Anda di halaman 1dari 15

ILMU NUTRISI TERNAK PERAH

“GANGGUAN METABOLIK TERNAK PERAH”

DOSEN PENGAMPU :

Prof.Dr.Ir. Fauziah Agustin. MS

OLEH

KELOMPOK 1:

1. Dian Saputri 1910611020


2. Rohfranco Tua Cibro 1910611029
3. Indra Saputra 1810611031
4. Rokaiza Aini 1810613025

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS ANDALAS

T.A 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta‘ala yang telah melimpahkan rahmat-Nya
berupa nikmat sehat, kesempatan, dan ilmu pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai “Lasalocid’
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh bapak
Prof.Dr.Ir. Fauziah Agustin. MS selaku dosen pengampun mata kuliah Fisiologi Ruminansia

Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Prof.Dr.Ir. Fauziah Agustin. MS yang telah
membagi ilmunya sehingga wawasan dan pengetahuan saya bertambah. Saya berharap
semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang
“Gangguan Metabolit Ternak Perah’’. Kritik dan saran yang membangun saya nantikan
demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

Padang, 11 November 2021

TTD

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4

I.I Latar Belakang...................................................................................................................4

I.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................5

1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................6

1.1 Ketosis..............................................................................................................................6

2.2 Milk Fever........................................................................................................................7

2.3 Fat Cow Syndrome...........................................................................................................9

2.4 Retensi Plasenta.............................................................................................................10

BAB III PENUTUP................................................................................................................14

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................14

3.2 Saran...............................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian tahun 2017 menunjukkan populasi sapi
perah di Indonesia sebanyak 544,79 ribu ekor dengan produksi susu segar sebesar 920,09 ribu
ton, dan konsumsi susu sebesar 11,8 liter/kapita/tahun. Ketersediaan susu sapi saat ini belum
mampu memenuhi kebutuhan susu dalam negeri. Ketersediaan susu dalam negeri sebanyak
73,84 % di penuhi dari susu impor, sementara itu produksi susu dalam negeri hanya mampu
memenuhi sebesar 26,16 %. Keberhasilan reproduksi dan kesehatan ternak merupakan
cerminan keberhasilan suatu usaha peternakan dengan pencegahan penyakit yang terjadi.
Berkembangnya populasi dan produksi sangat tergantung pada induk dan bibit yang
berkualitas, jumlah kelahiran sapi serta produksi yang banyak. Perkembangan tersebut tentu
sangat ditunjang oleh reproduksi yang optimal dan ternak dalam kondisi kesehatan yang
normal. Produksi dan reproduksi sangat berkaitan dengan erat bagi berkembang dan
tersedianya sapi. Berdasarkan permasalahan tersebut perlu adanya pencegahan penyakit yang
tepat untuk meningkatkan populasi dan produktivitas yang diharapkan. Permasalahan yang
dihadapi adalah penyakit di peternakan sapi perah yang mengakibatkan efisiensi produksi dan
reproduksi rendah.
Selain itu, Produktivitas ternak sebagian besar ditentukan oleh kualitas dan kuantitas
pakan yang dikonsumsi. Kualitas pakan mencakup pengertian kandungan berbagai zat gizi,
seperti energi, protein, mineral, vitamin serta kandungan zat-zat anti nutrisi seperti tannin,
lignin dan senyawa-senyawa sekunder lain. Interaksi antar komponen zat gizi maupun zat
anti nutrisi perlu mendapatkan perhatian dalam upaya menyusun formula pakan yang efisien
dan memenuhi kebutuhan ternak untuk berproduksi tinggi. Apabila keadaan atau susunan
ransum yang diterima oleh ternak tidak seimbang, hal ini akan mengakibatkan terjadinya
kekacauan metabolisme dalam proses pencernaan ternak. Terjadinya kelainan metabolisme
dapat menimbulkan penyakit seperti ketosis, milk fever, fat cow symdrome, dan retained
placenta.

4
I.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apa yang dimaksud penyakit ketosis, milk fever, fat cow symdrome, Asidosis,
Displasia Abomasum (DA) dan retained placenta pada ternak sapi perah?
b. Bagaimana penyebab dan gejala penyakit ketosis, milk fever, fat cow symdrome,
Asidosis, Displasia Abomasum (DA) dan retained placenta pada ternak sapi perah?
c. Bagaimana cara mencegah dan mengobati penyakit ketosis, milk fever, fat cow
symdrome, Asidosis, Displasia Abomasum (DA) dan retained placenta pada ternak
sapi perah?

1.3 Tujuan Penelitian


Dari beberapa rumusan masalah yang ada didapatkan tujuan penelitian sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui penyakit ketosis, milk fever, fat cow symdrome, Asidosis,
Displasia Abomasum (DA) dan retained placenta pada ternak sapi perah.
b. Untuk mengetahui penyebab dan gejala penyakit ketosis, milk fever, fat cow
symdrome, Asidosis, Displasia Abomasum (DA) dan retained placenta pada ternak
sapi perah.
c. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan penyakit ketosis, milk fever, fat cow
symdrome, Asidosis, Displasia Abomasum (DA)dan retained placenta pada ternak
sapi perah.

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. 1 Ketosis
A. Pengertian

Ketosis merupakan gangguan pada metabolisme yang dapat ditimbulkan oleh tingginya
lemak dan rendahnya karbohidrat dalam ransum. Ketosis dapat diklasifikasikan menjadi 2
jenis yaitu primary ketosis dan secondary ketosis. Ketosis primer adalah kelainan metabolik
yang terjadi bila tidak terdapat kondisi patologis pada sapi tersebut. Ketosis sekunder
biasanya diikuti kelainan seperti demam, mastitis atau placenta yang diretensi.

Ciri – ciri terjadinya ketosis ialah nafasnya berbau aseton, produksi menurun, berat badan
menurun dan bila dilakukan tes rothera menunjukan hasil yang positif. Jika tanda – tanda
ketosis sudah terlihat maka dapat dikatakan ada ketidak seimbangan didalam pakan yang
diberikan dan kemungkinan sudah terjagkit ketosis selama 2 sampai 4 minggu (Bergman
1970; Hibbert, 1980).

B. Proses terjadinya Ketosis pada ternak


Ketosis terjadi pada saat tubuh kekurangan glukosa, maka asam lemak bebas dalam
jumlah besar akan dilepas oleh jaringan lemak, sehingga hati akan memecahkan asam lemak
bebas dalam jumlah yang lebih besar. Asam lemak bebas yangdimobi1isasi dari jaringan
lemak merupakan sumber energi yang diperlukan oleh jaringan, yang bisanya didapat dari
glukosa, Dalam keadaan normal asam lemak dioksidasi dalam hati menjadi acetyl-CoA.

Acetyl-CoA kemudian dimetabolisir menjadi air dan CO2 dengan menghasi1kan


ATP.Bila kekurangan glukosa maka maka asam lemak yang dipecah oleh hatiakan lebih
besar. Hal ini akan menyebabkan terlampauinya kemampuan hati untuk mengoksidasi semua
acetyl-CoA, Salah satu jalan bagi acetyl-CoA yangtertimbun dengan cepat ini adalah
pembentukan (membentuk) badan-badan keton yang khususnya terjadi di hati.

Sebagian acetyl-CoA ini diubah menjadi acetoacetyl-CoA dan selanjutnyamenjadi


asam acetoacetat, Asam acetoacetat ini menga1ami reduksi menjadi asam betahydroksibutirat
atau mengalami dekarboksilasi menjadi aceton.Karena tidak seimbang antara pembentukan
dan penggunaannya makaterjadi ketosis (Harper, 1979). Ketosis terjadi karena pembentukan

6
badan-badan keton yang berlebihan dalam hati dan berkurangnya penggunaan badan-
badanketon oleh jaringan ektrahepatik merupakan faktor yang menentukan. Selain itu,
Ketosis dapat juga terjadi karena pada suatu saat hijauan yang diberikan berupa silase yang
mempunyai kadar asam butirat tinggi yang akan menyebabkan terjadinya ketonuria dan
acetonemia.

C.Pencegahan dan Pengobatan Ketosis


Untuk mencegah terjadinya ketosis pada ternak yaitu dengan cara mengontrol
makanan dan management yang baik. Caranya yaitu:
1. Tidak memberikan bahan yang mengandung lemak yang berlebihan pada saat
setelah melahirkan.

2. Meningkatkan pemberian konsentrat setelah melahirkan

3. Memberikan hijauan yang berkualitas baik minimal 1/3 dari total bahan kering
ransum.

4. Jangan mengubah secara tiba-tiba susunan ransum.

5. Menghindari pemberian hay dan silase yang tinggi asam butiratnya.

6. Memonitor kondisi keotik setiap minggu dengan mengetes susu, memberi makan
propylene glikol untuk sapi-sapi yang mudah kena ketosis.

7. Menyeleksi sapi-sapi ysng sehat dan mempunyai nafsu makan yang baik.

8. Menyediakan batas maksimum konsumsi energi dan menghindari ternak dari stress
(Schultz, 1970).
2.2 Milk Fever
A. Pengertian

Penyakit ini disebut juga Peurpureal paresis, Parturient paresis, Parturient


hypocalcemia, Eclampsia, Hypocalcemia. Penyakit ini umumnya terjadi pada sapi perah
sekitar waktu partus, akibat sapi tidak mampu beradaptasi terhadap kekurangan kalsium
darah yang hilang melalui susu arau pemerahan. Penyebabnya adalah terjadi kekurangan
kadar kalsium darah. Faktor risikonya adalah produksi susu tinggi, umur tua, manajemen
pakan atau kalsium pada masa kering.

7
Gejala klinis umumnya terjadi 24 jam pasca partus. Namun bisa terjadi segera
sebelum partus atau beberap hari setelah partus. Pada stadium awal hewan tampak aku, tidak
bergerak, tremor, ataksia dan temperatur umumnya masih normal. Sapi juga menunjukkan
anoreksia. Gejala ini umumnya tidak begitu tampak karena berlangsung sangat singkat.
Gejala semakin meningkat dan sapi ambruk sternal dengan kepala berada di daerah perut (S-
bend) yang merupakan gejala khas milk fever. Denyut jantung meningkat, pupil dilatasi,
respon pupil menurun, hewan tampak mengalami bloat, konstipasi, dan depresi. Bila tidak
segera diterapi hewan akan rebah lateral, sangat lemah, paralisis otot-otot respirasi. Denyut
jantung sangat cepat (lebih dari 120 kali permenit), bloat lebih besar, hipotermia, bila tidak
segera diterapi hewan akan koma dan mati.

B. Penyebab Penyakit Milk Fever


Milk Fever disebabkan oleh gangguan metabolisme pada sapi perah adalah milk
fever . Penyakit ini ditandai dengan penurunan kadar kalsium (Ca) dalam darah menjadi
kurang dari 5 mg/dl  padahal  normalnya kadar Ca dalam darah adalah 9-12 mg/dl. Kejadian
paling banyak (90 %) adalah ditemukan dalam 48 jam setelah sapi perah melahirkan.
Kejadian meningkat seiring bertambahnya umur, karena sapi tua penyerapan Ca-nya
menurun sehingga cadangan Ca semakin rendah. Milk Fever biasanya terjadi pada sapi perah 
yang sudah laktasi lebih dari 3 kali. Pada saat sapi laktasi, Ca susu berasal dari Ca darah
disuplai ke dalam ambing, karena peranan kalsium dalam tubuh sangat penting untuk proses
pembentukan tulang, kontraksi otot, pembekuan darah dan lain-lain, maka kadar Ca darah
yang hilang setelah disuplai ke dalam ambing dan dikeluarkan dari lewat air susu,
dipertahankan (homeostatis) dengan suatu mekanisme metabolisme Ca. Bila terjadi
kegagalan dalam homeostatis kalsium maka terjadilah penyakit milk feve

C. Pencegahan dan Pengobatan Milk Fever


1. Pencegahan
Kasus milk fever biasanya tinggi pada kelahiran musim hujan (basah) dan kondisi
hijauan pakan ternak yang basah. Hal tersebut karena rumput mengandung Ca yang tinggi
dan magnesium yang rendah dan selama kelahiran biasanya terjadi periode statis lambung
yang menyebabkan kemampuan sapi dalam mengabsorbsi Ca berkurang.

Oleh karena itu strategi pencegahan milk fever dilakukan antara lain dengan :


1. Menghindari pemberian rumput yang basah selama musim hujan tiga minggu masa
kebuntingan terakhir.

8
2. Memberikan asupan kalsium rendah selama masa kering kandang, diet magnesium
dan fosfor yang cukup, diet yang mudah tercerna, dan hindari pemberian pakan yang
berlebihan sebelum melahirkan serta pemberian hay atau silase.
3. Memberikan derivat vitamin D melalui injeksi, campuran vitamin D dengan 100-500
g Ca khlorida melalui pakan atau air minum selama 4-5 hari sebelum melahirkan
4. Pada induk yang pernah terkena milk fever diberikan 400 ml 20 % larutan Ca (rendah
magnesium dan fosfor) secara subkutan segera setelah melahirkan 
2. Pengobatan
Pada prinsipnya pengobatan milk fever diarahkan untuk mengembalikan Ca dalam darah
pada kondisi normal tanpa penundaan serta mencegah terjadinya kerusakan otot dan syaraf
akibat hewan berbaring terlalu lama. Pengobatan yang dilakukan untuk penyakit metabolik 
“milk fever” antara lain dengan :

1. Larutan Kalsium boroglukonat 20-30% sebanyak 1:1 terhadap berat badan diberikan
melalui injeksi secara intravena jugularis atau vena mammaria selama 10-15 menit dan
dapat dibarengi dengan pemberian secara subkutan. Biasanya pada kasus lapangan’
milk fever’ merupakan penyakit kompleks, oleh karena itu larutan Kalsium
boroglukonat dapat ditambah magnesium atau dektrosa.
2. Larutan kalsium khlorida 10% disuntikkan secara intra vena, pemberian yang terlalu
banyak atau terlalu cepat dapat mengakibatkan heart block.
3. Campuran berbagai sediaan kalsium seperti Calphon Forte, Calfosal atau Calcitad-50
2.3 Fat Cow Syndrome
A. Pengertian
Pada sapi perah penyakit ini sering terjadi pada pasca partus dan umumnya
merupakan kaitan dengan penyakit peripartus lain seperti metritis, milk fever, ketosis, retensi
plasenta. Sedangkan pada sapi potong lebih sering terjadi pada akhir kebuntingan. Faktor
risikonya adalah sapi-sapi kegemukan. Pada sapi-sapi yang terlalu gemuk terjadi perlemakan
pada hepar. Umumnya terjadi pada peternakan yang intensif perah atau penggemukan. Sapi
yang menderita umumnya sapi yang gemuk atau sangat gemuk (BCS>4). Umumnya terjadi
pada minggu awal laktas artau partus. Hewan tampak depresi dan anoreksia. Sering juga
diikuti ketosis sekunder yang berat. Gejala-gejala syaraf lebih menonjol, akibat encephalopati
hepatik. Korelasi dengan insidensi toksik mastitis/coliform mastitis dan retensi plasenta
sangat tinggi. Tingkat mortalitas sangat tinggi. Gejala pada sapi potong mirip dengan
pregnancy toxemia pada domba.

9
Diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, terutama respon yang rendah
terhadap penanganan standar acetonemia. Terjadi perubahan drastis kondisi tubuh dari masa
kering dan 1-2 bulan pasca partus. Enzim hepar dan bilirubin meningkat sangat tinggi. Sapi
juga mengalami leukopenia (<3 ×109/l). Pada nekropsi ditemukan infiltasi lemak yang masif
pada hepar, hepar tampak membesar, pucat dan bagian pinggir membulat. Infiltasi lemak juga
ditemukan pada jantung dan renal.
B. Pencegahan Fat Cow Syndrome
Berikan pakan yang baik dan mudah dicerna. Obat lain dapat diberikan protamine-
zinc insulin 200 IU IM tiap hari atau niacin 6-12 gram/hewan/hari peroral 1-2 minggu
sebelum partus dan 90-100 hari pasca partus.
2.4 Retensi Plasenta
A. Pengertian
Retensi plasenta merupakan gangguan pelepasan plasenta yang masih terjadi setelah
12 jam pasca partus, retensi plasenta tejadi apabila plasenta tidak keluar selama 12 jam pasca
partus. Normalnya plasenta akan keluar 6-8 jam pasca partus Retensi plasenta disebabkan
oleh beberapa faktor seperti, selaput fetus yang sudah terlepas dari dinding uterus tetapi tidak
dapat terlepas dan keluar dari alat reproduksi karena kanalis servikalis yang terlalu cepat
menutup sehingga selaput fetus terjepit, induk kekurangan kekuatan untuk mengeluarkan
plasenta setelah partus akibat dari induk merejan cukup lama sampai pedet keluar saat partus.
Akibat dari merejan tersebut terjadi atoni uterus (uterus tidak berkontraksi), gangguan
pelepasan dari karankula oleh induk
B. Penyebab Penyakit Retensi Plasenta
Retensi plasenta yang terjadi disebabkan karena induk kekurangan kekuatan untuk
mengeluarkan plasenta. Pasca partus induk merejan cukup lama sampai pedet keluar saat
partus. Induk merejan cukup lama mengakibatkan terjadi atoni uterus (uterus tidak
berkontraksi), gangguan pelepasan dari karankula oleh induk (Hardjopranjoto, 1995). Induk
sapi perah PT. X yang mengalami retensi plasenta dengan kondisi umum yang terlihat
plasenta menggantung pada vulva setelah 24 jam, dilakukan treatment dengan menggunakan
antibiotik secara intra muscular atau intra uteri. Penarikan plasenta yang menggantung tidak
diperbolehkan di dalam SOP penanganan retensi plasenta di PT. X. Pasca dilakukan
treatment pembersihan uterus dilakukan jika terdapat sisa-sisa plasenta yang luruh atau
hancur saat treatment secara intra uteri dilakukan.
C. Pencegahan Penyakit Retensi Plasenta

10
Pencegahan retensi plasenta berdasarkan penyebab yang terjadi dapat dilakukan
dengan memperhatikan pada saat inseminasi buatan, penggunaan straw hasil pemisahan
spermatozoa X dan Y atau betina dan jantan (sexing spermatozoa) dapat dimanfaatkan untuk
mengatur populasi pedet jantan atau betina dalam peternakan sapi perah serta meminimalkan
terjadinya retensi plasenta. Kasus partus rata-rata ukuran pedet jantan lebih besar dari pada
betina serta berisiko terhadap adanya gangguan reproduksi. Pemberian pakan hijauan dengan
kuantitas dan kualitas yang tercukupi pada induk bunting juga diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi selama kebuntingan.
2.5 Asidosis

A. Pengertian
Asidosis merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan akumulasi
asam atau menipisnya cadangan basa dalam darah, yang ditandai dengan
meningkatnya konsentrasi hidrogen dalam darah. Asidiosis pada ternak
ruminansia disebabkan oleh pemberian pakan yang mengandung karbohidrat
yang mudah difermentasi secara berlebihan pemberian pakan akibat terlalu tingginya
karbohidrat yang mudah terfermentasi seperti biji – bijian dapat menyebabkan asidiosis,
karena dapat mengubah kondisi pH dalam rumen yang biasanya berkisar 5,8 – 6,8 dalam
kondisi asidiosis pH rumen bisa menjadi dibawah 5,5.

B. Penyebab Penyakit Asidosis

Peningkatan pernafasan, penurunan nafsu makan, pelemahan kondisi tubuh, dan


kelesuan. Kotoran awalnya pekat kemudian menjadi berair dan sering berbusa, dengan bau
pengap. Dehidrasi akan berkembang dalam waktu 24
hingga 48 jam. Dilanjutkan adanya dehidrasi yang sangat dengan ditandai
keringnya cermin hidung, bulu, dan bola mata. Akibat dehidrasi ini, urine
yang dikeluarkan juga sangat minim dan berwarna lebih kuning dan keruh.
Ternak yang sudah mengalami asidiosis subacute jarang menunjukan tanda –
tanda klinis.

C. Pengendalian Asidosis

Salah satu strategi untuk meminimalkan risiko yang berkaitan dengan pakan
yang tinggi tingkat fermentasinya (gandum, barley, jagung, dan sebagainya)
adalah mencampur pakan dengan fermentasi tinggi dengan bahan-bahan yang

11
lebih rendah tingkat fermentasi patinya. Efisiensi pada kombinasi pakan,
lebih baik dibandingkan dengan menggunakan satu pakan.

2.6 Displasia Abomasum (DA)

A. Pengertian

Displasia Abomasum (DA) adalah suatu perpindahan abomasum dari lokasi


sebenarnya. Abomasum dapat terdorong ke arah kiri (Left Displacement
Abomasum), ke kanan (Right Displacement Abomasum), terdorong ke depan
(Forward Displacement Abomasum) dan perputaran abomasum yang dikenal
dengan Torsio Abomasum.

B. Penyebab Displasia Abomasum (DA)

Hal ini di sebabkan oleh beberapa hal, antara lain :


a. Pemberian konsentrat yang berlebihan yang bertendensi akan meningkatkan
asidosis dan gas
b. Akumulasi dari tanah dan kerikil, yang mana akan menyebabkan kelukaan pada
mukosa abomasum.
c. Kondisi stress atau gangguan metabolic yang terjadi bersamaan pada saat
partus. Hipokalsemia dapat menyebabkan atoni pada abomasum
d. Kejadian gangguan sistemik yang menghasilkan toksemia, contohnya
metritis akut

C. Gejala Gejala Klinis Displasia Abomasum (DA)

Gejala klinis yang dapat di amati pada kasus LDA, menurut Andrews (2004) adalah:

a. Produksi susu menurun, nanfsu makan dan proses ruminasi menurun drastic
b. Terjadinya acetonemia kronis
c. Pada kasus yang parah, nafsu makan dapat berkurang, proses ruminasi pun dapat
menghilang
d. Konsistensi feses lembek, dikarenakan kebanyakan diberi pakan konsentrat.
e. Temperature rectum normal namun detak jantung dapat mencapai 80-100 kali /menit.
f. Tonus rumen sangat lemah atau bahkan menghilang, dikarenakan
terhalang oleh abomasum. Kehadiran gas pada abomasum sangat terasa.

12
D. Pencegahan Displasia Abomasum (DA)

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk pencegahan Displasia Abomasum


(DA) adalah sebagai berikut:

1. Pemberian konsentrat harus dikurangi 2-4 minggu setelah melahirkan

2. Pemberian hijauan ditambah jumlahnya

3. Frekuensi pemberian hijauan sesering mungkin dan juga jangan sampai kegemukan saat
partus

4. Usahakan ternak dapat secara aktif berjalan-jalan di tempat yang lapang


(kandang,padang penggembalaan) maupun paddock

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan terdapat pada makalah ini adalah apabila keadaan atau susunan ransum
yang diterima oleh ternak tidak seimbang, hal ini akan mengakibatkan terjadinya kekacauan
metabolisme dalam proses pencernaan ternak. Terjadinya kelainan metabolisme dapat
menimbulkan penyakit seperti ketosis, milk fever, fat cow symdrome, dan retained placenta.
Ketosis merupakan gangguan pada metabolisme yang dapat ditimbulkan oleh tingginya
lemak dan rendahnya karbohidrat dalam ransum. Milk fever adalah penyakit terjadi pada
sapi perah sekitar waktu partus, akibat sapi tidak mampu beradaptasi terhadap kekurangan
kalsium darah yang hilang melalui susu arau pemerahan. Fat Cow Syndrome merupakan
penyakit ini sering terjadi pada pasca partus dan umumnya merupakan kaitan dengan
penyakit peripar 6Htus lain seperti metritis, milk fever, ketosis, retensi plasenta. Sedangkan
pada sapi potong lebih sering terjadi pada akhir kebuntingan. Retensi plasenta merupakan
gangguan pelepasan plasenta yang masih terjadi setelah 12 jam pasca partus, retensi plasenta
tejadi apabila plasenta tidak keluar selama 12 jam pasca partus.

3.2 Saran
Peternak sapi terkhususnya sapi perah selalu untuk menjaga kebutuhan nutrisi pakan
ternak sapi perah supaya tidak terjadi kekacauan metabolisme pada ternak perah. Penulis
merasa banyak kesalahan baik itu materi di makalah ini, kami dari kelompok 1 butuh
masukan dan saran dari pembaca.

14
DAFTAR PUSTAKA

Bergman E.N. 1970. Disorder of Carbohydrate and Fat Metabolism. Duke Physiology of
Domestic Animal .8th Ed. M.J. Swenson .Ed. CornellUniversity Press.

Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Surabaya [ID]: Airlangga University
Press.

Harper H.A., V.W. Roowell and P. A. Mayer. 1979. TerjemahanMuliawan, Biokimia Ed ke


17. Lange Medical Publ. Los Altos. California. USA. PenerbitBukuKedokteran
E.G.C. Jakarta.

Schultz L.H. 1970. Management and Nutritional Aspects of Ketosis .J. Dairy Sci. 54 no 6;
962.971.

[PUSDATIN] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2017. Outlook susu.

15

Anda mungkin juga menyukai