Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN KELAINAN KULIT AKIBAT ALERGI MAKANAN

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Musculo Intergumen


Persepsi Sensoris dan Persyarafan

Dosen Pengampu : Ns. Ulfa Husnul Fata, M.Kep.

Disusun Oleh :

A’lamal Huda Syahrul N.F (2211008)

Diva Putri Margalina (2211021)

Elok Sukma Prihandini (2211023)

Linda Ariani (2211036)

Rita Mauliyatul Azizah (2211044)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PATRIA HUSADA BLITAR

2023/2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar belakang ................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 1

1.3 Tujuan ............................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................

2.1 Pengertian Alergi ..............................................................................

2.2 Etiologi.............................................................................................

2.3 Tanda Gejala ....................................................................................

2.4 Patofisiologi .....................................................................................

2.5 Komplikasi .......................................................................................

2.6 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................

2.7 Penatalaksanaan................................................................................

2.8 Pengkajian ........................................................................................

2.9 Diagnosa Keperawatan .....................................................................

BAB III PENUTUP ..........................................................................................

3.1 Kesimpulan ......................................................................................

3.2 Saran ................................................................................................

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang "Asuhan Keperawatan
Klien dengan Kelainan Kulit Akibat Alergi Makanan".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu,
kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki karya ilmiah ini.Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini
memberikan manfaat bagi pembaca.

Blitar, 20 Maret 2024

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Meningkatnya morbiditas dan mortalitas kasus ini menyebabkan
diagnosis yang akurat dan tatalaksana yang tepat sangat dibutuhkan.
Strategi pencegahan alergi makanan yang belum optimal bisa menjadi
salah satu penyebab insiden yang terus meningkat. Penelitian-penelitian
dilakukan untuk menemukan pilihan alat diagnostik yang tepat untuk
menentukan alergen yang mencetuskan alergi tersebut. Sampai saat ini,
oral food challenge (OFC) masih menjadi baku emas diagnostik alergi
makanan, walaupun memiliki risiko memicu terjadinya anafilaksis pada
pasien.
Perkembangan modalitas terapi juga menjadi hal yang terus
disempurnakan. Tatalaksana yang paling tepat untuk alergi makanan
adalah menghindari alergen pencetusnya, namun karena prevalensinya
ditemukan meningkat terus setiap tahun menyebabkan kebutuhan akan
modalitas terapi untuk mencegah terjadinya reaksi alergi, terutama
anafilaksis.
Edukasi mengenai penatalaksanaan awal terhadap alergi makanan,
seperti epinefrin autoinjeksi, menjadi salah satu cara untuk menurunkan
angka mortalitas yang disebabkan oleh alergi makanan. Hingga saat ini,
terapi yang sedang dikembangkan adalah terapi spesifik dan nonspesifik
terhadap allergen.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud konsep dasar dan teori kelainan kulit akibat alergi
makanan?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
kelainan kulit akibat alergi makanan?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar teori kelainan akibat elergi makanan?
2. Untuk mengetahui konsep dasar Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan kelainan kulit akibat elergi makanan?

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Alergi


Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang diperantarai oleh
mekanisme imunologi, yaitu reaksi atau respon tubuh yang berlebihan
terhadap alergen (Portnoy, 2015). Alergi dapat timbul pertama kali pada
usia anak-anak, dewasa muda, atau pada lansia (lanjut usia). Reaksi alergi
dapat memengaruhi hampir seluruh jaringan tubuh dan menimbulkan
gejala klinik sesuai dengan organ yang terkena. Menurut data dari World
Allergy Organization prevalensi alergi penduduk dunia berkisar antara 10
– 40% (Pawankar, 2011). Kelompok usia yang rentan terhadap alergi
adalah kelompok lansia. Prevalensi penyakit alergi pada lansia
diperkirakan sekitar 5-10% (Cardona,2011).
Alergi makanan adalah gangguan kesehatan yang timbul akibat
respon imun spesifik terhadap makanan. Alergi makanan bisa mengenai
semua kelompok usia dengan prevalensi pada anak lebih besar daripada
dewasa. Alergi makanan pada dewasa bisa timbul akibat alergi pada masa
kanak-kanak yang persisten atau muncul pertama kali pada saat dewasa
(Alexander Kam, Raveinal).
Alergi makanan adalah gangguan kesehatan yang timbul akibat
respon imun spesifik yang muncul akibat paparan dari makanan. Penting
untuk membedakan alergi makanan dengan reaksi simpang terhadap
makanan yang tidak dimediasi oleh imun. Reaksi simpang yang tidak
diklasifikasikan sebagai alergi makanan termasuk intoleransi makanan
yang sekunder terhadap gangguan metabolik (contoh: intoleransi laktosa),
reaksi terhadap kontaminasi yang toksik (contoh: histamin yang dihasilkan
oleh ikan scromboid yang dikontaminasi oleh Salmonella) atau komponen
makanan yang aktif secara farmakologis (contoh: kafein pada kopi yang
membuat berdebar-debar). (Alexander Kam, Raveinal).
2.2. Etiologi
Penyebab alergi makanan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Faktor internal

2
a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi asam
lambung, enzim usus, glycocalyx) maupun fungsi imunologis
(misalnya IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan.
Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan
tertentu.
b. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitifitas alergen dini mulai
janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan
dan norma kehidupan setempat
c. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan
penyerapan alergen bertambah.
2. Faktor eksternal
a. Faktor pencetus faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih,
stres) atau beban latihan (lari, olahraga).
b. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat
menimbulkan reaksi alergi.

2.3. Tanda Gejala


Reaksi alergi terhadap alergen makanan pada saluran cerna bisa
menimbulkan gejala kram perut, mual, muntah atau diare. Gejala pada
saluran nafas adalah munculnya asma, pada kulit menimbulkan gejala
urtikaria, angioderma, dermatitis, pruritus, gatal, demam dan gatal; pada
mulut muncul rasa gatal dan pembengkakan bibir.
Pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan pada kasus alergi yaitu:
1. Inspeksi lihat adanya kemerahan, terdapat bentol-bentol, gejala urtikaria,
angioderma, pruritus dan pembengkakan pada bibir.
2. Palpasi : ada nyeri pada kemerahan
3. Perkusi untuk mengetahui apakah di perut terdapat udara atau cairan.
4. Auskultasi mendengarkan suara nafas, bunyi jantung, bunyi usus (pada
orang alergi, bunyi usus cenderung meningkat).
2.4. Patofisiologi
Alergen yang pertama kali masuk ke dalam tubuh seseorang yang
mengkonsumsi makanan tetapi belum pernah terkena alergı, tidak muncul

3
gejala- gejala. Ketika untuk kedua kalınya orang tersebut mengkonsumsi
makanan yang sama, barulah tampak gejala alergi Setelah muncul tanda
alergi, antigen akan mengenalı alergen yang masuk yang akan memicu
aktifnya sel T. dimana sel T tersebut akan merangsang sel B untuk
mengaktifkan antibodi (IgE) Proses ini mengakibatkan melekatnya
antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil Apabila seseorang
mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama, maka
akan terjadı 2 hal yaitu:
1. Ketika mulai terjadinya produksı sitokin oleh sel T, sitokın memberikan
efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel-sel radang misalnya
netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksı peradangan yang
menyebabkan panas.
2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi (IgE) yang
merangsang sel mast kemudian melepaskan hıstamın dalam jumlah yang
banyak, kemudian histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui
pembuluh darah Saat mencapai kulit, alergen akan menyebabkan terjadinya
gatal, pruritus, angioderma, urtikaria, kemerahan pada kulit dan dermatitis.
Ketika mencapai paru-paru, akan mencetuskan terjadinya asma Gejala
alergi yang paling ditakuti dikenal dengan nama syok anafilaktık, ditandai
dengan tekanan darah turun, kesadaran menurun, dan bila tidak ditanganı
segera dapat menyebabkan kernatian.
2.5. Komplikasi
Beberapa komplikası yang dapat ditimbulkan darı reaksi alergi yaitu
a. Polip hidung
b. Otitis media
c. Sinusitis paranasal
d. Anafilaksis
e. Pruritus
f. Mengi
g. Edema
2.6. Pemeriksaan Penunjang

4
1. Uji kulit, sebagai pemeriksaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup
seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau
alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
2. Pemeriksaan darah tepi, bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada
alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan
pada alergi makanan.
3. IgE total dan spesifik, harga normal IgE total adalah 1000u/1 sampai umur
20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa
penderita adalah atopi atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi
imun seluler.
4. Tes IgE spesifik dengan RAST (Radio Immunosorbent Test) atau ELISA
(Enzyme Linked Immuno Assay).
5. Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
6. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
7. Biopsi usus, sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food
challenge didapatkan inflamasi atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit
intraepitelial dan IgM IgE (dengan mikroskop imunofluoresen).
8. Pemeriksaan/tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus
9. Diit coba buta ganda (Double blind food challenge) untuk diagnosa pasti.
Pemeriksaan secara klinis bisa dilakukan uji eliminasi dan provokasi
terbuka "Open Challenge". Pertama dilakukan eliminasi dengan makanan
yang dikemukakan sendiri oleh penderita atau orang tuanya atau dari hasil
uji kulit. Kalau tidak ada perbaikan, maka dipakai regimen diet tertentu.
2.7. Penatalaksanaan
Pencegahan dan tatalaksana umum. Pencegahan alergen harus
dilakukan berdasarkan diagnosis yang sudah dikonfirmasi dengan
modalitas diagnostik. Edukasi pencegahan harus mengikutsertakan semua
pihak yang bertanggungjawab pada persiapan makanan. Di Amerika
Serikat, telah diberlakukan peraturan untuk memberikan label pada produk
susu, telur, kacang, treenut, ikan, shellfish, gandum, dan kedelai. Hal ini
berlaku untuk produk kemasan dan makanan di restoran.6,8Jika
pencegahan dengan penghindaran alergen gagal, akan timbul reaksi alergi

5
yang ringan sampai berat, seperti reaksi anafilaksis. Untuk gejala alergi
yang ringan, seperti urtikaria, diberikan pengobatan simtomatis lini
pertama dengan antihistamin 1 (AH1) generasi I. Jika pengobatan lini
pertama tidak mengurangi gejala, steroid dan imunosupresan bisa diberikan
sebagai pengobatan lini kedua. Steroid tidak menghambat degranulasi sel
mast kulit, namun mempengaruhi fungsi dan produksi sitokin oleh berbagai
sel.6,25Terapi emergensi terhadap anafilaksis yang diinduksi oleh
makanan sama dengan terapi anafilaksis yang diinduksi oleh penyebab lain.
Pengenalan yang cepat dan pemberian epinefrin sangat krusial untuk
memberikan perbaikan dari gejala. Oleh karena itu, pasien dan keluarga
yang merawat pasien, diberikan edukasi mengenai penggunaan yang tepat
dari epinefrin self-injectable.
2.8. Pengkajian
Data Subjektif
1. Kaji identitas pasien
2. Kajı keluhan utama pasien
 Pasien mengeluh sesak nafas
 Pasien mengeluh bibirnya bengkak
 Pasien mengungkapkan tidak ada nafsu makan, mual dan
muntah
 Pasien mengeluh nyeri dibawah perut
 Pasien mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur
tubuhnya
 Pasien mengeluh nyeri
 Pasien mengeluh demam
3. Riwayat psikososial

Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga,


dampak penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang
mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres, persepsi
pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat ını,
dan sistem nilai kepercayaan

4. Kaji riwayat masa lalu

6
Mengkajı apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama
atau berhubungan dengan sakit yang saat ini diderita. Misalnya,
sebelumnya pasien pernah mengalami nyeri perut, sesak nafas, demam,
bibir bengkak, timbul kemerahan pada kulit, mual muntah dan gatal

5. Kajı riwayat alergi keluarga

Mengkaji dalam keluarga pasien ada atau tidak mengalami penyakit


yang sama

b. Data Objektif

 Kaji status neurology, perubahan kesadaran, meningkatnya


fatique,dan perubahan tingkah laku
 Kajı kulit kemerahan
 Kaji adanya bentol-bentol
 Pasien muntah-muntah, terlihat susah bernafas dan pucat
2.9. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Rasa nyaman
2. Kerusakan integritas kulit
3. Resiko Infeksi

7
Gangguan Rasa Nyaman D.0074
Gejala dan Gejala dan Kondisi
Definisi Penyebab Tanda Tanda Minor Klinis
Mayor Terakit
Perasaan 1. Gejala Subjektif: Subjektif: 1. Penya
kurang penyakit 1. Men 1. Mengeluh kit
senang, 2. Kurang gelu sulit tidur kronis
lega dan pengendalian h 2. Tidak mampu 2. Kegan
sempurna situasional/lin tidak rileks asan
dalam gkungan nya 3. Mengeluh 3. Distre
dimensi 3. Ketidakadekua man kedinginan/ke s
fisik, tan sumber panasan Psikol
psikospiri daya (mis. Objektif: 4. Merasa gatal ogis
tual, Dukungan 2. Geli 5. Mengeluh 4. keha
lingkunga finansial, sah mual milan
n dan social dan 6. Mengeluh
social pengetahuan) lelah
4. Kurangnya
privasi
5. Gangguan
stimulus
lingkungan
6. Efek samping
terapi (mis.
medikası,
radiası,
kemoterapi)
7. Gangguan
adaptasi
kehamilan

8
Gangguan Intergitas Kulit D.0129
Gejala dan Gejala Kondisi Klinis
Defin Penyebab Tanda Mayor dan Terakit
isi Tanda
Minor
Kerus 1. Perubahan Subjektif: Subjektif: 5. Imobilisasi
akan sirkulasi - - 6. Gagal jantung
kulit 2. Perubahan Objektif: Objektif: kongestif
(derm status nutrisi 1. Kerusakan 1. Ny 7. Gagal ginjal
is (kelebihan atau jaringan eri Diabetes
dan/at kekurangan) dan/atau l 2. Per melitu
au 3. Kekurangan/ke apisan kul dar 8. Imunodefisien
epider lebihan it aha si (mis AIDS)
mis) volume cairan n
atau 4. Penurunan 3. Ke
jaring mobilitas me
an 5. Bahan kimia rah
(mem iritatif an
bran 6. Suhu 4. He
muko lingkungan ma
sa, yang ekstrem to
korne 7. Faktor ma
a, mekanis (mis
fasia, penekanan
otot, pada tonjolan
tendo tulang
n, gesekan) atau
tulang faktor elektris
, (elektrodiaterm
kartil i, energi listrik

9
ago, bertegangan
kapsu tinggi)
l 8. Efek samping
sendi terapi radiası
dan/at 9. Kelembaban
au 10. Proses
ligam penuaan
en). 11. Neuropati
perifer
12. Perubahan
pigmentası
13. Perubahan
hormonal
14. Kurang
terpapar
informasi
tentang upaya
mempertahank
an/melindungi
integritas jarin
gan

10
Gangguan Rasa Nyaman D.0074
Gejala Gejal Kondisi Klinis
Definisi Penyebab dan a dan Terakit
Tanda Tand
Mayo a
r Mino
r
Berisiko Faktor resiko - -
mengalam 1. Penyakit kronis (mis 1. AIDS
i diabetes melitus)
peningkat 2. Efek prosedur invasıf 2. Luka bakar
an 3. Malnutrisi
terserang 4. Peningkatan paparan 3. Penyakit
organisme organisme patogen paru
patogenik lingkungan obstruktif
5. Ketidakadekuatan kronis
pertahanan tubuh primer
4. Diabetes
1) Gangguan melitus
peristaltic
2) Kerusakan 5. Tindakan
integritas kulit invasıf
3) Perubahan sekresi
pH 6. Kondisi
4) Penurunan kerja penggunaan
siliaris terapi steroid
5) Ketuban pecah
lama 7. Penyalahgun
6) Ketuban pecah aan obat
sebelum waktunya
7) Merokok

11
8) Statis cairan tubuh 8. Ketuban
Pecah
6. Ketidakadekuatan Sebelum
pertahanan tubuh Waktunya
sekunder (KPSW)

1) Penurunan 9. Kanker
hemoglobin
2) Imununosupresi 10. Gagal ginjal
3) Leukopenia
4) Supresi respon 11. Imunosupres
inflamasi i
5) Vaksinasi tidak ad
ekuat 12. Lymphedem
a

13. Leukositope
nia

14. Gangguan
fungsi hati

2.10 Intrvensi
Menejemen nyeri 1.08238
Observasi Terapeutik Edukasi Kolaborasi
1. Identifikasi 1. Berikan teknik 1. Jelaskan Kolaborasi
lokasi, nonfarmakologis penyebab, pemberian
karakteristi untuk mengurangi periode, dan analgetik, jika p
k, durasi, rasa nyeri (mis. pemicu nyeri erlu
frekuensi, TENS, hipnosis,

12
kualitas, akupresur, terapi 2. Jelaskan
intensitas musik, biofeedback, strategi
nyeri terapi pijat, meredakan
2. Identifikasi aromaterapi, teknik nyeri
skala nyeri imajinasi 3. Anjurkan
3. Identifikasi terbimbing, memonitor
respons kompres nyeri secara
nyeri non hangat/dingin, mandiri
verbal terapi bermain) 4. Anjurkan
4. Identifikasi 2. Kontrol lingkungan menggunaka
faktor yang yang memperberat n analgetik
memperber rasa nyeri (mis. secara tepat
at dan suhu ruangan, 5. Ajarkan
mempering pencahayaan. teknik
an nyeri kebisingan) nonfarmakol
5. Identifikasi 3. Fasilitasi Istirahat ogis untuk
pengetahua dan tidur mengurangi
n dan Pertimbangkan rasa nyeri
keyaninan jenis dan sumber
tentang nyeri dalam
nyeri pemilihan
6. Identifikasi strategi meredakan
pengaruh nyeri
budaya
terhadap
respon
nyeri
7. Identifikasi
pengaruh
nyeri pada
kualitas
hidup

13
8. Monitor
keberhasila
n terapi
kompleme
nter yang
sudah
diberikan.
9. Monitor
efek
samping
penggunaa
n analgetik

Perawatan Integritas Kulit 1.11253


Observasi Terapeutik Edukasi Kolaborasi
1. Identifikasi 1. Ubah posisi tiap 1. Anjurkan
penyebab 2 jam jika tirah menggunakan
gangguan baring pelembab (mis.
integritas 2. Lakukan lotion, serum)
kulit (mis. pemijatan pada 2. Anjurkan minum
perubahan area penonjolan air yang cukup
sirkulasi, tulang, jika 3. Anjurkan
perubahan perlu meningkatkan
status 3. Bersihkan asupan nutrisi
nutrisi, perineal dengan 4. Anjurkan
penurunan air hangat, meningkatkan
kelembaban, terutama selama asupan buah dan
suhu periode diare sayur
lingkungan 4. Gunakan produk 5. Anjurkan
ekstrem, berbahan menghindari
penurunan petrolium atau terpapar suhu
mobilitas) ekstrem

14
minyak pada 6. Anjurkan
kulit kering menggunakan
5. Gunakan produk tabir: surya SPF
berbahan minimal 30 saat
ringan/alami dan berada di luar
hipoalergik pada rumah
kulit sensitif 7. Anjurkan mandi
Hindari produk dan menggunakan
berbahan dasar sabun secukupnya
alkohol
pada kulit kering

Menejemen Imunisasi/vaksinasi
Observasi Terapeutik Edukasi Kolabora
si
1. Identifikasi 1. .Berikan 1. Jelaskan tujuan, -
riwayat suntikan pada manfaat, reaksi yang
kesehatan bayi di bagian terjadi, jadwal, dan
dan riwayat paha efek samping
alergi anterolateral 2. Informasikan imunisasi
2. Identifikasi 2. Dokumentasik yang
kontraindika an informasi diwajibkanpemerintah
si vaksinasi (mis. (mis. Hepatitis B,
pemberian nama BCG, difteri,tetanus,
imunisasi produsen, pertusis, H. influenza,
(mis. reaksi tanggal polio, campak,
anafilaksis kedaluwars measles, rubela)
terhadap 3. Jadwalkan 3. Informasikan imunisasi
3. vaksin imunisasi pada yang melindungi
sebelumnya interval waktu terhadap penyakit
dan atau yang tepat namun saat ini tidak

15
sakit parah diwajibkan pemerintah
dengan atau (mis. Influenza,
tanpa pneumokokus)
demam) 4. Informasikan vaksinasi
4. Identifikasi untuk kejadian khusus
status (mis, rabies, tetanus)
imunisasi 5. Infonnasikan
setiap penundaan pemberian
kunjungan imunisasi tidak berarti
ke mengulang jadwal
pelayanan imunisasi kembali
kesehatan 6. Informasikan penyedia
layanan Pekan
Imunisasi Nasional
yang
menyediakan vaksin gr
atis

16
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak
organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan
makanan. Toleransı oral yang tidak berkembang atau terganggu
menyebabkan terjadinya respon alergi terhadap allergen yang terdapata
pada makanan yang dikonsumsı Respon alergi tersebutbisa dimediası oleh
immunoglobulin E (IgE), non-IgE, atau campuran yang bisa menimbulkan
gejala pada beberapa organ, bahkan sistemik pada seluruh tubuh Varıası
gejala pada alergı makanan sangat luas dan tergantung dengan mekanisme
organ yang dikenaı dımulai darı reaksi alergı ringan seperti gatal, hingga
reaksi alergi sistemik berpa anafilaksıs
Meningkatnya morbiditas dan mortalitas kasus alergi menyebabkan
diagnosis yang akurat dan tatalaksana yang tepat sangat dibutuhkan.
Sebesar 30% anafilaksıs terjadı akıbat adanya alergı makanan Ketepatan
penilaian dan penanganan segera terhadap kejadian alergi makanan akan
sangat memberikan prognosis yang baik. Oleh karena itulah seorang
perawat harus memilikı kompetensi dalam menangani dan memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan alergi makanan
3.2. Saran
Perawat mempunyai peran, fungsi, tanggung jawab, dan hak pada
klien yang ditanganinya, maka sebaiknya kita sebagai perawat harus
mengetahui dan memahami tindakan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem imunitas seperti pemeriksaan diagnostik dan
pemeriksaan penunjang lainnya, agar nantinya kita bisa menjadi perawat
yang professional.
Sangat diharapkan agar terhindar dari alergi dilakukan dengan
menghindari penyebab dari alergi misalnya meghindari alergen seperti
debu dan makan-makanan yang membuat individu alergi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Soegiarto, G. (2019). Imunoterapi untuk Alergi Makanan: Mitos atau Realitas?


Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 6(1), 48.
https://doi.org/10.7454/jpdi.v6i1.290

Anda mungkin juga menyukai