yang kuat ke dalam jaringan atau sel.
Menurut Kardono (2004) terdapat sekitar 2500 jenis senyawa bioaktif dari
laut yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi, dan 93% di antaranya
diperoleh dari rumput laut. Menurut Arabei (2000), rumput laut dapat
bermanfaat untuk membersihkan usus, memperbaiki proses pencernaan dan
penyerapan sari makanan serta memperbaiki peristaltik usus. Rumput laut
juga merupakan sumber vitamin terutama vitamin B, C dan E . Kedua jenis
rumput laut tersebut tergolong dalam kelas Rhodophyceae atau rumput laut
merah yang mengandung pigmen fikoeritin, karotenoid, klorofil a, senyawa
organik dan anorganik dan serat kasar (Jimenez-Escrig & Goni, 1999).
Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa karotenoid pada rumput laut
merupakan antioksidan yang dapat berfungsi untuk melindungi berbagai
macam penyakit dan stres. (Okuzumi di dalam Burtin, 2006).
D. Pengujian antioksidan pada makroalga
Pengujian potensi antioksidan dilakukan berdasarkan metode
DPPH dengan preparasi larutan DPPH mengacu pada Nopiyanti dan Harjanti
(2016) serta Kosanic, Rankovic, dan Stanojkovic (2019). Sebanyak 0,5 mL
larutan DPPH 0,4 mM dalam metanol direaksikan dengan 1,5 mL ekstrak
makroalga dengan konsentrasi 500 mL. Konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini merupakan modifikasi dari metode aslinya. Penggunaan satu
level konsentrasi didasarkan pada paparan Locatelli et al. (2009). Campuran
ekstrak dan larutan DPPH dihomogenkan dan direaksikan pada ruang
gelap selama 60 menit. Larutan DPPH yang berwarna ungu gelap akan
berubah menjadi kuning pucat ketika bereaksi dengan ekstrak yang
mengandung antioksidan. Perubahan warna inilah yang diukur dengan
spektrofotometer UV-Vis (Genesys-10S) pada panjang gelombang 517 nm.
Metanol digunakan sebagai blanko dan asam askorbat 10 ppm sebagai
kontrol positif. Potensi antioksidan ekstrak makroalga diukur berdasarkan
kemampuannya dalam menangkap radikal bebas DPPH, berdasarkan
persamaan yang dipaparkan oleh Kosanic et al. (2019) sebagai berikut:

Penangkapan radikal DPPH (%) = [(A0 – A1)/ A0] x 100%

A0 = Absorbansi kontrol negatif (Larutan DPPH + metanol)


A1 = Absorbansi campuran larutan DPPH dengan ekstrak sampe

Berdasarkan hasil pengukuran potensi antioksidan pada penelitian ini,


keenam jenis makroalga berpotensi sebagai antioksidan yang ditunjukkan dengan
adanya nilai persentase penghambatan radikal DPPH (Tabel 3). Potensi
antioksidan makroalga laut dalam penelitian ini dianalisis dengan mengukur
kemampuan ekstrak etanol makroalga dalam menangkap radikal DPPH. Penelitian
ini menerapkan satu konsentrasi ekstrak makroalga.
Studi potensi antioksidan pada beberapa jenis makroalga menunjukkan
tingginya potensi antioksidan dari makroalga coklat . Makroalga jenis sargassum
crassifolium dari perairan Pulau Sumba, serta Turbinaria decurrens yang berasal
dari perairan Sulawesi Utara merupakan contoh jenis makroalga coklat yang
memiliki potensi antioksidan yang lebih baik dibandingkan jenis makroalga merah
atau hijau (Sanger, Kaseger, Rarung, & Damongilala, 2018; Supriyono, 2007).
Ekstrak makroalga coklat T. decurrens dari Pantai Krakal Yogyakarta diketahui
mengandung senyawa fenol yang tinggi dan berperan pada aktivitas antioksidannya
(Islami et al., 2014). Makroalga coklat Sargassum plagyophyllum dari Pantai
Sepanjang, Gunungkidul, Yogyakarta juga memiliki potensi antioksidan dengan
senyawa pendukung dari golongan flavonoid, triterpenoid, saponin, alkaloid, dan
fenolik (Edison, Diharmi, Ariani, & Ilza, 2020)
2.4. Senyawa fungsional dalam produk pangan
Biopeptida laut yang berfungsi sebagai antioksidan mempunyai potensi yang
besar sebagai nutraeutical dan pangan fungsional.
A. Vitamin dan mineral
Hewan laut banyak mengandung vitamin dan mineral. Organisme lautan banyak
mengandung vitamin A dan D. Selain banyak mengandung vitamin, organisme lautan
juga kaya akan mineral. Mineral penting lebih banyak terdapat pada dari hewan laut bila
dibandingkan dari organisme darat. Selan itu limbah hasil perikanan merupakan sumber
mineral yang bagus karena kandungan mineral yang tinggi (Venugopal, 2010).
B. Vitamin A
Minyak ikan dari laut kaya akan vitamin A,D, dan E. Vitamin A banyak terdapat pada
hati minyak ikan. sementara hati ikan Halibut dan Cod kaya akan vitamin A dan D. Ikan
sardine mengandung 4500 IU vitamin A and up to 500 IU vitamin D tiap 100 g daging.
Dengan rata-‐rata 125 μg/g ikan. Vitamin A banyak ditemukan dipsesies ikan kecil
(Venugopal, 2010).
C. Vitamin D
Salah satu sumber vitamin D dari organisme perairan adalah ikan salmon. Ikan salmon
terdiri dari 25 % protein dan 12% lemak. 3,5 oz daging mengandung 90% kebutuhan
vitamin D. Selain itu ikan herring, mackerel, dan trout merupakan sumber vitamin D
(Venugopal, 2010).
Kekurangan akan vitamin D berdampak pada ostephotosis, kelemahan jaringan, dan
penurunan sistem kekebalan tubuh. Diet vitamin D dapat mencegah penyakit kanker
usus. Selain itu, vitamin D juga dapat mengurangi resiko kanker pankreas dan kanker
usus (Venugopal, 2010). Vitamin D juga bagus untuk mengurangi resiko penyakit
jantung (Larsen et al., 2011).

D. Mineral
Mineral merupakan senyawa organik yang tersimpan dalam makanan. Mineral dibagi
menjadi beberapa senyawa antara lain mayor mineral dan trace elemen. Mayor mineral
dalam tubuh manusia tersedia lebih dari 5 g termasuk diantaranya adalah Ca, F, K, S, Na,
Cl, dan Mg. Dan banyak lagi trace mineral yang ada lama tubuh manusia. Jumlah mineral
yang ada pada ikan seerti K, Ca, Mg dan P dan mikromineral seperti Se, F, I, Co, dan Mn
secara keseluruhan mencapai 0.6–1.5% dari berat basah. Fe, Zn dan Se merupakan trace
mineral yang kaya di ikan (Venugopal, 2010).
Kerang umumnya kaya akan mineral dua kali lebih banyak dibandingkan dengan ikan
pada umumnya. Kerang kaya akan Zn, Fe, dan Cu. Sedangkan udang banyak
mengandung Ca daripada ikan dan daging. Sementara ikan segar banyak mengandung
Na. Na pada produk olahan dan produk ikan (beku, kaleng, asap, dan asin) pada
umumnya tinggi berkisar antara 300 hingga 900 mg/100 g (Venugopal, 2010).
E. Selenium dan yodium
Pada umumnya beberapa mineral terkandung dalam jumlah yang besar di organisme laut
dan ikan daripada hewan darat. Selenium dan yodium lebih banyak terkandung dalam
ikan dibandingkan dengan hewan darat (Larsen et al., 2011). Ikan umumnya tuna kaya
akan selenium. Tetapi pada umunya Selenium banyak terdapat pada produk kekerangan
dari pada ikan. Sementara ikan laut dan kekerangan kaya akan yodium. Oysters kaya
akan yodium diikuti dengan remis, lobster, udang, udang karang, dan ikan laut
(Venugopahl, 2010).
Konsumsi selenium dapat menghambat tumbuhnya kanker. Laporan American Institute
of Cancer Research (AICR) menyatakan bahwa selenium dapat mencegah kanker kulit,
dan kanker paru-‐paru. Keberadaan selenium dalam tubuh berdampak pada penyakit
jantung dan syaraf (Larsen et al., 2011).
Konsumsi yodium yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 150 μg/hari. Selama
hamil ditambahkan sebanyak 25 μg/hari dan menyusui 50 μg/hari anjuran konsumsi
yodium dianjurkan. Kekurangan yodium dapat menyebabkan fenomena kerusakan otak
dan penurunan mental (Venugopal, 2010).
F. Kalsium
Ikan dikenal sebagai penghasil kalsium yang penting bagi tubuh untuk fungsi
fisiologis tubuh. Ikan laut merupakan sumber kalsium, dengan variasi antara 6 -‐ 120
mg/100 g tergantung dari spesies ikan. Kandungan Ca mungkin lebih rendah 15 mg
di mackerel, 15-‐50 di ikan mayung, haddok dan tiram dan 100 mg pada ikan
salmon, trout dan alaska pollack (Venugopal, 2010). Selain itu tulang ikan juga
bermanfaat sebagai sumber kalsium (Kadam and Prabhasankar, 2010). Tulang ikan
terdiri dari senyawa kalsium dan fosfor yang seimbang. Ikan-‐ikan kecil
merupakan sumber kalsium yang bagus (Venugopal, 2010). Konsumsi ikan-‐ikan
tersebut dapat bermanfaat bagi konsumen yang membutuhkan asupan kalsium.
Kalsium digunakan untuk membentuk dan menjaga kekuatan tulang. Kekurangan
kalsium dapat menyebabkan penyakit mal nutrisi kalsium. Jika kalsium tidak tersedia
dalam makanan, maka tubuh akan menggunakan kalsium dalam tulang (Venugopal,
2010).
G. Karotenoid
Senyawa fungsional lain yang terdapat pada ikan dan organisme lautan adalah
karotenoid. Karotenoid merupakan kelompok senyawa fat-‐soluble yang
menyediakan warna merah dan oranye pada tanaman, alga, ikan dan cyanobacteria.
Karotenoid di alam dibagi menjadi dua yaitu β-‐carotene and xanthophylls. Hewan
perairan kaya akan karotenoid, khususnya warna merah-‐orange, astaxanthin.
Umumnya sumber utama karotenoid pada ikan dan shellfish adalah didapat dari algae,
yang merupakan sumber makanannya serta konsumsi fitoplankton. Karotenoid pada
hewan perairan dtemukan pada udang, kepting, dan crayfish. Pada udang jumlah
terbesar karotenoid adalah Astaxanthin dan mono-‐ and diesters dan
produk oksidansinya β-‐carotene. Sementara ikan salmon dan crustaceae
mempunyai jumlah astaxanthin and canthaxanthin yang signifikan (Venugopal, 2010).
Astaxanthun banyak ditemukan pada beberapa karotenoid yang terdapat pada red kelp
crab, Taliepes nuttulli, snow crab Chinocets opilio, hermit crab, Paralithodes brevipes,
dan bue crab (Sachindra et al., 2005).
Fungsi karotenoid digunakan untuk antioksidan. Diet karotenoid bermanfaat bagi
pencegahan penyakit diantaranya adalah penyakit kanker dan kerusakan mata.
Astasanthin bermanfaat untuk mengurangi penyakit jantung, antikanker, mencegah
katarak, untuk meningkatkan sistem kekebalan.
Astaxanthin digunakan untuk mereduksi stress pada tikus. Efek ini dapat digunakan
untuk menghambat stress sebagai akibat reaksi peroksidasi pada tubuh manusia.
Astasantin bersama-‐sama dengan Catasantin digunakan sebagai sumber
pigmen pada kuning telur dan kulit kuning pada kulit bebek (Venugopal, 2010).
Ngo et al. (2011), menambahkan bahwa karotenoid bermanfaat untuk kesehatan dalam
mencegah penyakit pada manusia antara lain jantung, kanker dan penyakt kronis.
Menurut Kadam and Prabhasankar (2010), astasantin sangat potensial sebagai
antioksidan. Aktivitas antioksidannya lebih tinggi dibandingkan dengan jenis antioksidan
yang lain antara lain vitamin E dan β-‐karoten. Fungsi astasanthin antara lain sebagai
respon kekebalan tubuh, fungsi hati dan mata, tulang sendi, postat, dan penyakit jantung.
H. Taurin
Ikan merupakan sumber taurin yang potensial. Molekul taurin terdiri dari kelompok asam
sulfonat, daripada carboxylic acid moiety. Taurin merupakan asam amino bebas yang
banyak terdapat pada tulang, jaringan jantung dan otak. Taurin banyak ditemukan di ikan
jenis cod, mackerel, salmon hasil budidaya dan liar, tuna albakor, ikan pari, hiu, whiting
dan beberapa jenis ikan lainnya. Taurin banyak dimanfaatkan untuk mereduksi tekanan
darah, meningkatkan kesehatan jantung, dan mereduksi kolesterol dalam darah (Kadam
and Prabhasankar, 2010).
Diet taurin dihubungkan dengan pencegahan terhadap penyakit kardiovaskuler, diabetes,
dan tekana darah tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa taurin dapat mengurangi
tingkat trigeliserda dalam darah dan indek aterogenik (Larsen et al., 2011).
I. Asam lemak Omega-‐3 (ω-‐3 (PUFA))
Asam lemak ω-‐3 terutama EPA dan DHA banyak ditemukan pada ikan yang
berlemak antara lain ikan herring, makerel, sardin dan salmon (Gunstone 1996 dalam
Sijtsma, 2004).), daging ikan-‐ikan tersebut biasanya mengandung lemak yang
tinggi. Komposisi asam lemak dari ikan, organisme laut pada umumnya rendah
Saturated Fatty Acid (SFA). SFA mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya
penyakit CvD. Senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan adalah n-‐3-‐PUFA,
khususnya EPA dan DHA.
Sumber terbesar asam lemak ω-‐3/ n-‐3-‐PUFA ditemukan di ikan laut
daripada hewan lainnya, selain ikan, tiram juga merupakan sumber ω -‐3. Ikan air
tawar diketahui hanya sedikit mengandungω-‐3. Jumlah asam lemak di ikan berkisar
antara 8 hingga 12% EPA dan 10 hingga 20% DHA (Badolato et al., 1994).
Sementara ikan yang hidup di perairan Inggris (perairan sub tropis) lebih kaya akan
kandungan PUFA dibandingkan dengan perairan iklim tropis, seperti Brasil (Wang
et al., 1990 in Soccol and Oetterer, 2003).

2.5.Aplikasi dalam pangan


Senyawa -‐senyawa fungsional yang terdapat pada ikan di atas telah banyak
diaplikasikan dalam pangan, baik makanan maupun minuman. Meningkatnya kesadaran
konsumen terhadap kesehatan, membuat mereka mulai menkonsumsi pangan fungsional.
Pangan fungsional tersebut sebagian diantaranya memanfaatkan senyawa fungsional dari
ikan dan hewan laut lainnya.
n-‐3 LC PUFA sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Keberadaannya
dalam ikan dan minyak ikan telah digunakan sebagai bahan pangan fungsional. Misalnya
minyak ikan dapat digunakan sebagai ingredient pangan fungsional karena memberikan
efek untuk mencegah timbulnya penyakit cardiovaskuler. Saat ini minyak ikan yang
mengandung n-‐3 LC PUFA difortifikasikan dalam berbagai produk antara lain
margarin, produk susu, sosis, daging and french onion dip, bread, mayonnaise, salad, es
krim, susu dan susu formula (de Roos, 2004; Jacobsen, 2004).

Senyawa bioaktif peptida dari ikan juga banyak dimanfaatkan dalam berbagai produk
pangan. Aktivitas antibakteri dari senyawa peptida telah banyak dimanfaatkan untuk
mengurangi bakteri pathogen pada makanan dan meningkatkan shelf-‐life produk
pangan. Selain itu, antibakteri dari peptida ikan digunakan untuk mencegah tumbuhnya
spora bakteri Clostridium botulinum pada produk keju. Selain itu, peptida dari organime
lautan tersebut digunakan pada daging yang dimasak untuk menghambat Listeria
monocytogenes (Venugopal, 2010).
BAB III PENUTUP
3.1.Kesimpulan
 Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahw a rumput laut segar mempunyai aktivitas
antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput laut kering.
 Ikan mengandung senyawa fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan. Senyawa
fungsional dari ikan telah banyak dimanfaatkan pada produk pangan fungsional termasuk
makanan dan minuman.
 Semua jenis makroalga yang diuji pada penelitian ini menunjukkan potensi antioksidan, dengan
potensi tertinggi pada jenis T. ornata.
 Buah mangrove (A. marina) dapat digunakan sebagai antioksidan
Daftar Pustaka
Abdul. M. 2003. Peranan radikal bebas dan antioksidan dalam kesehatan dan penyakit.
Http:// www.intisari.com/radikal.html
Arabei, I. Y. 2000. Vegetable from the sea. Http://www. Alkalize for Health,
net.Library.html.
Bougatef, A., Naima, N., Laila M., Rozenn R., Ahmed B., Didier G. dan Moncef, N. (2010).
Purification and identification of novel antioxidant peptides from
Burtin, P. 2006. Nutritional value of seaweeed. Elec- tronic J. Environ. Agric. Food Chem.
5(3): 6. Http://EJEAF Che.Uvigo/index.html
De-‐Roos, N. M. 2004. The potential and limits of functional foods in preventing
cardiovascular disease. In: Functional foods, cardiovascular disease and diabetes.
Edited by: A. Arnoldi. 2004. CRC Press. Boca Raton. Pp. 1-‐9
Edison, Diharmi, A., Ariani, N.M., & Ilza, M. (2020). Komponen bioaktif dan aktivitas
antioksidan ekstrak kasar Sargassum plagyophyllum. Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia, 23(1), 58-66.
Harikedua, S. D. 2012. Penghambatan Oksidasi Lipida Tuna oleh Air Jahe selama
Penyimpanan Dingin. Jurnal Perikanan dan Kelautan. VIII-I : 7-11.
Islami, F., Ridlo, A., & Pramesti, R. (2014). Aktivitas antioksidan ekstrak Turbinaria
decurrens Bory De Saint- Vincent dari Pantai Krakal, Gunungkidul, Yogyakarta.
Journal of Marine Research, 3(4), 605-61
Ismail, A. and Hong, T.S. 2002. Antioxidant activity of se- lected commercial
seaweeds. Mal. J. Nutr. 8(2): 167– 177.

Jimenez-Escrig, A. and Goni, CL. 1999. Nutritional and Evaluation and Physiological
Effects of Edible Sea- weed. Arch Latinoam Nutr. 49: 114–120.
Kadam, S.U dan Prabhasankar, P. 2010. Marine food as functional ingredients in bakery and pasta products.
Food Research International 43. Pp: 1975 – 1980.
Kardono, L.B. 2004. Prospecting On Marine Natural Products for Potensial
Functional Foods and Bioactive Substance. Makalah disampaikan pada Forum
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan.
Departemen Kelautan dan Perikanan, 25 Maret 2004. 15 pp.

Kosanic, M., Rankovic, B., & Stanojkovic, T. (2019). Brown macroalgae from Adriatic Sea
as a promising source of bioactive nutrients. Journal of Food Measurement and
Characterization, 13, 330-338. doi:10.1007/ s11694-018-9948-4
Locatelli, M., Gindro, R., Travaglia, F., Coisson, J. D. Rinaldi, M., & Arlorio. M. (2009).
Study of the DPPH- scavenging activity : development of a free software for the
correct interpretation of data. Food Chemistry, 114, 889-897. doi :
10.1016/j.foodchem.2008.10.035
Larsen, R, Eilersten, K.E., and Elvevoll, E.O. 2011. Health benefits of marine foods and
ingredients. Biotechnology Advaces 29: pp: 508-‐518.
Malangngi, L., Meiske, S. dan Jessy, P. (2012). Penentuan kandungan tanin dan uji
aktivitas antioksidan ekstrak biji buah alpukat (Persea americana Mill.). Jurnal
MIPA Unsrat Online 1(1): 5-10.
Misonou, T., Saitoh, J., Oshiba, S., Tokitomo, Y., Maegawa, M., Inoue, Y., Hori, H., and
Sakurai, T., 2003. UV-ab- sorbing substance in red alga porphyra yezoensis
(Bangiales, Rhodophyta) block thymine photodimer production. Mar. Biotechnol. 5:
194–200.

Munir, N., Sharif, N., Naz, S., & Manzoor F. (2013). Algae : A potential antioxidant
source. Sky Journal of Microbiology Research, 1(3), 22-31.
Ngo, D.H., Wijesekara, I., Vo, T.S., Ta, Q.V., Kim, S.K. 2011.
Marine food-‐derived functional ingredients as potential antioksidan in the food industry: an
overview, Food Research International.

Nopiyanti, V., & Harjanti, R. (2016). Analisis stabilitas senyawa aktif antioksidan
kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) pada penggunaannya sebagai
bahan tambahan pangan alami. Jurnal Farmasi Indonesia, 13(2), 101-110.

Pangestuti, R., & Kim, S.W. (2011). Biological activities and health benefit effects of
natural pigments derived from marine algae. Journal of Functional Foods, 3, 255-266.
doi : 10.1016/j.jff.2011.07.001
Regina, A., Yovita, A., Maimunah. 2008. Penentuan Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenolat
Total dan Likopen Pada Buah Tomat. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 13(1).
Sanger, G., Kaseger, B. E., Rarung, L. K., & Damongilala, L. (2018 ). Potensi beberapa
jenis rumput laut sebagai bahan pangan fungsional, sumber pigmen dan antioksidan
alami. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 21(2), 208-217. doi:10.17844/
jphpi.v21i2.22841
Sedjati, S., Suryono, Santosa, A., Supriyantini, E., & Ridlo,A. (2017). Aktivitas
antioksidan dan kandungan senyawa fenolik makroalga coklat Sargassum sp. Jurnal
Kelautan Tropis, 20 (2), 117-123. doi:10.14710/ jkt.v20i2.1737
Shahidi, F. 2009. Nutraceutical and Functional Foods: whole versus processed foods.
Trends in Food Science and Technology. 20: 376-‐387.
Siriwardhana, N., Lee, K.W. and Kim, S.H. 2003. Antioxi- dant activity of hizikia
fusiformis on reactive oxygen species scavenging and lipid peroxidation
inhibition. Food Sci. & Technol. Int. (5): 339–348
Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami & Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius (Hal. 23-28; 45-
50).
Ulfa, F., Apri, D.A. dan Romadhon (2014). Uji potensi aktivitas antioksidan dengan metode
ekstrasi bertingkat pada lamun dugong (Thalassia hemprichii) di perairan jepara. Jurnal
Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan 3(3): 32-39.
Yan, X, Nagata, T. and Fax, X. 1998. Antioxidative activi- ties in some common seaweeds.
Plant Food Hu- man Nutritional. 52(3): 253–262.

species scavenging and lipid peroxidation inhibition.

Food Sci. & Technol. Int. (5): 339–348.

Anda mungkin juga menyukai