Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH PRESKRIPSI

ALERGI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Preskripsi

KELOMPOK : 5
KELAS : A

1. SILVIA NABILA A. W 201510410311007


2. ELIZA MAULIDYA R 201510410311012
3. YOVIE ECHA R 201510410311016
4. MASITHA NUR LATHIFAH 201510410311022
5. KHADIFA DWI SEKARANI 201510410311023
6. EKA SILVIA HIDAYATI 201510410311024
7. RIZQIKAH AKHWATINING A 201510410311027
8. ACHMAT BAGAS A 201510410311045

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MARET 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Alergi ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Makalah ini disusun atas dasar tugas mata kuliah Preskripsi.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Malang, Maret 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I .................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2

1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2

BAB II................................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3

2.1 Definisi Alergi .................................................................................................... 3

2.2 Tipe-tipe Alergi ................................................................................................... 3

2.3 Epidemiologi Alergi............................................................................................ 9

2.4 Etiologi Alergi .................................................................................................. 10

2.5 Patofisiologi alergi ............................................................................................ 11

2.6 Gejala Alergi ..................................................................................................... 12

2.7 Terapi Farmakologi ........................................................................................... 13

2.8 Terapi Non Farmakologi ................................................................................... 24

BAB III ............................................................................................................................. 25

PENUTUP ........................................................................................................................ 25

3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 25

3.2 Saran ............................................................................................................. 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Alergi merupakan suatu reaksi abnormal dalam tubuh yang disebabkan
zat-zat yang tidak berbahaya. Alergi timbul bila ada kontak terhadap zat
tertentu yang biasanya, pada orang normal tidak menimbulkan reaksi. Zat
penyebab alergi ini disebut allergen. Allergen bisa berasal dari berbagai jenis
dan masuk ke tubuh dengan berbagai cara. Bisa saja melalui saluran
pernapasan, berasal dari makanan, melalui suntikan atau bisa juga timbul
akibat adanya kontak dengan kulit seperti; kosmetik, logam perhiasan atau jam
tangan, dan lain-lain. Alergi sebagai bentuk reaksi menyimpang dari tubuh
ternyata bisa menimpa siapa saja termasuk anak-anak. Kenyataannya, setiap
orang memiliki risiko mengidap alergi meskipun tidak ada riwayat penyakit
ini dalam keluarga.
Data World Allergy Organization (WAO) dalam The WAO White Book
on Allergy: Update 2013 menunjukkan, angka prevalensi alergi mencapai 10-
40 persen dari total populasi dunia. Di Indonesia, berdasarkan sebuah
penelitian yang dilakukan di kota Yogyakarta, terdapat prevalensi yang tinggi
pada rhinitis alergi pada anak-anak usia sekolah dan pra sekolah. Penyebabnya
sebagian besar adalah karena alergi makanan, yaitu udang (12,63 persen),
kepiting (11,52 persen), tomat (4,38 persen), putih telur (3,5 persen) serta susu
sapi (3,46 persen). Prevalensi penyakit alergi terus meningkat secara dramatis
di dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang. Diperkirakan lebih
dari 20% populasi di seluruh dunia mengalami manifestasi alergi seperti asma,
rinokonjungtivitis, dermatitis atopi atau eksema dan anafilaksis. World Health
Organization (WHO) memperkirakan alergi terjadi pada 5-15% populasi anak
di seluruh dunia.
Kesadaran masyarakat terhadap penyakit alergi saat ini relatif masih
rendah. Banyak yang menganggap alergi hanyalah penyakit biasa, padahal
alergi dapat menimbulkan beban biaya serta acaman lebih besar bila dibiarkan

1
dan tidak ditangani dengan cepat. Alergi dapat berpotensi memicu penyakit
dari mulai yang kronis seperti asma, hingga yang bersifat fatal dan mematikan
seperti anafilaksis syok atau Steven Johnson Syndrome. Maka dari itu,
masyarakat harus lebih mengenali alergi sejak dini. Sehingga bisa lebih
mengetahui efek samping yang terjadi pada setiap alergi dan bisa mencegah
anak-anak untuk terhindar dari alergi. Pengobatan dengan obat kimiawi juga
harus hati-hati karena bisa saja tanpa diketahui seseorang bisa menderita alergi
pada suatu bahan obat kimia. Biasanya masyarakat lebih alergi dengan
antibiotik, misalnya penisilin. Maka dari, harus berhati-hati memberikan obat
pada orang yang mempunyai riwayat alergi, serta menghindari makan-
makanan dan udara yang terkontaminasi oleh bulu-bulu hewan ataupun debu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan oleh penyusun
merumuskan masalah untuk dikaji. Masalah pokok dalam pembahasan ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa definisi dari alergi ?
2. Apa saja tipe-tipe dari alergi ?
3. Bagaimana epidemiologi dari alergi ?
4. Bagaimana etiologi dari alergi ?
5. Bagaimana patofisiologi dari alergi ?
6. Bagaimana tanda dan gejala terjadinya alergi ?
7. Bagaimana terapi farmakologi terhadap alergi?
8. Bagaimana tatalaksana terhadap alergi?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui tentang alergi lebih lanjut, epidemiologi alergi, etiologi dan
patofisiologi dari alergi, tanda dan gejala, tata laksana serta terapi
farmakologis dari alergi itu sendiri agar bisa mendapatkan pengobatan yang
sesuai pada jenis alergi yang diderita.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Alergi


Reaksi Alergi (ReaksiHipersensitivitas) adalah reaksi-reaksi dari
sistem kekebalan yang terjadi ketika jaringan tubuh yang normal mengalami
cedera/terluka. Mekanisme dimana sistem kekebalan melindungi tubuh dan
mekanisme dimana reaksi hipersensitivitas bisa melukai tubuh adalah sama.
Karena itu reaksi alergi juga melibatkan antibodi, limfosit dan sel-sel lainnya
yang merupakan komponen dalam system imun yang berfungsi sebagai
pelindung yang normal pada sistem kekebalan.
Reaksi ini terbagi menjadi empat kelas (tipe I – IV) berdasarkan
mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaksi hipersensitif. Tipe I
hipersensitivitas sebagai reaksi segera atau anafilaksis sering berhubungan
dengan alergi. Gejala dapat bervariasi dari ketidaknyamanan sampai
kematian. Hipersensitivitas tipe I ditengahi oleh IgE yang dikeluarkan dari
sel mast dan basofil. Hipersensitivitas tipe II muncul ketika antibodi melilit
pada antigen sel pasien, menandai mereka untuk penghancuran. Hal ini juga
disebut hipersensitivitas sitotoksik, dan ditengahi oleh antibodi IgG dan
IgM. Kompleks imun (kesatuan antigen, protein komplemen dan antibodi
IgG dan IgM) ditemukan pada berbagai jaringan yang menjalankan reaksi
hipersensitivitas tipe III. hipersensitivitas tipe IV (juga diketahui sebagai
selular) biasanya membutuhkan waktu antara dua dan tiga hari untuk
berkembang. Reaksi tipe IV ikut serta dalam berbagai autoimun dan
penyakit infeksi, tetapi juga dalam ikut serta dalam contact dermatitis.
Reaksi tersebut ditengahi oleh sel T, monosit dan makrofag.

2.2 Tipe-tipe Alergi


a. Alergi Tipe 1
Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan
tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi

3
secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya imunogenik
(antigenik) atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik.
Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap
lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan
berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak
bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas
tersebut disebut alergen.
Terdapat 2 kemungkinan yang terjadi pada mekanisme reaksi
alergi tipe I, yaitu :
 Gambar 2 A : Alergen langsung melekat/terikat pada Ig E yang
berada di permukaan sel mast atau basofil, dimana sebelumnya
penderita telah terpapar allergen sebelumnya, sehingga Ig E telah
terbentuk. Ikatan antara allergen dengan Ig E akan menyebabkan
keluarnya mediatormediator kimia seperti histamine dan leukotrine.
 Gambar 2 B : Respons ini dapat terjadi jika tubuh belum pernah
terpapar dengan allergen penyebab sebelumnya. Alergen yang masuk
ke dalam tubuh akan berikatan dengan sel B, sehingga menyebabkan
sel B berubah menjadi sel plasma dan memproduksi Ig E. Ig E
kemudian melekat pada permukaan sel mast dan akan mengikat
allergen. Ikatan sel mast, Ig E dan allergen akan menyebabkan
pecahnya sel mast dan mengeluarkan mediator kimia. Efek mediator
kimia ini menyebabkan terjadinya vasodilatasi, hipersekresi, oedem,
spasme pada otot polos. Oleh karena itu gejala klinis yang dapat
ditemukan pada alergi tipe ini antara lain : rinitis (bersin-bersin,
pilek) ; sesak nafas (hipersekresi sekret), oedem dan kemerahan
(menyebabkan inflamasi) ; kejang (spasme otot polos yang
ditemukan pada anafilaktic shock).

4
Keterangan :
Alergen/eksogen nonspesifik seperti asap, sulfurdioksida, obat
yang masuk melalui jalan nafas akan menyebabkan saluran bronkus
yang sebelumnya masih baik menjadi meradang. Alergen diikat Ig E
pada sel mast dan menyebabkan sel yang berada di bronkus
mengeluarkan mediator kimia (sitokin) sebagai respons terhadap
alegen. Sitokin ini mengakibatkan sekresi mukus, sehingga sesak
nafas.
Adapun penyakit-penyakit yang disebabkan oleh reaksi alergi
tipe I adalah :
• Konjungtivitis
• Asma
• Rinitis
• Anafilaktic shock

b. Alergi Tipe II (Antibody-Mediated Cytotoxicity (Ig G))


Reaksi alergi tipe II merupakan reaksi yang menyebabkan
kerusakan pada sel tubuh oleh karena antibodi melawan/menyerang
secara langsung antigen yang berada pada permukaan sel.
Antibodi yang berperan biasanya Ig G. Berikut (gambar 2 dan 3a)
mekanisme terjadinya reaksi alergi tipe II.

5
Keterangan :
Tipe ini melibatkan K cell atau makrofag. Alergen akan diikat
antibody yang berada di permukaan sel makrofag/K cell membentuk
antigen antibody kompleks. Kompleks ini menyebabkan aktifnya
komplemen (C2 –C9) yang berakibat kerusakan.

Keterangan :
Alergen (makanan) akan diikat antibody yang berada di permukaan
K cell, dan akan melekat pada permukaan sel darah merah. Kompleks ini
mengaktifkan komplemen, yang berakibat hancurnya sel darah merah.
Contoh penyakit-penyakit :
• Goodpasture (perdarahan paru, anemia)
• Myasthenia gravis (MG)
• Immune hemolytic (anemia Hemolitik)
• Immune thrombocytopenia purpura

6
c. Alergi Tipe III (Immune Complex Disorders)
Merupakan reaksi alegi yang dapat terjadi karena deposit yang
berasal dari kompleks antigen antibody berada di jaringan. Gambar
berikut ini menunjukkan mekanisme respons alergi tipe III. Secara
ringkas penulis merangkum reaksi alergi tipe 3 seperti pada gambar 5.

Keterangan :
Adanya antigen antibody kompleks di jaringan, menyebabkan
aktifnya komplemen. Kompleks ini mengatifkan basofil sel mast aktif
dan merelease histamine, leukotrines dan menyebabkan inflamasi.

7
Keterangan gambar :
Alergen (makanan) yang terikat pada antibody pada netrofil (yang
berada dalam darah) dan antibody yang berada pada jaringan,
mengaktifkan komplemen. Kompleks tersebut menyebabkan kerusakan
pada jaringan.
Penyakit :
• the protozoans that cause malaria
• the worms that cause schistosomiasis and filariasis
• the virus that causes hepatitis B, demam berdarah.
• Systemic lupus erythematosus (SLE)
• "Farmer's Lung“ (batuk, sesak nafas)
Kasus lain dari reaksi alergi tipe III yang perlu diketahui
menyebutkan bahwa imunisasi/vaksinasi yang menyebabkan alergi
sering disebabkan serum (imunisasi) terhadap Dipteri atau tetanus.
Gejalanya Disebut dg Syndroma sickness, yaitu :
• fever
• Hives/urticaria
• arthritis
• protein in the urine.

d. Alergi Tipe IV {Cell-Mediated Hypersensitivities (tipe lambat)}


Reaksi ini dapat disebabkan oleh antigen ekstrinsik dan
intrinsic/internal (“self”). Reaksi ini melibatkan sel-sel imunokompeten,
seperti makrofag dan sel T. Ekstrinsik : nikel, bhn kimia Intrinsik:
Insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM or Type I diabetes), Multiple
sclerosis (MS), Rheumatoid arthritis, TBC

8
Keterangan :
Makrofag (APC) mengikat allergen pada permukaan sel dan akan
mentransfer allergen pada sel T, sehingga sel T merelease interleukin
(mediator kimia) yang akan menyebabkan berbagai gejala.

2.3 Epidemiologi Alergi


Prevalensi penyakit alergi terus meningkat secara dramatis di dunia,
baik di negara maju maupun negara berkembang, terlebih selama dua
dekade terakhir. Diperkirakan lebih dari 20% populasi di seluruh dunia
mengalami manifestasi alergi seperti asma, rinokonjungtivitis, dermatitis
atopi atau eksema dan anafilaksis.
WHO memperkirakan alergi terjadi pada 5-15% populasi anak di
seluruh dunia. Pada fase 3 dari studi yang dilakukan oleh International
Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) pada tahun 2002-2003
dilaporkan bahwa prevalensi asma bronkial, rhinitis alergi dan dermatitis
atopik cenderung meningkat di sebagian besar lembaga dibandingkan data 5
tahun sebelumnya.
Pada tahun pertama kehidupan bayi dengan kadar IgE <0,1 IU/ml,
manifestasi alergi yang sering dijumpai adalah atopi simptom (40%),
dermatitis atopi (35,3%), rhinitis alergi/hipersekresi nasal (15,4%),
asma/”wheezy infant” (7,7%), gangguan gastrointestinal (7,7%), dan
konjungtivitis alergi (1,5%).

9
Dermatitis atopi merupakan manifestasi awal penyakit atopi dengan
insiden tertinggi pada 3 bulan pertama kehidupan dan mencapai prevalensi
tertinggi selama 3 tahun pertama kehidupan. The Copenhagen Prospective
Study on Asthma in Childhood (COPSAC) melaporkan dermatitis atopi
pertama kali 14 dijumpai pada usia 1 bulan, kemudian meningkat dan
mencapai puncaknya padausia 2,5 tahun.

2.4 Etiologi Alergi


Reaksi alergi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada
umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan,
disebut alergen. Antibiotik dapat menimbulkan reaksi alergi anafilaksis
misalnya penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, tetrasiklin,
streptomisin, sulfonamid dan lain-lain. Obat-obatan lain yang dapat
menyebabkan alergi yaitu anestesi lokal seperti prokain atau lidokain serta
ekstrak alergen seperti rumput-rumputan atau jamur, Anti Tetanus Serum
(ATS), Anti Diphtheria Serum (ADS), dan anti bisa ular juga dapat
menyebabkan reaksi alergi. Beberapa bahan yang sering dipergunakan
untuk prosedur diagnosis dan dapat menimbulkan alergi misalnya zat
radioopak, bromsulfalein, benzilpenisiloilpolilisin.
Selain itu, makanan, enzim, hormon, bisa ular, semut, udara (kotoran
tungau dari debu rumah), sengatan lebah serta produk darah seperti
gamaglobulin dan kriopresipitat juga dapat merangsang mediator alergi
sehingga timbul manifestasi alergi.Alergi makanan biasanya terjadi pada
satu tahun pertama kehidupan dikarenakan maturitas mukosa usus belum
cukup matang, sehingga makanan lain selain ASI (Air Susu Ibu) contohnya
susu sapi, jika diberikan pada bayi 0-12 bulan akan menimbulkan
manifestasi penyakit alergi.Hal ini disebabkan makanan yang masuk masih
dianggap asing oleh mukosa usus di saluran pencernaan yang belum matur
sehingga makanan tidak terdegradasi sempurna oleh enzim pencernaan
kemudian menimbulkan hipersensitivitas.

10
2.5 Patofisiologi alergi
Mediator Alergi

Reaksi alergi terjadi akibat peran mediator-mediator alergi. Yang termasuk


sel mediator adalah sel mast, basofil, dan trombosit. Sel mast dan basofil
mengandung mediator kimia yang poten untuk reaksi hipersensitivitas tipe
cepat. Mediator tersebut adalah histamin, newly synthesized mediator, ECF-
A, PAF, dan heparin.

a. Mekanisme alergi terjadi akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap
alergen tertentu, yang berikatan dengan mediator alergi sel mast. Reaksi

11
alergi dimulai dengan cross-linking dua atau lebih IgE yang terikat pada
sel mast atau basofil dengan alergen. Rangsang ini meneruskan sinyal
untuk mengaktifkan sistem nukleotida siklik yang meninggikan rasio
cGMP terhadap cAMP dan masuknya ion Ca++ ke dalam sel. Peristiwa
ini akan menyebabkan pelepasan mediator lain.

b. Mediator histamin dapat menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang


menyebabkan bronkokonstriksi. Pada sistem vaskular menyebabkan
dilatasi venula kecil, sedangkan pada pembuluh darah yang lebih besar
menyebabkan konstriksi karena kontraksi otot polos. Selanjutnya
histamin meninggikan permeabilitas kapiler dan venula pasca kapiler.
Perubahan vaskular ini menyebabkan respon wheal-flare (triple respons
dari Lewis) dan bila terjadi sistemik dapat menimbulkan hipotensi,
urtikaria dan angioderma. Pada traktus gastrointestinalis histamin
meninggikan sekresi mukosa lambung dan bila penglepasan histamin
terjadi sistemik maka aktivitas otot polos usus dapat meningkat
menyebabkan diare dan hipermotilitas.

2.6 Gejala Alergi


Gejala reaksi alergi muncul beberapa menit setelah kontak dengan
alergen. Gejala juga dapat berkembang secara bertahap dalam beberapa jam.
Gejala-gejala alergi umumnya tergantung kepada jenis alergen dan cara
melakukan kontak dengan alergen. Misalnya gejala alergi akibat makanan
akan menyebabkan gejala pada mulut atau sistem pencernaan, sedangkan
alergi debu akan menyebabkan gejala pada sistem pernapasan.
1. Alergi Karena Gigitan Atau Sengatan Serangga
Selain pembengkakan pada bagian yang digigit, jenis alergi ini dapat
menyebabkan munculnya gatal-gatal di seluruh tubuh, batuk-batuk, sesak
di bagian dada, sesak napas, serta reaksi alergi yang parah (anafilaksis).
2. Alergi Karena Substansi dari Udara
Jika Anda memiliki alergi terhadap substansi di udara seperti debu,
serbuk sari, atau tungau debu, gejala utama yang akan Anda alami

12
biasanya adalah bersin-bersin. Gejala tersebut dapat berkembang menjadi
hidung berair atau mampet yang memicu kesulitan bernapas. Gatal-gatal
pada hidung, mata yang merah, berair, dan bengkak juga dapat muncul.
3. Alergi Akibat Makanan
Alergi karena makanan tertentu dapat menyebabkan sensasi geli atau
gatal dalam mulut. Pembengkakan pada bibir, lidah, mata, tenggorokan,
atau wajah juga bisa terjadi. Selain itu, alergi ini juga dapat
mengakibatkan ruam gatal dan merah pada kulit, mual-mual, sakit perut,
serta diare.
4. Alergi Akibat Obat
Obat juga dapat mengakibatkan reaksi alergi. Gejalanya dapat berupa
gatal-gatal pada kulit, ruam, pembengkakan pada wajah, kesulitan
bernapas serta anafilaksis.

Selain gejala-gejala di atas, alergi juga dapat muncul saat kulit tersentuh
substansi tertentu. Misalnya sabun, sampo, parfum, atau bahan karet alami
(latex). Alergi jenis ini akan mengakibatkan sejenis peradangan pada kulit
yang dikenal sebagai dermatitis atopik. Dermatitis atopik menyebabkan
gejala gatal-gatal, ruam kemerahan, dan bersisik.

2.7 Terapi Farmakologi


Generasi Pertama

1. DipenhidraminHCl
Komposisi : Dipenhidramin HCl 25 mg (ISO 43 halaman 59)

Indikasi Hilangnya gejala rhinitis alergi musiman dan non-


musiman, rinitis vasomotor dan konjungtivitis alergi;
pelepasan sementara pilek dan bersin yang disebabkan oleh
flu biasa; relief gejala pruritus alergi dan non-alergi;
pengobatan urtikaria dan angioedema; perbaikan reaksi
alergi terhadap darah atau plasma; ditambahkan ke
epinefrin dan ukuran standar lainnya dalam anafilaksis;
menghilangkan kondisi alergi yang tidak rumit dari jenis
langsung saat terapi oral tidak mungkin dilakukan atau
kontraindikasi (bentuk parenteral); pengobatan dan
pengobatan profilaksis mabuk; bantuan tidur malam hari;

13
pengelolaan parkinsonisme (termasuk obat-induced) pada
orang tua yang tidak toleran terhadap agen yang lebih
manjur, dalam kasus ringan pada kelompok usia lainnya
dan dikombinasikan dengan antikolinergik terpusat;
Kontrol batuk dari pilek atau alergi (formulasi sirup).
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap antihistamin; glaukoma sudut
: sempit; stenosing tukak peptik; hipertrofi prostat
simtomatik; serangan asma; obstruksi leher kandung
kemih; obstruksi pyloroduodenal; Terapi MAOI; riwayat
apnea tidur; penggunaan pada bayi yang baru lahir atau
bayi prematur dan pada wanita menyusui.

Dosis  Reaksi Hipersensitivitas, Tipe 1 / Antiparkinsonisme /


Motion Sickness.
Dewasa: Peroral 25 sampai 50 mg diulangsetiap 4
sampai 6 jam (maks, 300 mg / hari). IV / IM 10 sampai
100 mg (tingkat tidak melebihi 25 mg / menit atau
dalam IM; maks, 400 mg / hari).
Anak-anak (6 sampai 12 tahun): Peroral 12,5 sampai 25
mg diulangsetiap 4 sampai 6 jam (maks, 150 mg). IV /
IM 5 mg / kg / hari atau 150 mg / m2 / hari (maks, 300
mg dibagi menjadi 4 dosis dengan kadar tidak melebihi
25 mg / menit atau dalam IM).
 Bantuan Tidur Malam Hari Dewasa: Peroral 50 mg pada
waktu tidur.
 Batuk Penekan (Sirup)
Dewasa: Peroral 25 mg diulangsetiap4 jam (maks, 150
mg / 24 jam).
Anak-anak (6 sampai 12 tahun): Peroral 12,5 mg
diulangsetiap 4 jam (maks, 75 mg / 24 jam).
Anak-anak (2 sampai 6 tahun): PO 6,25 mg
diulangsetiap 4 jam (maks, 25 mg / 24 jam).

EfekSamping Kardiovaskular: Hipotensi ortostatik; palpitasi; bradikardia;


takikardia; refleks takikardia; extrasystoles; pingsan. SSP:
Mengantuk (sering sementara); sedasi; pusing; pingsan;
koordinasi yang terganggu. Mata, hidung, telinga,
tenggorokan : Kekenyalan hidung; mulut kering, hidung
dan tenggorokan; sakit tenggorokan. Gastrointestinal :
kesusahan epigastrik; mual; muntah; diare; sembelit;
Perubahan kebiasaan buang air besar. Darah: Anemia
hemolitik; trombositopenia; agranulositosis Metabolisme:
Meningkatnya nafsu makan, pertambahan berat badan.
Pernafasan: Penebalan sekresi bronkial; dada sesak; mengi;
depresi pernapasan. Lain-lain : Reaksi hipersensitivitas;
fotosensitivitas.
Interaksi Alkohol, depresan SSP: Dapat menyebabkan aditif SSP
depresi.MAOIs: Dapat meningkatkan efek

14
antikolinergik.Bentuk injeksi tidak kompatibel dengan
natrium deksametason natrium, furosemida, megadum
iodipamida, barbiturat parenteral, dan fenitoin
Perhatian Kehamilan: Kategori B. Laktasi: Ekskresi dalam ASI.
Anak-anak: Overdosis dapat menyebabkan halusinasi,
kejang, dan kematian. Antihistamin dapat mengurangi
kewaspadaan mental. Pada anak-anak muda obat bisa
menghasilkan eksitasi paradoks. Gunakan dengan hati-hati
pada anak-anak di bawah usia 2 thn. Pasien lanjut usia dan
pasien yang lemah: Resiko pusing, sedasi, sinkop, keadaan
kebingungan, dan hipotensi pada pasien di atas 60 tahun.
Pengurangan dosis mungkin diperlukan. Pasien risiko
khusus: Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang
cenderung mengalami retensi urin, hipertrofi prostat,
riwayat asma bronkial, peningkatan tekanan intraokular,
hipertiroidisme, penyakit kardiovaskular, atau hipertensi.
Gangguan hati: Gunakan dengan hati-hati pada pasien
dengan sirosis atau penyakit hati lainnya. Penyakit
pernafasan: Umumnya tidak disarankan untuk mengobati
gejala saluran pernapasan bagian bawah termasuk asma.
Sulfit: Beberapa produk diphenhydramine mengandung
sulfit sebagai pengawet dan aspartam sebagai pemanis.
Hindari pada pasien alergi sulfit dan pada pasien dengan
fenilketonuria.

2. HidroksizinHCl
Komposisi Hidroksizin hidroklorida 25 mg/ tablet (ISO 43 halaman
59)
Indikasi Gejala kelegaan kecemasan dan ketegangan berhubungan
dengan psikoneurosis; Terapi tambahan pada keadaan
penyakit organik dengan kegelisahan; pengelolaan pruritus
yang disebabkan oleh kondisi alergi; sedatif sebelum dan
sesudah anestesi umum (Peroral saja).
Kontraindikasi Hipersensitifitas
Dosis Pruritus
Dewasa: Peroral / IM 25 mg tigasampaiempat kali sehari.

Anak di atas 6 thn: Peroral 50 sampai 100 mg / hari dalam


dosis terbagi.

Anak kurang dari 6 thn: Peroral 50 mg / hari dalam dosis


terbagi.

Efeksamping Kardiovaskular: Dada sesak. SSP: mengantuk; Aktivitas


motor tidak disengaja, termasuk tremor dan kejang.
Gastrointestinal :Mulut kering. Pernafasan: Reaksi
hipersensitivitas (misalnya mengi, sesak napas).

15
Interaksi Alkohol dan Depresan SSP: Efek depresan SSP dapat
meningkat
Perhatian Kehamilan: Keselamatan tidak terjamin; hindari
penggunaan. Laktasi: Belum ditentukan.

3. PromethazinHCl
Komposisi PromethazinHCl 5mg/5ml (ISO 47 hal 66)
Indikasi Oral / Rektal: Pilek dan bersin ringandisebabkan oleh flu
biasa; gejala rhinitis alergi abadi dan musiman, rhinitis
vasomotor, konjungtivitis alergi, gejala pruritus alergi dan
nonalergi, manifestasi kulit ringan, tidak rumit dari
urtikaria, dan angioedema; perbaikan reaksi alergi terhadap
darah atau plasma; pengobatan dermografi; terapi
adjunctive dalam reaksi anafilaksis; obat penenang pra
operasi, postoperatif atau obstetrik; pencegahan dan
pengendalian mual dan muntah yang terkait dengan jenis
anestesi dan pembedahan tertentu; terapi tambahan untuk
analgesik untuk nyeri pasca operasi; sedasi dan lega
ketakutan; induksi tidur ringan; pengobatan aktif dan
profilaksis mabuk; Terapi antiemetik pada pasien pasca
operasi.
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap antihistamin; glaukoma sudut
sempit; stenosing tukak peptik; hipertrofi prostat
simtomatik; serangan asma; obstruksi leher kandung
kemih; obstruksi pyloroduodenal; pasien koma; SSP
depresi dari barbiturat, anestesi umum, obat penenang,
alkohol, narkotika, atau analgesik narkotika; ikterus atau
depresi sumsum tulang; anak-anak yang sakit parah atau
mengalami dehidrasi; injeksi intra-arterial; ibu menyusui;
penggunaanMAOI.
Dosis  Alergi
Dewasa dan Anak di atas 2 thn: Peroral / Perektal 25
mg pada waktu tidur; 12,5 mg sebelum makan dan pada
waktu tidur dapat diberikan jika perlu. Dosis tunggal 25
mg pada waktu tidur atau 6,25 sampai 12,5 mg tiga kali
sehari biasanya akan cukup.

Efeksamping Kardiovaskular: Hipotensi ortostatik; palpitasi;


bradikardia; takikardia; refleks takikardia; extrasystoles.
SSP: Mengantuk; sedasi; pusing; pingsan; koordinasi yang
terganggu; efek ekstrapiramidal (biasanya dosis terkait dan
mencakup tiga bentuk: pseudoparkinson, akathisia,
dystonias); tardive dyskinesia; efek perilaku buruk. Mata,
telinga, hidung, tenggorokan: penglihatan kabur; kotoran
hidung; hidung kering; kering atau sakit tenggorokan.
Gastrointestinal: kesusahan epigastrik; mulut kering; mual;
muntah; diare; sembelit. Gastrourinary: retensi / frekuensi
kemih. Darah: Anemia hemolitik; trombositopenia;

16
agranulositosis. Metabolisme: Meningkatnya nafsu makan,
pertambahan berat badan. Saluranpernafasan: Penebalan
sekresi bronkial; dada sesak; mengi; depresi pernapasan.
Lain-lain: Reaksi hipersensitivitas; photosensitivitas;
tingkat prolaktin yang tinggi; sindrom ganas neuroleptik
Interaksi Antikolinergik: Dapat menurunkan aksi
prometazin.Anestesi barbiturat: Resiko eksitasi
neuromuskular dan hipotensi dapat meningkat.CNS
Depresan (misalnya alkohol, narkotika): Mungkin
memiliki efek depresan SSP tambahan.Penghambat MAO:
Dapat memperpanjang dan mengintensifkan efek
antikolinergik; dapat menyebabkan efek hipotensi dan
ekstrapiramidal.Metrizamide: Dapat meningkatkan risiko
kejang.
Perhatian Kehamilan: Kategori C. Jangan gunakan selama trimester
ketiga. Laktasi: Belum ditentukan.

4. Clemastin
Indikasi Menghilangkan gejala yang berhubungan dengan alergi
rhinitis atau alergi pernafasan atas lainnya, seperti bersin,
rhinore, pruritus, dan lakrimasi; menghilangkanmanifestasi
kulit alergi ringan dan tidak rumit dari urtikaria dan
angioedema.
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap antihistamin; glaukoma sudut
sempit; stenosing tukak peptik; hipertrofi prostat
simtomatik; serangan asma; obstruksi leher kandung
kemih; obstruksi pyloroduodenal; Terapi inhibitor MAO;
penggunaan pada bayi yang baru lahir atau bayi prematur
dan pada wanita menyusui.
Dosis Dewasa dan Anak di atas 12 thn: Peroral 1.34 mg dua kali
sehariatau 2.68 mg tiga kali sehari (maks, 8.04 mg / hari).
Anak-anak 6 sampai 12 tahun: Peroral (sirup saja) 0,67
sampai 1,34 mg dua kali sehari (maks, 4,02 mg / hari).
Efeksamping Kardiovaskular: Hipotensi ortostatik; palpitasi;
bradikardia; takikardia; aritmia. SSP: Mengantuk (sering
sementara); sedasi; pusing; pingsan; koordinasi yang
terganggu. Mata telingahidungtenggorokan: penglihatan
kabur; tinnitus. Gastrointestinal: kesusahan epigastrik;
mual; muntah; diare; sembelit. Darah: Anemia hemolitik;
trombositopenia; agranulositosis. Metabolisme:
Meningkatnya nafsu makan; penambahan berat badan.
Saluranpernafasan: Penebalan sekresi bronkial; dada sesak;
mengi; kotoran hidung; mulut kering, hidung dan
tenggorokan; sakit tenggorokan; depresi pernapasan. Lain-
lain : Reaksi hipersensitivitas; fotosensitivitas.
Interaksi Alkohol, depresan SSP: Dapat menyebabkan efek depresan
SSP aditif.Inhibitor MAO: Dapat meningkatkan efek
antikolinergik clemastine fumarat.

17
Perhatian Kehamilan: Kategori B. Laktasi: Kontraindikasi pada ibu
menyusui. Anak-anak: Keselamatan dan efisiensi pada
anak-anak kurang dari 12 tahun tidak terjamin.

5. CiproheptadinHCl
Komposisi Siproheptadin HCl 4 mg / tablet (ISO 43 halaman 58)
Indikasi Hilangnya gejala rhinitis alergi abadi dan musiman, rinitis
vasomotor, konjungtivitis alergi; perbaikan reaksi alergi
terhadap darah atau plasma; pengelolaan gejala pruritus
alergi, manifestasi kulit ringan dari urtikaria dan
angioedema yang tidak rumit, dan urtikaria dingin.
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap antihistamin; bayi baru lahir
atau prematur; ibu menyusui; glaukoma sudut sempit;
stenosing tukak peptik; hipertrofi prostat simtomatik;
serangan asma; obstruksi leher kandung kemih; obstruksi
pyloroduodenal; Terapi MAO
Dosis Dewasa: Peroral 4 mg diulangsetiap 8 jam kemudian, 4
sampai 20 mg / hari; tidak melebihi 0,5 mg / kg /
hari.Anak-anak: PeroralJumlah dosis harian 0,25 mg / kg
atau 8 mg / m2.Anak-anak 7 sampai 14 thn: Peroral 4 mg
dua kali sehari atau tiga kali sehari (maks, 16 mg /
hari).Anak-anak 2 sampai 6 thn: Peroral 2 mg dua kali
sehari atau tiga kali sehari(maks, 12 mg / hari).
Efeksamping Kardiovaskular: Hipotensi ortostatik; palpitasi; takikardia;
refleks takikardia; extrasystoles; pingsan. SSP: Mengantuk
(sering sementara); sedasi; pusing; pingsan; koordinasi
yang terganggu; kebingungan; kegelisahan; kegembiraan;
tremor saraf; parestesia; kejang; halusinasi.Kulit:
Fotosensitivitas; ruam. Hidung, tenggorokan: Mulut
kering, hidung, dan tenggorokan; sakit tenggorokan.
Gastrointestinal: kesusahan epigastrik; mual; muntah;
diare; anoreksia; sembelit; Perubahan kebiasaan buang air
besar. Darah: Anemia hemolitik; trombositopenia;
agranulositosis.Hati: Jaundice. Saluranpernafasan:
Penebalan sekresi bronkial; dada sesak; mengi; kotoran
hidung; depresi pernapasan.
Interaksi Alkohol, depresan SSP: Dapat menyebabkan efek depresan
SSP aditif.Fluoxetine: Efek fluoxetine dapat
dibalik.MAOIs: Efek antikolinergik dari siproheptadin
dapat meningkat.
Perhatian Kehamilan: Kategori B. Laktasi: Kontraindikasi pada
wanita menyusui. Anak-anak: Keselamatan dan keefektifan
pada anak-anak di bawah usia 2 tahun tidak terjamin.
Lansia: Perluasan dosis mungkin diperlukan. Pasien
berisiko khusus: Gunakan obat dengan hati-hati pada
pasien dengan predisposisi retensi urin, riwayat asma
bronkial, peningkatan tekanan intraokular, hipertiroidisme,
penyakit kardiovaskular, atau hipertensi. Kerusakan hati:

18
Gunakan obat dengan hati-hati pada pasien dengan sirosis
atau penyakit hati lainnya. Penyakit pernafasan: Umumnya
tidak dianjurkan untuk pengobatan gejala saluran
pernapasan bagian bawah termasuk asma. Sedatif /
depresan SSP: Hindari pada pasien dengan riwayat sleep
apnea.

6. KlorfeniraminMaleat
Komposisi Klorfeniramin Maleat 4 mg (ISO 47 hal. 69)
Indikasi Menghilangkan bersin, gatal, mata berair, hidung gatal atau
tenggorokan, dan pilek yang disebabkan oleh alergi hayati
(alergi) rhinitis atau alergi pernafasan lainnya.
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap antihistamin; glaukoma sudut
sempit; stenosing tukak peptik; hipertrofi prostat
simtomatik; serangan asma; obstruksi leher kandung
kemih; obstruksi pyloroduodenal; Terapi MAO;
penggunaan pada bayi yang baru lahir atau bayi prematur
dan ibu menyusui.
Dosis  Gejala Kondisi Alergi
Dewasa dan Anak di atas 12 tahun: Peroral 4 mg
diulangsetiap 4 sampai 6 jam (immediate released) atau 8
sampai 12 mg pada waktu tidur atau diulangsetiap8 sampai
12 jam (sustained released) (maks, 24 mg / 24 jam).

Anak-anak 6 sampai 12 tahun: Peroral 2 mg diulangsetiap


4 sampai 6 jam (immediate released) atau 8 mg pada waktu
tidur atau siang hari seperti yang ditunjukkan (sustained
released) (maks, 12 mg / 24 jam).

Anak-anak 2 sampai 6 tahun Peroral (hanya tablet atau


sirup; sustained released tidak dianjurkan) 1 mg
diulangsetiap 4 sampai 6 jam (maks, 4 mg / 24 jam).

Efeksamping Kardiovaskular: Hipotensi ortostatik; palpitasi;


bradikardia; takikardia; refleks takikardia; extrasystoles;
pingsan. SSP: Mengantuk (sering sementara); sedasi;
pusing; pingsan; koordinasi yang terganggu; kegugupan;
kegelisahan. Gastrointestinal: Mulut kering; kesusahan
epigastrik; anoreksia; mual; muntah; diare; sembelit;
Perubahan kebiasaan buang air besar. Gastrourinary:
Frekuensi atau retensi urin; disuria. Darah: Anemia
hemolitik; trombositopenia; agranulositosis.Metabolisme:
Meningkatnya nafsu makan; penambahan berat badan.
Saluranpernafasan: Penebalan sekresi bronkial; dada sesak;
mengi; kotoran hidung; hidung kering dan tenggorokan;
sakit tenggorokan; depresi pernapasan. Lain-lain: Reaksi
hipersensitivitas; fotosensitivitas.
Interakasi Alkohol dan depresan SSP: Dapat menyebabkan efek

19
depresan SSP tambahan. Inhibitor MAO: Dapat
meningkatkan efek antikolinergik dari chlorpheniramine.
Perhatian Kehamilan: Kategori B. Jangan gunakan selama trimester
ketiga. Laktasi: Kontraindikasi pada ibu menyusui. Anak-
anak: Overdosis dapat menyebabkan halusinasi, kejang,
dan kematian. Antihistamin dapat mengurangi
kewaspadaan mental. Pada anak kecil, mereka mungkin
menghasilkan eksitasi paradoks. Kontraindikasi pada bayi
baru lahir atau bayi prematur. Bentuk sustained released
yang tidak dianjurkan pada anak-anak kurang dari 6 tahun.
Lansia: Kemungkinan besar pusing, sedasi berlebihan,
sinkop,keadaan bingung dan hipotensi pada pasien di atas
60 tahun. Pengurangan dosis mungkin diperlukan. Pasien
berisiko khusus: Gunakan obat dengan hati-hati pada
pasien dengan predisposisi retensi urin, riwayat asma
bronkial, peningkatan IOP, hipertiroidisme, penyakit
kardiovaskular, atau hipertensi. Hindari pada penderita
sleep apnea. Kerusakan hati: Gunakan obat dengan hati-
hati pada pasien dengan sirosis atau penyakit hati lainnya.
Reaksi hipersensitivitas: Mungkin terjadi. Penyakit
pernafasan: Umumnya tidak disarankan untuk mengobati
gejala saluran pernapasan bagian bawah termasuk asma.

7. TriprolidinHCl
Komposisi Triprolidin HCl 1.25 mg, 2.5mg (ISO 47 hal 519)
Indikasi Hilangnya gejala rhinitis alergi abadi dan musiman, rinitis
vasomotor, konjungtivitis alergi; pengelolaan gejala
pruritus alergi dan non-alergi, urtikaria ringan dan
angioedema ringan.
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap antihistamin; bayi baru lahir
atau prematur; ibu menyusui; glaukoma sudut sempit;
stenosing tukak peptik; hipertrofi prostat simtomatik;
serangan asma; obstruksi leher kandung kemih; obstruksi
pyloroduodenal; Terapi MAO
Dosis Dewasa dan Anak minimal 12 tahun: Peroral 2,5
mgdiulangsetiap 4 sampai 6 jam (maks, 10 mg / 24 jam).
Anak-anak 6 sampai 12 tahun: Peroral 1.25 mg
diulangsetiap4 sampai 6 jam (maks, 5 mg / 24 jam).
Anak-anak 4 sampai 6 thn: Peroral0.94 mg diulangsetiap4
sampai 6 jam (maks, 3,75 mg / 24 jam).Anak-anak 2
sampai 4 thn: Peroral 0.625 mg diulangsetiap 4 sampai 6
jam (maks, 2,5 mg / 24 jam).
Anak-anak 4 bulan sampai 2 tahun: Peroral 0,31 mg
diulangsetiap4 sampai 6 jam (maks, 1,25 mg / 24 jam).
Efeksamping Kardiovaskular: Hipotensi ortostatik; palpitasi; takikardia;
pingsan. SSP: Mengantuk (sering sementara); sedasi;

20
pusing; pingsan; koordinasi yang terganggu; eksitasi. Mata
telingahidungtenggorokan: penglihatan kabur; kotoran
hidung; mulut kering, hidung, dan tenggorokan; sakit
tenggorokan. Gastrointestinal: kesusahan epigastrik; mual;
muntah; diare; sembelit; Perubahan kebiasaan buang air
besar. Metabolisme: Meningkatnya nafsu makan,
pertambahan berat badan. Saluranpernafasan: Penebalan
sekresi bronkial. Lain-lain: Reaksi hipersensitivitas;
fotosensitivitas.
Interaksi Alkohol, depresan SSP (misalnya, narkotika, obat
penenang): Adanya depresi SSP mungkin
terjadi.Penghambat MAO: Efek antikolinergik dapat
meningkat.
Perhatian Kehamilan: Kategori C. Laktasi: Belum ditentukan. Anak-
anak: Overdosis dapat menyebabkan halusinasi, kejang,
dan kematian. Antihistamin dapat mengurangi
kewaspadaan mental. Pada anak kecil, triprolidin bisa
menghasilkan eksitasi paradoks. Lansia: Kemungkinan
besar pusing, sedasi berlebihan, sinkop, keadaan
kebingungan yang toksik, dan hipotensi pada pasien di atas
60 tahun. Pengurangan dosis mungkin diperlukan. Pasien
berisiko khusus: Gunakan obat dengan hati-hati pada
pasien dengan predisposisi retensi urin, riwayat asma
bronkial, peningkatan tekanan intraokular, hipertiroidisme,
apnea tidur, penyakit kardiovaskular, atau hipertensi.
Penyakit pernafasan: Umumnya tidak disarankan untuk
mengobati gejala saluran pernapasan bagian bawah
termasuk asma.

Generasi Kedua

1. Cetirizin
Komposisi Cetirizine HCl 10 mg (ISO 47 hal. 67)
Indikasi Mengurangi gejala gejala (nasal dan nonnasal) terkait
dengan rinitis alergi musiman dan abadi; pengobatan
manifestasi kulit tanpa komplikasi dari urtikaria idiopatik
kronis
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap cetirizine
Dosis Dewasa dan Anak diatas 6 tahun: Peroral 5 atau 10 mg
setiap hari.
Efeksamping Palpitasi; takikardia; hipertensi; gagal jantung; sinkop.
SSP: kelelahan; pusing; sakit kepala; paresthesia;
kebingungan; hiperkinesia; hipertensi; migrain; getaran;
vertigo; ataxia; dystonia; koordinasi abnormal, hiperestesi;
hypoesthesia, myelitis; kelumpuhan; berkedut; insomnia;
gangguan tidur; kegugupan; depresi; labilitas emosional;
gangguan konsentrasi; kegelisahan; depersonalisasi;

21
paranoia; berpikir abnormal; agitasi; amnesia; penurunan
libido; euforia. Gastrointestinal: Mulut kering; mual;
muntah; sakit perut; diare; anoreksia; air liur; nafsu makan
meningkat; dispepsia; perut kembung; sembelit; stomatitis;
stomatitis ulserativa; karies gigi yang diperparah;
perubahan warna lidah; edema lidah; radang perut;
pendarahan rektum; wasir; melena, erosi; perut yang
membesar; rasa pervision; rasa rugi Gastrourinary: Retensi
urin; poliuria; sistitis; disuria; Infeksi saluran kemih;
hematuria; frekuensi berkemih; inkontinensia urin;
dismenore; nyeri payudara perempuan; perdarahan
intermenstruasi; leukorrhea; menorrhagia; vaginitis HEPA:
Fungsi hepar yang tidak normal. Metabolisme: Haus;
dehidrasi; diabetes mellitus, penambahan berat badan.
Saluranpernafasan: Epistaksis; rhinitis; batuk;
bronkospasme; dyspnea; infeksi saluran pernafasan bagian
atas; hiperventilasi; peningkatan dahak; pneumonia;
gangguan pernafasan. Lain-lain : Flushing; mialgia;
arthralgia; arthrosis; radang sendi; kelemahan otot;
limfadenopati; sakit punggung; rasa tidak enak; demam;
kelemahan; busung; kemalangan; rasa sakit; sakit dada;
keram kaki; ptosis
Perhatian Kehamilan: Kategori B. Laktasi: Ekskresi dalam ASI.
Anak-anak (<6 thn): Keselamatan dan kemanjuran tidak
terjamin. Pasien lansia: Efek sampingan profil serupa
dengan pasien yang lebih muda. Gangguan ginjal dan hati:
Penyesuaian dosis mungkin diperlukan.

2. Loratadin
Komposisi Loratadin 10mg (ISO 47 hal.68)
Indikasi Gejala kelegaan (nasal dan nonnasal) gejala yang
berhubungan dengan rhinitis alergi musiman; pengobatan
urtikaria idiopatik kronis.
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap antihistamin; penggunaan pada
wanita menyusui.
Dosis Dewasadananakanakdiatas 6 thn: Peroral 10 mg sekali
sehari.Anak 2 sampai 5 thn: Peroral 5 mg sekali sehari.
Efeksamping Kardiovaskular: Hipotensi; hipertensi; palpitasi; takikardia.
SSP: Hiperkinesia; paresthesia; pusing; migrain; getaran;
vertigo; sakit kepala; sifat tidur; kelelahan. Kulit:
Dermatitis; rambut Kering; kulit kering; urtikaria; ruam;
pruritus; purpura; fotosensitivitas. Konjungtivitis;
penglihatan kabur; sakit telinga; sakit mata; blefarospasme;
disfonia; rasa yang berubah. Gastrointestinal: Anoreksia;
peningkatan nafsu makan dan kenaikan berat badan; mual;
muntah; diare; sembelit; perut kembung; radang perut;

22
dispepsia; mulut kering. Gastrourinasy: perubahan warna
urine; perubahan micturation; ketidakteraturan menstruasi.
Saluranpernafasan: Kekeringan hidung; faringitis;
epistaksis; hidung tersumbat; dyspnea; batuk; rhinitis;
hemoptisis; radang dlm selaput lendir; bersin;
bronkospasme; bronkitis; radang tenggorokan. Lain-lain:
Nyeri payudara; arthralgia; mialgia
Interaksi Alkohol, depresan SSP: Efek depresan SSP
tambahan.Azole Antifungals (misalnya ketokonazol,
itrakonazol): Penggunaan agen ini dengan antihistamin
serupa telah mengakibatkan toksisitas jantung yang serius,
termasuk kematian.Makanan: Dapat meningkatkan
penyerapan loratadin.Inhibitor MAO: Penggunaan
bersamaan dapat memperpanjang dan mengintensifkan
efek antikolinergik loratadin dan dapat menyebabkan
episode hipotensi.
Perhatian Kehamilan: Kategori B. Laktasi: Ekskresi dalam ASI.
Anak-anak: Keselamatan dan keefektifan tidak dilakukan
pada anak-anak <12 thn. Penurunan Hepatik: Gunakan
obat dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan hati.
Hipersensitivitas: Hipersensitivitas dapat terjadi.

3. Fexofenadin HCl
Komposisi Fexofenadine HCl 60mg (MIMS 14 hal. 88)
Indikasi Meringankan gejala gejala (nasal dan nonnasal) terkait
dengan rhinitis alergi musiman; pengobatan manifestasi
kulit tanpakomplikasi dari urtikaria idopatik kronis.
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap fexofenadine
Dosis  Rinitis alergi musiman
Dewasadananakdiatas 12 tahun: Peroral 60 mg dua kali
sehari atau 180 mg.
Anak 6 sampai 11 tahun: Peroral30 mg dua kali sehari.
 Urtikaria idopatik kronik
Dewasadananakdiatas 12 tahun: Peroral 60 mg dua kali
sehari.
Anak 6 sampai 11 tahun: Peroral 30 mg dua kali sehari
Efeksamping SSP: Mengantuk; kelelahan. Gastrointestinal: Dispepsia;
mual. Gastrourinary: Dismenore. Lain-lain: Infeksi virus
(misalnya flu).
Perhatian Kehamilan: Kategori C. Laktasi: Belum ditentukan. Anak-
anak: Keselamatan dan keefektifan tidak dilakukan pada
anak-anak <12 tahun. Pasien lanjut usia: Efek samping
yang serupa pada pasien diatas60 tahun. Gangguan ginjal:
Gunakan dosis awal yang lebih rendah.

23
Generasi Ketiga

1. Desloratadin
Komposisi Desloratadine 2.5mg (MIMS 14 hal. 329)
Indikasi Menghilangkan gejala nasal dan non-nasal dari rinitis
alergi musiman dan abadi; pada urtikaria idiopatik kronis
untuk menghilangkan gejala pruritus dan pengurangan
jumlah dan ukuran gatal-gatal.
Kontraindikasi Hipersensitifitas
Dosis Dewasa dan Anak-anak di bawah usia 12 tahun: Peroral 5
mg sekali sehari. Pada pasien dengan gangguan ginjal atau
hati, mulailah dengan 5 mg
Efeksamping Kardiovaskular: Takikardia. SSP: Somnbence; kelelahan;
pusing. Faringitis; tenggorokan kering. Gastrointestinal:
Mulut kering; mual. Hati: Peningkatan enzim hati dan
bilirubin. Lain-lain: Gejala mirip flu; mialgia;
hipersensitivitas.
Perhatian Kehamilan: Kategori C. Laktasi: Ekskresi dalam ASI.
Anak-anak: Keselamatan dan keefektifan tidak dilakukan
pada anak-anak kurang dari 12 tahun. Lansia: Pilih dosis
dengan hati-hati, yang mencerminkan frekuensi penurunan
fungsi hati, ginjal, atau jantung yang lebih rendah dan
komorbiditas. Penurunan Ginjal atau Hepatik: Penyesuaian
dosis disarankan.

2.8 Terapi Non Farmakologi


a. Cari tahu pemicu alergi
b. Usahakan menghindar dari penyebab alergi, jika penyebab alergi adalah
sesuatu yang sulit untuk dihindari maka coba untuk membiasakan dengan
mepaparkan diri dari penyebab alergi sedikit demi sedikit sampai terbiasa.
c. Tingkatkan asupan vitamin D
d. Gunakan masker
e. Makan dengan pola makan yang sehat, minum yang banyak karna dapat
meningkatkan imunitas tubuh .
f. Rutin membersihkan saluran hidung dari lendir karena hal ini dapat
meringankan gejala alergi hidung dan membilas bakteri yang ada di lendir
hidung.
g. Tetap menjaga kebersihan dengan mempelajari cara membersihkan yang
aman.

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Alergi atau yang disebut juga hipersensitivitas yang menggambarkan
reaktivitas khusus dari tuan rumah (host) terhadap suatu unsur eksogen, yang
timbul pada kontak kedua kali atau berikutnya. Reaksi hipersensitivitas ini
meliputi sejumlah peristiwa auto-imun dab alergi serta merupakan kepekaan
berbeda terhadap suatu antigen eksogen atas dasar proses imunologi. Pada
hakekatnya reaksi imun tersebut, walaupun bersifat “merusak” berfungsi
melindungi organisme terhadap zat-zat asing yang menyerang tubuh. Zat
yang paling sering menyebabkan alergi adalah Serbuk tanaman; jenis rumput
tertentu; jenis pohon yang berkulit halus dan tipis; serbuk spora; penisilin;
seafood; telur; kacang panjang, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang-
kacangan lainnya; susu; jagung dan tepung jagung; sengatan insekta; bulu
binatang; debu dan kutu.
Bila suatu protein asing (antigen) masuk berulangkali ke dalam aliran
darah seseorang yang berbakat hipersensitif, maka limfosit-B akan
membentuk antibodies dari tipe IgE. IgE ini, yang juga disebut regain,
mengikat diri pada membrane mast-cells tanpa menimbulkan gejala. Apabila
kemudian antigen (alergen) yang sama atau yang mirip rumus bangunannya
memasuki darah lagi, maka IgE akan mengenali dan mengikat padanya.
Hasilnya dalah suatu reaksi alergi akibat pecahnya membrane mast-cells.
Prevalensi penyakit alergi terus meningkat secara dramatis di dunia, baik
di negara maju maupun negara berkembang, terlebih selama dua dekade
terakhir. Pengobatan alergi pada dasarnya adalah simtomatik atau sesuai
dengan gejala. Prinsip yang paling utama adalah proses penghindaran benda-
benda yang diperkirakan merupakan suatu alergen dengan tujuan agar pasien
tidak berkontak dengannya. Apabila reaksi alergi yangterjadi mengancam
nyawa pasien, seperti terjadi pembengkakan di saluran nafas, maka pasien
harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penatalaksanaan yang lebih baik.

25
3.2 Saran
 Bagi masyarakat penderita alergi diharapkan mengetahui penyebab dari
alergi yang diderita sehingga dapat menghindari terjadinya alergi dan
segera menyingkirkan penyebab alergi tersebut.
 Diharapkan bagi petugas kesehatan untuk dapat membantu masyarakat
penderita alergi tidak hanya secara farmakologis tapi juga non
farmakologis dan membantu masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan
khususnya mengenai alergi

26
DAFTAR PUSTAKA

Ernest Jawetz Melnick and Adelberg. Geo F. Brooks, Janet S Butel, L. Nicho-las
Ornoston. Mikrobiologi Kedokteran. Ed. 20. Alih Bahasa: Edi Nugroho, R.F
Maulana. Judul Asli: Medical Microbiology. Jakarta: EGC. 1996.
Campbell & J.B. Reece. Biology. Sevent Ed. San Fransisco: Person Education,
Inc. 2005.
Janeway CA, Travers P, Walport M, Capra JD. Immunobiology-The Immune
System in Health and Disease. Fourth Edition. New York: Elsevier Science
Ltd/Garland Publishing. 1999.

Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Celluler and Moleculer Immunology. 4th
Ed., Philadelphia: W.B. Saunders Company. 2000.
Pollard & W. C. Earnshaw. Cell Biology. USA: Elsevier Science. 2002.
Judarwanto, Widodo. 2009. Children Allergy Clinic information Education
Network. Jakarta
Dhingra PL. Allergic Rhinitis. In: Disease of Ear, Nose and Throat, 4th Edition.
Noida: Elsivier; 2009. p. 157-9.
Huriyati, Effy. Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinitis Alergi yang Disertai Asma
Bronkial. Padang : Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hiung Tenggorok Bedah
Kepala dan Leher FK Universitas Andalas. Jurnal ilmiah.
MIMS. 2015. Petunjuk Konsultasi Indonesia ed. 15. Jakarta: ISBN, MIMS
Indonesia

27

Anda mungkin juga menyukai