Anda di halaman 1dari 32

PENGAWETA ENZIM MANANASE DENGAN

TEKNIK IMOBILISASI MENGGUNAKAN


NATRIUM ALGINAT

EMI SIHOMBING

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan laporan tugas akhir Pengawetan Enzim


Mananase dengan Teknik Imobilisasi Menggunakan Natrium Alginat di Balai
Penelitian Ternak (Balitnak) adalah karya saya dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan sebelumnya
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah dicantumkan dalam daftar
Pustaka di bagian akhir laporan ini.

Bogor, Mei 2014

Emi Sihombing
J3L111057
RINGKASAN

EMI SIHOMBING. Pengawetan Enzim Mananase dengan Teknik Imobilisasi


Menggunakan Natrium Alginat. Dibimbing oleh BUDI ARIFIN dan TUTI
HARYATI.

Bungkil kelapa digunakan sebagai bahan pakan alternatif dalam industri


ternak untuk mengurangi biaya produksi akibat penggunaan bahan pakan impor.
Namun, bahan pakan ini mengandung serat manan yang tinggi, sehingga tidak
dapat dicerna dengan baik oleh hewan ternak. Serat manan dapat diurai menjadi
gula sederhana dengan bantuan enzim mananase,yang akanmenghidrolisis rantai
manan menjadi manosa.Gula sederhana ini dapat dicerna dengan baik oleh ternak,
khususnya unggas. Enzim mananase lazim diproduksi dalam bentuk cair dan
dalam bentuk ini enzim sangat mudah rusak. Kondisi ini mendorong adanya
teknik penyimpanan yang baik untuk enzim mananase dalam jangka waktu lama.
Kebutuhan enzim mananase pada industri ternak saat ini sangat tinggi,
sehingga dibutuhkan teknik penyimpanan ataupun pengawetan yang sangat efisien
untuk enzim ini. Proses pengawetan dilakukan untuk mempermudah saat
transportasi enzim menuju peternakan. Proses pengawetan enzim yang dilakukan
pada penelitian ini ialah dengan teknik imobilisasi menggunakan natrium alginat
dan proses freeze dried atau pengeringa beku. Imobilisasi dilakukan dengan
meninjeksikan larutan alginat-enzim kedalam CaCl2 0,1M dan membentuk
bulatan Ca-alginat. Imobilisasi enzim dilakukan dengan berbagai konsentrasi
alginat dan konsentrasi yang memperoleh perolehan kembali yang besar dijadikan
konsentrasi untuk penelitian ini. Proses imobilisasi menggunakan alginat
memperoleh nilai recovery 76 %. Proses pengeringan beku menggunakan enzim
terimobilisasi memiliki persentasi 62,21%. Proses penyimpanan yang dilakukan
selama 39 hari memperoleh hasil penurunan untuk aktivitas semua sampel enzim.

Kata kunci: Bungkil kelapa, Enzim mananase, Imobilisasi, natrium alginat.


PENGAWETAN ENZIM MANANASE MENGGUNAKAN
TEKNIK IMOBILISASI MENGGUNAKAN
NATRIUM ALGINAT

EMI SIHOMBING

Laporan Tugas Akhir


Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya
pada
Program Diploma Keahlian Analisis Kimia

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Tugas Akhir : Pengawetan Enzim Mananase Dengan Teknik
Imobilisasi Menggunakan Natrium Alginat
Nama : Emi Sihombing
NIM : J3L111057

Disetujui oleh

Budi Arifin,SSI, Msi Dra Tuti Haryati, MSc


Pembimbing 1 Pembimbing 2

Diketahui oleh

Dr Ir Bagus P. Purwanto, MAgr Armi Wulanawati, SSi MSi


Direktur Koordinator Program Keahlian

Tanggal lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam kegiatan praktik kerja lapangan yang dilaksanakan sejak tanggal Febuari
2014 hingga Mei 2014 ini ialah produksi enzim skala menengah, dengan judul
akhir preservation enzim mananase menggunakan teknik imobilisasi
menggunakan natrium alginat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Budi Arifin,Ssi Msi selaku dosen
pembimbing, Dra Tuti Haryati, MSc dari Balai Penelitian Ternak (Balitnak).
Sebagai pembimbing lapangan. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada ibu
Tresnawati Purwadaria dan staf ahli dan karyawan Laboratorium Pakan yang telah
membantu penulis selama paraktik kerja lapangan. Disamping itu, penghargaan
penulis disampaikan kepada kedua orang tua saya, adik-adik saya, keluarga besar
DM GBI Danau Bogor Raya, dan teman-teman komsel saya untuk doa dan
semangat yang diberikan. Ucapan terima kasih juga tak lupa saya ucapkan kepada
sahabat-sahabat analisis kimia 48 dan rekan sivitas saya atas doa dan dukunganya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

Emi Sihombing
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xiv
1.1 Sejarah 1
1.2 Visi dan Misi 1
1.3 Tujuan dan Fungsi 1
1.4 Sarana 2
1.5 Layanan 2
1.6 Sumber dana 3
2 PENDAHULUAN 3
2.1 Latar Belakang 3
2.2 Tujuan 5
2.3 Tempat dan Lokasi 5
3 BAHAN DAN METODE 5
3.1 Alat dan Bahan 5
3.2 Metode 5
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 7
5 SIMPULAN DAN SARAN 10
5.1 Simpulan 10
5.2 Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 13
RIWAYAT HIDUP 17
DAFTAR GAMBAR

1 Struktur serat manan 4


2 Posisi pemotongan rantai galaktomanan oleh enzim β-mananase 4
3 Reaksi gula preduksi (β-mananase) dengan asam 3,5-dinitrosalisilat 8
4 Reaksi oksidasi manosa 8
5 Kurva standar manosa 14

DAFTAR LAMPIRA

1 struktur organisasi Balai Penelitian Ternak 13


2 Standar manosa 14
3 Aktivitas enzim mananase sebelum imobilisasi 14
4 Aktivitas enzim mananase terimobilisasi dalam berbagai konsentrasi larutan
alginat dengan faktor pengenceran 50 kali 15
5 Aktivitas enzim bebas (tanpa perlakuan) awal 15
6 Aktivitas enzim bebas(tanpa perlakuan) 39 hari 15
7 Aktivitas enzim terimobilisasi awal 16
8 Aktivitas enzim terimobilisasi 39 hari 16
9 Aktivitas enzim terimobilisasi dan di kering-bekukan awal 16
10 Aktivitas enzim terimobilisasi dan di kering-bekukan 39 hari 16
1

1 KEADAAN UMUM BALAI PENELITIAN TERNAK

1.1 Sejarah

Balai Penelitian Ternak (Balitnak) merupakan gabungan 2 unit kerja bidang


peternakan, yaitu Lembaga Penelitian Peternakan (LPP) di Jalan Raya Pajajaran,
Bogor dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak (P3T) di Ciawi. Awalnya,
LPP berdiri dengan nama Balai Penelitian Umum (BPU) pada 1950. Perubahan
nama pertama terjadi pada 1952 menjadi Balai Penyidikan Peternakan (BPP),
kemudian menjadi Pusat Balai Penyelidikan Peternakan (PBPP) pada 1956,
Lembaga Penelitian Peternakan pada 1961, Lembaga Peternakan pada 1966, dan
akhirnya menjadi LPP pada tahun 1967.
Sementara P3T di Ciawi adalah lembaga penelitian Indonesia-Australia
berdasarkan memorandum persetujuan tanggal 4 Desember 1974, kerja sama
Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Indonesia dengan
Colombo Plan, Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization
(CSIRO). Semula bernama Bogor Animal Husbandry Research Institute (BARI),
kemudian berubah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (P4).
Pada 13 November 1978, berubah menjadi P3T, yang diresmikan oleh Presiden
Soeharto dengan dihadiri oleh Perdana Menteri Australia dan pejabat tinggi kedua
negara. Tahun 1981, LPP dan P3T secara resmi bergabung menjadi Balai
Penelitian Ternak (Balitnak) berdasarkan SK Mentan No. 71/KPts/OT.210/1/2002
dengan disertai pelimpahan kedudukan dari semula di bawah Direktorat Jenderal
Peternakan menjadi Unit Kerja Badan Litbang Pertanian.

1.2 Visi dan Misi

Balai Penelitian Ternak (Balitnak) memiliki visi menjadi lembaga penelitian


berkelas dunia dalam menghasilkan inovasi teknologi peternakan guna
mendukung terwujudnya sistem pertanian industrial. Adapun misi Balitnak ialah
(1) menghasilkan inovasi teknologi peternakan yang berdaya saing dan
berwawasan lingkungan sesuai dengan kebutuhan pengguna dan mendukung
program Kementerian Pertanian, (2) meningkatkan pemanfaatan sumber daya
yang berkaitan dengan sistem produksi peternakan, (3) mendimensikan hasil-hasil
inovasi teknologi peternakan, serta (4) meningkatkan mutu sumber daya manusia,
sarana dan prasarana penunjang kegiatan penelitian.

1.3 Tujuan dan Fungsi

Tujuan Balitnak ialah mewujudkan penyelenggaraan, pengkajian, penelitian,


pengembangan, dan penerapan di bidang ternak unggas, sapi perah dan dwiguna,
kerbau, kambing perah, domba, dan aneka ternak lainnya. Balitnak memiliki
beberapa fungsi, yaitu (1) melaksanakan penelitian mengenai (a) eksplorasi,
identifikasi, karakterisasi, evaluasi, serta pemanfaatan plasma nutfah ternak dan
2

hijauan, (b) pemulihan, reproduksi dan nutrisi pada ternak unggas, sapi perah, dan
aneka ternak lainnya, (c) komponen teknologi, sistem, dan usaha agribisnis ternak,
serta (d) bioteknologi ternak dan agrostologi; (2) memberikan pelayanan teknik
dalam kegiatan penelitian ternak, penyiapan kerja sama, informasi dan
dokumentasi, serta penyebarluasan dan pendayagunaan hasil penelitian ternak;
serta (3) melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga.

1.4 Sarana

Sarana yang tersedia di Balitnak meliputi bangunan dan penelitian. Terdapat


tidak kurang dari 60 bangunan yang terdiri atas bangunan administrasi,
laboratorium, perpustakaan, perbengkelan, kandang ternak, auditorium, kantin,
ruang pemotongan ternak, dan gudang penyimpanan pakan ternak. Sarana
penelitian di Balitnak meliputi 9 laboratorium (Pelayanan Analisis Kimia,
Kesehatan Ternak, Hijauan Pakan Ternak, Teknologi Pakan, Fisiologi,
Reproduksi Ruminansia, Nutrisi, Reproduksi Unggas dan Aneka Ternak, serta
Pascapanen), kebun percobaan, kandang percobaan, dan bengkel peralatan.
Balitnak dipimpin oleh Kepala Balai, yaitu Dr Ir Nasrullah, MSc, sedangkan
Kepala Laboratorium Teknologi Pakan tempat penulis melaksanakan praktik kerja
lapangan (PKL) ialah Drs Helmi Hamid (Lampiran 1).

1.5 Layanan

1.5.1 Laboratorium
Balai penelitian ternak (Balitnak) memiliki fasilitas laboratorium untuk
pelayanan pengujian kimia dan biologis bidang peternakan. Fasilitas pelayanan
pengujian mengutamakan mutu dan kepuasan custumer serta menjamin bahwa
hasil pengujian dilakukan dengan kejujuran teknis, teliti, tepat, cepat, akurat, serta
efisien dalam menggunakan sumber daya.

1.5.2 Kerjasama
Balitnak memfasilitasi kegiatan magang bagi para penyuluh, petani,
praktisi, dan masyarakat umum serta stake holder lainnya yang ingin menguasai
keahlian dan keterampilan dalam teknologi budidaya ternak, sebagai upaya
meningkatkan pelayanan kepada pengguna sekaligus mendiseminasikan inovasi
hasil-hasil penelitian. Materi magang disesuaikan dengan kebutuhan pengguna
meliputi: 1). Teknologi budidaya ternak ruminansia (sapi, kambing, domba), 2).
Teknologi budidaya ternak non ruminansia (ayam, itik, kelinci), dan 3). Teknologi
budidaya hujauan pakan ternak.
Bimbingan disampaikan oleh para pakar dan teknisi yang berpengalaman
dengan proporsi materi teori (40%) dan praktek (60%). Permohonan magang
dapat dilakukan melalui surat/fax yang ditujukan kepada Kepala Balai Penelitian
Ternak selambat-lambatnya 2 minggu sebelumnya. Pengguna dapat memilih
paket magang.
3

1.5.3 Kunjungan
Balitnak mengembangkan fasilitas Area Wisata Ilmiah sebagai upaya
menigkatkan pelayanan kepada pengunjung sekaligus mendiseminasikan inovasi
hasil-hasil penelitian. Area Wisata Ilmiah merupakan ajang promosi (diseminasi),
pembelajaran IPTEK peternakan, dan menjadi fasilitas hiburan (wisata) bagi
masyarakat.
Materi yang tersedia di Area Wisata Ilmiah melipueti: 1). Koleksi berbagai
jenis ternak (unggul) hasil penelitian, 2). Sistem perkandangan, 3). Koleksi
berbagai jenis hijauan pakan ternak, produk teknologi pakan, pakan tambahan,
serta fasilitas pengelolaan limbah (Waste Treatment). Pelayanan yang diberikan
kepada pengunjung meliputi pemaparan profil Balitnak dan kunjungan ke
kandang/laboratorium/lapangan percobaan/demplot disertai penjelasan oleh
infoguide.

1.6 Sumber dana

Sumber dana Balitnak untuk melaksanakan tugasnya berasal dari


pembiayaan rutin dan pembiayaan proyek pembagunan APBN. Selain itu, sumber
dana diperoleh dari berbagai kerjasama yang bersifat incidental dengan berbagai
lembaga ataupun perusahaan baik dalam negeri maupun luar negeri.

2 PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Pakan merupakan salah satu faktor yang paling pokok dalam industri ternak.
Penggunaan bahan baku pakan lokal sering terkendala oleh mutu pakan yang
rendah, sehingga mendorong para pelaku industri ternak menggunakan pakan
impor seperti jagung dan kedelai. Kondisi ini menaikkan biaya produksi, sebab
pengadaan pakan menyumbang 65–70% biaya produksi. Untuk itu, terus dicari
alternatif pakan ternak yang bermutu baik, tetapi dengan harga yang lebih
terjangkau. Salah satu bahan pakan alternatif yang telah dikembangkan ialah
limbah pertanian seperti bungkil kelapa dan bungkil sawit. Akan tetapi, bahan
pakan ini memiliki kandungan serat yang tinggi (Yopi et al. 2006). Enzim
pengurai serat perlu ditambahkan agar pakan dapat termanfaatkan secara efisien
menjadi energi.
Bungkil kelapa mengandung serat manan yang dapat menurunkan
kecernaan protein dan ketersediaan zat-zat gizi dalam pakan (Gambar 1). Senyawa
manan dapat diurai secara kimia maupun secara enzimatik dengan bantuan enzim
mananase. Penguraian secara enzimatik umumnya dipilih karena lebih ramah
lingkungan serta tidak membutuhkan peralatan yang rumit sehingga biayanya
relatif lebih murah.
4

HOH2C O
HOH2C O OH
HO HO O OH
HO
HO

Gambar 1 Struktur serat manan


Enzim mananase akan memotong secara acak rantai utama manan menjadi
gula terlarut, yaitu manosa. Mananase yang digunakan dalam PKL ini berasal dari
kapang E. javanicum BS4. Kapang ini telah dilaporkan menghasilkan enzim β-
mananase, α-D-galaktosidase, dan β-D-manosidase sehingga bermanfaat untuk
menguraikan substrat LGB yang mengandung galaktomanan (Titapoka et al.
2007). Pencampuran enzim β-mananase ke dalam pakan telah dilaporkan dapat
menambah bobot dari ayam pedaging dara (Jaelani 2011).
Dalam PKL ini, enzim diproduksi dengan menggg,unakan substrat bungkil
kelapa dan medium Mandel kemudian diimobilisasi menggunakan larutan natrium
alginat. Enzim ditentukan aktivitasnya menggunakan substrat Gom Kacang Carob
(LBG) 0.5%. Hal ini dilakukan karena pada substrat LGB karena mengandung
galaktomanan yang merupakan manan dengan gugus galaktosa, sehingga pada uji
aktivitas enzim terlihat berapa banyak manosa yang terbentuk dari pemotongan
rantai galaktomanan (Gambar 2). Enzim terimobilisasi ditentukan aktivitasnya dan
dibandingkan dengan enzim yang tidak mendapat perlakuan. Imobilisasi
dilakukan untuk memudahkan proses penyimpanan enzim untuk waktu lama dan
memudahkan proses transportasi enzim menuju peternakan. Sebagian enzim
terimobilisasi kemudian dikering-bekukan (freeze-dried), dikembalikan ke
volume awalnya sebelum perlakuan, lalu ditentukan kembali aktivitasnya.
Penentuan aktivitas enzim ini bertujuan untuk melihat apakah proses imobilisasi
memiliki pengaruh terhadap aktivitasnya. Menurut Haryati 2010, aktivitas enzim
terimobilisasi akan lebih stabil dalam proses penyimpanan. Hal ini dilakukan
untuk menguji pengaruh penambahan alginat terhadap enzim.

HOH2C HOH2C α-D-galaktosidase


O O

O O CH2OH
CH2OH HOHC CH2OH HOHC O
O O O O
O O O
O

β-mananase β-mananase

Gambar 2 Posisi pemotongan rantai galaktomanan oleh enzim β-mananase


5

2.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengukur aktivitas enzim mananase yang diperoleh


dari kapang E. javanicum BS4 koleksi Balitnak dan menentukan pengaruh
imobilisasi dengan beberapa konsentrasi natrium alginat dan pengeringan-beku
pada aktivitas enzim tersebut. Konsentrasi natrium alginat yang paling sedikit
menurunkan aktivitas enzim dipilih sebagai konsentrasi terbaik untuk imobilisasi.
Mengukur aktivitas enzim imobilisasi dan pengeringan-beku setelah disimpan
selama 39 hari.

2.3 Tempat dan Lokasi

Praktik kerja lapangan dilakukan di Laboratorium Pakan, Balai Penelitian


Ternak (Balitnak), Jalan Veteran III, Banjarwaru, Ciawi, Bogor 16002. Waktu
pelaksanaan dimulai tanggal 3 Februari sampai dengan 2 Mei 2014.

3 BAHAN DAN METODE

3.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan ialah spektrofotometer berkas tunggal U 1800


Hitachi, autoklaf, sentrifuga, siring, neraca analitik, oven, desikator, cawan
aluminium, hot plate berpengaduk MSH-30D, mikropipet, kuvet, dan alat-alat
kaca yang lazim di laboratorium.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain kapang E. javanicum BS4 dalam
media agar miring koleksi Balitnak, substrat bungkil kelapa BIS), bufer asetat 0.1
M pH 5.8, bufer fosfat 0.1 M pH 7, media Mendel, ekstrak khamir, agar dekstrosa
kentang (PDA), amonium sulfat, substrat LBG, asam 3,5-dinitrosalisilat (DNS),
natrium alginat 2% (b/v), CaCl2 0.1 M, dan akuades.

3.2 Metode

3.2.1 Pembuatan Larutan


Bufer Asetat pH 5.8. Sebanyak 13.62 g CH3COONa ditimbang kemudian
dilarutkan dengan akuades hingga 1000 mL di dalam erlenmeyer, dihomogenkan
dan dicek pH awalnya. pH larutan diatur ke 5.8 dengan menambahkan larutan
CH3COOH 0.1 M.
Substrat Gom Kacang Carob (LBG) 0.5%. Sebanyak 0.5 g padatan LBG
ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL. Padatan
dilarutkan hingga 100 mL bufer Asetat dan disimpan selama 1 malam.
Larutan Standar D-Manosa. Sebanyak 0.1 g padatan D-glukosa ditimbang
dan dimasukkan ke dalam labu takar, kemudian dilarutkan hingga 100 mL dengan
bufer Asetat pH 5.8. Deret larutan standar selanjutnya dibuat dengan konsentrasi
100, 200, 300, 400, 500, dan 600 ppm dari larutan induk 1000 ppm tersebut.
6

Absorbans diukur pada panjang gelombang 540 nm untuk mendapatkan kurva


standar.

3.2.2 Pembuatan Media Tumbuh Kapang


Media PDA sebanyak 58.5 g ditimbang ke dalam erlenmeyer kemudian
ditambahkan 4.5 g ekstrak khamir dan 15 g agar, dan dilarutkan dengan akuades
hingga 1.5 L. Larutan media disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada
suhu 121°C. Media agar cair ini selanjutnya dituangkan ke dalam cawan petri
yang juga telah steril dan dibiarkan memadat selama 1 hari.

3.2.3 Pembuatan Media Mandel


Larutan (NH4)2SO4 14%, KH2PO4 20%, MgSO47H2O 3%, dan urea 3%
masing-masing 10 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Larutan CaCl2 30%,
FeSO47H2O 0.5%, MnSO4H2O 1.6%, ZnSO4H2O 1.4%, dan CoCl2 2% masing-
masing 1 mL ditambahkan sesudah itu, kemudian larutan ditepatkan hingga 1 L
dengan akuades. Beberapa erlenmeyer 250 mL disiapkan dan ke dalam setiap
erlenmeyer dituangkan larutan media Mandel tersebut sebanyak 50 mL lalu
ditambahkan 1.5 g bungkil kelapa per 50 mL media. Erlenmeyer ditutup agar
tidak ada udara yang masuk, selanjutnya disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121
°C selama 15 menit. Media steril didinginkan pada suhu ruang sebelum
digunakan.

3.2.4 Produksi Kapang


Cawan petri berisi media PDA padat diletakkan dalam ruang laminar yang
sebelumnya telah disterilkan dengan etanol 70%. Kapang E. javanicum BS4
dalam media agar miring kemudian digoreskan dengan ose yang telah disterilkan.
Keseluruhan proses ini dilakukan secara aseptik. Cawan petri yang telah
digoreskan kapang kemudian diinkubasi dan pertumbuhan kapang diamati.
Kapang pada media agar akan tumbuh dengan baik pada hari ke-5 dengan warna
kuning kehijauan.
Kapang BS4 selanjutnya disuspensikan ke dalam 10 mL larutan NaCl
fisiologis 0.85%. Sebanyak 2 mL suspensi tersebut diinokulasikan ke dalam
erlenmeyer yang berisi 50 mL larutan Mandel dan diinkubasi selama 5 hari dalam
orbital shaker dengan kecepatan 120 rpm pada suhu 30 ˚C. Sampel dikumpulkan
dalam wadah besar kemudian disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan
9000 rpm pada suhu 4°C. Supernatan yang mengandung enzim dipisahkan, lalu
ditambahkan 515.5 g amonium sulfat per L supernatan dan disimpan selama 1
malam. Suspensi disentrifugasi kembali selama 10 menit dengan kecepatan 9000
rpm pada suhu 4°C. Endapan enzim yang diperoleh dijadikan larutan dengan
bufer asetat pH 5.8 sebanyak 5% dari volume supernatan.

3.2.5 Penentuan Aktivitas Enzim


Sampel enzim sebanyak 0.5 mL dan substrat LBG sebanyak 0.5 mL masing-
masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian diinkubasi selama 5 menit
pada suhu 40°C. Setelah itu, keduanya dicampurkan, dihomogenkan, dan
diinkubasi kembali selama 30 menit. Aktivitas enzim dalam sampel ditentukan
dengan menambahkan 1.5 mL DNS untuk mengoksidasi produk gula pereduksi,
lalu campuran dihomogenkan dan dipanaskan dalam penangas air mendididh
7

selama 10 menit. Setelah dibiarkan mendingin, absorbans diukur dengan


spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.
Aktivitas enzim larutan kontrol diperoleh dengan mencampurkan 0.5 mL
larutan enzim dengan 1.5 mL DNS lalu dihomogenkan dan dipanaskan selama10
menit. Sampel ditambahkan 0.5 mL substrat dihomogenkan dan dipanaskan
selama 15 menit. Setelah dibiarkan mendingin, absorbans diukur pada 540 nm.
Larutan blangko dibuat dengan menggantikan enzim dengan larutan bufer asetat
pH 5,8 dan mendapat perlakuan yang sama dengan kontrol. Aktivitas enzim
mananase ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
[ Sampel – Kontrol ] g/mL fp
Aktivitas mananase ( U/menit ) =
( Mr Manosa ) g/ mol (Waktu inkubasi) menit
Keterangan= fp = faktor pengenceran

3.2.6 Imobilisasi enzim


Enzim diimobilisasi dengan menggunakan larutan natrium alginat sebagai
pelapis atau pelindung enzim. Konsentrasi larutan yang diujikan ialah 1, 2, dan
3% (b/v) dalam larutan bufer fosfat pH 7.0. Sebanyak 15 mL larutan alginat
ditambahkan ke dalam 15 mL enzim, lalu campuran dihomogenkan dan
diinjeksikan ke dalam 25 mL larutan CaCl2 0.1 M dingin menggunakan siring.
Campuran akan membentuk bulatan enzim yang terlapisi oleh alginat. Bulatan Ca-
alginat ini kemudian didekantasi dengan bufer asetat pH 5.8 hingga bebas Cl ,
bulatan Ca-alginat diambil menggunakan pipet tetes yang telah diperbesar
ujungnya. Filtrat hasil dekantasi diukur volume awalnya, lalu diuji aktivitasnya
menggunakan metode DNS seperti dijelaskan sebelumnya, tetapi digunakan 4 mL
enzim terimobilisasi dan 4 mL substrat untuk pengujian sampel, dan sampel
diinkubasi dalam inkubator berpengaduk dengan kecepatan 120 rpm pada suhu
40°C selama 30 menit. Persen perolehan kembali dihitung dari perbandingan
dengan aktivitas enzim tanpa perlakuan imobilisasi.
Sampel enzim terimobilisasi ditetapkan volumenya dan ditimbang,
kemudian dikering-bekukan selama 48 jam. Hasilnya ditimbang dan dikembalikan
ke volume awal, lalu diukur kembali aktivitasnya. Persen perolehan kembali
ditentukan, seperti sebelumnya.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bungkil kelapa lazim digunakan pada industri ternak sebagai pakan


alternatif, seperti untuk itik petelur (Sinurat et al. 1997) dan ayam petelur
(Prasetyo 2010). Bahan pakan ini mudah didapatkan, tetapi kandungan seratnya
yang tinggi menurunkan ketecernaan zat gizi lain di dalam pakan tersebut seperti
protein dan lemak. Serat kasar pada bungkil kelapa berbentuk manan, yang dapat
diuraikan secara enzimatik dengan bantuan enzim mananase. Enzim ini berperan
memecah secara acak rantai utama manan menjadi beberapa oligosakarida dan
gula sederhana penyusunnya, yaitu manosa. Manosa dapat dicerna dengan baik
oleh ternak.
8

Enzim mananase pada PKL ini diproduksi melalui fermentasi substrat cair
bungkil kelapa 3% (b/v) oleh kapang BS4 dalam medium Mandel dan mineral
selama 5 hari menggunakan inkubator berpengaduk dengan kecepatan 120 rpm
dan suhu 25˚C. Hasil fermentasi dikumpulkan, lalu disentrifugasi untuk diambil
filtratnya (supernatan). Protein, termasuk di dalamnya enzim mananase, kemudian
diendapkan dengan menambahkan amonium sulfat sebanyak 515 g per L filtrat
(Scopes 1982). Setelah didiamkan semalam pada 4°C, endapan enzim dipisahkan
melalui sentrifugasi kemudian dilarutkan dengan bufer asetat pH 5.8 sebanyak 5%
dari volume supernatan.
Enzim yang diperoleh diuji aktivitasnya menggunakan metode DNS, yang
didasarkan pada pengukuran konsentrasi gula pereduksi hasil hidrolisis substrat.
Pereaksi asam 3,5-dinitrosalisilat akan direduksi menjadi asam 3-amino-5-
nitrosalisilat oleh senyawa gula pereduksi (Gambar 3). Gula sederhana manosa
yang terdapat pada reaksi mengalami oksidasi (Gambar 4). Warna larutan yang
dihasilkan akan memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 540 nm
(Yopi et al. 2006). Absorbans yang diperoleh kemudian dikonversi menjadi
konsentrasi gula (mg/mL) dan selanjutnya menjadi aktivitas enzim (Lampiran 2).
Aktivitas enzim menunjukkan konsentrasi substrat yang bereaksi atau konsentrasi
produk yang terbentuk dalam reaksi yang dikatalisis oleh enzim tersebut per
satuan waktu atau dengan kata lain, laju transformasi substrat oleh enzim. Satu
unit aktivitas enzim ialah banyaknya enzim yang dapat memproduksi 1 µmol
produk per menit.
O O
HOH2C N
OH
HOH2C O N HO
O O
O O H OH O
HO H OH OH + HO +
HO H O
H OH OH
H H
H O N H2N OH
CH3
O
Gambar 3 Reaksi gula pereduksi (β-mananase) dengan asam 3,5-dinitrosalisilat
CHO COOH

HO H HO H

HO H HO H

H OH H OH

H OH H OH

CH2OH CH2OH

Gambar 4 Reaksi oksidasi manosa


Aktivitas dari suatu enzim dapat dijadikan parameter untuk suatu produksi
enzim. Aktivitas enzim yang tinggi dapat dilihat dari berapa besar faktor
pengenceran yang digunakan untuk memperoleh absorbans yang sesuai dengan
standar yang digunakan. Deret standar menggunakan larutan manosa dengan nilai
regresi 0,997 (lampiran 3). Manosa dipilih karena produk yang diinginkan dari
proses penggunaan enzim mananase ialah manosa. Semakin tinggi aktivitas enzim
yang diperoleh berarti semakin banyak manosa yang diperoleh. Aktivitas enzim
9

yang dihasilkan pada awal penelitian ini cukup tinggi yaitu 38,48 µmol manosa
dalam satu menit dengan faktor pengenceran 500 kali.
Aktivitas enzim yang tinggi sangat diinginkan untuk setiap produksi enzim
dan terlebih aktivitas tersebut dapat berlangsung untuk jangka waktu yang lama.
Enzim mananase hasil dari produksi penelitian ini berbentuk cair yang sangat
rentan mengalami kerusakan. Untuk itu, setiap enzim cair yang sedang tidak diuji
haruslah disimpan pada suhu 4˚C. Kondisi ini mendorong para peneliti untuk
menemukan cara mengawetkan enzim tanpa mengurangi aktivitasnya secara
signifikan dan dapat bertahan lama. Proses pengawetan dapat dilakukan dengan
beberapa cara seperti penambahan bahan kimia secara langsung, imobilisasi
enzim, serta pengaturan kondisi dan bentuk enzim saat penyimpanan.
Proses pengawetan enzim dengan penambahan bahan kimia secara langsung
yaitu dengan menambahkan gliserol kedalam enzim cair dengan perbandingan
tertentu dan di simpan pada suhu tertentu. Proses pengawetan selanjutnya ialah
imobilisasi yang merupakan salah satu proses untuk mengetahui bentuk dan
kondisi penyimpanan enzim dalam waktu lama. Imobilisasi enzim dapat
dilakukan dengan menggunakan polar (Prasetyo 2010) dan menggunakan alginat
(Knezevic 2002). Penggunaa polar dalam pengawetan memperoleh nila perolehan
kembali sebesar 76.56% pada proses pencampuran dengan ternak dilakukan
dengan beberapa perbandingan 1 mL per Kg pakan merupakan yang terbaik.
Enzim mananase yang terimobilisasi dicampurkan dengan bungkil inti sawit (BIS)
sebagai pakan ternak saat itu (Prasetyo 2010).
Pengawetan yang dilakukan dalam PKL ialah menggunakan alginat untuk
mengukur kemampuan alginat dalam menginaktifkan aktivitas enzim selama
proses penyimpanan. Penentuan konsentrasi alginat dilakukan dengan uji aktivitas
enzim menggunakan beberapa konsentrasi enzim dan dilihat dari perolehan
kembali yang dihasilkan tiap konsentrasi. Berdasarkan uji yang dilakukan
menggunakan 3 konsentrasi berbeda diperoleh alginat dengan konsentrasi 2% b/v
yang baik digunakan untuk proses imobilisasi. Hal ini dilihat dari persen
perolehan kembali tertinggi yaitu 74,7% (Lampiran 4).
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan proses imobilisasi
selanjutnya menggunakan alginat 2% b/v. Tidak jauh dari hasil imobilisasi
pendahuluan % perolehan kembali yang diperoleh saat penelitian ialah 76,89%.
Perbedaan ini terjadi karena enzim yang digunakan berbeda dan juga absorbans
yang peroleh walaupun faktor pengenceran yang sama. Memperoleh hasil tersebut
kemudian penelitian berlanjut terhadap kondisi penyimpanan, karena enzim
terimobilisasi masih berupa cairan maka penyimpanan dilakukan pada suhu -4˚C
dan disimpan selama 39 hari. Enzim kemudian diukur dan diperoleh menunjukkan
bahwa aktivitas enzim mengalami penurunan selama proses penyimpanan
(Tabel1). Secara teoritis enzim dengan perlakuan imobilisasi akan bertahan lebih
lama dibandingkan enzim yang tidak mendapat perlakuan (Haryati et al 2010).

Tabel 1 Penurunan aktivitas enzim selama penyimpanan


Sampel Aktivitas (unit/meneit) enzim hari ke-
enzim 0 39
Tanpa perlakuan 441 345
Imobilisasi 339 118
Imobilisasi dan pengeringan beku 226 21.7
10

Penurunan aktivitas enzim terimobilisasi merupakan hal yang sangat tidak


diinginkan dalam proses pengawetan. Hal ini menyatakan bahwa enzim mananase
hasil imobilisasi menggunakan alginat tidak bertahan lama. Kondisi ini mungkin
terjadi dikarenakan enzim terimobilisasi masih berbentuk cairan dan rentan
terhadap perubahan suhu ataupun pH. Kondisi lain yang mungkin menyebabkan
ialah konsentrasi larutan CaCl2, pada penetuan konsentrasi CaCl2 tidak dilakukan
seperti penentuan konsentrasi optimum alginat. Penentuan konsentrasi CaCl2
dapat dilakukan dengan menguji aktivitas enzim menggunakan perbandingan
konsentrasi alginat dan konsentrasi CaCl2. Penentuan kosentrasi CaCl2 dilakukan
menggunakan beberapa konsentrasi unruk memperoleh konsentrasi tebaik
(Demirkan Et al. 2011).
Enzim terimobilisasi dalam bentuk cairan kemudian diberi perlakuan freeze
dried atau pengeringan-beku. Tujuan dari perlakuan terhadap enzim terimobilisasi
untuk menemukan bentuk terbaik untuk proses penyimpanan dan juga untuk
mempermudah dalam proses pengangkutan enzim menuju peternakan. Enzim
dalam bentuk padatan lebih mudah untuk proses pemasokan dan juga
penyimpananya dibandingkan enzim cair. Enzim dalam bentuk kering
diperkirakan akan lebih tahan lama sehingga proses penyimpanan dapat dilakukan
dalam jangka panjang. Aktivitas awal dari enzim tersebut ialah 51,32% dari
aktivitas enzim awal.hal ini menunjukakan bahwa proses pengeringan beku
menurunkan hingga 50% dari aktivitas enzim awal. Proses penyimpanan enzim
terimobilisasi yang dibeku keringkan mengalami penurunan aktivitas setelah 39
hari penyimpanan.
Penurunan aktivitas pada enzim tersebut kemungkinan karena enzim yang
digunakan sudah rusak. Kemungkinan kerusakan enzim disebabkan saat proses
imobilisasi enzim yaitu saat proses persiapan pembentukan bulatan enzim-alginat.
Hal lain yang bisa saja terjadi karena bulatan enzim yang terbentuk tidak diukur
dan dibandingkan dengan ukuran yang berbeda. Ukuran bulatan enzim-alginat
sangat berpengaruh terhadap proses pergerakan enzim yang dibungkus oleh
alginat. Hal ini dapat dibuktikan pada imobilisasi enzim selulase menggunakan
alginat ukuran bulatan enzim yang berbeda sedikit saja dapatmemberikan hasil
aktivitas enzim yang berbeda. Imobilisasi enzim menggunakan alginat berukuran
3 mm dengan persentasi perolehan kembali mencapai 90.93% (Viet 2013).
Penurunan yang terjadi pada enzim terimobilisasi dan juga enzim dengan
perlakuan pengeringan beku sangatlah signifikan untuk jangka waktu 39 hari.
Kondisi ini berbeda dengan aktivitas yang diperoleh terhadap enzim bebas dengan
masa penyimpanan yang sama yaitu 39 hari dan pada suhu yang sama yaitu 4°C.
Aktivitas pada enzim bebas memang mengalami penurunan tetapi tidakalah
signifikan. Aktivitas ini menjadi pembanding untuk enzim yang mendapat
perlakuan imobilisasi dan pengeringan-beku, hal ini dikarenakan pada enzim
bebas ini hanya ada proses perubahan bentuk tanpa adanya tambahan lain.
11

5 SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan
Proses pengawetan enzim dengan teknik imobilisasi menggunakan alginat
dengan konsentrasi 2% b/v memberikan nilai perolehan kembali sebesar 76%.
Perlakuan imobilisasi dan pengeringan-beku setelah mengalami proses
penyimpanan selama 39 hari mengalami penurunan aktivitas. Pengawetan enzim
mengunakan Na-alginat menggunakan teknik imobilisasi belum terlalu maksimal
penggunaanya.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan konsentrasi larutan
CaCl2 yang digunakan, diameter bulatan enzim dan juga suhu optimun untuk
penyimpanan enzim.

DAFTAR PUSTAKA

Demirkan E, Dincbas1 S, Sevinc1 N, Ertan F. 2011. Immobilization of B.


amyloliquefaciens α-amylase and comparison of some of its enzymatic
properties with the free form.Romanian Biotechnological Letters 16(6):
6690-6701.
Haryati T, Marbun P A, Purwadaria T. 2010. Preservasi Xilanase Bacillus
pumilus PU4-2 dengan Teknik Imobilisasi pada Pollard dan Penambahan
Kation. JITV 15(1): 63-71.
Haryati T, Togatorop MH, Sinurat AP, Purwadaria T, Murtiyeni. 2006.
Pemamfaatan Bungkil Kelapa Fermentasi dengan Aspergillus niger dalam
Ransum Ayam Pedaging. JITV 11(3): 182-190
Hidayat N, Padaga M.C,Suhartini S. 2006. Mikro Industrial. Yogyakarta; Andi
Yogyakarta.
Jaelani A. 2011. Performans ayam pedaging yang diberi enzim beta mannanase
dalam ransum yang berbasis bungkil inti sawit. Media Sains. 3(2): 228-237.
Keerti, Gupta A, Kumar V, Dubey A, and Verma A K. Kinetic characterization
and effect of immobilized thermostable 𝛽-glucosidase in alginat gel beads
on sugarcane juice. ISRN Biochemistry 2014:1̵ 8.
Lehninger AL. 1998. Dasar-dasar Biokimia. M Thenawidjaja, penerjemah.
Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Moreira L R S, filho E X F. 2008. An overview of mannan structure and mannan-
degrading enzyme systems. Appl Microbiol Biotechnol. 79:165–178
Pelczar M.J, Pelczar M.F, Chan E.C.S. 2007. Dasar-dasar Mikrobiologi.
Hadioetomo R, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Elements
of Microbiology.
Prasetyo RA. 2010. Aplikasi bubuk enzim Eupenicillium javanicum BS4 dalam
pakan inti sawit pada ayam petelur [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas
Katolik Indonesia Atma Jaya.
12

Purwadaria T, Haryati T, Frederick E, Tangendjaja B. 2003. Optimation of β-


mannanase production on submerged culture of Eupenicillium javanicum as
well as ph and temperature characterrization. JITV 8(1): 46-54
Purwadaria T,Haryati T, Darma J . 1994. Isolasi dan seleksi kapang mesofilik
penghasil mananase. Ilmu dan Peternakan7(2): 26-29.
Sachslener A, Foild G, Foild N, Haltrich D. 2000. Hydrolysis of Isolated Coffee
Mannan and Coffee Extract by Mannanase of Sclerotium Rolfsii. J
Biotechnol 80: 127-134.
Scopes R. 1982. Protein Purification: Principles and Practice. New York (US):
Springer-Verlag.
Sinurat AP, Purwadaria T, Habibie A, Pasaribu T, Hamid H, Rosida J, Haryati T,
Sutikno I. 2010. Nilai gizi bungkil kelapa terfermentasi dalam ransum itik
petelur dengan kadar fosfor yang berbeda. JITV. 3(1):15-21.
Sumardi. 2004. Isolasi, Karakterisasi, dan Produksi β-mannanase ekstraseluler
dari Geobacillus strearothermophilus1-07 [Disertasi]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Thontowi A. 2010. Pemanfaatan Biodiversitas Mikroba Indonesia untuk Produksi
Enzim Mananase.[Laporan Akhir Penelitian]. Bogor: Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Titapoka S, Keawsompong S, Haltrich D, Nitisinprasert S. 2007. Selection and
characterization of mannanase-producing bacteria useful for the formation
of prebiotic manno-oligosaccharides from copra meal. World J Microbiol
Biotechnol. 24:1425-1433.
VietT Q, Minh N P, Dao D T A. 2013. Immobilization of cellulase enzyme in
calcium alginat gel and its immobilized stability. American Journal of
Research Communication 1(12): 254-267.
Wisri P. 2009. Manipulasi Bioproses dalam Rumen untuk Meningkatkan
Penggunaan Pakan Berserat. Wartazoa 19(4):180-190.
Yopi, Purnawan A, Thontowi A, Hermansyah H, Wijanarko A. 2006. Preparasi
manan dan mananase kasar dari bungkil kelapa sawit. J Teknol. 4:312-319.
Zhang S, Shang W, Yang X, Zhang S, Zhang X, Chen J. 2013. Immobilization of
lipase using alginat hydrogel beads and enzymatic evaluation in hydrolysis
of p-nitrophenol butyrate. Bull. Korean Chem Soc 34(9): 2741-2746.
13

LAMPIRAN
14

Lampiran 1 struktur organisasi Balai Penelitian Ternak

Lampiran 2 Standar manosa


[ppm] A1 A2 Absorbans
15

rerata
100 0,079 0,080 0,079
200 0,221 0,214 0,218
300 0,326 0,347 0,337
400 0,519 0,501 0,510
500 0,664 0,643 0,654
600 0,794 0,834 0,814

0.9
0.8
0.7 f(x) = 0 x − 0.08
R² = 1
Absorbansi

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 100 200 300 400 500 600 700
konsentrasi standar manosa [mg/mL]

Gambar 5 Kurva standar manosa

Lampiran 3 Aktivitas enzim mananase sebelum imobilisasi


Kontrol Sampel Aktivitas
FP
total
Abs mg/mL Abs mg/mL Aktivitas
200 0.078 107 0.867 642.91 19.8 247
0.077 107 0.875 648.34 20.0 250
300 0.043 83.5 0.591 455.53 20.6 258
0.042 82.8 0.546 424.98 19.0 237
400 0.036 78.7 0.581 448.74 27.4 342
0.039 80.7 0.583 450.10 27.3 341
500 0.009 60.4 0.35 291.92 21.4 267
0.011 61.8 0.347 289.88 21.1 264

Contoh perhitungan:
y−a
[gula ]=
b
Keterangan:
y= absorbans analat yang diukur
a= intersep yang diperoleh dari kurva standarisasi
b= nilai kemiringan
0,078−(−0,08)
[ gula ] kontrol fp200 ×= ¿ 107
0,001473
16

( [ gula ] sampel−[ gula ] kontrol ) x FP


Aktivitas enzim 200=
( BM manosa X waktu (menit))
( 642.91−107.26 ) × 200
aktivitas enzim fp 200 x= ¿ 19 , 8unit /menit
(180× 30)
Aktivitas total = 12,5 × 19,8
= 248 unit/menit

Lampiran 4 Aktivitas enzim mananase terimobilisasi dalam berbagai konsentrasi


larutan alginat dengan faktor pengenceran 50 kali
Konsentrasi Kontrol Sampel aktivita aktivita Recover
y
alginat Abs mg/mL Abs mg/mL s s total (%)

0.052 89.8 0.428 345 2.36 118 34.6


1%
0.062 96.6 0.456 364 2.48 124 36.2
0.025 71.4 0.825 615 5.03 251 75.8
2%
0.027 72.7 0.851 633 5.19 259 73.6
0.004 57.2 0.629 482 3.93 196 57.5
3%
0.007 59.2 0.594 458 3.69 184 69.0
Contoh perhitungan:
aktivitas dengan perlakuan
% recovery= ×100 %
aktivitas enzim bebas
118
¿ X 100 %=34.6 %
324

Lampiran 5 Aktivitas enzim bebas (tanpa perlakuan) awal


FP Absorbans [gula] Aktivitas Aktivitas
kontrol sampel kontrol sampel awal toatal
30
0 0.020 0.846 67.9 629 31.1 389
0.019 0.855 67.2 635 31.5 394
40
0 0.016 0.735 65.2 553 36.2 451
0.017 0.740 65.8 557 36.4 454
50
0 0.004 0.611 57.0 469 38.2 477
0.003 0.620 56.3 475 38.8 485
rerata 441

Lampiran 6 Aktivitas enzim bebas(tanpa perlakuan) 39 hari


FP Kontrol Sampel Aktivitas Aktivitas
Abs mg/m Abs mg/mL awal total
17

L
300 0.055 91.6 0.815 607.6 28.7 358
0.066 99.1 0.806 601.5 27.9 348
400 -0.003 52.2 0.786 587.9 29.8 371
-0.003 52.3 0.787 588.6 29.8 372
500 -0.002 52.9 0.654 498.3 24.7 309
-0.002 52.9 0.658 501.0 24.9 311
rerata 345

Lampiran 7 Aktivitas enzim terimobilisasi awal


aktivita
aktivita recover
s
s awal y
FP Kontrol Sampel total
mg/m
Abs L Abs mg/mL
10
0 0.043 0.570 83.5 392 5.72 343 77.6
0.042 0.560 82.8 385 5.61 336 76.1

Lampiran 8 Aktivitas enzim terimobilisasi 39 hari


FP Kontrol Sampel
aktivita Aktivita recover
mg/m mg/m
Abs Abs s awal s total y
L L
100 0.058 0.561 93.7 435 1.90 113 25.7
0.038 0.578 80.1 446 2.04 122 27.6

Lampiran 9 Aktivitas enzim terimobilisasi dan di kering-bekukan awal


sampe Kontrol Sampel Aktivita Aktivita Recovery
l ke Abs mg/mL Abs mg/mL s s total (%)
1 0.008 59.7 0.316 268 3.87 232 52.5
0.010 61.1 0.320 271 3.90 233 52.9
2 0.018 66.5 0.318 270 3.77 226 51.2
0.018 66.5 0.315 268 3.73 224 50.6

Lampiran 10 Aktivitas enzim terimobilisasi dan di kering-bekukan 39 hari


Aktivitas Recovery
Aktivitas
Sampe Kontrol Sampel total (%)
l ke mg/m mg/m
Abs L Abs L
1 -0.030 33.9 0.054 90.9 0.32 19.0 8.41
-0.041 26.4 0.054 90.9 0.36 21.5 9.51
2 -0.006 50.2 0.101 122 0.40 24.2 10.7
-0.005 50.9 0.094 118 0.37 22.4 9.91
18
19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 6 Februari 1993 dari pasangan


Bapak Hendro Sihombing dan Ibu Dormina Nababan dan merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara. Penulis merupakan lulusan dari SMAN 13 Bekasi
pada tahun 2011 setelah itu melanjutkan pendidikanya di Program Keahlian
Analisis Kimia Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada tahun
2011 melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan penulia mengikuti organisasi yang dibentuk
dari beberapa program keahlian yaitu LIKISTA yang merupakan gabungan dari
program keahlian analisis kimia, teknik lingkugan dan ekowisata. Penulis juga
pernah menjadi angota dari paduan suara mahasiswa yaitu D’Voice hingga tahun
2012.

Anda mungkin juga menyukai