Anda di halaman 1dari 12

Antioksidan Sebagai Komponen Bioaktif

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Teknologi Pangan Fungsional)

Dosen Pengampu :
Suryani Une, S.TP., M.Sc
Dr. Yoyanda Bait, S.TP., M.Si

Disusun oleh:
Nur Zenap K. Supu 651420004
Dwi Cahyani Amelia 651420012
Nuraidah Hi. Dg Parumpa 651420018
Jihan Alqirah Nalole 651420002
Rai Endi Pranata 651420011
Firmansya Mokodompit 651420027
Yayan Kurniawan Olomia 651420032
Fahri Rahmawati Harun 6514200
Nuriska Alwi 65141800

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum wr. wb.
Puji syukur saya panjatkan atas kehadiran Allah SWT karena dengan
rahmat hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah yang mengenai
Antioksidan Sebagai Komponen Bioaktif untuk memenuhi Tugas dari mata
kuliah Teknologi Pangan Fungsional.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat mendapatkan banyak


hambatan namun dengan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak penulis
dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan tepat waktu. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak
yang terlibat dalam penulisan makalah ini. semoga laporan ini bermanfaat untuk
menambah ilmu pengetahuan.

Gorontalo, September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Pangan Fungsional...................................................................................2
1.2 Komponen Bioaktif..................................................................................
1.3 Antioksidan..............................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Jenis-jenis Antioksidan............................................................................
2.2 Penerapan di Masa Pandemi Covid-19....................................................5
BAB 3 KESIMPULAN
Kesimpulan....................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................9

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pangan Fungsional
Pemilihan bahan pangan bukan hanya mementingkan aspek kandungan gizi
dan kelezatannya, tetapi juga juga pengaruhnya terhadap kesehatan (Goldberg,
1994). Kenyataan tersebut menuntut suatu bahan pangan tidak lagi sekedar
memenuhi kebutuhan dasar tubuh yaitu lezat dan bergizi, tetapi juga bersifat
fungsional. Dari sinilah lahir istilah pangan fungsional (Fungctional Foods) yang
telah popular di kalangan masyarakat.
Ada beberapa istilah untuk makakan yang berpengaruh terhadap kesehatan
yaitu : Fungctional Foods, Nutraceutical, Pharma Food, Designer Food, Vita
Food, Phytochemical, Food aceutical, Health Food, Natural Food dan Real
Food).
Jepang merupakan Negara yang paling tegas dalam memberi batasan
mengenai pangan fungsional. Para ilmuan Jepang menekankan pada tiga fungsi
dasar pangan fungsional, yaitu :
1. Sensory, warna dan penampilan yang menarik dan cita rasa yang enak
2. Nutritional, bernilai gizi tinggi
3. Physiological, mmemberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan
bagi tubuh
1.2 Komponen Bioaktif
Komponen bioaktif adalah senyawa aktif dalam pangan fungsional
yang bertanggung jawab atas berlangsungnya reaksi-reaksi metabolisme
yang menguntungkankesehatan (Subroto, 2008). Di Jepang pada tahun
1991 The Japanese of Health and Welfare telah mengidentifikasi
ingredien yang memperbaiki kesehatan yaitu: serat pangan, oligosakarida,
gula alkohol, asam-asam amino, peptida dan protein, glikosida, alkohol,
isoprenoid dan vitamin, kolin, bakteri asam laktat (BAL), mineral,
polyunsaturated fatty acids (PUFA), fitokemikal dan antioksidan
(Goldberg, 1994).
Selanjutnya menurut Subroto (2008) komponen bioaktif yang ada
pada pangan fungsional adalah : karotenoid (beta-karoten, lutein dan
likopen), serat pangan (serat tak larut, beta-glukan, serat terlarut), asam
2

lemak [Mono unsaturated fatty acids (MUFA), Poly unsaturated fatty acids
PUFA)], flavonoid (antosianin, flavanol, flavanon, flavonol,
proantosianidin), isothiosianat (sulforafan), mineral (Ca, Mg, K, Se), asam
fenolat (as.kafeat, as.ferulat), stanol/sterol tanaman (stanol/sterol bebas,
stanol/sterol ester), polyol (gula alkohol ; xylitol, sorbitol, manitol,
laktitol), prebiotik [inulin, FOS (fructooligosacharida), polidekstrosa],
probiotik (khamir, Lactobacilli), fitoestrogen (isoflavon, lignan), protein
kedelai, sulfida/thiol (diallyl sulphida, allyl methyl trisulphida,
dithiolthion) dan vitamin (A, B1, B2, B3, B5, B6, B9, B12, Biotin, C, D
dan E). Dalam makalah ini akan membahas mengenai antioksidan sebagai
komponen bioaktif, efeknya terhadap kesehatan serta penerapannya di
masa pandemik COVID-19.
1.3 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang dapat menetralkan radikal bebas
dengan cara mendonorkan atau menerima satu elektron untuk
menghilangkan kondisi “elektron tidak berpasangan” (Muchtadi, 2013).
Dalam pengertian kimia, antioksidan adalah senyawa-senyawa pemberi
elektron (electron donors), tetapi dalam pengertian biologis lebih luas
lagi, yaitu semua senyawa yang mampu mengatasi dampak negatif
oksidan dalam tubuh seperti kerusakan elemen vital sel tubuh.
Keseimbangan antara oksidan dan antioksidan sangat penting karena
berkaitan dengan kerja fungsi sistem imunitas tubuh (Arifin, 2017).
Produksi antioksidan yang terjadi di dalam tubuh manusia secara
alami untuk mengimbangi produksi radikal bebas. Antioksidan tersebut
berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh terhadap radikal bebas, namun
peningkatan produksi radikal bebas yang terbentuk mengakibatkan sistem
pertahanan tersebut kurang maksimal, sehingga diperlukan tambahan
antioksidan dari luar tubuh (Wulansari, 2018). Untuk memenuhi
kebutuhan antioksidan, sebelumnya perlu memahami penggolongan
antioksidan itu sendiri. Antioksidan terbagi menjadi antioksidan enzim
dan vitamin. Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase (SOD),
katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan vitamin lebih popular
3

sebagai antioksidan dibandingkan dengan enzim. Antioksidan vitamin


mencakup β-tokoferol (vitamin E), β-karoten dan asam askorbat (vitamin
C) (Santoso 2021).
Antioksidan dapat diperoleh dari luar tubuh dalam bentuk sintesis
dan alami. Antioksidan sintesis seperti buthylatedhydroxytoluene (BHT),
buthylated hidroksianisol (BHA) dan ters-butylhydroquinone (TBHQ)
secara efektif dapat menghambat oksidasi. Antioksidan sintetik biasanya
ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk mencegah ketengikan.
Antioksidan sintetik yang banyak digunakan sekarang adalah senyawa-
senyawa fenol yang biasanya agak beracun. Oleh karena itu, penambahan
antioksidan ini harus memenuhi beberapa syarat, misalnya tidak
menimbulkan warna yang tidak diinginkan, efektif pada konsentrasi
rendah, larut dalam lemak, mudah didapat, dan ekonomis. Sedangkan
antioksidan alami bisa didapatkan dari tanaman yang mengandung
senyawa antioksidan yang dipercaya lebih aman bagi kesehatan, dan
mudah didapat dibandingkan dengan antioksidan sintetik.
Antioksidan diperlukan untuk mencegah stres oksidatif. Stres
oksidatif adalah kondisi ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas
yang ada dengan jumlah antioksidan di dalam tubuh. Radikal bebas
merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron tidak
berpasangan dalam orbitalnya, sehingga bersifat sangat reaktif dan
mampu mengoksidasi molekul di sekitarnya (lipid, protein, DNA, dan
karbohidrat). Antioksidan bersifat sangat mudah dioksidasi, sehingga
radikal bebas akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi molekul
lain dalam sel dari kerusakan akibat oksidasi oleh radikal bebas atau
oksigen reaktif (Werdhasari, 2014).
4

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jenis-Jenis Antioksidan
Jenis antioksidan alami yang terkandung dalam bahan pangan antara lain
kelompok karatenoid dan flavonoid (Marsono, 2007). Beberapa macam
karatenoid yang terdapat dalam bahan pangan misalnya wortel, labu kuning,
ketela rambat yang mengandung karatenoid jenis beta karoten, jeruk, telur dan
jagung mengandung karatenoid jenis lutein, zeaxantine, serta tomat, semagka dan
anggur mengandung karatenoid jenis likopen. Efek antioksidan kelompok
karatenoid dapat bermanfaat bagi tubuh meliputi, menetralkan radikal nenas yaitu
senyawa yang dapat merusak sel dan mengakibatkan timbulnya penyakit kanker,
meningkatkan pertahanan oksidasi, menyehatkan mata, membantu meningkatkan
kesehatan prostat serta membantu mencegah timbulkanya penyakit jantung
(Marsono, 2007).
Antioksidan kelompok flavonoids antara lain berupa senyawa antosianin,
flavinols, favonones, serta proanthosianin. Bahan pangan yang mengandung
antioksidan kelompok flavonoids banyak terdapat pada buah-buahan seperti berry,
cery, anggur dan apel. Selain itu juga terdapat pada teh, coklat, bawang merah,
brokoli dan kacang tanah. berdasarkan (Marsono, 2007) antioksidan kelompok
flavonoids dapat memberikan efek bagi tubuh seperti, meningkatkan pertahanan
antioksidan tubuh, memperbaiki fungsi otak, menjaga kesehatan jantung,
meetralkan radikal bebas. Adapun flavonoids jenis isoflavon banyak terdapat
dalam kedelai yang dapat membantu mempertahankan kesehatan tulang dan otak
serta meningkatkan kekebalan tubuh.
Selain kelompok karatenoid dan flavonoids, vitamin juga dapat sebagai
antioksidan. Jenis vitamin tersebut adalah vitamin C dan vitamin E yang banyak
terdapat pada buah-buahan dan biji-bjian. Berdasarkan Suter, (2013) bahwa efek
yang ditimbulkan pada tubub adalah menetralkan radikal bebas, meningkatkan
kesehatan tulang dan jantung serta meningkatkan kekebalan tubuh. Sedangkan
untuk vitamin C memiliki fungsi antioksidan yang signifikan pada membran sel
dan lipoprotein.
Menurut Subroto (2008) salah satu jenis mineral yang bersifat antioksidan
yaitu selenium (Se) yang terdapat pada bahan pangan seperti ikan, daging merah,
5

biji-bijian, bawang putih, hati dan telur. Efek yang ditimbulkan pada tubuh antara
lain menetralkan radikal bebas yang dapat merusak sel dan meningkatkan
kekebalan tubuh. Terdapat komponen bioaktif yang dominan dalam teh yakni
Epigallocattechin gallate (EGCG) yang memiliki kemampuan mencegah radikal
bebas dan juga berfungsi untuk antiatherogenic, antithrombotic dan antimicrobial
(Khosman, 2006).
2.2 Penerapan di Masa Pandemi Covid-19
Corona virus merupakan jenis virus yang menyebabkan penyait
mulai dari gejala ringan dampai berat. Setidaknya terdapat dua jenis
corona virus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat
menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory
Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Peningkatan kasus
dari hari kehari jumlah pasien terinfeksi virus COVID -19 sudah sulit
dikendalikan, sehingga diperlukannya suatu perencanaan yang jelas dan
lugas dari pemerintah untuk menangulangi permasalahan ini. Virus ini
dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan telah menyebar secara luas
di China dan lebih dari 190 negara dan teritori lainnya (WHO, 2019). Pada
12 Maret 2020, WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik
(WHO, 2020). Hingga tanggal 29 Maret 2020, terdapat 634.835 kasus dan
33.106 jumlah kematian di seluruh dunia (WHO, 2019). Sementara di
Indonesia sudah ditetapkan 1.528 kasus dengan positif COVID-19 dan 136
kasus kematian (Susilo et al, 2020). COVID-19 pertama dilaporkan di
Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus (WHO, 2020).
Pencegahan penularan virus COVID-19 supaya rajin mencuci tangan
dengan sabun dan juga bisa menggunakan hand sanitizer, menjaga jarak
dengan miniman 1 meter, menutup mulut dan hidung saat batuk atau
bersin sampai tidak keluar rumah jika dirasa tidak perlu dan menghindari
kerumunan. Selain itu, cara pencegahan penularan adalah meningkatkan
sistem imun tubuh dengan mengonsumsi bahan pangan yang bergizi.
Bahan pangan yang bergizi merupakan pangan yang mampu
6

meningkatkan kekebalan tubuh agar dapat terlindung dari infeksi virus.


Kandungan bahan pangan yang dapat meningkatkan sistem kekebalan
tubuh adalah kandungan antioksidan (Firmansyah, 2020).
Mekanisme antioksidan meningkatkan imunitas tubuh sejalan
penelitian yang dilakukan oleh (Mappa et al., 2021) memanfaatkan buah
nanas sebagai sumber antioksidan. Berdasarkan jurnal nasional dan
internasional bahwa buah nanas mengandung antioksidan berupa senyawa
fenolik dan flavonoid. Manfaat buah nanas memiliki aktivitas antioksidan
sehingga meningkatkan imunitas dimana sistem imun diperlukan tubuh
untuk mempertahankan keutuhannya yang ditimbulkan dari berbagai
bahan dalam lingkungan hidup seperti virus (Baratawidjaja & Rengganis,
2010). Pada buah nanas memiliki kemampuan untuk meningkatkan
imunitas karena dapat sejumlah derivate yaitu senyawa fenolik seperti
asam fenolik, flavonoid, tannin, lignin, non fenolik, seperti karotenoid dan
vitamin C yang dapat meningkatkan imun sehingga kemampuan virus
untuk mengalahkan respons imun. Disregulasi sistem imun kemudian
berperan dalam kerusakan jaringan pada infeksi SARS-CoV-2 sehinga
respons imun yang tidak kuat menyebabkan replikasi virus dan kerusakan
jaringan.
Dalam literatur lain menjelaskan bahwa imunitas seluler dibutuhkan
dalam melawan infeksi virus, yang diregylasi oleh keseimbangan antara
oksidan dan antioksidan. Pada proses peradangan terjadi peningkatan
produksi ROS yang menyebabkan apeningkatan stress oksidatif pada
peradangan. Glutathione merupakan salah satu antioksidan yang berperan
dalam mempertahankan keseimbangan oksidan dan antioksidan. Adapun
NAC (N-acetyl-L-cysteine) dapat berperan memulihkan atau mencegah
penurunan kadar Glutathione sehingga bermanfaat mencegah kerusakan
paru pasien COVID-19. NAC tersebut sebagai prekursor glutathione
merupakan antioksidan alami yang dihasilkan tubuh untuk melindungi sel
dari kerusakan serius akibat ROS yang menyebabkan stress oksidatif.
Penggunaan NAC meningkatkan kapasitas antioksidan di tingkat seluler,
7

sehingga dapat mengatasi kerusakan sel akibat infeksi berat COVOD-19


(Sujana & Maulida, 2021).
Salah satu jenis lain dari antioksidan yaitu vitamin D. vitamin D
tidak hana merupakan nutrisi, tetapi juga merupakan hormon yang dapat
disintesis dalam tubuh dengan bantuan sinar matahari. Vitamin D ini dapat
merangsang pematangan banyak sel termasuk sel kekebalan tubuh. Melalui
beberapa mekanisme, vitamin D dapat mengurangi risiko yang ditimbulkan
COVID-19. Mekanisme tersebut di antaranya menginduksi cathelicidin dan
defensin yang dapat menurunkan tingkat replikasi virus dan mengurangi
konsentrasi sitokin pro-inflamasi yang menghasilkan peradangan yang melukai
lapisan paru menyebabkan pneumonia, serta meningkatkan konsentrasi sitokin
anti-inflamasi. Beberapa penelitian observasional dan uji klinis melaporkan
bahwa suplementasi vitamin D mengurangi risiko influenza. Vitamin D atau
calcitriol mengatur protein antimikroba cathelicidin dan β-defensin yang
bertanggung jawab memodifikasi mikrobiota usus menjadi komposisi yang lebih
sehat dan mendukung gut barrier. Selain itu, berfungsi melindungi paru
terhadap infeksi; meningkatkan ekspresi protein, E-cadherin, mempertahankan
fungsi. barrier epitel ginjal; dan meningkatkan fungsi barier epitel kornea.
Reseptor vitamin D ditemukan di monosit, makrofag yang berperan
meningkatkan diferensiasi monosit menjadi makrofag. Calcitriol juga
meningkatkan gerakan dan kemampuan fagositosis makrofag.
Banyak bukti yang mendukung peran vitamin D dalam mengurangi risiko
kejadian COVID-19. Pada saat wabah terjadi di musim dingin, kekurangan
vitamin D telah ditemukan berkontribusi pada sindrom gangguan pernapasan
akut. Tingkat fatalitas kasus meningkat dengan bertambahnya usia dan dengan
komorbiditas penyakit kronik, dan keduanya terkait dengan konsentrasi 25 (OH)
D yang rendah. Untuk mengurangi risiko infeksi, disarankan agar orang yang
berisiko influenza dan/atau COVID-19 dipertimbangkan untuk mendapatkan
10.000 IU vitamin D3 per hari selama beberapa minggu. Pemberian dosis ini
dipergunakan secara cepat meningkatkan konsentrasi 25 (OH) D, diikuti oleh
dosis 5000 IU per hari. Tujuannya adalah untuk meningkatkan konsentrasi 25
(OH) D di atas 40–60 ng/mL (100–150 nmol/L) (Respati dan Rathomi, 2020)
8

BAB III
KESIMPULAN
9

DAFTAR PUSTAKA
Firmansyah, F. (2020). Panduan Gizi Seimbang pada Masa Pandemi COVID –
19.KEMENKES.
Goldberg, I. (1994). Fungctional Foods. Designer Food, Pharmafoods,
Nutraceuticals.
Khosman, A. (2006). Solusi Makanan Sehat. PT. Rajagrafindo Persada.
Mappa, M. R., Kuna, M. R., & Akbar, H. (2021). Pemanfaatan Buah Nanas
(Ananas comosus L.) Sebagai Antioksidan Untuk Meningkatkan Imunitas
Tubuh di Era Pandemi Covid 19. 2(3), 63–67.
Marsono, Y. (2007). Prospek Pengembangan Makanan Fungsional. Makalah
Disampaikanpada Seminar Nasional Dalam Rangkan “National Food
Technology Competation(NFTC).”
Respati, T. & Rathomi, H. S. 2020. Bunga Rampai Artikel Penyakit Virus Corona
(COVID-19). Bandung: P2U Unisaba, 2020
Subroto, M. (2008). Real Food, True Health. Makanan Sehat Untuk Hidup Lebih
Sehat. PT. Agromedia Pustaka.
Sujana, K. S., & Maulida, M. (2021). Efektivitas N-Acetylsistein pada Pasien
COVID-19. 48(7).
Suter, I. K. (2013). Pangan Fungsional dan Prospek Pengembangannya.
Werdhasari, A. (2014). Peran Antioksidan Bagi Kesehatan. Jurnal Biotek
Medisiana Indonesia, 3(2), 59–68.
Andriawan, D. (2015). Rahasia hidup sehat ala nabi SAW solo: AL Fath Publishing

Soebahar, M.E et al. 2015. Mengungkapkan rahasia buah kurma dan zaitun dari
petunjuk hadist dan penjelasan sains. Ulul albab volume 16, No 2, Tahun
2015
Purwanto, Sigit, dkk. 2016. Ekstraksi Minyak dari Biji Kurma (phoenix
dactylifera l.) dengan Metode Soxhlet Extraction dengan Menggunakan
Etil Esetat. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 5, No. 2, 54.
Apriyanti, Rosy Nur, dkk. 2016. Kurma dari Gurun ke Tropis.Depok : PT. Trubus
Swadaya.
Rostita. 2009. Khasiat dan Keajaiban Kurma. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai