Anda di halaman 1dari 11

Fungsi lamun sebagai pengikat CO2 untuk mengurangi pemanasan global

EKOLOGI LAMUN

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 5
OMEGA DOTULONG (19051104010)
TESALONIKA MONIUNG (19051104012)
MEGA PINAMANGUN (19051104021)
CHRISTO SALAMA (19051104023)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. karena atas rahmat, karunia serta kasih
sayangnya kami dapat menyelesaikan makalah “Lamun pengikat CO2 mengurangi pemanasan global”
ini dengan sebaik mungkin. tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu selaku
dosen mata kuliah Ekologi Perairan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik pengetikan, walaupun
demikian, inilah usaha maksimal kami selaku penulis.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan diharapkan
kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.

Manado,1 November 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................................4
BAB 11.......................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Lamun..............................................................................................................................5
2.2 Peran Lamun dalam Mengatasi Global..............................................................................................5
2.3  Mengurangi Pemanasan Global Melalui Penanaman Padang Lamun...............................................7
BAB III......................................................................................................................................................10
PENUTUP.................................................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................10
3.2 Saran................................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia
di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik flora maupun
fauna. Demikian luas serta keragaman jasad– jasad hidup di dalam yang kesemuanya membentuk
dinamika kehidupan di laut yang saling berkesinambungan Pada tahun belakangan ini, perhatian
terhadap biota laut semakin meningkat dengan munculnya kesadaran dan minat setiap lapisan
masyarakat akan pentingnya lautan. Laut sebagai penyedia sumber daya alam yang produktif
baik sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media komunikasi maupun kawasan
rekreasi atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir dan lautan merupakan tumpuan harapan
manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa datang. Salah satu sumber daya laut yang cukup
potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun, dimana secara ekologis lamun mempunyai
bebrapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan
dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme.
Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah
lamun, dimana secara ekologis lamun mempunyai bebrapa fungsi penting di daerah pesisir.
Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan merupakan
sumber makanan penting bagi banyak organisme. Biomassa padang lamun secara kasar
berjumlah 700 g bahan kering/m2, sedangkan produktifitasnya adalah 700 g karbon/m2/hari.
Oleh sebab itu padang lamun merupakan lingkungan laut dengan produktifitas tinggi.
BAB 11

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Lamun
Lamun merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki kemampuan
beradaptasi secara penuh di perairan yang memiliki fluktuasi salinitas tinggi, hidup terbenam di
dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati. Hamparan vegetasi lamun yang menutupi
suatu area pesisir disebut sebagai padang lamun (seagrass bed). Padang lamun merupakan salah
satu ekosistem perairan yang produktif dan penting, hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai
stabilitas dan penahan sedimen, mengembangkan sedimentasi, mengurangi dan memperlambat
pergerakan gelombang, sebagai daerah feeding, nursery, dan spawning ground, sebagai tempat
berlangsungnya siklus nutrient (Philips dan Menez, 2008), dan fungsi lain dari padang lamun
yang tidak kalah penting dan banyak diteliti saat ini adalah perspektifnya dalam menyerap CO2
(carbon sink) (Kawaroe, 2009 dalam  Sakaruddin 2011).
Lamun merupakan suatu ekosistem yang sangat penting dalam wilayah pesisir karena
memiliki keanekaragaman hayati tinggi, sebagai habitat yang baik bagi beberapa biota laut
(spawning, nursery dan feeding ground) dan merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas
organiknya (Nontji, 2002 dalam Feryatun, dkk, 2012). Lamun umumnya membentuk padang
lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai
bagi pertumbuhannya. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat hara dan
oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar padang lamun (Bengen,
2002 dalam Hasanuddin, 2013).

2.2 Peran Lamun dalam Mengatasi Global


 `Lapisan udara yang menyelimuti atmosfer bumi dari tahun ke tahun semakin panas. Sektor
industri dan kendaraan berbahan bakar minyak menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca
(Rahadiarta et al., 2019). Emisi gas rumah kaca yang paling besar adalah CO2. Gas CO2 menjadi
perhatian penting karena memiliki kontribusi yang paling tinggi terhadap kandungan gas rumah
kaca, yaitu sebesar 55% dari emisi karbon yang dihasilkan oleh aktivitas manusia
Keberadaannya di atmosfer yang semakin meningkat dan minimnya pengikatan oleh tumbuhan
hijau dapat menyebabkan pemanasan global.

           Peningkatan kandungan CO2 menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca di atmosfer


yang mengakibatkan terjadinya pemanasan global yang kemudian memicu terjadinya perubahan
iklim. Salah satu sumberdaya laut sebagai penyerap gas CO 2 dalam upaya mitigasi pemanasan
global adalah ekosistem lamun (Maharani et al., 2018).      
            Lamun merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki kemampuan
beradaptasi secara penuh di perairan yang memiliki fluktuasi salinitas tinggi, hidup terbenam di
dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati. Komunitas lamun berada di antara batas
terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya matahari masih dapat
mencapai dasar laut. Berbagai jenis ikan menjadikan daerah padang lamun sebagai daerah
mencari makan (feeding ground), pengasuhan larva (nursery ground), tempat memijah
(spawning ground), sebagai stabilitas dan penahanan sedimen, mengurangi dan memperlambat
pergerakan gelombang, sebagai tempat terjadinya siklus nutrien dan fungsinya sebagai penyerap
karbon di lautan (carbon sink) atau dikenal dengan istilah blue carbon (Graha et al., 2016).   
        Lamun seperti tumbuhan lainnya memerlukan CO2 untuk fotosintesis, tumbuh dan
berkembang yang tersimpan dalam biomassa, baik bagian atas (yang berada di atas tanah) seperti
daun dan biomassa bagian bawah (yang berada dalam tanah) seperti rhizoma dan akar. Dalam
melakukan fotosintesis lamun memanfaatkan karbon anorganik di kolom air sehingga lamun
dapat mereduksi CO2. Hal ini menunjukkan adanya kemampuan ekosistem lamun
menenggelamkan (sink) CO2 dari atmosfer ke laut dengan mekanisme adanya perbedaan tekanan
parsial dari atmosfer ke laut untuk fotosintesis yang kemudian tersimpan baik dalam bentuk
biomassa lamun itu sendiri maupun tersimpan di dasar perairan atau sedimen (Rustam et
al., 2019).
        Lamun memiliki kemampuan untuk menyerap CO2 melalui proses fotosintesis. Karbon
yang diserap lamun sebagian digunakan sebagai energi dan sebagian lainnya disimpan dalam
jaringan-jaringan tubuhnya dalam bentuk dan menyimpannya ke dalam jaringan-jaringan di
tubuhnya dalam bentuk biomassa. Biomassa lamun adalah satuan berat (berat kering atau berat
abu) lamun bagian tumbuhan yang berada di atas substrat (daun, seludang, buah dan bunga) dan
atau bagian di bawah substrat (akar dan rimpang) yang sering dinyatakan dalam satuan gram
berat kering per m2 (gbk/m2) (Khairunnisa et al., 2013).
           Ekosistem padang lamun dapat berkemampuan menyerap dan memindahkan jumlah besar
karbon dari atmosfer setiap harinya, lalu mengendapkannya dalam jaringan atau sedimen untuk
waktu yang lama sehingga keberadaan lamun di bumi sangat diperlukan sebagai jasa dalam
penyerapan sekuestrasi karbon. Proses fotosintesis berfungsi sebagai penyerap karbon di lautan,
dimulai dari plankton yang mikroskopis atau tumbuhan yang hanya hidup di pantai, seperti
tanama bakau, padang lamun, ataupun tumbuhan yang hidup di rawa payau (Rustam et al.,
2019).
        Penyimpanan karbon pada lamun terakumulasi banyak pada sedimen, karena rhizoma dan
daun mengalami banyak gangguan lingkungan. Masyarakat pada umumnya belum mengetahui
apa itu lamun, sehingga pemahaman tentang manfaat lamun dan pentingnya melestarikan lamun
masih rendah. Pertumbuhan dan kepadatan lamun sangat dipengaruhi oleh pola pasang surut,
turbiditas, salinitas dan temperatur perairan, sedangkan kegiatan manusia di wilayah pesisir
seperti perikanan, pembangunan perumahan, pelabuhan dan rekreasi dapat mempengaruhi
eksistensi lamun (Khairunnisa et al., 2018).

           Karbon (C) merupakan unsur yang berasal dari pengikatan CO 2 oleh tumbuhan dan di
dalam biomassa tanaman melalui proses fotosintesis. Fenomena ini menyebabkan perubahan
iklim yang berdampak pada meningkatnya suhu ekstrim, banjir, topan, badai, kekeringan dan
naiknya permukaan laut hingga makhluk hidup (manusia dan hewan) merasakan dampak negatif
langsung dari pemanasan global (Nordlund et al., 2016). Gas CO2 dapat larut dalam air sehingga
dapat di serap oleh tumbuhan air. Peningkatan emisi gas CO 2 harus di imbangi dengan
peningkatan penyerapan oleh tanaman dengan cara fotosintesis.

        Laut memiliki peranan yang penting dalam siklus karbon, sekitar 93% CO 2 di bumi
disimpan dalam lautan UNEP, FAO dan UNESCO pada tahun 2009 telah memperkenalkan
konsep blue carbon yaitu menekankan pentingnya ekosistem laut dan pesisir sebagai pengendali
iklim (Hartati et al., 2017). Mangrove dan Lamun adalah tumbuhan laut yang memiliki
kemampuan sama dengan tumbuhan darat dalam menyerap CO 2 dan menghasilkan O2.
Kemampuan lamun dalam melakukan fotosintesis memanfaatkan CO2 dan menyimpannya dalam
biomassa dikenal sebagai karbon biru (blue carbon).

2.3  Mengurangi Pemanasan Global Melalui Penanaman Padang Lamun 


       Pemanasan Global (Global Warning) merupakan salah satu masalah besar bagi kehidupan
makhluk hidup di bumi. Pemanasan global adalah suatu proses peningkatan suhu rata-rata di
bumi, baik pada lapisan atmosfer, daratan,dan lautan. Meningkatnya jumlah karbondioksida,
efek rumah kaca, gas akibat pembakaran bahan fosil, dan aktivitas manusia lainnya, merupakan
sumber utama terjadinya pemanasan global selama bertahun-tahun. Menurut Matt Rigby,
seorang ilmuwan atmosfer di University of Birstol dan anggota eksperimen gas atmosfer. Efek
gas rumah kaca yang kuat ini telah berkembang pesat di atmosfer selama beberapa dekade. Efek
rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2). Hal tersebut
disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak, batu bara, dan bahan aktif lainnya
yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya. Selain gas CO2,
gas lain yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah dinitrogenoksida (NO2) serta beberapa
senyawa organik seperti gas metana (CH4) dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut
memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca yang berakibat meningkatnya
suhu permukaan bumi. Akibatnya adalah perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi.
(Martono, M. 2015)
Emisi gas di atmosfer didominasi oleh emisi gas karbon. Gas karbon yang dimaksud adalah
karbon dioksida yang merupakan gas rumah kaca penyebab utama panas terjebak di atmosfer
atau biasa disebut dengan efek rumah kaca (green house effect). Hal ini menjadi pendorong
utama perubahan iklim global. Pelepasan karbon dioksida tidak hanya berada di atmosfer
melainkan terbawa ke biosfer dan laut. Laut mampu menyimpannya sebagai karbon dalam setiap
komponennya, terutama pada tiga ekosistem yaitu bakau, lamun, dan rawa pasang surut yang
terintegrasi dan biasa disebut vegetasi pesisir. Vegetasi pesisir menjadi sangat penting bagi
pengendalian karbon, karena kemampuan daya serapnya bisa 77% lebih banyak dari vegetasi
yang ada di darat seperti hutan.Untuk bisa menyerap karbon sebanyak mungkin maka
kemampuan vegetasi di darat dan laut harus tetap dipertahankan. Di laut, mangrove dan lamun
bisa diandalkan karena vegetasi pesisir berkontribusi sampai 50% dalam penimbunan karbon
sedimen. Seperti halnya bakau yang mampu menyerap karbon dioksida (CO2), lamun juga
memiliki potensi yang lebih besar dalam menyerap karbon. Menurut peneliti laboratorium
biogeokimia Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Aan J Wahyudi, padang lamun yang ada di Indonesia saat ini memiliki kemampuan menyerap
CO2 sampai 1,9-5,8 Mega ton (Mt) karbon per tahun. Kemampuan menyerap sebanyak itu
berasal dari padang lamun seluas 2,93.464 hektar (M.Ambari,2018). Namun pemanfaatan
padang lamun sebagai bagian dari mitigasi dampak perubahan iklim hingga saat ini masih belum
dilakukan secara optimal. Padahal, bersama dengan tanaman bakau (mangrove) potensi
tumbuhan lamun diperairan laut diketahui sangat besar. Oleh karena itu, diperlukan adanya
inovasi untuk memanfaatkan padang lamun dengan cara menanamnya sebagai objek penyerap
gas karbon.
Sebagai karbon biru, laut memiliki potensi sekitar lebih dari 50% dari total karbon dilepas dan
diserap oleh laut. Oleh karena itu, laut memainkan peran utama dalam memperlambat laju
perubahan iklim global dengan menyerap CO2 dari atmosfer dan menyimpannya sebagai karbon.
Fakta ini merupakan salah satu manfaat besar laut di era perubahan iklim saat ini. Berdasarkan
hasil temuan para ilmuwan tersebut, muncul konsep “karbon biru”. Karbon biru atau (blue
carbon) merujuk pada karbon yang diserap dan disimpan di dalam laut dan ekosistem pesisir.
Disebut ‘biru’ karena terbentuk di bawah air. Dari seluruh karbon biologis yang tersimpan di
dunia, lebih dari separuh (55%) disimpan oleh organisme pesisir dan laut, oleh karena itu disebut
karbon biru (blue carbon). Karbon biru dalam wujud vegetasi pesisir juga menyerap karbon jauh
lebih efektif hingga 100 kali lebih cepat dan lebih permanen dibandingkan hutan daratan. (Trisno
Utomo 2015).
Padang lamun merupakan ekosistem khas dilaut dangkal pada wilayah perairan hangat dengan
dasar pasir. Lamun sebagai tempat berkembang biaknya ikan-ikan, bahan baku pupuk, bahan
baku kertas, serta sebagai penyedia bahan makanan bagi biota laut. Bukan hanya itu, tanaman
lamun juga dapat berfungsi sebagai penangkap sedimen sehingga terhindar dari erosi. Ekosistem
lamun juga memiliki nilai serapan yang tinggi. Serapan karbon padang lamun di Indonesia
adalah 992,67 kt C/tahun (setara 3,64Mt CO2/tahun), sedangkan laju serapan karbon sebesar
6,59 ton C/Ha/tahun (24,13ton CO2/ha/tahun) (Trisno Utomo, 2015). Lamun merupakan
tumbuhan laut yang berkontribusi terhadap penyerapan karbon melalui proses fotosintesis yang
kemudian disimpan dalam bentuk biomassa pada bagian daun, rizhoma dan akar. Biomassa
lamun dipengaruhi oleh umur tegakan, komposisi, struktur tegakan dan perkembangan vegetasi.
Karbon yang diserap melalui proses fotosintesis berasal dari atmosfer yang kemudian terlarut di
laut dan disimpan dalam bentuk DIC-Dissolved Inorganic Carbon (UNEP 2009 dalam Martono
2015). Ekosistem lamun dapat menyimpan sebanyak 83.000 metrik ton karbon dalam setiap
kilometer persegi dan mengendapkannya dalam jaringan bagian lamun atau sedimen dalam
waktu yang cukup lama, sehingga keberadaan lamun di bumi sangat diperlukan dalam
penyerapan karbon (Fourqurean et al., 2012 dalam Ambari 2018). Dengan demikian, padang
lamun dapat berperan sebagai reservoir karbon di lautan atau dikenal dengan istilah karbon biru.
Persebaran dari tumbuhan padang lamun di Indonesia masih sangat sedikit, sehingga emisi
karbon di atmosfer penyebab pemanasan global masih terus meningkat. Oleh karena itu, upaya
untuk mengurangi pemanasan global harus terus dilakukan. Salah satunya adalah dengan
mengoptimalkan fungsi padang lamun dengan menanamnya secara besar-besaran diperairan laut.
Untuk melakukan penanaman tumbuhan padang lamun tersebut cara yang paling efektif adalah
dengan menggunakan metode ikat karung (tie sack planting method).
Metode ikat karung merupakan teknik penanaman dengan cara mengikatkan lamun yang
ditransplantasikan ke karung. Metode ikat karung (tie sack planting method) cocok diterapkan di
semua pantai baik yang memiliki arus kuat maupun arus yang tenang. Hal tersebut dikarenakan
metode ikat karung lebih tahan terhadap arus kuat. Metode ini juga dapat digunakan sebagai
media penanaman, karena adanya substrat di dalamnya. Metode ini sangat cocok pada perairan
Indonesia yang memiliki tipe arus beragam dari arus tenang sampai arus kuat. Tie sack planting
method dapat di aplikasikan di seluruh kawasan pesisir dan laut dangkal di Indonesia. Metode ini
sangat sederhana dan mudah di aplikasikan di Indonesia. Hal tersebut diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam mengoptimalkan fungsi laut sebagai blue carbon untuk
mengurangi gas karbon di atmosfer, sehingga salah satu penyebab pemanasan global dapat di
kurangi.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lamun merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki kemampuan
beradaptasi secara penuh di perairan yang memiliki fluktuasi salinitas tinggi, hidup terbenam di
dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati.

3.2 Saran
Pembangunan di wilayah pesisir diharapkan ke depannya lebih memperhatikan
keberlanjutan ekosistem padang lamun karena fungsinya yang sangat penting pada laut dangkal
dan sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Hartati, R., Pratikto, I., dan Pratiwi, T.N. 2017. Biomassa dan Estimasi Simpanan Karbon pada Ekosistem
Padang Lamun di Pulau Menjangan Kecil dan          Pulau Sintok, Kepulauan Karimunjawa. Jurnal Ilmu
Kelautan, 17(4): 217- 225
Khairunnisa., I. Setyobudiandi., dan M. Boer. 2013. Estimasi Cadangan Karbon pada Lamun di Pesisir
Timur Kabupaten Bintan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis (10) 3: 639-650.
Maharani, S., Zulkifli., dan B. Amin. 2019. Potensi Penyimpanan Karbon pada Lamun di Perairan Pantai
Nirwana Kota Padang Sumatera Barat. Universitas Riau.
Nordlund, L., Koch, E.W., Barbier, E.B. & Creed, J.C. 2016. Seagrass Ecosystem Services and Their
Variability Across Genera and Geographical Regions. PLoS ONE, 11(10):1-23.
Rahadiarta, I., Vidyananda, S. & Yulianto, S. 2019. Simpanan Karbon Org pada Padang Lamun di
Kawasan Pantai Mengiat Nusa Dua Bali. Journal of     Marine and Aquatic Sciences, 5(1):1-10.
Rustam, A dkk. 2019. Pedoman Pengukuran Karbon di Ekosistem Padang Lamun. Bandung: ITB Press
Tangke, U. 2010. Ekosistem Padang Lamun (Manfaat, Fungsi dan Rehabilitasi. Jurnal       Ilmiah dan
Perikanan, 3(1):1-21.

Anda mungkin juga menyukai