Anda di halaman 1dari 63

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dalam dekade terakhir ini ada kecenderungan kasus alergi pada anak
meningkat. Masalah alergi akan menjadi masalah yang cukup dominan pada
kesehatan anak di masa yang akan datang. Kasus alergi pada anak belum
banyak diperhatikan dengan baik dan benar baik oleh para orang tua.
Penderita yang datang ke Pusat Pelayanan Kesehatan Anak lainnya
tampaknya semakin didominasi oleh kelainan alergi pada anak. Ada kecenderungan
bahwa diagnosis alergi ini belum banyak ditegakkan. Pada umumnya tanda dan
gejala alergi itu sendiri masih banyak yang belum diungkapkan oleh para petugas
kesehatan. Sehingga penanganan penderita alergi belum banyak dilakukan secara
benar dan sempurna. Beberapa orang tua yang mempunyai anak alergi sering terlihat
putus asa karena penyakit tersebut sering kambuh dan terulang padahal anak sudah
berkali-kali minum obat bahkan antibiotika yang paling ampuh sekalipun.
Alergi pada anak tidak sesederhana seperti yang pernah diketahui. Penyakit ini
bukan sekedar dapat mengakibatkan batuk, pilek, sesak dan gatal melainkan dapat
menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki
dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi. Alergi pada anak
sangat beresiko untuk mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.

Resiko dan tanda alergi dapat diketahui sejak anak dilahirkan bahkan
sejak dalam kandunganpun kadang-kadang sudah dapat terdeteksi. Alergi itu
dapat dicegah sejak dini dan diharapkan dapat mengoptimalkan Pertumbuhan
dan perkembangan Anak secara optimal
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan etiologi dari alergi ?
2. Apa jenis-jenis alergi pada anak ?
3. Bagaimana manifestasi klinis alergi pada anak ?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya alergi pada anak ?

5. Bagaimana tes pemeriksaan diagnostik alergi ?

6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien anak yang menderita alergi ?


1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Setelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu
menerapkan asuhan keperawatan pada klien anak yang menderita alergi.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi alergi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis alergi pada anak
3. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis alergi pada anak
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi terjadinya alergi
5. Mahasiswa mampu menjelaskan tes-tes pemeriksaan diagnostik alergi
6. Mahasiswa mampu melakukan tindakan perawatan pada klien anak
yang menderita alergi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alergi
2.1.1 Definisi
Alergi berasal dari kata allos yang berarti suatu penyimpangan atau
perubahan dari cara semula atau cara biasa. Benda asing yang masuk ke
tubuh dan menyebabkan perubahan reaksi tersebut, dinamakan allergen
( Dian.H.Mahdi,1993)
Alergi merupakan suatu perubahan reaksi (menyimpang) dari tubuh
seseorang

terhadap

lingkungan

berkaitan

dengan

peningkatan

kadar

immunoglobulin (Ig)E, suatu mekanisme sistem imun (Retno W.Soebaryo,2002)

Alergi merupakan respons sistem imun yang tidak teapat dan seringkali
membahayakan terhadapa substansi yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi
alergi merupakan manifestasi cedera jaringan yang terjadi akibat interaksi
antara antigen dan antibodi ( Brunner & Suddarth, 2002)
Alergi adalah suatu perubahan reaksi, atau respon pertahanan tubuh yang
menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya

(Robert Davies, 2003)


Reaksi alergi tidak selalu di ikuti dengan peningkatan kadar
Imunoglobulin

E.Istilah

tersebut

dibedakan

dengan

sensitif,

yaitu

perubahan reaksi terhadap bahan yang secara normal aman. Istilah lain
yang juga harus dibedakan ialah intoleransi, yaitu penyimpangan reaksi
yang tidak berdasarkan reaksi imun. (Retno W.Soebaryo,2002)
Alergi adalah suatu reaksi kekebalan yang menyimpang atau berubah
dan normal yang dapat menimbulkan gejala yang merugikan tubuh.

Alergi adalah perubahan spesifik di dapat pada reaktivitas hospes


yang diperantarai oleh mekanisme imunologis dan menyebabkan respon
fisiologis yang tidak menguntungkan.
Alergi adalah reaksi imunologis berlebihan dalam tubuh yang timbul
segera atau dalam rentang waktu tertentu setelah eksposisi atau kontak
dengan zat tertentu (alergen)

Penyakit alergi adalah suatu penyimpangan reaksi fisiologis yang


diakibatkan oleh interaksi antigen dengan antibody humoral dan / sel limfoid

2.1.2 Klasifikasi alergi


Alergi dibagi menjadi 4 macam, macam I s/d IV berhubungan dengan
antibodi humoral, sedangkan macam ke IVmencakup reaksi alergi lambat
oleh antibodi seluler.
1. Macam/Type I (reaksi anafilaktis dini)
Setelah kontak pertama dengan antigen/alergen, di tubuh akan dibentuk
antibodi jenis IgE (proses sensibilisasi). Pada kontak selanjutnya, akan terbentuk
kompleks antigen-antibodi. Dalam proses ini zat-zat mediator (histamin, serotonin,
brdikinin, SRS (Slow Reacting Substances of anaphylaxis) akan dilepaskan
(released) ke sirkulasi tubuh. Jaringan yang terutama bereaksi terhadap zat-zat
tersebut

ialah

otot-otot

polos

(smooth

muscles)

yang

akan

mengerut

(berkontraksi). Juga terjadi peningkatan permeabilitas (ketembusan) dari kapiler


endotelial, sehingga cairan plasma darah akan meresap keluar dari pembuluh ke
jaringan. Hal ini mengakibatkan pengentalan darah dengan efek klinisnya
hipovolemia berat. Gejala-gejala atau tanda-tanda dari reaksi dini anafilaktis ialah:
- shok anafilaktis - urtikaria, edema Quincke - kambuhnya/eksaserbasi asthma
bronchiale - rinitis vasomotorica

2. Macam/type II (reaksi imun sitotoksis)


Reaksi ini terjadi antara antibodi dari kelas IgG dan IgM dengan
bagian-bagian

membran

sel

yang

bersifat

antigen,

sehingga

mengakibatkan terbentuknya senyawa komplementer. Contoh: reaksi


setelah transfusi darah, morbus hemolitikus neonatorum, anemia
hemolitis, leukopeni, trombopeni dan penyakit-penyakit autoimun.
3. Macam/Type III (reaksi berlebihan oleh kompleks imun = immune
complex = precipitate)
Reaksi ini merupakan reaksi inflamasi atau peradangan lokal/setempat
(Type Arthus) setelah penyuntikan intrakutan atau subkutan ke dua dari sebuah

alergen. Proses ini berlangsung di dinding pembuluh darah. Dalam reaksi


ini terbentuk komplemen-komplemen intravasal yang mengakibatkan
terjadinya kematian atau nekrosis jaringan. Contoh: fenomena Arthus,
serum sickness, lupus eritematodes, periarteriitis nodosa, artritis rematoida.

4. Macam/Type IV (Reaksi lambat type tuberkulin)


Reaksi ini baru mulai beberapa jam atau sampai beberapa hari
setelah terjadinya kontak, dan merupakan reaksi dari t-limfosit yang
telah tersensibilisasi. Prosesnya merupakan proses inflamatoris atau
peradangan seluler dengan nekrosis jaringan dan pengubahan fibrinoid
pembuluh-pembuluh yang bersangkutan. Contoh: reaksi tuberkulin
(pada tes kulit tuberkulosa), contact eczema, contact dermatitis,
penyakit autoimun (poliarthritis, colitis ulcerosa) dll.)
2.1.3 Macam-macam alergen
Alergen adalah bahan yang dapat menimbulkan reaksi alergi. Alergen
dapat dibagi menjadi :
1. Alergen inhalatif, yaitu alergen yang masuk melalui udara yang kita hirup
dan masuk melalui saluran pernafasan, seperti bulu hewan, kapuk, serbuk
sari tumbuh-tumbuhan (rumput, macam-macam pohon, dsb.), spora jamur
(aspergillus, cladosporium, penicillium, alternaria dsb.), debu atau bubuk
bahan-bahan

kimia

atau

dari

jenis

padi-padian/gandum-ganduman

(gandum, gandum hitam dsb.), uap formalin dll.

2. Alergen ingestif/makanan, yaitu alergen yang masuk melalui saluran


pencernaan, seperti; susu, telur, ikan laut atau ikan air tawar, udang, makanan
asal tumbuhan (kacang-kacangan, arbei, madu dsb.), obat-obat telan, dll.

3. Alergen kontak, yaitu alergen yang menimbulkan reaksi saat bersentuhan


dengan kulit atau selaput lendir melalui kontak langsung, misalnya zat-zat
kimia (obat gosok, salep, kosmetik, dll), zat-zat sintetik (plastik, obat-obatan,
bahan desinfeksi dll.), bahan-bahan yang berasal dari hewan (sutera, woll dll.)
atau dari tumbuh-tumbuhan (jamur, getah atau damar dsb.).

4. Alergen suntik atau sengatan, yaitu alergen yang masuk ke tubuh melalui
sengatan atau disuntikkan dan biasanya dipakai pada prosedur pengobatan,

misalnya antibiotik, serum, antitoksin, serta racun atau bisa dari


serangga seperti lebah atau semut merah.
5. Alergen implant, yaitu alergen yang berasal dari bahan sintetik atau logam
tertentu atau bahan yang digunakan dokter gigi untuk mengisi lubang di gigi

6. Auto alergen, yaitu zat dan organik itu sendiri yang keluar dari sel-sel yang
rusak atau pada proses nekrosa jaringan akibat infeksi ( reaksi toksik)

2.1.4 Etiologi
Secara umum semua benda di lingkungan (pakaian, makanan, tanaman,
perhiasan, alat pembersih, dsb) dapat menjadi penyebab alergi, namun faktor
lain misalnya (a) perbedaan keadaan fisik setiap bahan, (b) kekerapan pajanan,
(c) daya tahan tubuh seseorang, (d) adanya reaksi silang antar bahan akan
berpengaruh terhadap timbulnya alergi. (Retno W.Soebaryo,2002)

2.1.5 Manifestasi Klinis


Keluhan alergi terjadi secara berulang dan berubah-ubah. Ahli alergi modern
berpendapat bahwa serangan alergi atas dasar target organ (organ sasaran).
Reaksi alergi merupakan manifestasi klinis yang disebabkan oleh proses alergi
dalam tubuh seorang anak yang dapat menggganggu semua sistem tubuh.

(Widodo judarwanto,2007)

Tabel 1. Manifestasi Alergi Pada bayi Baru lahir hingga 1 Tahun


ORGAN/SISTEM TUBUH
1 Sistem Pernapasan

GEJALA DAN TANDA


Bayi lahir dengan sesak (Transient
Tachipneu Of The newborn), cold-like
respiratory

congestion

(napas

berbunyi/grok-grok).
2 Sistem Pencernaan

sering rewel/colic malam hari, hiccups


(cegukan), sering ngeden, sering mulet,
meteorismus, muntah, sering flatus, berak
berwarna hitam atau hijau, berak timbul
warna darah. Lidah sering berwarna putih.

Hernia

umbilikalis,

scrotalis

atau

inguinalis.
3 Telinga Hidung Tenggorok

Bersin, Hidung berbunyi, kotoran hidung


berlebihan, cairan

telinga berlebihan,

tangan sering menggaruk atau memegang


telinga.
3 Sistem Pembuluh Darah dan Palpitasi, flushing (muka ke merahan),
jantung

nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan darah


rendah

4 Kulit

Erthema toksikum, dermatitis


diapers

atopik,

dermatitis,

urticaria, insect bite, keringat berlebihan.


5 Sistem Saluran Kemih

berkemih, nyeri saat berkemih, bed wetting


(ngompol) Frequent, urgent or painful
urination, inability to control bladder;
bedwetting, vaginal discharge,

itching,

swelling, redness or pain in genitals,painful


intercourse.
6 Sistem Susunan Saraf Pusat

Sensitif, sering kaget dengan rangsangan


suara/cahaya,

gemetar, bahkan

hingga

kejang.
Mata berair, mata gatal, kotoran mata

7 Mata

berlebihan, bintil pada mata, conjungtivitis


vernalis.

Tabel 2. Manifestasi Alergi Pada Anak Usia Lebih dari 1 tahun


ORGAN/SISTEM TUBUH
1

Sistem Pernapasan

GEJALA DAN TANDA


Batuk, pilek, bersin, hidung buntu,
sesak(astma),

sering

menggerak-

gerakkan /mengusap-usap hidung

Sistem Pencernaan

Nyeri perut, sering buang air besar (>3


kali/perhari), sulit

buang air

besar

(kotoran keras, berak, tidak setiap hari,


berak di celana, berak berwarna hitam
atau hijau, berak ngeden), kembung,
muntah, sulit berak, sering flatus,
sariawan, mulut berbau.
3

Telinga Hidung Tenggorok

Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung


gatal, pilek, post nasal drip, epitaksis,
salam alergi, rabbit nose, nasal creases
Tenggorok

tenggorokan

nyeri/kering/gatal, palatum gatal, suara


parau/serak, batuk pendek (berdehem),
Telinga

: telinga

terasa

penuh/

bergemuruh/berdenging, telinga bagian


dalam gatal, nyeri telinga dengan
gendang telinga kemerahan atau normal,
gangguan pendengaran hilang

timbul,

terdengar suara lebih keras, akumulasi


cairan di telinga tengah, pusing,
gangguan keseimbangan.
3

Sistem Pembuluh Darah dan Palpitasi, flushing (muka kemerahan),


jantung

nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan


darah rendah.

Kulit

Sering gatal, dermatitis,

urticaria,

bengkak di bibir, lebam biru kehitaman,


bekas hitam seperti digigit nyamuk,
berkeringat berlebihan.
5

Sistem Susunan Saraf Pusat NEUROANATOMIS

:Sering

sakit

kepala, migrain, kejang gangguan tidur.


NEUROANATOMIS

FISIOLOGIS:

Gangguan perilaku : emosi berlebihan,


agresif, impulsif, overaktif,

gangguan

belajar, gangguan konsentrasi, gangguan


koordinasi, hiperaktif hingga autisme.
6

Mata

Mata berair, mata gatal, sering belekan,


bintil pada mata (timbilan). Allergic
shiner (kulit di bawah mata tampak ke
hitaman).

2.1.6 Patofisiologi
Reaksi alergi yang kompleks dapat digambarkan sebagai berikut: reaksi

diawali dengan pajanan terhadap alergen yang ditangkap oleh Antigen


Presenting Cell (APC), dipecah menjadi peptidapeptida kecil, diikat molekul HLA (MHC II),
bergerakkepermukaanseldandipresentasikankeselTh2.SelTh2diaktifkandanmemproduksi
sitokinsitokinantaralainIL4danIL13yangmemacu switching produksiIgGkeIgEolehselB,
terjadisensitisasiselmastdanbasofil,sedangkanIL5mengaktifkaneosinofilyangmerupakan
selinflamasiutamadalamreaksialergi. Antibodi IgE (antibody tersensitisasi) melekat

pada sel mast dan basofil. Bila ada alergen masuk dalam tubuh maka akan
terbentuk ikatan kompleks alergen dengan IgE. Ikatan tersebut menyebabkan
masuknya ion Ca++ ke dalam sel mast dan terjadi perubahan pada membran
sel mast dan basofil. Akibatnya terjadi degranulasi sel mast yang kemudian
menimbulkan pelepasan histamin serta mediator peradangan lainnya.

Selainitusel

residenjugamelepasmediatordansitokinyangjugamenimbulkangejalaalergi. Mediator-

mediator ini menyebabkan vasodilatasi perifer dan pembengkakan ruang


intestinum sehingga permeabilitas kapiler meningkat dan terjadi
perembesan cairan dan protein plasma ke jaringan yang pada akhirnya
menimbulkan oedem dan hipovolemik.
Pada sistem pernafasan histamin menyebabkan bronkokonstriksi yang
menyebabkan dispnoe. Pada saluran pencernaan pengeluaran histamin pada
fundus lambung mengaktifkan sel parietas yang meningkatkan produksi asam
lambung dan menyebabkan mual muntah dan diare. Reseptor histamin juga
terdapat di ujung saraf sensori yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan gatal,
sedangkan pada mata menyebabkan mata gatal dan kemerahan.

Reaksi alergi yang berat dapat menyebabkan penurunan tekanan


darah, keadaan ini biasa disebut syok anafilaktik yang ditandai dengan gatal,
kram abdomen, kulit kemerahan, gangguan saluran cerna dan sulit bernafas.

Gb. Mekanisme reaksi hipersensitifitas

2.1.7 Penyakit Alergi Pada Anak


1. Asma Bronkiale
Asma bronkial atau disebut juga bengek adalah suatu penyakit kronis
yang di tandai adanya peningkatan kepekaan saluran napas terhadap
berbagai rangsang dari luar (debu, serbuk bunga udara dingin, makanan, dll)
yang menyebabkan penyempitan saluran napas yang meluas dan dapat
sembuh spontan atau dengan pengobatan. Keadaan ini dapat menyebabkan
gejala sesak napas, napas berbunyi dan batuk yang sering di sertai lendir.
Keadaan yang berat dapat menimbulkan kegagalan pernapasan sampai

kematian. Sebagian besar asma pada anak adalah karena alergi.

Penyakit asma pada anak mempunyai dampak yang luas terhadap


pertumbuhan dan perkembangan anak. Kekurangan oksigen yang menahun
pada anak dapat menyebabkan gangguan pertumbuha badan maupun
intelektualnya. Penyakit asma ini merupakan salah satu penyebab seringnya
anak tidak masuk sekolah. Selain dampak terhadap ekonomi akibat besarnya
biaya pengobatan, asma pada anak juga dapat mengganggu irama kehidupan
keluarga akibat seringnya anak mendapat serangan asma.
Gejala klinis asma bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Gejala
khas asma adalah adanya sesak napas yang berulang disetai napas
berbunyi. Batuk kering merupakan gejala awal yang biasanya terjadi pada
malam dan menjelang pagi hari. Selanjutnya batuk disertai dahak yang kental.
Gejala ini sering disertai pilek-pilek (rinitis alergika). Gejala ini biasanya terjadi
setelah 4-8 jam kontak dengan bahan alergen seperti debu rumah dan tungau
nya, serbuk bunga, bulu binatang, dll. Gejala asma juga dapat di cetuskan
oleh latihan fisik dan bila banyak tertawa. Penanganan asma yang terpenting
hdala pencegahan terjadinya serangan asma.

2. Rinitis alergika
Rinitis alergika adalah suatu gejala alergi yang terjadi pada hidung.
Angka ini bergantung kepada iklim dan letak geografis masing-masing
negara. Kejadian rinitis alergi pada anak usia yang sangat muda
rendah akan tetapi secara progresif meningkat pada anak usia yang
lebih tua. Sekitar 57% penderita rinitis alergika mempunyai riwayat
alergi dalam keluarganya. Rinitis alergika yang timbul pada masa anak
biasanya menetap sanpai usia dewasa dan akan berkurang pada usia
lanjut. Sekitar 15-25% penderita akan sembuh spontan setelah 5-7 th.
Gejala rinitis alergika berupa bersin-bersin disertai gatal-gatal pada
hidung dengan ingus yang encer sebanyak kurang lebih 20 ml setiap jam.
Gejala ini sering disertai gejala hidung tersumbat yang menyebabkan anak
rewel dan sulit tidur. Rasa gatal kadang-kadang terasa pada langit-langit dan
telinga. Gejala-gejala gatal, merah dan berair pada mata sering menyertai
gejala rinitis alergika. Kadang-kadang gejala rinitis alergika ini disertai gejala
sinusitis yaitu peradangan sinus (rongga udara) di sekitar hidung. Prinsip
pengobatan rinitis alergika juga sama dengan prinsip pengobatan penyakit

alergi pada umumnya yaitu menghindari faktor penyebab (debu rumah,


serbuk bunga, makanan tertentu, dll).
3. Urticaria
Urticaria (bidur, kaligata) merupakan statu kelainan alergi pada kulit yang
berbentuk bentol berwarna merah disertai rasa gatal dengan usuran diameter
yang berfariasi dari 2 mm sampai beberapa cm. Urticaria ini dapat tersebar
pada berbagai tempat di kulit. Urticaria akut ini juga dapat terjadi pada orang
sehat akibat infeksi virus parasit atau tanpa sebab yang jelas. Pada penderita
alergi, urticaria akut dapat terjadi akibat reaksi alergi terhadap obat-obatan
tertentu, bahan-bahan alergen seperti makanan, debu, tungau debu rumah,
atau gigitan serangga. Selain oleh karena alergi,urticaria juga dapat
disebabkan oleh suhu yang dingin, panas, tekanan, goresan, dll.

Gejala urticaria ini dapat terjadi segera atau beberapa hari setelah
kontak dengan bahan penyebab. Sebagian besar yaitu sekitar 75 %
urticaria yang kronik sulit diketahui sebabnya. Madang-kadang gejala
urticaria dapat menjadi berat dengan gejala penyerta yaitu syok anafilaksis
yang dapat menyebabkan kematian. Pengobatan pada urticaria umumnya
sama dengan penyakit alergi lanilla yaitu menghindari factor penyebab.

4. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah status gejala eksim terutama timbul pada
masa kanak-kanak. Gejala ini biasanya timbul pada usia sekitar 2 bulan
sampai 1 tahun dan sekitar 85 % pada usia kurang dari 5 tahun. Pada
keadaan akut, gejalanya berupa kulit kemerahan, kulit melenting berisi
cairan, basah dan sangat gatal. Kadang-kadang disertai infeksi
sekunder yang menimbulkan nanah.
Gejala dermatitis atopik pada bayi berupa kemerahan pada kulit
bentol-bentol kemerahan, berisi cairan, keropeng disertai kulit pecah-pecah
atau lecet. Gejala ini sering mengenai pipi, siku dan tepi pinggir kulit anggota
gerak bawah dan selanjutnya dapat menyebar ke daerah selakangan. Pada
usia selanjutnya, kelainan ini terdapat pada lipat siku, lipat lutut, tengkuk dan

pergelangan tangan. Kulit menjadi lebih kering dan tebal, mengelupas


dan pada penymebuhna meninggalkan warna yang lebih pucat atau
kehitaman. Pada anak yang lebih tua kelainan ini dapat mengenai kulit
kelopak mata, telapak tangan dan kaki. Kadang-kadang dapat disertai
katarak ( kekeruhan lensa mata ) serta radang mata. Infeksi sekunder
dapat terjadi oleh kuman yang menimbulkan nanah.
Untuk mengobati penyakit ini yang paling penting adalah mengatasi
rasa gatal dengan pemberian obat golongan antihistamin, menghindari udara
yang terlalu panas dan kering serta mengurangi pengeluaran keringat.
Garukan sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan kelainan yang lebih
hebat dan infeksi sekunder. Untuk mencegah kekeringan dapat diberikan
lanolin. Pada kelainan yang hebat dapat digunakan kasa steril untuk menutup
kulit yang terkena. Antibiotika diberikan bila terjadi infeksi sekunder.

5. Konjungtiva alergika
Konjugntivitas alergika adalah suatu bentuk kelainan laergi pada mata
yang mengenai kedua mata dan terjadi berulang. Gejala penyakit ini berupa
gatal kemerahan,banyak keluar air mata dan penglihatan silau. Kadangkadang penderita merasa ada sesuatu yang mengganjal pada mata. Kelainan
ini sering mengeai anak usia 5 sampai 10 tahun, terutama pada anak laki-laki.
Mengenai pengobatan alergi pada mata, untuk menghilangkan gejala
biasanya diberikan obat tetes mata golongan steroid dosis rendah.

6.

Alergi makanan
Antigen makanan terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Alergi
makanan terutama disebabkan oleh glikoprotein yang terkandung di dalamnya.
Berdasarkan urutan kekerapan, jenis makanan yang berpotensi antigenik antara
lain telur, kacang tanah, susu, kedelai, kacang polong, ikan, udang, dan gandum.
Alergi terhadap telur, kedelai, susu, dan gandum( pada anak-anak) biasanya
dapat dihilangkan setelah eliminasi ketat selama 1 tahun atau lebih, walaupun Ig
E nya masih bertahan. Sedangkan alergi terhadap kacang tanah, kacang polong,
udang dan ikan tetap bertahan dalam jangka waktu yang lama sehingga banyak
dijumpai baik pada populasi anak maupun dewasa.

2.2 Alergi Makanan


2.2.1 Definisi
1. Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai
banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap
makanan. (Widodo Judarwanto, 2007)
2. Alergi makanan merupakan reaksi sistem kekebalan tubuh (reaksi
imun) terhadap makanan atau unsur makananpada seseorang yang
mempunyai bakat alergi. (Retno W.Soebaryo,2002)
3. Alergi makanan adalah suatu reaksi imunologis terhadap makanan
atau bahan aditif makanan yang terjadi hanya pada individu tertentu
dan tidak berhubungan dengan efek fisiologis dari makanan atau
bahan aditif makanan tersebut.(Antonius H.W,2002)
4. Alergi makanan adalah reaksi adverse terhadap makanan yang
terjadi melalui suatu mekanisme imunologis.(Ari baskoro, 2007)
Tidak semua reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan merupakan
reaksi alergi murni. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy
and immunology,The National Institute of Allergy and infections disease yaitu:

1. Reaksi simpang makanan (Adverse food reactions)


Reaksi adverse terhadap makanan adalah reaksi yang tidak dikehendaki
yang timbul setelah mukosa saluran makanan terpapar suatu makanan
atau bahan tambahan yang terkandung dalam makanan tersebut.
2. Alergi makanan (Food Allergy)
Alergi makanan adalah reaksi imunologik (kekebalan tubuh) yang
menyimpang karena masuknya bahan penyebab alergi dalam tubuh.
Sebagian besar reaksi ini melelui reaksi hipersensitivitas tipe 1.
3. Intoleransi Makanan (Food intolerance)
Intoleransi makanan adalah reaksi makanan nonimunologik dan merupakan

penyebab reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi ini dapat
disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan karena kontaminasi toksik
(misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella, Campylobacter dan Shigella,
histamine pada keracunan ikan), zat farmakologik yang terkandung dalam
makanan misalnya tiramin pada keju, kafein pada kopi atau kelainan pada pejamu
sendiri seperti defisiensi lactase, maltase atau respon idiosinkrasi pada pejamu.
Menurut cepat timbulnya reaksi maka alergi terhadap makanan dapat berupa
reaksi cepat (Immediate Hipersensitivity/rapid onset reaction) dan reaksi lambat
(delayed onset reaction). Reaksi cepat, reaksi terjadi berdasarkan reaksi
kekebalan tubuh tipe tertentu. Terjadi beberapa menit sampai beberapa jam setelah
makan atau terhirup pajanan alergi. Reaksi Lambat, terjadi lebih dari 8 jam setelah
makan bahan penyebab alergi. ( Widodo judarwanto,2007)

2.2.2 Prevalensi
BBC tahun 1999 melaporkan penderita alergi di Eropa memiliki
kecendurangan meningkat pesat. Angka kejadian alergi meningkat pesat dalam
20 tahun terakhir, 30% orang berkembang menjadi penderita alergi setiap saat.
Anak usia sekolah lebih dari 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai
astma, 6 juta orang menderita dermatitis dan 9 juta orang menderita hay fever

Tahun 2000 Inggris dilaporkan 70% penderita alergi mengalami


serangan alergi lebih dari 7 tahun, sekitar 50% orang dewasa diketahui
mengalami gejala alergi dalam waktu 5 tahun, sebanyak 80% penderita

alergi mengalami gejala seumur hidupnya.

Di Amerika penderita alergi makanan pada orang dewasa sekitar 2


2,5%, pada anak-anak sekitar 6 8%. Setiap tahunnya diperkirakan 100
hingga 175 orang meninggal karena alergi makanan. Penyebab kematian
tersebut disebabkan oleh anafilaktik syok. Lebih dari 160 makanan dikaitkan
dengan alergi makanan. Para ahli berpendapat penderita alergi di Negara
berkembang mungkin lebih banyak dibandingkan Amerika Serikat
Prof Wthrich tahun 2001 melaporkan bahwa kenaikan angka kejadian
alergi pada anak di Eropa meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir,
terutama dalam 10 tahun terakhir meningkat sangat pesat.
Di Indonesia angka kejadian alergi pada anak belum diketahui secara
pasti, tetapi beberapa ahli memperkirakan sekitar 25-40% anak pernah
mengalami alergi makanan. Di Negara berkembang angka kejadian alergi
yang dilaporkan masih rendah. Hal ini berkaitan dengan masih tingginya
kesalahan diagnosis atau under diagnosis dan kurangnya perhatian
terhadap alergi dibandingkan dengan penyakit infeksi saluran pernapasan
atau diare yang dianggap lebih mematikan.(Widodo judarwanto,2007)
Dalam suatu survei terhadap lebih dari 1700 anak-anak usia 1 tahun di
Denmark dilaporkan bahwa dari 6,7 % anak-anak yang mengalami gejala
alergi susu sapi, hanya 2,2 % yang dapat dibuktikan melalui uji paparan
langsung. Survei yang lain melaporkan bahwa pada populasi umum ,
prevalensi alergi makanan berkisar antara 0,3 % hinggga 7,5 % dan lebih
jarang dijumpai pada orang dewasa. ( Ari Baskoro, 2007)

2.2.3 Etiologi
Terdapat 3 faktor penyebab terjadinya alergi makanan, yaitu faktor genetik,
imaturitas usus, pajanan alergi yang kadang memerlukan faktor pencetus.

1.

Faktor genetik
Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau keluarga penderita . Bila ada
salah satu orang tua atau keluarga yang menderita gejala alergi maka dapat
menurunkan resiko pada anak sekitar 17 40%,. Bila ke dua orang tua alergi
maka resiko pada anak meningkat menjadi 53 - 70%.(Widodo Judarwanto,2007)
Kecenderungan alergi ditentukan oleh gen(DNA) yang diwariskan dari
orang tua. Gen (factor internal ) saja tidak cukup, perlu pengaruh dari lingkungan

sebagai factor eksternal tubuh yang akan saling berinteraksi untuk


menimbulkan penyakit.( Retno W. Soebaryo, 2002)
2. Imaturitas usus
Secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan pelindung
masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim
pencernaan menyebabkan denaturasi alergen. Secara imunologis, IgA pada
permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal alergen
masuk ke dalam tubuh. Pada usus yang imatur, sistem pertahanan tubuh masih
lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh.

(Widodo Judarwanto,2007)

3.

Pajanan alergi
Pajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik dapat terjadi sejak
bayi dalam kandungan. Diketahui adanya IgE spesifik pada janin terhadap
penisilin, gandum, telur dan susu. Pajanan juga terjadi pada masa bayi.
Pemberian ASI eksklusif mengurangi jumlah bayi yang hipersensitif terhadap
makanan pada tahun pertama kehidupan, sedangkan pemberian PASI dapat
meningkatkan angka kejadian alergi pada bayi. (Widodo Judarwanto,2007)

4. Faktor Pencetus
Beberapa hal yang mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor
pencetus. Faktor pencetus tersebut dapat berupa faktor fisik seperti dingin,
panas atau hujan dan factor psikis seperti cemas, sedih, stress atau takut.
Faktor pencetus bukan penyebab serangan alergi, tetapi menyulut terjadinya
serangan alergi. Bila terdapat pencetus alergi disertai paparan alergi maka
keluhan atau gejala alergi yang timbul menjadi lebih berat. Bila tidak terpapar
penyebab alergi meskipun terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan muncul.
Penjelasan tersebut dapat menjelaskan mengapa pada saat dingin, kehujanan
atau kelelahan seorang penderita asma tidak kambuh, hal ini disebabkan pada
saat itu penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab alergi seperti
makanan, debu dan sebagainya.(Widodo judarwanto,2007)

Alergen Dalam Makanan

Alergi makanan merupakan salah satu masalah alergi yang penting pada anak.
Sekitar 20% anak usia 1 tahun pertama pernah mengalami reaksi terhadap makanan
yang diberikan termasuk yang disebabkan reaksi alergi. Sebetulnya semua makanan
dapat menimbulkan alergi, akan tetapi antara satu makanan dengan makanan yang
lain mempunyai derajat alergenitas berbeda. Yang satu mungkin lebih menimbulkan
alergi dibandingkan dengan yang lainnya. Susu sapi yang merupakan protein asing
utama bagi bayi pada bulan-bulan awal kehidupan, dapat menimbulkan reaksi alergi
yang pertama dengan gejala-gejala pada saluran cerna, seperti diare dan muntah.
Protein susu sapi dapat menimbulkan alergi yang menetap sampai akhir masa kanakkanak baik dalam bentuk susu murni atau bentuk lain seperti es krim, keju, kue-kue
dan lain-lain. Anak yang mempunyai alergi terhadap susu sapi tidak selalu alergi
terhadap daging sapi maupun bulu sapi.

Telur ayam juga sering merupakan allergen yang penting pada anak
terutama anak yang menderita dermatitis atopik. Anak yang mempunyai
alergi terhadap telur ini juga belum tentu mempunyai alergi terhadap daging
ayam maupun bulu ayam, akant etapi dapat timbul reaksi alergi bila
diberikan vaksin yang ditanam pada kuning telur seperti vaksin campak.
Ikan merupakan allergen yang kuat terutama ikan laut. Bentuk reaksi
alergi yang sering ialah berupa urtikaria atau asma. Pada anak yang sangat
sensitive dengan hnya mencium bau ikan yang sedang dimasak dapat juga
menimbulkan sesak napas atau ebrsin-bersin. Jenis makanan laut yang lain
(seafood) yang sering menimbulkan alergi adalah udang kecil, udang besar
(lobster) dan kepiting. Gejala yang sering timbul malah urtikaria. Alergi
terhadap makanan ini tidak selalu berarti alergi terhadap ikan laut.
Kacang-kacangan

seperti

kacang

tanah,

kacang

mede

dan

sejenisna dapat menyebabkan reaksi akan tetapi biasanya bersifat ringan.


Gejalanya biasanya berupa gatal-gatal di tenggorokan.
Sayur dan buah-buahan juga dapat menimbulkan reaksi alergi yang berupa
gatal-gatal pada mulut. Sifat alerginya biasanya hilang bila dimasak selama 2 menit
atau diletakkan dalam freezer selama 2 minggu. Alergen terhadap sayur dan buahbuahan ini sering terdapat pada penderita rhinitis alergika yang mempunyai alergi
terhadap serbuk bunga tanaman. Anak yang mempunyai alergi terhadap sayur dan
buah-buahan biasanya juga alergi terhadap kacang-kacangan, apel, pech, cherry,

pear dan wortel. Jeruk sering juga menyebabkan kemerahan pada kulit bayi
dan anak.
Kacang kedelai dan sejenisnya mempunyai sifat allergen yang
rendah. Kacang kedelai sering digunakan sebagai pengganti susu sapi
pada anak yang mempunyai alergi terhadap susu sapi. Sifat alergenitasnya
akan berkurang dengan pemanasan.
Gandum biasanya dapat menimbulkan reaksi alergi dalam bentuk
tepung bila dihirup. Bila dimakan tidak selalu menimbulkan reaksi alergi
akrena gandum akan dicernakan oleh enzim pencernaan di lambung
Pengolahan makanan dapat mengubah antigenitas beberapa jenis makanan
tertentu. Beberapa protein dalam susu mengalami denaturasi pada saat di olah
dan dipanaskan, beberapa yang lain berubah menjadi lebih alergenik. Alergen
dalam ikan mengalami perubahan dalam proses pengalengan. Penderita yang
tidak tahan terhadap ikan segar mungkin dapat menerima ikan dalam kaleng.
Liofilisasi juga dapat mengubah sifat allergen ikan. Hanya allergen kacang
tanah yang relative bertahan terhadap segala jenis proses pengolahan.

Macam macam makanan yang dapat menimbulkan alergi

Tabel.3 Jenis Makanan yang Menyebabkan Alergi


MAKANAN YANG TERKADANG PENYEBAB ALERGI

AYAM, ITIK, IKAN LAUT SALMON/TUNA, ALKOHOL


JERUK, PISANG, PEAR , JAGUNG, TELOR ITIK, KECAP

MAKANAN TERSERING PENYRBAB ALERGI

IKAN LAUT (CUMI, UDANG, KEPITING, IKAN LAUT LAINNYA)


COKLAT, KACANG TANAH, KACANG HIJAU, SUSU SAPI, KEJU, TELOR
AYAM/PUYUH,
BUAH-BUAHAN (TERUTAMA MELON, SEMANGKA, MANGGA, RAMBUTAN ,
NANAS, TOMAT, DURIAN, KORMA, DUKU DLL). SEMUA MAKANAN OLAHAN
YANG TERKANDUNG

2.2.4 Patofisiologi
Di samping protein makanan, saluran makanan terpapar pada begitu
banyak protein asing, termasuk bakteri, parasit, dan virus. Fungsi utama saluran
makanan adalah untuk m mencernakan makanan menjadi bahan-bahan yang
mudah diserap dan selanjutnya di olah menjadi energy. Dalam proses tersebut,
saluran makan harus dapat memberikan perlindungan menghadapi sejumlah
pathogen yang masuk, namun pada saat yang sama harus mampu menerima
protein-protein yang terkandung dalam makanan. Terdapat bebrapa perlindungan
non imunologis dan imunologis pada saluran makanan yangb berfungsi untuk
mengurangi paparan sistematik mantigen asing.

Perlindungan non imunologis atau perlindungan mekanis meliputi sekresi


asam lambung dan enzim-enzim proteolotik yang mencernakan protein
menjdai molekul-molekul yang bersifat kurang antigenic, abaik dengan cara
memperkecil ukuran molekulnya maupun dengan cara mengubah strukturnya.
Perlindungan imunologis pada saluarn makanan berupa system pertahanan
local yang disebut gut associated lymphoid tissue (GALT). Sistem ini terdiri dari (1)
kumpulan folikel limfoid yang tersebar merata pada mukosa usus, termasuk Peyers
patch pada apendiks (2) sel-sel limfosit intraepitelial (3) sel-sel limfosit, sel plasma,
dan sel mast yang tersebar pada lamina propia (4) kelenjar getah bening mesentarika.
Setelah makanan ditelan terjadi peningkatan produksi dan pelepasan antibody Ig A
dalam saluaran makanan. Sementara produksi Ig G, Ig M, dan Ig E

justru berkurang. Ig A sekretorik yang tersusun dalam bentuk dimer mengikat protein
makanan menjadi senyawa kompleks dan denga demikian mengurangi laju
absorbsinya. Ig A banyak dijumpai dalam mucus dan merupakan perlindungan
tambahan. Sistem imun local dan sistemik memiliki peran yang penting dalam
terjadinya toleransi oral. Antigen dalam makanan diproses sedemikian rupa menjadi
struktur nonalargenik atau tolerogenik yang mampu merangsang sel T regulator yang
pada gilirannya menekan timbulnya respon imun. Percobaan-percobaan untuk
mengurangi jumlah sel T reg., mengeliminasi sel sel limfoid atau meningkatkan
presentasi antigen terbukti menghalangi terjadinya toleransi oral. Hipersensitivitas
terhadap makanan timbul akibat hilangnya atau berkurangnya toleransi oral. Tingginya
insiden alergi makanan pada bayi dan anak-anak menimbulkan dugaan bahwa hal
tersebut disebabkan belum matangnya system imun dan fungsi fisiologis saluran
makanan. Berkurangnya Ig A pada saluaran makanan yang belum matang ditambah
kurangnya jumlah sel T reg. atau penekan aktivitas makrofag pada usia nak-anak
berperan dalam peningkatan insiden alergi makanan pada anak-anak yang memiliki
kecenderungan genetik.

Pada ank-anak sekresi asam lambung lebih sedikit dibandingkan dengan


orang dewasa, sekresi mucus kurang efektif, glikoproteinnya memiliki sifat kimiawi
dan fisik yang berbeda, denga aktivitas enzim lebih rendah. Semuanya dapat
meningkatkan resiko timbulnya alergi. Terganggunya perlindungan fisik maupun
imunologi pada saluran makanan dapat meningkatkan absorbsi molekul makro
dan

meningkatkan

produksi

antibody

sistemik.

Pada

penderita

dengan

kecenderungan atopi, hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi Ig E dan


timbulnya reaksi hipersensitivitas terhadap makanan pada paparan berikutnya.

Reaksi Alergi Makanan yang Dimediasi Oleh Ig E


Reaksi hipersensitivitas terhadap makanan yang dimediasi oleh Ig E
merupakan akibat dari pelepasan mediator oleh sel mast dan basofil. Ig E spesifik
terhadap allergen makanan terikat pada sel mast atau basofil melalui reseptor
berafinitas tinggi. Bila terjadi ikatan silang antara suatu antigen dengan dua
fragmen pengikat antigen (Fab) dari dua struktur Ig E yang berdekatan maka akan
terjadi degranulasi sel mast dan basofil. Dalam proses tersebut dilepaskan
mediator-mediator yang yang telah terbentuk sebelumnya (misalnya Histamin)
maupun yang baru dibentuk (misalnya leukotrien dan Prostaglandin). Mediator-

mediator tersebut selanjutnya menyebabkan kontraksi otot polos, vasodilatasi,


peningkatan permeabilitas kapiler, dan sekresi mucus. Selain itu diproduksi
pula beberapa jenis sitokin yang diduga mempunyai peran penting pada
respons fase lanjut yaitu pengerahan sel-sel eosinofil, monosit, dan limfosit,
serta merangsang pelepasan sitokin-sitokin dan mediator inflamasi lainnya.
Manifestasi klinis reaksi alergi makanan yang dimediasi oleh Ig E tergantung
pada sistem organ yang terkena. Reaksi tersebut dapat mengenai satu organ saja,
kombinasi lebih dari satu organ, hingga reaksi anafilaksis sistemik.

Manifestasi Kulit
Manifestasi kulit merupakan reaksi yang paling sering dijumpai.
Reaksinya bervariasi muali dari urtikaria akut dan/atau angiodema hingga
bercak-bercak kulit yang menyerupai lesi morbilli.
Manifestasi Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan manifestasi terbanyak kedua, berupa
mual-mual, muntah, diare, nyeri dan kram perut. Gejala-gejala tersebut dapat
muncul tersendiri atua bersamaan denga gejalagejala dari system organ yang
lain. Data pemeriksaan cineradiography menunjukan adanya perubahan
motilitas gastrointestinal pada penderita alergi makanan setelah paparan
allergen spesifik. Pemeriksaan endoskopi pada mukosa lambung menunjukan
adanya hyperemia, edema, bercak-bercak perdarahan (petechie), peningkatan
sekresi mucus, dan penurunan peristalsis setelah papran allergen makanan.
Beberapa contoh manifestasi alergi makanan yang dimediasi oleh Ig E,
meliputi sindroma alergi oral dan gastroentyeropati eosinofilik alergik.

Manifestasi Respiratorik
Gejala respiratorik biasanya merupakan bagian dari reaksi anafilaksis
sistemik, dapat berupa bersin-bersin, keluar ingus (rhinorrhea), rasa gatal
pada mata, telinga, atau langit-langit, spasme otot-otot polos bronkus, dan
edema laring. Gejala respiratorik muncul secara tersendiri dan jarang sekali
disebabkan oleh alergi makanan.

Reaksi Alergi Makanan Yang Tidak Dimediasi Oleh Ig E


Manifestasi klinis alergi makanan yang tidak dimediasi oleh Ig E, meliputi
food-induced enterocolitis, food-induced colitis, sindroma malabsorbsi dan
penyakit celiac. Pada food-induced enterocolitis gejala yang timbul dalam waktu 1
hingga 8 jam setelah paparan allergen berupa diare kronis, eosinofilia,dan
malabsorbsi. Gejala penyakit yang parah dapat menyebabkan dehidrasi. Gejala
yang didapatkan pada food-induced colitis serupa dengan enterocolitis namun
hanya segmen kolon yang terkena. Gejala lebih ringan, biasanya tidak didapatkan
diare atau dehidrasi namun dapat terjadi hematochezia atau perdarahan tersamar
pada feces. Penyebab alergi yang tersering adalah susu sapid an kedelai.
Pemeriksaan feces menunjukan adanya eritrosit, netrofil, eosinofil dan zat-zat
pereduksi. Biopsi pada segmen usus halus yang terken menunjukan atropi parsial
pada villi-villi usus, infiltrasi sel-sel limfosit dan sel-sel plasma yang mengandung
Ig M dan IG A. Sedangkan biopsi segmen kolon menunjukan gambaran khas
infiltrasi eosinofil pada epitel kripta dan lamina propia, disertai kerusakan pada
kripta. Hasil uji tusuk kulit umunya negative, sesuai dengan mekanismenya yang
tidak melibatkan Ig E.

Hipersensitivitas terhadap makanan berkaitan dengan malabsorbsi.


Susu sapi, kedelai, telur, dan gandum merupakan penyebab tersering.
Manifestasinya bervariasi mulai feces yang mengandung lemak, hingga
diare, berat badan yang tidak bertambah dan kegagalan tumbuh kembang.
Alergi Makanan Yang Tidak Diketahui Pasti Penyebabnya
Reaksi alergi terhadap bahan tambahan dalam makanan seperti bahan
pewarna atau antioksidan relatif jarang. Beberapa gejalanya menyerupai
intoleransi makanan namun tidak dapat dikonfirmasi dengan uji paparan
makanan tersamar ganda. Pada suatu studi terhadap 132 penderita yang
menyatakan dirinya alergi terhadap bahan pewarna makanan, hanya 3 di
antaranya yang dapat dibuktikan dengan uji paparan tersamar ganda. Uji
paparan tersamar ganda juga gagal membuktikan adanya reaksi alergi
terhadap metabisulfit dan aspartame yang dilaporkan oleh beberapa penderita.

2.3 Pemeriksaan Diagnostik

1. Uji Kulit Alergi


Uji kulit membantu mendiagnosis suatu alergi. Sejumlah kecil allergen
yang dicurigai disuntikkan ke bawah kulit . Orang yang alergi terhadap
allergen tersebut akan bereaksi dengan memperlihatkan eritema yang
mencolok, pembengkakan, dan gatal di tempat penyuntikan.
Analisis imunologis serum dapat mengisyaratkan peningkatan hitungan
basofil dan eusinofil
Uji kulit dapat dilakukan dengan uji gores (scratch test), uji tusuk (prick
test) dan uji suntik intradermal (intrademal test).
2. Uji Kulit Intradermal ( intra dermal test )
Sejumlah 0,02 ml ekstrak alergen dalam 1 ml spuit tuberkulin disuntikkan
secara superfisial pada kulit sehingga timbul 3 mm gelembung. Dimulai
dengan

konsentrasi

terendah

yang

menimbulkan

reaksi,

kemudian

ditingkatkan berangsur masing-masing dengan konsentrasi 10 kali lipat sampai


menimbulkan indurasi 5-15 mm. Setelah beberapa waktu, jika ternyata positif,
maka pada alergen tersebut akan timbul indurasi yang dikelilingi bercak
merah. Tergantung garis tengah indurasi masing-masing, maka gradasi atau
tingkat kepekaan terhadap alergen tersebut disebutkan dengan: negatif/tidak
pasti/lemah/positif/ positif kuat atau dengan - / (+) / + / ++ / +++ / ++++ Uji
intradermal ini seringkali digunakan untuk titrasi alergen pada kulit.

Tes Alergi Intra


Dermal

3. Uji tusuk (pricktest)


Uji tusuk dapat dilakukan dalam waktu singkat dan sesuai
untuk anak. Tempat uji kulit yang paling baik adalah pada
daerah volar lengan bawah dengan jarak 2 cm dari lipat siku
dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak alergen dalam
gliserin (50% gliserol) diletakkan pada permukaan kulit.
Lapisan superfisial kulit ditusuk dan dicungkil ke atas memakai
lanset atau jarum yang dimodifikasi, atau dengan
menggunakan jarum khusus untuk uji tusuk.

Ekstrak alergen yang digunakan 1.000-10.000 kali lebih pekat


daripada yang digunakan untuk uji intradermal. Dengan
menggunakan sekitar 5 ml ekstrak pada kulit, diharapkan
risiko terjadinya reaksi anafilaksis akan sangat rendah. Uji
tusuk mempunyai spesifitas lebih tinggi dibandingkan dengan
uji intradermal, tetapi sensitivitasnya lebih rendah pada
konsentrasi dan potensi yang lebih rendah.

Faktor yang mempengaruhi


Antihistamin dapat mengurangi reaktivitas kulit. Oleh karena
itu, obat yang mengandung antihistamin harus dihentikan
paling sedikit 3 hari sebelum uji kulit. Pengobatan
kortikosteroid sistemik mempunyai pengaruh yang lebih kecil,
cukup dihentikan 1 hari sebelum uji kulit dilakukan. Obat
golongan agonis juga mempunyai pengaruh, akan tetapi
karena pengaruhnya sangat kecil maka dapat diabaikan. Usia
pasien juga mempengaruhi reaktivitas kulit walaupun pada
usia yang sama dapat saja terjadi reaksi berbeda. Makin muda
usia biasanya mempunyai reaktivitas yang lebih rendah. Uji
kulit terhadap alergen yang paling baik adalah dilakukan
setelah usia 3 tahun.

4. Tes eksposisi inhalatif


Pada penderita yang dicurigai menderita ekstrinsik atau
alergik bronkial asma, seharusnya dilaksanakan tes eksposisi
inhalatif dengan alergen tertentu (inhalatif provokatif tes
spesifik), karena hasil tes intra- atau epikutan yang positif
belum membuktikan seratus persen, bahwa sistem pernafasan
sudah terkena. Kecuali jika dalam anamnesa sudah benarbenar nyata, bahwa pada eksposisi dengan alergen tersebut
penderita menderita sesak nafas. Dalam

hal ini bahkan tes eksposisi inhalatif dengan alergen tersebut tidak
dianjurkan, karena jelas berbahaya.
Tes eksposisi inhalatif spesifik ini tentunya harus dilaksanakan dengan
persiapan yang teliti, terutama persiapan untuk kedaan gawat-darurat yang
bisa terjadi, yaitu reaksi yang parah dengan sesak nafas berat yang bisa
sampai menyebabkan kematian. Karena itu sebelum tes ini harus dipastikan,
bahwa obat-obatan seperti kortison, antihistaminikum, epinefrin, cairan infus
serta alat-alat untuk resusitasi termasuk intubasi sudah tersedia lengkap.

Pelaksanaan tes eksposisi inhalatif:


Setelah persiapan-persiapan di atas, pemeriksaan dimulai dengan
pelaksanaan spirometri. Jika ternyata pada pasien sudah dapat dibuktikan
adanya obstruksi bronkial, maka tes tidak boleh dilaksanakan. Kecuali kalau
obstruksinya hanya ringan sekali. Dalam hal ini dan jika tidak ada obstruksi,
maka tes bisa dimulai dengan menyemprotkan alergen ke lubang hidung atau
pasien harus menghirup alergen tersebut dari nebulizer.

Tes provokasi inhalatif

Spirometri

Setelah beberapa waktu, spirometri diulangi lagi dan jika tenyata


timbul obtsruksi, maka harus diberikan bronkolitikum/betamimetikum.
Tes ini bisa dilakukan di praktik, tetapi sebaiknya pasien tidak diijinkan
pulang selama 1 - 2 jam untuk menjaga-jaga timbulnya reaksi lambat,
yang terkadang juga bisa berat.
5. Uji provokasi Makanan Persiapan
Sebelum melakukan uji provokasi makanan, harus diberikan penjelasan

rinci kepada pasien atau orang tua pasien tentang prosedur pemeriksaan,

keuntungan dan kegunaan pemeriksaan, serta komplikasi


yang mungkin terjadi.
Eliminasi makanan. Eliminasi makanan diperlukan sebelum
melakukan provokasi. Eliminasi dilakukan selama 3 minggu
dengan bentuk diet yang disesuaikan dengan anamnesis,
pemeriksaaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium. Ada 5
bentuk diet yang telah disebutkan di dalam bab tentang alergi
makanan. Jika diet eliminasi berhasil menyembuhkan semua
gejala alergi maka setelah 3 minggu dari awal diet dapat
dilakukan uji provokasi.

Penghentian obat tertentu. Menjelang provokasi maka beberapa


jenis obat yang dapat mengganggu penilaian uji provokasi
makanan harus disingkirkan dalam selang waktu tertentu,
yaitu antihistamin (96 jam), agonis ( 12 jam), teofilin ( 12
jam), dan kromolin ( 12 jam).

Metode dan cara uji provokasi. Ada 2 macam cara uji provokasi
makanan, yaitu uji provokasi makanan terbuka (open food
challenge), dan uji provokasi makanan buta ganda (double blind
placebo controlled food challenge=DBPCFC).

Uji provokasi makanan terbuka. Jika uji kulit negatif dan riwayat
reaksi terhadap makanan meragukan maka uji provokasi
makanan terbuka dapat dilakukan setelah melakukan diet
eliminasi selama 3 minggu.
Uji provokasi makanan buta ganda. Cara ini merupakan cara
yang ideal untuk menentukan adanya reaksi terhadap
makanan. Untuk memenuhi persyaratan buta ganda maka
vehikulum harus memenuhi syarat sebagai berikut, 1)
menghilangkan
bau,
2)
menghilangkan
rasa,
3)
menghilangkan penampilan, dan 4) dapat memuat sejumlah
banyak makanan hingga dapat dilak provokasi multipel dalam
beberapa jam. Vehikulum tersebut dapat berupa kapsul, es
kering, es krim, saus apel, hamburger, atau campuran tapioka
dengan buah dan sop. Kapsul yang dipakai umumnya ukuran
00 terbuat dari gelatin buram dengan bintik-bintik titanium
oksida. Untuk 5 gram tepung telur kering biasanya
memerlukan 10-15 kapsul. Setelah diisi, kapsul disalut dengan

bubuk gula sehingga rasanya sama dengan kapsul plasebo. Plasebo


yang dipilih sesuai dengan vehikulum yang dipakai.
Pemberian makanan secara buta
Pemberian harus bertahap mulai dari jumlah yang diperkirakan tidak
menyebabkan serangan gejala alergi, kemudian ditingkatkan 2 kali lipat
setiap 15-60 menit sampai timbul gejala yang nyata, atau dihentikan setelah
mencapai 8-10 gram makanan kering atau 60-100 gram makanan basah
dosis tunggal. Cukup jelas bahwa ketika dosis mencapai 8-10 gram makanan
kering, berarti pasien mendapat dosis total sebesar 15-20 gram sejak dari
awal sampai akhir. Jika provokasi buta ganda sampai 8 gram makanan kering
hasilnya negatif maka makanan tersebut boleh dicoba secara terbuka yang
dianjurkan dilakukan dengan pengawasan. Kadang-kadang pada pemberian
provokasi makanan secara terbuka terjadi gejala alergi. Hal ini disebabkan
karena nilai ambang serangan alergi lebih tinggi daripada provokasi buta,
alergenisitas makanan mungkin berbeda karena perbedaan penyajian, dan
faktor psikologis berpengaruh pada provokasi terbuka.

2.4 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa
dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat
pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan
dengan eliminasi dan provokasi. Diagnosis alergi makanan tidak
ditegakkan berdasarkan test alergi, karena validitasnya sangat terbatas.
Hasil tes alergi positif belum tentu mengalami alergi makanan. Demikian
pula sebaliknya hasil negative belum tentu tidak alergi makanan tersebut.
Jenis alergi makanan di tiap Negara berbeda tergantung usia dan
kebiasaan makan makanan tertentu. Alergi makanan pada bayi di Amerika
Serikat terbanyak disebabkan karena protein susu sapi, sereal, telur, ikan
dan kedelai. Pada usia lebih tua coklat, kacang tanah lebih berperanan.
Data yang diperlukan pada evaluasi alergi makanan (Ari Baskoro, 2007):

1. Makanan yang dicurigai


2. Banyaknya bahan makanan yang diperlukan untuk memicu
timbulnya reaksi

3. Adanya riwayat timbulnya reaksi pada setipa kali paparan


4. Waktu antara paparan hingga timbulnya reaksi
5. Manifestasi klinis yang sesuai dengan alergi makanan
6. Hilangnya gejala setelah bahan makanan yang dicurigai
dihindari/dieliminasi
7. Lama berlangsungnya gejala
8. Pengobatan yang diperlukan untuk mengatasi masalah
2.5 Tindakan pencegahan terjadinya alergi

Ada 3 hal utama dalam tindakan pencegahan terjadinya alergi yaitu :


1. Penghindaran
Tindakan penghindaran akan berhasil bila penyebab / pencetus terjadinya
alergi diketahui. Salah satu cara untuk mengetahui pencetus alergi ialah dengan
melakukan uji kulit ( tes alergi ) di samping hasil pengamatan yang cermat seharihari oleh orang tua penderita. Dari hasil pemeriksaan tes alergi dapat diketahui
zat-zat yang menimbulkan alergi. Beberapa zat terutama makanan kadangkadang tidak ada hubungan yang jelas antara hasil tes dengan gejala alergi. Hal
ini disebabkan anak yang mempunyai alergi terhadap makanan belum tentu
karena laergi terhadap makanan itu sendiri, akan tetapi alergi terhadap zat-zat
hasil pemecahan / metabolisme makanan dalam tubuh. Selain tes alergi pada
kulit, juga dapat dilakukan pemeriksaan kadar immunoglobulin E yang spesifik
dalam darah terhadap zat-zat tertentu yang dicurigai menimbulkan alergi.
Hindari makanan tambahan sebelum si kecil mencapai usia 4 bulan, karena
untuk mengefektifkan ASI eksklusif untuk meningkatkan daya tahan tubuh si kecil.

Hindari penggunaan pewangi ruangan/pembersih ruangan yang harus


disemprotkan ke seluruh ruangan. Jangan merokok/membiarkan orang lain
merokok di sekitar si kecil. Jangan biarkan binatang peliharaan seperti anjing,
kucing, burung berada di dalam rumah sebelum anak menginjak usia 1 tahun.

2. Cara hidup yang baik


Cara hidup yang baik perlu diperhatikan pada penderita alergi yaitu
cukup istirahat, olahraga teratur, disiplin dalam diet yang ditetapkan serta
hidup dalam lingkungan dengan zat allergen yang minimal

3. Pemakaian obat-obatan

Obat-obatan pencegahan diberikan pada penderita alergi yang kronis/berat


atau yang sering kambuh.Pemberian imunoterapi/desensitisasi (pengebalan
terhadap allergen) hanya berhasil bila penderita hanya mempunyai alergi terhadap
satu zat saja. Ibu hamil yang mempunyai riwayat alergi dalam keluarga sebaiknya
melakukan diet pencegahan terhadap makanan yang sering menimbulkan alergi
untuk mencegah terjadinya reaksi alergi pada bayi yang dilahirkan. Diet ini
dilakukan pada akhir triwulan kehamilan.

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan alergi makanan harus secara benar dan berkesinambungan,
saat ini penatalaksanaan yang paling ideal adalah menghindari pencetus yang bisa
menimbulkan keluhan alergi tersebut. Namun, masih banyak perbedaan dan
kontroversi diantara para ahli atau peneliti dalam sistem penanganan alergi makanan
yang sesuai. Sehingga banyak tercipta pola dan variasi pendekatan diet yang
dilakukan oleh para ahli dalam menangani alergi makanan dan autisme. Banyak
kasus pengendalian alergi makanan tidak berhasil dengan optimal, karena penderita
menghindari beberapa makanan yang dianggap sebagai penyebab alergi dari hasil
pemeriksaan yang bukan merupakan pemeriksaan baku atau Gold Standard.
Penatalaksanaan alergi dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Terapi Non Farmakologis:


a. Terapi desentisasi.

Berupa penyuntikan berulang alergen (yang dapat mensentisasi


pasien) dalam jumlah yang sangat kecil dapat mendorong pasien
membentuk antibodi IgG terhadap alergen. Antibodi ini dapat bekerja
sebagai antibodi penghambat (blocking antibodies). Sewaktu pasien
tersebut kembali terpajan ke alergen , maka antibodi penghambat
dapat berikatan dengan alergen mendahului antibodi IgE. Karena
pengikatan IgG tidak menyebabkan degranulasi sel mast yang
berlebihan, maka gejala alergi dapat dikurangi.
2. Terapi probiotik (preparat sel mikroba atau komponen mikroba yang
dapat mempertahankan kesehatan melalui kegiatan yang dilakukan
dalam flora usus).

Salah satu pendekatan terbaru yang digunakan dalam penatalaksanaan


alergi makanan. Penelitian yang dilakukan oleh Trapp et al. (1993)
menunjukkan bahwa responden yang diberikan yoghurt memiliki penurunan
konsentrasi IgE dalam darah dan frekuensi alergi yang rendah. Matsuzaki et al
(1998) menunjukkan bahwa pemberian bakteri probiotik Lactobacillus casei (L.
casei) secara oral terhadap tikus, dapat menghambat pembentukan IgE oleh
ovalbumin.

Namun,

informasi

terhadap

efektivitas

probiotik

dalam

penatalaksanaan alergi makanan sangat terbatas, untuk itu perlu dilakukan


penelitian lebih lanjut (Isolauri et al., 1999; Kirjavainen et al., 1999).

c. Payung ASI Eksklusif


Risiko alergi makanan pada bayi dapat dikurangi dengan peran aktif ibu
memberi ASI eksklusif selama 6 bulan penuh. Jangan kenalkan makanan
tambahan apapun pada periode ini, terlebih susu formula berbahan dasar sapi
serta produk-produk turunan susu. Mengenalkan makanan padat pada usia
terlalu dini, yaitu 4 bulan pertama kehidupan anak, dihubungkan dengan
peningkatan risiko alergi hingga usia 10 tahun. Bayangkan dampaknya pada
anak. Anjuran studi Dr Fiocchi yang dimuat di jurnal Annals Allergy, Asthma &
Immunology disarankan mengenalkan makanan satu persatu. Para peneliti
juga mengingatkan bahwa makanan padat harus dikenalkan dalam jumlah
kecil terlebih dahulu. Jangan langsung memberi bayi campuran beberapa jenis
bahan makanan. Sebab, dengan begini akan sulit diketahui apakah bayi Anda
alergi terhadap bahan makanan tertentu.

d. Diet
Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi
dengan 1 bahan makanan setiap minggu. Makanan yang menimbulkan
gejala alergi pada provokasi ini dicatat. Disebut alergen kalau pada 3 kali
provokasi menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu berturut-turut.
Jika dengan salah satu regimen diet tidak ada perbaikan padahal sudah
dilakukan dengan benar, maka diberikan regimen yang lain. Sebelum
memulai regimen yang baru, penderita diberi carnaval selama seminggu,
artinya selama 1 minggu itu semua makanan boleh dimakan (pesta).
Maksudnya adalah memberi hadiah setelah 3 minggu diet dengan baik,

dengan

demikian

ada

semangat

untuk menjalani

diet

berikunya.

Selanjutnya diet yang berikutnya juga dilakukan selama 3 minggu sebelum


dilakukan provokasi. Ada beberapa regimen diet yang bisa digunakan :

1- ELIMINATION DIET: beberapa makanan harus dihindari yaitu Buah, Susu,


Telur, Ikan dan Kacang, di Surabaya terkenal dengan singkatan BSTIK (data
BSTIK terlampir). Merupakan makanan-makanan yang banyak ditemukan
sebagai penyebab gejala alergi, jadi makanan-makanan dengan indeks
alergenisitas yang tinggi. Indeks ini mungkin lain untuk wilayah yang lain,
sebagai contoh dengan DBPFC mendapatkan telur, kacang tanah, susu
sapi, ikan, kedelai, gandum, ayam, babi, sapi dan kentang, sedangkan
Bischop mendapatkan susu, telur, kedelai dan kacang.

2- MINIMAL DIET 1 (Modified Rowes diet 1): terdiri dari beberapa


makanan dengan indeks alergenisitas yang rendah. Berbeda
dengan elimination diet, regimen ini terdiri dari beberapa bahan
makanan yang diperbolehkan yaitu : air, beras, daging sapi,
kelapa, kedelai, bayam, wortel, bawang, gula, garam dan susu
formula kedelai. Bahan makanan lain tidak diperbolehkan.
3- MINIMAL DIET 2 (Modified Rowes Diet 2): Terdiri dari makananmakanan dengan indeks alergenisitas rendah yang lain yang
diperbolehkan, misalnya : air, kentang, daging kambing, kacang
merah, buncis, kobis, bawang, formula hidrolisat kasein, bahan
makanan yang lain tidak diperkenankan.
4- EGG and FISH FREE DIET: diet ini menyingkirkan telur termasuk
makanan-makanan yang dibuat dari telur dan semua ikan.
Biasanya diberikan pada penderita-penderita dengan keluhan
dengan keluhan utama urtikaria, angionerotik udem dan eksema.
5- HIS

OWNS

DIET:

menyingkirkan

makanan-makanan

yang

dikemukakan sendiri oleh penderitanya sebagai poenyebab gejala alergi.

2.

Terapi Farmakologis:
jam. Bila reaksi itu berkurang maka akan
Obat alergi secara optimal hanya dapattimbul gejala lagi dan harus minum obat

menekan reaksi alergi dalam waktu 12-24 lagi. Bahkan meskipun sudah minum obat
kadang hanya dapat

menekan gejala alergi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali dan
umumnya mempunyai efisiensi rendah. Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka
harus diberi farmakoterapi dengan obat-obatan seperti yang tersebut di bawah ini :

1. Prescription antihistamines, dapat menghambat degranulasi sel mast


sehingga dapat mengurangi gejala-gejala alergi tanpa menyebabkan rasa
kantuk. Pengobatan ini dilakukan sesaat si penderita mengalami reaksi alergi.
Jangka waktu pemakaian hanya dalam satu hari, 24 jam. Diantaranya adalah;

1 H1-Reseptor antagonis
H1 reseptor antagonis generasi kedua tidak ada efek
samping CNS. Setirizin bisa digunakan pada anak mulai umur 1 tahun
dan tidak ada efek samping kardiovaskular, dapat digunakan jangka
lama. H1 reseptor antagonis generasi pertama efek antikolinergiknya
dapat memperburuk gejala asma karena pengentalan mukus. Pada
dosis

tinggi

efek

samping

pada

CNS

sangat

membatasi

penggunaanya dalam pengobatan asma. Obat-obatan yang sering


dipakai misalnya; Difenhidramin (diberikan dengan dosis 0,5
mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam) CTM (diberikan dengan dosis 0,09
mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam) Setirizin (dosis pemberian sesuai usia
anak adalah: 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10
mg/dosis,1 kali/hari), Loratadin (dosis pemberian sesuai usia anak
adalah: 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 10 mg/dosis,1
kali/hari), Feksofenadin (dosis pemberian sesuai usia anak adalah :
6-11 tahun : 30 mg/hari, 2 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari
atau 180 mg/hari, 4 kali/hari), Azelastine (dosis pemberian sesuai
usia anak adalah: 5-11 tahun : 1 semprotan 2 kali/hari; > 12 tahun : 2
semprotan, 2 kali/hari) Pseudoephedrine (dosis pemberian sesuai
usia anak adalah : 2-6 tahun : 15 mg/hari, 4 kali/hari; 6-12 tahun : 30
mg/hari, 4 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari 4 kali/hari), dan
Ipratropium bromide 0.03% (dosis 2 semprotan 2-3 kali/hari).

2. Steroid atau Kortikosteroid yang dihirup (Nasal corticosteroid semprot) atau


sistemik bekerja sebagai obat anti peradangan dan dapat mengurangi gejala suatu
alergi. Cara pengobatan ini yaitu dengan dimasukkan ke dalam mulut atau melalui
injeksi. Obat ini bekerja cukup ampuh dan aman dalam penggunaan,

pengobatan ini tidak menyebabkan efek samping. Orang yang mengidap


alergi perlu menggunakan obat-obat ini dalam jangka waktu yang cukup
lama sebelum obat menjadi efektif. Kortikosteroid inhalansif hanya berefek
di saluran nafas dan tidak menimbulkan efek sistemik. Contoh:

Glukokortikoid.

Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid oral pada asma akut
digunakan pada yang gejala dan PEF nya makin hari makin memburuk,
PEF yang kurang dari 60%, gangguan asma malam dan menetap pada
pagi hari, lebih dari 4 kali perhari, dan memerlukan nebulizer serta
bronkodilator parenteral darurat. menggunaan bronkodilator. Steroid oral
yang dipakai adalah : metil prednisolon/hidrocortison (dengan dosis 410 mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul rumatan
prednison oral), prednisolon dan prednison (diberikan sebagai dosis
awal adalah 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari sampai keadaan stabil
kira-kira 4 hari kemudian diturunkan sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4
kali/hari dalam 4-10 hari). Steroid hirupan digunakan bila ada gejala asma
dan

rinitis

alergika

diantaranya

adalah;

fluticasone

(Flonase),

mometasone (Nasonex), dan triamcinolone (Nasacort).

c. Beta Arenergic Agonist


Digunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Epinefrin subkutan
bisa diberikan dengan dosis 0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.
Biasanya digunakan untuk penanganan syok anafilaktik.
d. Metil Xantin (Beta 2 Agonist)
Digunakan sebagai bronkodilator. Obat yang sering digunakan
adalah aminofilin dan teofilin, dengan dosis awal 3-6/kg/dosis, lanjutan
2,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam.
5.

Simpatomimetika
Efedrin

: 0,5 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam

Orciprenalin

: 0,3 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Terbutalin

: 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

1 Salbutamol : 0,1 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam


6.

Leukotrien antagonis
LTC4 dan LTD4 menimbulkan bronkokonstriksi yang kuat pada manusia,
sementara LTE4 dapat memacu masuknya eosinofil dan netrofil ke saluran
nafas. Dapat digunakan pada penderita dengan asma persisten ringan. Namun
pada

penelitian

dapat

diberikan

sebagai

alternatif

peningkatan

dosis

kortikosteroid inhalasi, posisi anti lekotrin mungkin dapat digunakan pada asma
persisten sedang, bahkan pada asma berat yang selalu membutuhkan
kortikosteroid sistemik, digunakan dalam kombinasi dengan xantin, beta-2agonis dan steroid. Preparat yang sudah ada di Indonesia adalah Zafirlukast
yang diberikan pada anak sebesar 20 mg/dosis 2 kali/24jam.

7.

Kromolin dan Nedokromil.


Dipakai terutama pada penderita dengan gejala asma dan rinitis
alergika. Kromolin umumnya efektif pada alergi makanan dengan gejala
Dermatitis Atopi yang disebabkan alergi makanan. Dosis kromolin untuk
penderita asma berupa larutan 1% solution (20 mg/2mL) 2-4 kali/hari untuk
nebulisasi atau berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler 1,6 mg (800
g/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk rinitis alergik digunakan obat semprot 3-4
kali/hari yang mangandung kromolin 5.2 mg/semprot. Untuk konjungtivitis
diberikan tetes mata 4% 4-6 x 1 tetes mata/hari. Nedokromil untuk
nebulisasi tak ada. Yang ada berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler
dan dosis untuk asma adalah 3,5 mg (1,75 mg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk
konjungtivitis diberikan tetes mata nedokromil 2% 4-6 x 1-2 tetes mata/hari.
Komplikasi yang sangat berbahaya pada pasien dengan alergi
(hipersensitivitas) adalah Syok Anafilaktik yang dapat menyebabkan
kematian Syok Anafilaktik adalah gangguan perfusi jaringan akibat adanya
reaksi antigen-antibodi yang mengeluarkan histamine, dengan akibat
peningkatan permeabilitas membrane kapiler dan terjadi dilatasi arteriole,
sehingga venous return menurun. Untuk itu diperlukan manajemen yang
baik pada syok anafilaktik yang tepat untuk menghindari kematian.

Penatalaksanaan syok anafilaktik.


Syok Anafilaktik.

Pertahankan jalan nafas

Beri

suntikan

epinefrin/adrenalin

(0,01

mg/kg/dosis

maksimum 0,3 mg/dosis) di Subcutan.


3

Beri oksigen

Pemberian metil prednisolon/hidrocortison (dengan dosis 4-10

mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul


rumatan prednison oral)
5

Pemberian

Difenhidramin

(diberikan

dengan

mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam).

HIPOTEN
SI

BRONKOSPASME

Pemberian
posisi
Pemberian Metil Xantin (Beta 2
trendelenb
Agonist)
rug (30-45
Digunakan sebagai bronkodilator.
derajat).
Obat yang sering digunakan
Manajemen

adalah aminofilin dan teofilin,

cairan yang

dengan dosis awal 3-6/kg/dosis,benar


lanjutan

2,5

kali/24 jam.

mg/kg/dosis,

3-4(pemberian
infuse cairan
kristalloid atau
colloid)

dosis

0,5

LUA
EVA SI

(DIET BSTIK)
NO

BAHAN

PANTANGAN

YANG TIDAK DAPAT DIMAKAN

Buah-buahan

BAHAN

PENGGANTI

YANG DAPAT DIMAKAN

- semua buah
- semua bahan makanan yang
mengandung buah
Contohnya:

Umbi-umbian

sayur asam, saos tomat, sambal


rawon, sayur nangka (gudeg),
sayur labu
- coklat, keripik melinjo
Susu sapi dan bahan bahan makanan
yang mengandung susu sapi, contohnya;
2

Susu sapi

Telur unggas
3

dan
daging unggas

Ikan, kepiting,
Udang dan
Rajungan

- Permen
- Es krim
- Biscuit
- Keju,
- Chiki, chitos dst
Telur ayam/ bebek/burung dan daging
ayam/bebek/burung, contohnya;
- Mie telur, Indomie, Supermie,
Sarimi, Makaroni, roti, kue dan
sebagainya.
Ikan air laut/tawar, kepiting, udang,
rajungan, dan bahan makanan yang
mengandung ikan/udang/kepiting,
contohnya:

Susu kedelai

Susu kedelai yang ada di


pasaran:
-

Tahu dan Tempe

Kentang, wortel,
bengkuang, ketela
pohon, tales, gembili,
gadung, semua sayur
dan sebagainya.

Nutrilon Soya
Nursoy, probee

Daging kambing, gule, sate


kambing, daging sapi dst.

Daging sapi,
kambing, kerbau

Petis
Kerupuk
terasi
Termasuk:
-

Kacang Tanah
dan Kacang
Hijau

- bumbu gado-gado,sate, dan


rujak.
- Kecambah (Kacang tanah dan
Kacang hijau).
Bahan dari kacang hijau
(tepung hungkue dan mie
Suun)

Kacang sayur, kacang


kedelai, buncis,
kacang panjang,
kacang merah,
kacang beras.

Mie mihun dari (beras) bisa


digunakan sebagai
pengganti Suun.

Keterangan :
1. Selama 3 minggu, hindari makanan pantangan, termasuk makan dengan
pewarna dan pengawet.
2. Setelah berpantang 3 minggu dan gejala alergi hilang, setiap minggu dapat
mencoba 1 jenis makanan pantangan, diberikan sedikit demi sedikit.
3. Bila muncul gejala alergi, berarti anak alergi dengan jenis makanan tersebut.
Hentikan makanan yang dicobakan dan obati gejala.

4. Bila tidak muncul gejala alergi, berarti anak tidak alergi dan makanan boleh
dikonsumsi.

2.7 WOC
pajanan allergen : bahan
makanan, obat-obatan,
tungau, debu,
Ditangkap APC
( antigen precenting
cell)
HLA

Peptide-peptida

Presentasi ke sel
Th-2
Sel B memproduksi
IgG
Sensitifitas tidak

Th-2
IL-

Produksi IL-4 dan

Eosinofil

Sel B

Allergen berikatan

Ig E melekat pada sel mast &

Sensitifitas sel
mass dan

Ion Ca++ masuk sel

Perubahan membran sel mast

Degranulasi sel

Pengeluaran mediator ,
pelepasan histamin

B1

Respon
system

Bronko
konstriksi

imune
Pengelura

Dispnoe

n secret
pada
mukosa

Mk : pola

nafas
inefektif

B
2

B3

Vasodilat
asi perifer
&

Vasodilata
si
pembuluh

B
5

Histamin
pd
fundus
lambung

pembeng
kakan
ruang
Permeabilit

Tidak
ditemuka
n

as kapiler

sel

hipoten

Mk :
- Resti Kekurangan Vol

Oede
m
Mk : bersihan
jalan nafas

Cairan
- Nutrisi kurang dari

MK: Ggn. Perfusi


Jaringan

Hipoksia jar

inefektif
Kehilangan

Mk :Resiko

Komplikasi

Pe TD

Syok Anafilaktik

gatal

lambun

g
Mual / muntah

jaringan

urtikari

parietal

Pe
asam

cairan &
protein
plasma ke

Reseptor
pd ujung
saraf
sensori

Aktivasi

Perembesan

B
6

MK: - Ggn Integritas


kulit
- Ggn Rasa Nyaman

Tanda :Gatal, kram abdomen, kemerahan kulit,


gangguan saluran cerna, sulit bernafas

dampak hospitalisasi

alerg

hospitalisa

Dampak

keluarg

anak

Mk :
Aktifitas

Kurang informasi

sosioekonomi

tentang masalah

Mk : perubahan proses
keluarga

Mk : koping keluarga

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Contoh Kasus


Kasus I
An. N (1,5 tahun). Datang ke RSDS karena batuk pilek. Pada leher dan seputar
bibirnya lantas timbul kemerahan dan gatal. Ia mengalami hal itu jika setelah makan
bahan makanan yang mengandung telur. Riwayat nutrisi selepas ASI eksklusif, orang tua
mengenalkannya pada berbagai makanan. Ia juga mulai sering batuk dan pilek semenjak
itu terutama bila makan dari bahan yang mengandung telur. Saat dibawa ke dokter, batuk
dan pileknya diobati. Sementara gatal kemerahannya dikasih bedak saja. An.N juga suka
makan keju. Ayah An.N juga mengalami gatal dan kemerahan jika makan sop buntut.
Dokter menyarankan An.N menjalani tes alergi dan memberinya terapi diit BSTIK.

3.2. Pengkajian
A. Anamnesa

1. Onset munculnya gejala


Umur saat terjadinya onset pada symptom dapat membedakan
apakah alergi tersebut diperantarai IgE.
2. Karakter, durasi, frekuensi dan keparahan dari symptom
3. Sifat sementara dari symptom
Apakah alergi tersebut terjadi intermitten, sepanjang tahun, pada
musim-musim tertentu, atau sepanjang tahun tapi menjadi lebih buruk
saat musim tertentu.
4. Sifat topologi dari symptom
Apakah alergi tersebut menjadi lebih buruk saat berada di rumah,
sekiolah, tempat kerja, atau di tempat-tempat lainnya. Hal tersebut dapat

mengindikasikan

bahwa

alergen

yang

menyebabkan

reakasi

hipersensitivitas terdapat pada tempat tersebut.


5. Faktor pencetus
Substansi-substansi pada lingkungan dapat menginisiasi dan
mempertambah buruk alergi. Faktor-faktor tersebut anatara lain :
kelembapan, temperatur, dan prubahan tekanan udara.
6. Faktor-faktor tingkah laku dan aktivitas
Aktivitas fisik dapat menjadi faktor pencetus dari asma dan
anafilaksis. Kegiatan di luar rumah dapat menjadi faktor prediposisi
terkena eksposure dari alergen dan gigitan serangga. Merokok juga
dapat memperparah penyakit alergi pada sistem pernafasan.
7. Akibat dari penyakit pada pasien
Apakah akibat penyakit dapat mengganggu aktivitas harian dan
performa pasien saat di sekolah atau tempat kerja. Kualitas hidup
pasien merupakan outcome yang harus selalu dievaluasi dan dimonitor.

8. Riwayat

atopik

pada

keluarga B. Pemeriksaan Fisik

Nadi : 107x/menit

Suhu Badan : 37,70C

TTV

: TD : 110/70 mmHg
RR : 25x/menit

Breath

: RR = 25x/menit, ronchi, pengeluaran sekret sedikit, bewarna bening,


klien tidak bisa batuk efektif.

Blood

: CRT<2 detik, tidak ada kelainan kardiovaskular

Brain

: GCS=4,5,6. refleks fisiologis normal.

Bladder

: jumlah urine 800cc/hari, warna kuning jernih, bau khas.

Bowel

: porsi makan 3x sehari diit BSTIK, BAB 1x sehari, lembek, kuning


kecoklatan, bau aromatik.

Bone : ada pruritus di leher dan sekitar mulut, terasa gatal. Pergerakan
sendi normal

3.3. Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tak efektif b.d. proses penyakit ditandai dengan batuk
tak efektif dan pengeluaran mukus.
2. Perubahan kenyamanan b.d. proses penyakit sekunder terhadap reaksi alergi.
3. Kurang pengetahuan b.d. kurangnya informasi mengenai regimen terapi
dan proses penyakit.
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d. perubahan sensasi sekunder terhadap ruam

3.4. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b.d. proses penyakit ditandai dengan batuk
tak efektif dan pengeluaran mukus.
Tujuan

: Sputum dapat dikeluarkan dengan adekuat.

Kriteria Hasil : Individu tidak mengalami aspirasi


RR=20-35x/menit, ronchi berkurang atau menghilang.
Intervensi
1. Ajarkan pada anak untuk berkumur

Rasional
1. Air hangat dapat mengencerkan

dengan air garam hangat tiap 2-4

mukus

dan

garam

dapat

jam dan setelah batuk.

menghilangkan rasa tidak nyaman


di mulut.

2. Tingkatkan masukan cairan sampai


2/4-3/4x jumlah normal jika tak ada

2. Dehidrasi

dapat

membantu

mengencerkan mukus.

kontraindikasi.
3. Biarkan anak untuk istirahat setelah
batuk dan makan.
4. Beritahukan pada orang tua tentang

3. Anak dapat memulihkan tenaga


untuk kegiatan selanjutnya.
4. Meminimalkan

cemas

pada

tindakan suction dan fisioterapi

keluarga serta melibatkan orang tua

nafas.

dalam pengambilan keputusan.

5. Kolaborasikan
expectorant,

pemberian
nebulizing

tindakan suction dan

atau

fisioterapi

5. Expectorant, nebulizing, suction,


dan

fisioterpai

nafas

dapat

membantu mengeluarkan mukus.

nafas bila diperlukan.

2. Kurang pengetahuan b.d. kurangnya informasi mengenai regimen terapi


dan proses penyakit.
Tujuan

: Menghindari pemajanan atau konsumsi etiologi dari


hipersensitivitas.

Kriteria Hasil : Orang tua klien akan menggambarkan strategi untuk mencegah
pemajanan atau konsumsi etiologi dari hipersensitivitas

Intervensi

Rasional

1. Jelaskan mekanisme dari

reaksi

1. Meningkatkan pengetahuan orang

hipersensitivitas secara jelas kepada

tua

orang tua klien.

hipersensitivitas.

2. Informasikan pada orang tua klien


mengenai

etiologi

dan

faktor

pencetus yang bisa menyebabkan

mengenai

reaksi

2. Meningkatkan pengetahuan orang


tua mengenai etiologi dan faktor
pencetus hipersensitivitas.

reaksi hipersensitivitas.
3. Informasikan mengenai

produk-

produk turunan dari etiologi reksi


hipersensitivitas.

3. Meningkatkan kewaspadaan oarang


tua pada produk-produk turunan
dari etiologi hipersensitivitas.

4. Perubahan kenyamanan b.d. proses penyakit sekunder terhadap


reaksi alergi. Tujuan : Meningkatkan kenyamanan klien.
Kriteria Hasil : Klien/ibu klien mengungkapkan penurunan pruritus/kemerahan.

Intervensi

Tindakan

1. Pertahankan

hygine

tanpa

1. Meminimalkan terjadinya pruritus


baru dan berkembangnya

menjadikan kulit kering (mandi 3x


sehari), lalu berikan bedak pada

mikroorganisme patogen di kulit.

lipatan-lipatan kulit.
2. Cegah kekeringan yang berlebihan,

2. Mempertahankan

kelembapan

kulit

dengan mengoleskan lotion atau

normal sehingga flora normal kulit

baby oil.

dapat berkembang debgan optimal.

3. Anjurkan
dengan

untuk
kuku

tidak
bila

menggaruk

terasa

gatal,

3. Menggaruk

dengan

kuku

akan

menimbulkan perlukaan pada kulit.

anjurkan untuk menggosok dengan


telapak tangan atau menekan area
yang gatal. Berikan sarung tangan
atau kaos kaki bila perlu dan potong
kuku anak untuk mencegah cidera
pada area kulit yang gatal.

4. Jelaskan pada anak dan orang tua


mengapa tidak diperbolehkan untuk
menggaruk.

4. Meningkatkan rasa percaya anak


dan orang tua dan pemahaman
5. Kolaborasikan
antihistamin,

untuk
salep

pemberian
atau

krim

kortikosteroid topikal

terhadap

intervensi

yang

kita

lakukan.
5. Pemberian
mengurangi

antihistamin
pruritas

dapat
serta

mengurangi rasa gatal.


5. Risiko
kerusakan
integritas kulit
b.d.
perubahan
sensasi
sekunder
terhadap
ruam

Tujuan
:
Mempert
ahankan
integritas
kulit.
Kriteria
Hasil :

Klien dapat mendemonstrasikan


perilaku/teknik mencegah

kerusakan kulit.
Intervensi

Rasional

1. Berikan perawatan kulit sering dan


jaga kelembapan kulit normal.

1. Keadaan kulit yang terlalu

atau terlalu lembab berisiko untuk


merusak integritas kulit.
2. Membuat

2. Ajarkan pada anak untuk menggosok


area yang gatal dengan telapak tangan,

kering

anak

paham

bahwa

menggaruk dengan kuku dapat


merusak integritas kulit.

dan melarang menggaruknya dengan


kuku.

3. Kolaborasikan
obat/salep.

pemberian

3. Salep

yang

antihistamin

dapat

mengandung
mengurangi

ruam dan gatal pada kulit.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari uraian dalam makalah ini, dapat diambil kesimpulan bahwa kasus
alergi dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut
sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa
terjadi. Belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan komplikasi yang cukup
berbahaya, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh kita.
Patofisiologi penyakit alergi melibatkan pengerahan berbagai sel efektor dari
sirkulasi, rangsangan sumsum tulang/sistemik. Reaksi alergi yang sistemik menunjukkan
respons di berbagai organ seperti saluran napas atas dan bawah, kulit dan saluran cerna.
Oleh karena itu terapi harus diarahkan terhadap manifestasi lokal dan sistemik.

Sehingga, perawat harus mengetahui dan paham mengenai bagaimana


mekanisme dan jenis penyakit alergi yang muncul pada anak sebagai acuan saat
melakukan tindakan. Penentuan diagnosa keperawatan yang akurat akan
mempercepat proses keperawatan. Sehingga

akan mempercepat proses

penyembuhan atau meninimalkan komplikasi lebih lanjut.

4.2 Saran
1. Perawat perlu terampil menentukan keadaan kedaruratan serta memberikan asuhan
keperawatan yang tepat pada anak dengan Alergi, baik alergi makanan, debu, dll.

2. Perlu pembelajaran terpadu berkenaan dengan ketrampilan dalam


mendiagnosa maupun dalam melakukan tindakan.
3. Melalui intervensi yang aktif, intensif dan efektif diharapkan dapat
meminimalkan komplikasi lebih lanjut.

Daftar Pustaka
Anonimus.

2007.

Alergi

Dan

Penyebabnya.

www.balita-

anda.indoglobal.com/pdf.php?id=376. Rabu, 11 Maret 2009 : 02 :54 WIB


Arwin, AP. 2001. Pendekatan Imunologis berbagai penyakit alergi & Infeksi.
Jakarta :Balai Penerbit FKUI
Behrman, Richard E., dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, vol.3.
Jakarta : EGC
Boediharja, Siti A., dkk.2002. Alergi Kulit Pada Bayi dan Anak. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.1.Jakarta :

EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Davies, Robert.2003. Bimbingan Dokter Pada Alergi. Jakarta : Dian Rakyat
Mahdi, Dina. 1993. Penatalaksanaan Penyakit Alergi. Surabaya : Airlangga
University Press
Suyono, Slamet. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Edisi 3.Jakarta :
Balai penerbit FKUI
Tjokroprawiro, Askandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Surabaya : Airlangga University Press
Judarwanto, Widodo. Alergi Makanan pada Anak Mengganggu Semua Organ
Tubuh Anak. http://www.puterakembara.com. Jumat, 13 Maret 2009 : 16:01 WIB

Judarwanto, Widodo. 2009. Pemeriksaan alergi-allergy test.


http://www.childrenallergyclinic.wordpress.com.
Judarwanto, Widodo. 2009. Tes Alergi Apakah Sudah memastikan
http://childrenallergyclinic.wordpress.com. Sabtu, 14 Maret 2009 : 15.03 WIB

Anda mungkin juga menyukai