Anda di halaman 1dari 12

Makalah Kimia Bahan Makanan

FORTIFIKASI MINERAL DALAM BAHAN MAKANAN

Disusun Oleh:

IBNU ASHARI (H031 18 1326)

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Tiada untaian kata yang lebih indah selain ucapan syukur kehadirat Allah SWT. yang

telah melimpahkan karunia, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga Makalah Kimia Bahan

Makanan ini dapat terselesaikan. Tidak lupa pula senantiasa kita panjatkan salawat serta salam

kepada junjungan dan panutan kita Nabi Muhammad SAW. Dalam tahap penyusunan makalah

ini, tidak terlepas dari berbagai kendala yang menghambat penyusunan. Namun, berkat bantuan

dari berbagai pihak, sehingga kendala dan halangan tersebut dapat teratasi.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Kimia Bahan Makanan. Ucapan terima kasih

kami sampaikan kepada teman-teman, serta pihak-pihak lainnya yang telah membantu dalam

menyelesaikan makalah ini yang tidak sempat disebutkan.

Dalam penyusunan makalah ini, disadari bahwa masih terdapat kekurangan. Oleh karena

itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan. Walaupun demikian, kami

tetap berharap makalah ini dapat memberikan manfaat Aamiin.

Makassar, 20 Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN
SAMPUL…………………………………………………………………………….......................

KATA PENGANTAR……………………………………………………………...........................

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………..

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………….

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………………

1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………...........................

2.1 Fortifikasi Bahan Makanan…………………………………………………………………….

2.2 Fortifikasi Mineral……………………………………………………………………………...

2.3 Penerapan Fortifikasi Mineral…………………………………………………………………

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………………..

3.2 Saran……………………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Manusia tidak dapat

mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Dalam kaitan ini, penjelasan Undang-Undang

Republik Indonesia No. 7 tahun 1996 tentang pangan, bahkan secara tegas menyatakan bahwa

‘’Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan has asasi setiap

rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan

beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Pangan yang tersedia haruslah pangan yang aman untuk dikonsumsi, bermutu dan bergizi

karena berhubungan dengan pertumbuhan yang erat kaitannya dengan kecukupan asupan nutrisi

dalam tubuh. Pertumbuhan tubuh membutuhkan nutrisi mikro dan makro. Nutrisi makro adalah

zat gizi yang dibuthkan dalam mumlah besar dengan satuan gram. Zat gizi yang termasuk

kelompok zat gizi makro adalah karbohidrat, lemak dan protein. Sedangkan nutrisi mikro adalah

zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil atau sedikit tapi ada dalam makanan. Zat gizi

yang termasuk kelompok zat gizi mikro adalah mineral dan vitamin. Zat gizi mikro

menggunakan satuan mg untuk sebagian besar mineral dan vitamin.

Zat gizi mikro adalah zat gizi berupa vitamin dan mineral, yang walaupun kuantitas

kebutuhannya relatif sedikit namun memiliki peranan yang sangat penting pada proses

metabolisme dan beberapa peran lainnya pada organ tubuh. Namun, selama penanganan,

penyimpanan dan pengawetan bahan pangan sering menyebabkan terjadinya perubahan nilai
gizinya yang sebagian besar tidak diinginkan. Zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan

akan rusak pada sebagian besar proses pengolahan karena sensitif terhadap pH, oksigen, sinar

dan panas atau kombinasi diantaranya. Zat gizi terutama tembaga dan zat besi serta enzim

kemingkinan sebagai katalis dalam proses tersebut. Kekurangan akan zat gizi mikro esensial

secara luas menimpa lebih dari sepertiga penduduk dunia, terutama di negara-negara

berkembang khususnya di Indonesia. Ada tiga masalah defisiensi zat gizi mikro utam di

Indonesia yaitu gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI), anemia gizi besi (AGB) dan

kurang vitamin A (KVA) (Cahyadi, 2016).

Kekurangan zat gizi mikro harus diatasi salah satunya adalah teknologi pangan dalam

memperkaya kandungan gizi, salah satunya teknologi fortifikasi pangan. Fortifikasi pangan

(pangan yang lazim dikonsumsi) dengan zat gizi mikronutrien pangan. Peran produk dari

fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan fortifikasi?

2. Apa jenis-jenis dari fortifikasi mineral bahan makanan?

3. Penerapan fortifikasi mineral bahan makanan?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan fortifikasi

2. Untuk mengetahui jenis-jenis fortifikasi mineral

3. Untuk mengetahui penerapan fortifikasi mineral bahan makanan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Fortifikasi

Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrient) ke dalam suatu

bahan pangan, seperti vitamin dan mineral (Briawan dkk, 2008). Fortifikasi pangan umumnya

digunakan untuk mengatasi masalah gizi mikro pada jangka menengah dan panjang. Tujuan

utamanya adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi populasi atau masyarakat.

Peran produk dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi, dengan demikan menghindari

terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomi.

Namun demikian, fortifikasi pangan juga dapat digunakan untuk menghapus dan mengendalikan

defisiensi zat gizi dan gangguan yang ditimbulkannya (Cahyadi dkk, 2016).

Apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibituhkan dan keadaan ini

berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, berakibat terjadi

ketidakmampuan berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi

menyebabkan pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang

juga kecil (Depkes RI, 2005).

Zat gizi mikro (micronutrient) adalah zat gizi berupa vitamin dan mineral yang walaupun

kuantitas kebutuhannya relatif sedikit namun memiliki peranan yang sangat penting pada proses

metabolisme dan beberapa peran lainnya pada organ tubuh. Kekurangan asupan dan absorbsi zat

gizi mikro dapat mengakibatkan gangguan pada kesehatan, pertumbuhan, mental dan fungsi lain

(kognitif, sistem imunitas, reproduksi dan lain-lain). Salah satu zat gizi mikro yang terpenting

adalah zat besi (Fe). Zat besi memiliki peran yang sangat penting pada pembentukan hemoglobin
yakni protein pada sel darah merah yang berfungsi menghantarkan oksigen dari paru-paru ke

otak dan seluruh jaringan tubuh. Kekurangan zat besi dalam jangka panjang akan mengakibatkan

terjadinya anemia gizi besi. Secara umum, dampak yang ditimbulkan dari anemia gizi besi

adalah kelesuan sebagai akibat kurangnya pasokan oksigen dalam darah, lemahnya konsentrasi

berfikir dan rendahnya produktivitas kerja (Setyaningrum dkk, 2017).

2.2 Fortifikasi Mineral

Salah satu zat gizi yang dibutuhkan tubuh adalah mineral. Mineral memegang peranan

penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi

tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan dalam berbagai tahap metabolisme terutama

sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. Kekurangan mineral dapat menyebabkan

gangguan kesehatan seperti anemia, gondok, osteoporosis dan osteomalasia. Pemenuhan

kebutuhan mineral pada manusia dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi bahan pangan yang

berasal dari tumbuhan maupun hewan (Salamah dkk., 2012).

Keberadaan mineral dalam pangan, yaitu (1) Alami ada di dalam bahan pangan, dimana

untuk pangan nabati berasal dari tanah, air ataupun pupuk, sedangkan untuk pangan hewani

dapat berasal dari pakan ataupun minumannya. (2) Mineral yang sengaja ditambahkan dalam

bahan pangan, penambahan tersebut karena program fortifikasi mapun karena proses. Sebagai

contoh fortifikasi iodium dalam garam, penambahan garam kalsium dalam pembuatan tahu. (3)

Kontaminan, yaitu yang berasal dari air, udara, alat-alat yang dipakai untuk memberantas hama

dan penyakit, bahan pengemas maupun zat radio aktif.

2.2.1 Fortifikasi Iodium

Iodium merupakan salah satu unsur mikro yang dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit

di dalam tubuh sehingga Iodium disebut sebagai mineral mikro. Walaupun jumlah yang
dibutuhkan sangat sedikit akan tetapi perannya sangat vital bagi kesehatan maupun

perkembangan tubuh dalam pembentukan hormon tiroid. Kebutuhan Iodium sehari-hari untuk

mencegah penyakit gondok adalah sebanyak 0,05-0,08 mikrogram atau 0,001 mikrogram per

kilogram berat badan. Kekurangan mineral dalam jangka panjang akan menyebabkan sejumlah

gangguan kesehatan yang dikenal dengan gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Untuk

menanggulangi gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) pemerintah berusaha membuat

garam beriodium (Rachmat dan Lubis, 2010).

Salah satu cara penanggulangan kekurangan iodium adalah melalui fortifikasi garam

dapur dengan iodium. Fortifikan utama yang digunakan dalam fortifikasi iodium dalam garam

adalah kalium iodida (KI) dan kalium iodat (KIO3). Adanya zat-zat pengotor dalam garam seperti

Fe, Pb, Ca, Mn, dan Sr akan mempercepat terjadinya pelepasan I2. Iodium bebas akan mudah

menguap ke udara. Kemasan selama penyimpanan garam akan mempengaruhi kandungan

iodium. Selain itu suhu dan kelembaban udara juga berpotensi untuk mengurangi kadar iodium

di dalam garam. Penyimpanan garam di tempat terbuka dan tertutup rapat dalam kemasan juga

akan mempengaruhi kandungan iodium garam dapur (Permatasari dkk, 217).

2.2.2 Fortifikasi Besi

Zat besi merupakan salah satu zat gizi esensial yang berperan dalam pembentukan sel

darah merah. Pada wanita usia subur, anemia sering terjadi akibat adanya siklus menstruasi yang

menyebabkan hilangnya darah dalam sewaktu (WHO, 2001). Anemia defisiensi besi dapat

mengganggu sistem imunitas dan fungsi kognitif pada berbagai tingkatan umur. Pada usia

sekolah akan mempengaruhi prestasi belajar, pada usia dewasa dapat menimbulkan kelelahan

dan penurunan produktivitas, dan pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi lahir prematur (Ruel,

2001). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan fortifikasi
zat besi. Fortifikasi merupakan penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk

mencegah defisiensi dan meningkatkan kesehatan (WHO, 2006).

2.3 Penerapan Fortifikasi Mineral

BerdasarkanGlobal Nutrition (GNR) tahun 2018, Indonesia merupakan salah satu negara

yang mengalami beban ganda gizi.Untuk memperbaiki masalah gizi tersebut, pemerintah

melakukan fortifikasi pada sejumlah pangan di Indonesia. Menteri kesehatan RI mengatakan ada

penurunan stunting turun dari 37,2 % berdasarkan Riskesdas 2013 menjadi 30,8 % tahun 2018.

Namun, WHO tetap meminta di bawah 20 % bahkan presiden Joko Widodo mengharapkan

stunting tidak ada di Indonesia.

Secara umum fortifikasi pangan dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan berikut:

 Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan

 Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang

siqnifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan

 Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan yang menggantikan

pangan lain misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti mentega

2.3.1 Penerapan Fortifikasi Yodium

Defisiensi Yodium dihasilkan dari kondisi geologis yang irreversiber itu sebabnya,

penganekaragaman makanan dengan menggunakan pangan yang tumbuh di daerah dengan tipe

tanah dengan menggunakan pangan yang sama tidak dapat meningkatkan asupan Yodium oleh

individu ataupun komunitas. Diantara strategi-strategi untuk penghampusan GAKI, pendekatan

jangka panjang adalah fortifikasi pangan dengan Yodium. Sampai tahun 60an, beberapa cara

suplementasi yodium dalam dies yang telah diusulkan berbagai jenis pangan pembawa seperti
garam, roti, susu, gula, dan air telah dicoba Iodisasi garam menjadi metode yang paling umum

yang diterima di kebanyakan negara di dunia sebab garam digunakan secara luas dan serangan

oleh seluruh lapisan masyarakat. Prosesnya adalah sederhana dan tidak mahal.fortifikasi yang

biasa digunakan adalah Kalium Yodida (KI) dan Kalium Iodat (KIO 3). Iodat lebih stabil dalam

'impure salt' pada penyerapan dan kondisi lingkungan (kelembaban) yang buruk penambahan

tidak menambah warna, penambahan dan rasa garam. Negara-negara yang dengan program

iodisasi garam yang efektif memperlihatkan pengurangan yang berkesinambungan akan

prevalensi GAKI.

2.3.2 Penerapan Fortifikasi Besi

Dibandingkan dengan strategi lain yang digunakan untuk perbaikan anemia gizi besi,

fortifikasi zat gizi besi dipandang oleh beberapa peneliti merupakan strategi termurah untuk

memulai, mempertahankan, mencapai/mencakup jumlah populasi yang terbesar, dan menjamin

pendekatanjangka panjang (Cook and Reuser, 1983).Fortifikasi Zat besi tidak menyebabkan efek

samping pada saluran pencernaan. Inilah keuntungan pokok dalam hal keterterimaannya oleh

konsumen dan pemasaran produk-produk yang diperkaya dengan besi.Penetapan target penerima

fortifikasi zat besi, yaitu mereka yang rentan defisie zat besi, merupakan strategi yang aman dan

efektif untuk mengatasi masalah anemi besi (Ballot, 1989). Pilihan pendekatan ditentukan oleh

prevalensi dan beratnya kekurangan zat besi (INAAG, 1977).Tahapan kritis dalam

perencanaanprogram fortifikasi besi adalah pemilihan senyawa besi yang dapat diterima dan

dapat diserap (Cook and Reuser, 1983).Harus diperhatikan bahwa wanita hamil membutuhkan

zat besi sangat besar selama akhir trimester kedua kehamilan.Terdapat beberapa iortifikan yang

umum digunakan untuk fortifikasi besi seperti besi sulfat besi glukonat, besi laktat, besi

ammonium sulfat, dan lain-lain.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrient) ke dalam suatu

bahan pangan, seperti vitamin dan mineral. Jenis-jenis fortifikasi dibagi menjadi fortifikasi

mineral yakni fortifikasi besi, fortifikasi yodium, fortifikasi vitamin A, dll. Penerapan fortifikasi

yakni untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan, meningkatkan kualitas gizi dari

produk pangan olahan yang digunakan sebagai sumber pangan bergizi.


DAFTAR PUSTAKA

Briawan, D., Hardinsyah, Setiawan B., Malrliyati S.A., dan Muhilal, 2008, Efikasi Suplemen
Besi-Multivitamin untuk Perbaikan Status Besi Remaja Wanita, Jurnal Gizi Indonesi,
30(1): 30-36.

Cahyadi, W., Garnida, Y., Primavera, N., 2016, Fortifikasi Ganda Zat Gizi Mikro (Iodium dan
Asam Folat) pada Produk Mie Kering Tepung Sukun.

Depkes RI, 2003, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, Depkes RI.

Permatasari, S,M., Helmiyati, S., dan Iskandar, S., 2017, Stabilitas Kadar Iodium Dalam Garam
Fortifikasi Kalium Iodida(KI) Menggunakan NaFeEDTA, Darussalam Nutrition Journal,
1(1): 8-15,

Rachmat, D., Lubis. S., 2010, Prospek Teknologi Pembuatan Beras Bergizi Melalui Fortifikasi
Iodium, Pangan, 19(3): 265-274.

Ruel, M.T, 2001, Can Food-Based Strategies Help Reduce Vitamin A and Iron Deficiencies? A
Review of Recent Evidence, International Food Policy Research Institute, Washington DC.

Setyaningrum, C.H., Elizabeth, F., Nugrahedi, R.P.Y., 2017, Fortifikasi Guava (Psidium
guajava L.) Jelly Drink dengan Zat Besi Organik dari Kedelai (Glycine max L.) dan
Kacang Hijau (Vigna radiate L.), Jurnal Agroteknologi, 11(01).

WHO, 2001, Iron Deficiency Anaemia, Assessment, Prevention, and Control: A Guide for
Programme Managers, World Health Organization, Geneva.

WHO, 2006, Adolescent Nutrition: A Review of the Situation in Selected South-East Asian
Countries, WHO Region Office for South-East Asia, New Delhi.

Anda mungkin juga menyukai