PENDAHULUAN
Resiko dan tanda alergi dapat diketahui sejak anak dilahirkan bahkan
sejak dalam kandunganpun kadang-kadang sudah dapat terdeteksi. Alergi itu
dapat dicegah sejak dini dan diharapkan dapat mengoptimalkan Pertumbuhan
dan perkembangan Anak secara optimal
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan etiologi dari alergi ?
2. Apa jenis-jenis alergi pada anak ?
3. Bagaimana manifestasi klinis alergi pada anak ?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya alergi pada anak ?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alergi
2.1.1 Definisi
Alergi berasal dari kata allos yang berarti suatu penyimpangan atau
perubahan dari cara semula atau cara biasa. Benda asing yang masuk ke
tubuh dan menyebabkan perubahan reaksi tersebut, dinamakan allergen
( Dian.H.Mahdi,1993)
Alergi merupakan suatu perubahan reaksi (menyimpang) dari tubuh
seseorang
terhadap
lingkungan
berkaitan
dengan
peningkatan
kadar
Alergi merupakan respons sistem imun yang tidak teapat dan seringkali
membahayakan terhadapa substansi yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi
alergi merupakan manifestasi cedera jaringan yang terjadi akibat interaksi
antara antigen dan antibodi ( Brunner & Suddarth, 2002)
Alergi adalah suatu perubahan reaksi, atau respon pertahanan tubuh yang
menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya
E.Istilah
tersebut
dibedakan
dengan
sensitif,
yaitu
perubahan reaksi terhadap bahan yang secara normal aman. Istilah lain
yang juga harus dibedakan ialah intoleransi, yaitu penyimpangan reaksi
yang tidak berdasarkan reaksi imun. (Retno W.Soebaryo,2002)
Alergi adalah suatu reaksi kekebalan yang menyimpang atau berubah
dan normal yang dapat menimbulkan gejala yang merugikan tubuh.
ialah
otot-otot
polos
(smooth
muscles)
yang
akan
mengerut
membran
sel
yang
bersifat
antigen,
sehingga
kimia
atau
dari
jenis
padi-padian/gandum-ganduman
4. Alergen suntik atau sengatan, yaitu alergen yang masuk ke tubuh melalui
sengatan atau disuntikkan dan biasanya dipakai pada prosedur pengobatan,
6. Auto alergen, yaitu zat dan organik itu sendiri yang keluar dari sel-sel yang
rusak atau pada proses nekrosa jaringan akibat infeksi ( reaksi toksik)
2.1.4 Etiologi
Secara umum semua benda di lingkungan (pakaian, makanan, tanaman,
perhiasan, alat pembersih, dsb) dapat menjadi penyebab alergi, namun faktor
lain misalnya (a) perbedaan keadaan fisik setiap bahan, (b) kekerapan pajanan,
(c) daya tahan tubuh seseorang, (d) adanya reaksi silang antar bahan akan
berpengaruh terhadap timbulnya alergi. (Retno W.Soebaryo,2002)
(Widodo judarwanto,2007)
congestion
(napas
berbunyi/grok-grok).
2 Sistem Pencernaan
Hernia
umbilikalis,
scrotalis
atau
inguinalis.
3 Telinga Hidung Tenggorok
telinga berlebihan,
4 Kulit
atopik,
dermatitis,
itching,
gemetar, bahkan
hingga
kejang.
Mata berair, mata gatal, kotoran mata
7 Mata
Sistem Pernapasan
sering
menggerak-
Sistem Pencernaan
buang air
besar
tenggorokan
: telinga
terasa
penuh/
timbul,
Kulit
urticaria,
:Sering
sakit
FISIOLOGIS:
gangguan
Mata
2.1.6 Patofisiologi
Reaksi alergi yang kompleks dapat digambarkan sebagai berikut: reaksi
pada sel mast dan basofil. Bila ada alergen masuk dalam tubuh maka akan
terbentuk ikatan kompleks alergen dengan IgE. Ikatan tersebut menyebabkan
masuknya ion Ca++ ke dalam sel mast dan terjadi perubahan pada membran
sel mast dan basofil. Akibatnya terjadi degranulasi sel mast yang kemudian
menimbulkan pelepasan histamin serta mediator peradangan lainnya.
Selainitusel
residenjugamelepasmediatordansitokinyangjugamenimbulkangejalaalergi. Mediator-
2. Rinitis alergika
Rinitis alergika adalah suatu gejala alergi yang terjadi pada hidung.
Angka ini bergantung kepada iklim dan letak geografis masing-masing
negara. Kejadian rinitis alergi pada anak usia yang sangat muda
rendah akan tetapi secara progresif meningkat pada anak usia yang
lebih tua. Sekitar 57% penderita rinitis alergika mempunyai riwayat
alergi dalam keluarganya. Rinitis alergika yang timbul pada masa anak
biasanya menetap sanpai usia dewasa dan akan berkurang pada usia
lanjut. Sekitar 15-25% penderita akan sembuh spontan setelah 5-7 th.
Gejala rinitis alergika berupa bersin-bersin disertai gatal-gatal pada
hidung dengan ingus yang encer sebanyak kurang lebih 20 ml setiap jam.
Gejala ini sering disertai gejala hidung tersumbat yang menyebabkan anak
rewel dan sulit tidur. Rasa gatal kadang-kadang terasa pada langit-langit dan
telinga. Gejala-gejala gatal, merah dan berair pada mata sering menyertai
gejala rinitis alergika. Kadang-kadang gejala rinitis alergika ini disertai gejala
sinusitis yaitu peradangan sinus (rongga udara) di sekitar hidung. Prinsip
pengobatan rinitis alergika juga sama dengan prinsip pengobatan penyakit
Gejala urticaria ini dapat terjadi segera atau beberapa hari setelah
kontak dengan bahan penyebab. Sebagian besar yaitu sekitar 75 %
urticaria yang kronik sulit diketahui sebabnya. Madang-kadang gejala
urticaria dapat menjadi berat dengan gejala penyerta yaitu syok anafilaksis
yang dapat menyebabkan kematian. Pengobatan pada urticaria umumnya
sama dengan penyakit alergi lanilla yaitu menghindari factor penyebab.
4. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah status gejala eksim terutama timbul pada
masa kanak-kanak. Gejala ini biasanya timbul pada usia sekitar 2 bulan
sampai 1 tahun dan sekitar 85 % pada usia kurang dari 5 tahun. Pada
keadaan akut, gejalanya berupa kulit kemerahan, kulit melenting berisi
cairan, basah dan sangat gatal. Kadang-kadang disertai infeksi
sekunder yang menimbulkan nanah.
Gejala dermatitis atopik pada bayi berupa kemerahan pada kulit
bentol-bentol kemerahan, berisi cairan, keropeng disertai kulit pecah-pecah
atau lecet. Gejala ini sering mengenai pipi, siku dan tepi pinggir kulit anggota
gerak bawah dan selanjutnya dapat menyebar ke daerah selakangan. Pada
usia selanjutnya, kelainan ini terdapat pada lipat siku, lipat lutut, tengkuk dan
5. Konjungtiva alergika
Konjugntivitas alergika adalah suatu bentuk kelainan laergi pada mata
yang mengenai kedua mata dan terjadi berulang. Gejala penyakit ini berupa
gatal kemerahan,banyak keluar air mata dan penglihatan silau. Kadangkadang penderita merasa ada sesuatu yang mengganjal pada mata. Kelainan
ini sering mengeai anak usia 5 sampai 10 tahun, terutama pada anak laki-laki.
Mengenai pengobatan alergi pada mata, untuk menghilangkan gejala
biasanya diberikan obat tetes mata golongan steroid dosis rendah.
6.
Alergi makanan
Antigen makanan terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Alergi
makanan terutama disebabkan oleh glikoprotein yang terkandung di dalamnya.
Berdasarkan urutan kekerapan, jenis makanan yang berpotensi antigenik antara
lain telur, kacang tanah, susu, kedelai, kacang polong, ikan, udang, dan gandum.
Alergi terhadap telur, kedelai, susu, dan gandum( pada anak-anak) biasanya
dapat dihilangkan setelah eliminasi ketat selama 1 tahun atau lebih, walaupun Ig
E nya masih bertahan. Sedangkan alergi terhadap kacang tanah, kacang polong,
udang dan ikan tetap bertahan dalam jangka waktu yang lama sehingga banyak
dijumpai baik pada populasi anak maupun dewasa.
penyebab reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi ini dapat
disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan karena kontaminasi toksik
(misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella, Campylobacter dan Shigella,
histamine pada keracunan ikan), zat farmakologik yang terkandung dalam
makanan misalnya tiramin pada keju, kafein pada kopi atau kelainan pada pejamu
sendiri seperti defisiensi lactase, maltase atau respon idiosinkrasi pada pejamu.
Menurut cepat timbulnya reaksi maka alergi terhadap makanan dapat berupa
reaksi cepat (Immediate Hipersensitivity/rapid onset reaction) dan reaksi lambat
(delayed onset reaction). Reaksi cepat, reaksi terjadi berdasarkan reaksi
kekebalan tubuh tipe tertentu. Terjadi beberapa menit sampai beberapa jam setelah
makan atau terhirup pajanan alergi. Reaksi Lambat, terjadi lebih dari 8 jam setelah
makan bahan penyebab alergi. ( Widodo judarwanto,2007)
2.2.2 Prevalensi
BBC tahun 1999 melaporkan penderita alergi di Eropa memiliki
kecendurangan meningkat pesat. Angka kejadian alergi meningkat pesat dalam
20 tahun terakhir, 30% orang berkembang menjadi penderita alergi setiap saat.
Anak usia sekolah lebih dari 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai
astma, 6 juta orang menderita dermatitis dan 9 juta orang menderita hay fever
2.2.3 Etiologi
Terdapat 3 faktor penyebab terjadinya alergi makanan, yaitu faktor genetik,
imaturitas usus, pajanan alergi yang kadang memerlukan faktor pencetus.
1.
Faktor genetik
Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau keluarga penderita . Bila ada
salah satu orang tua atau keluarga yang menderita gejala alergi maka dapat
menurunkan resiko pada anak sekitar 17 40%,. Bila ke dua orang tua alergi
maka resiko pada anak meningkat menjadi 53 - 70%.(Widodo Judarwanto,2007)
Kecenderungan alergi ditentukan oleh gen(DNA) yang diwariskan dari
orang tua. Gen (factor internal ) saja tidak cukup, perlu pengaruh dari lingkungan
(Widodo Judarwanto,2007)
3.
Pajanan alergi
Pajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik dapat terjadi sejak
bayi dalam kandungan. Diketahui adanya IgE spesifik pada janin terhadap
penisilin, gandum, telur dan susu. Pajanan juga terjadi pada masa bayi.
Pemberian ASI eksklusif mengurangi jumlah bayi yang hipersensitif terhadap
makanan pada tahun pertama kehidupan, sedangkan pemberian PASI dapat
meningkatkan angka kejadian alergi pada bayi. (Widodo Judarwanto,2007)
4. Faktor Pencetus
Beberapa hal yang mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor
pencetus. Faktor pencetus tersebut dapat berupa faktor fisik seperti dingin,
panas atau hujan dan factor psikis seperti cemas, sedih, stress atau takut.
Faktor pencetus bukan penyebab serangan alergi, tetapi menyulut terjadinya
serangan alergi. Bila terdapat pencetus alergi disertai paparan alergi maka
keluhan atau gejala alergi yang timbul menjadi lebih berat. Bila tidak terpapar
penyebab alergi meskipun terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan muncul.
Penjelasan tersebut dapat menjelaskan mengapa pada saat dingin, kehujanan
atau kelelahan seorang penderita asma tidak kambuh, hal ini disebabkan pada
saat itu penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab alergi seperti
makanan, debu dan sebagainya.(Widodo judarwanto,2007)
Alergi makanan merupakan salah satu masalah alergi yang penting pada anak.
Sekitar 20% anak usia 1 tahun pertama pernah mengalami reaksi terhadap makanan
yang diberikan termasuk yang disebabkan reaksi alergi. Sebetulnya semua makanan
dapat menimbulkan alergi, akan tetapi antara satu makanan dengan makanan yang
lain mempunyai derajat alergenitas berbeda. Yang satu mungkin lebih menimbulkan
alergi dibandingkan dengan yang lainnya. Susu sapi yang merupakan protein asing
utama bagi bayi pada bulan-bulan awal kehidupan, dapat menimbulkan reaksi alergi
yang pertama dengan gejala-gejala pada saluran cerna, seperti diare dan muntah.
Protein susu sapi dapat menimbulkan alergi yang menetap sampai akhir masa kanakkanak baik dalam bentuk susu murni atau bentuk lain seperti es krim, keju, kue-kue
dan lain-lain. Anak yang mempunyai alergi terhadap susu sapi tidak selalu alergi
terhadap daging sapi maupun bulu sapi.
Telur ayam juga sering merupakan allergen yang penting pada anak
terutama anak yang menderita dermatitis atopik. Anak yang mempunyai
alergi terhadap telur ini juga belum tentu mempunyai alergi terhadap daging
ayam maupun bulu ayam, akant etapi dapat timbul reaksi alergi bila
diberikan vaksin yang ditanam pada kuning telur seperti vaksin campak.
Ikan merupakan allergen yang kuat terutama ikan laut. Bentuk reaksi
alergi yang sering ialah berupa urtikaria atau asma. Pada anak yang sangat
sensitive dengan hnya mencium bau ikan yang sedang dimasak dapat juga
menimbulkan sesak napas atau ebrsin-bersin. Jenis makanan laut yang lain
(seafood) yang sering menimbulkan alergi adalah udang kecil, udang besar
(lobster) dan kepiting. Gejala yang sering timbul malah urtikaria. Alergi
terhadap makanan ini tidak selalu berarti alergi terhadap ikan laut.
Kacang-kacangan
seperti
kacang
tanah,
kacang
mede
dan
pear dan wortel. Jeruk sering juga menyebabkan kemerahan pada kulit bayi
dan anak.
Kacang kedelai dan sejenisnya mempunyai sifat allergen yang
rendah. Kacang kedelai sering digunakan sebagai pengganti susu sapi
pada anak yang mempunyai alergi terhadap susu sapi. Sifat alergenitasnya
akan berkurang dengan pemanasan.
Gandum biasanya dapat menimbulkan reaksi alergi dalam bentuk
tepung bila dihirup. Bila dimakan tidak selalu menimbulkan reaksi alergi
akrena gandum akan dicernakan oleh enzim pencernaan di lambung
Pengolahan makanan dapat mengubah antigenitas beberapa jenis makanan
tertentu. Beberapa protein dalam susu mengalami denaturasi pada saat di olah
dan dipanaskan, beberapa yang lain berubah menjadi lebih alergenik. Alergen
dalam ikan mengalami perubahan dalam proses pengalengan. Penderita yang
tidak tahan terhadap ikan segar mungkin dapat menerima ikan dalam kaleng.
Liofilisasi juga dapat mengubah sifat allergen ikan. Hanya allergen kacang
tanah yang relative bertahan terhadap segala jenis proses pengolahan.
2.2.4 Patofisiologi
Di samping protein makanan, saluran makanan terpapar pada begitu
banyak protein asing, termasuk bakteri, parasit, dan virus. Fungsi utama saluran
makanan adalah untuk m mencernakan makanan menjadi bahan-bahan yang
mudah diserap dan selanjutnya di olah menjadi energy. Dalam proses tersebut,
saluran makan harus dapat memberikan perlindungan menghadapi sejumlah
pathogen yang masuk, namun pada saat yang sama harus mampu menerima
protein-protein yang terkandung dalam makanan. Terdapat bebrapa perlindungan
non imunologis dan imunologis pada saluran makanan yangb berfungsi untuk
mengurangi paparan sistematik mantigen asing.
justru berkurang. Ig A sekretorik yang tersusun dalam bentuk dimer mengikat protein
makanan menjadi senyawa kompleks dan denga demikian mengurangi laju
absorbsinya. Ig A banyak dijumpai dalam mucus dan merupakan perlindungan
tambahan. Sistem imun local dan sistemik memiliki peran yang penting dalam
terjadinya toleransi oral. Antigen dalam makanan diproses sedemikian rupa menjadi
struktur nonalargenik atau tolerogenik yang mampu merangsang sel T regulator yang
pada gilirannya menekan timbulnya respon imun. Percobaan-percobaan untuk
mengurangi jumlah sel T reg., mengeliminasi sel sel limfoid atau meningkatkan
presentasi antigen terbukti menghalangi terjadinya toleransi oral. Hipersensitivitas
terhadap makanan timbul akibat hilangnya atau berkurangnya toleransi oral. Tingginya
insiden alergi makanan pada bayi dan anak-anak menimbulkan dugaan bahwa hal
tersebut disebabkan belum matangnya system imun dan fungsi fisiologis saluran
makanan. Berkurangnya Ig A pada saluaran makanan yang belum matang ditambah
kurangnya jumlah sel T reg. atau penekan aktivitas makrofag pada usia nak-anak
berperan dalam peningkatan insiden alergi makanan pada anak-anak yang memiliki
kecenderungan genetik.
meningkatkan
produksi
antibody
sistemik.
Pada
penderita
dengan
Manifestasi Kulit
Manifestasi kulit merupakan reaksi yang paling sering dijumpai.
Reaksinya bervariasi muali dari urtikaria akut dan/atau angiodema hingga
bercak-bercak kulit yang menyerupai lesi morbilli.
Manifestasi Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan manifestasi terbanyak kedua, berupa
mual-mual, muntah, diare, nyeri dan kram perut. Gejala-gejala tersebut dapat
muncul tersendiri atua bersamaan denga gejalagejala dari system organ yang
lain. Data pemeriksaan cineradiography menunjukan adanya perubahan
motilitas gastrointestinal pada penderita alergi makanan setelah paparan
allergen spesifik. Pemeriksaan endoskopi pada mukosa lambung menunjukan
adanya hyperemia, edema, bercak-bercak perdarahan (petechie), peningkatan
sekresi mucus, dan penurunan peristalsis setelah papran allergen makanan.
Beberapa contoh manifestasi alergi makanan yang dimediasi oleh Ig E,
meliputi sindroma alergi oral dan gastroentyeropati eosinofilik alergik.
Manifestasi Respiratorik
Gejala respiratorik biasanya merupakan bagian dari reaksi anafilaksis
sistemik, dapat berupa bersin-bersin, keluar ingus (rhinorrhea), rasa gatal
pada mata, telinga, atau langit-langit, spasme otot-otot polos bronkus, dan
edema laring. Gejala respiratorik muncul secara tersendiri dan jarang sekali
disebabkan oleh alergi makanan.
konsentrasi
terendah
yang
menimbulkan
reaksi,
kemudian
hal ini bahkan tes eksposisi inhalatif dengan alergen tersebut tidak
dianjurkan, karena jelas berbahaya.
Tes eksposisi inhalatif spesifik ini tentunya harus dilaksanakan dengan
persiapan yang teliti, terutama persiapan untuk kedaan gawat-darurat yang
bisa terjadi, yaitu reaksi yang parah dengan sesak nafas berat yang bisa
sampai menyebabkan kematian. Karena itu sebelum tes ini harus dipastikan,
bahwa obat-obatan seperti kortison, antihistaminikum, epinefrin, cairan infus
serta alat-alat untuk resusitasi termasuk intubasi sudah tersedia lengkap.
Spirometri
rinci kepada pasien atau orang tua pasien tentang prosedur pemeriksaan,
Metode dan cara uji provokasi. Ada 2 macam cara uji provokasi
makanan, yaitu uji provokasi makanan terbuka (open food
challenge), dan uji provokasi makanan buta ganda (double blind
placebo controlled food challenge=DBPCFC).
Uji provokasi makanan terbuka. Jika uji kulit negatif dan riwayat
reaksi terhadap makanan meragukan maka uji provokasi
makanan terbuka dapat dilakukan setelah melakukan diet
eliminasi selama 3 minggu.
Uji provokasi makanan buta ganda. Cara ini merupakan cara
yang ideal untuk menentukan adanya reaksi terhadap
makanan. Untuk memenuhi persyaratan buta ganda maka
vehikulum harus memenuhi syarat sebagai berikut, 1)
menghilangkan
bau,
2)
menghilangkan
rasa,
3)
menghilangkan penampilan, dan 4) dapat memuat sejumlah
banyak makanan hingga dapat dilak provokasi multipel dalam
beberapa jam. Vehikulum tersebut dapat berupa kapsul, es
kering, es krim, saus apel, hamburger, atau campuran tapioka
dengan buah dan sop. Kapsul yang dipakai umumnya ukuran
00 terbuat dari gelatin buram dengan bintik-bintik titanium
oksida. Untuk 5 gram tepung telur kering biasanya
memerlukan 10-15 kapsul. Setelah diisi, kapsul disalut dengan
2.4 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa
dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat
pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan
dengan eliminasi dan provokasi. Diagnosis alergi makanan tidak
ditegakkan berdasarkan test alergi, karena validitasnya sangat terbatas.
Hasil tes alergi positif belum tentu mengalami alergi makanan. Demikian
pula sebaliknya hasil negative belum tentu tidak alergi makanan tersebut.
Jenis alergi makanan di tiap Negara berbeda tergantung usia dan
kebiasaan makan makanan tertentu. Alergi makanan pada bayi di Amerika
Serikat terbanyak disebabkan karena protein susu sapi, sereal, telur, ikan
dan kedelai. Pada usia lebih tua coklat, kacang tanah lebih berperanan.
Data yang diperlukan pada evaluasi alergi makanan (Ari Baskoro, 2007):
3. Pemakaian obat-obatan
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan alergi makanan harus secara benar dan berkesinambungan,
saat ini penatalaksanaan yang paling ideal adalah menghindari pencetus yang bisa
menimbulkan keluhan alergi tersebut. Namun, masih banyak perbedaan dan
kontroversi diantara para ahli atau peneliti dalam sistem penanganan alergi makanan
yang sesuai. Sehingga banyak tercipta pola dan variasi pendekatan diet yang
dilakukan oleh para ahli dalam menangani alergi makanan dan autisme. Banyak
kasus pengendalian alergi makanan tidak berhasil dengan optimal, karena penderita
menghindari beberapa makanan yang dianggap sebagai penyebab alergi dari hasil
pemeriksaan yang bukan merupakan pemeriksaan baku atau Gold Standard.
Penatalaksanaan alergi dibagi menjadi 2 yaitu:
Namun,
informasi
terhadap
efektivitas
probiotik
dalam
d. Diet
Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi
dengan 1 bahan makanan setiap minggu. Makanan yang menimbulkan
gejala alergi pada provokasi ini dicatat. Disebut alergen kalau pada 3 kali
provokasi menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu berturut-turut.
Jika dengan salah satu regimen diet tidak ada perbaikan padahal sudah
dilakukan dengan benar, maka diberikan regimen yang lain. Sebelum
memulai regimen yang baru, penderita diberi carnaval selama seminggu,
artinya selama 1 minggu itu semua makanan boleh dimakan (pesta).
Maksudnya adalah memberi hadiah setelah 3 minggu diet dengan baik,
dengan
demikian
ada
semangat
untuk menjalani
diet
berikunya.
OWNS
DIET:
menyingkirkan
makanan-makanan
yang
2.
Terapi Farmakologis:
jam. Bila reaksi itu berkurang maka akan
Obat alergi secara optimal hanya dapattimbul gejala lagi dan harus minum obat
menekan reaksi alergi dalam waktu 12-24 lagi. Bahkan meskipun sudah minum obat
kadang hanya dapat
menekan gejala alergi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali dan
umumnya mempunyai efisiensi rendah. Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka
harus diberi farmakoterapi dengan obat-obatan seperti yang tersebut di bawah ini :
1 H1-Reseptor antagonis
H1 reseptor antagonis generasi kedua tidak ada efek
samping CNS. Setirizin bisa digunakan pada anak mulai umur 1 tahun
dan tidak ada efek samping kardiovaskular, dapat digunakan jangka
lama. H1 reseptor antagonis generasi pertama efek antikolinergiknya
dapat memperburuk gejala asma karena pengentalan mukus. Pada
dosis
tinggi
efek
samping
pada
CNS
sangat
membatasi
Glukokortikoid.
Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid oral pada asma akut
digunakan pada yang gejala dan PEF nya makin hari makin memburuk,
PEF yang kurang dari 60%, gangguan asma malam dan menetap pada
pagi hari, lebih dari 4 kali perhari, dan memerlukan nebulizer serta
bronkodilator parenteral darurat. menggunaan bronkodilator. Steroid oral
yang dipakai adalah : metil prednisolon/hidrocortison (dengan dosis 410 mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul rumatan
prednison oral), prednisolon dan prednison (diberikan sebagai dosis
awal adalah 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari sampai keadaan stabil
kira-kira 4 hari kemudian diturunkan sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4
kali/hari dalam 4-10 hari). Steroid hirupan digunakan bila ada gejala asma
dan
rinitis
alergika
diantaranya
adalah;
fluticasone
(Flonase),
Simpatomimetika
Efedrin
Orciprenalin
Terbutalin
Leukotrien antagonis
LTC4 dan LTD4 menimbulkan bronkokonstriksi yang kuat pada manusia,
sementara LTE4 dapat memacu masuknya eosinofil dan netrofil ke saluran
nafas. Dapat digunakan pada penderita dengan asma persisten ringan. Namun
pada
penelitian
dapat
diberikan
sebagai
alternatif
peningkatan
dosis
kortikosteroid inhalasi, posisi anti lekotrin mungkin dapat digunakan pada asma
persisten sedang, bahkan pada asma berat yang selalu membutuhkan
kortikosteroid sistemik, digunakan dalam kombinasi dengan xantin, beta-2agonis dan steroid. Preparat yang sudah ada di Indonesia adalah Zafirlukast
yang diberikan pada anak sebesar 20 mg/dosis 2 kali/24jam.
7.
Beri
suntikan
epinefrin/adrenalin
(0,01
mg/kg/dosis
Beri oksigen
Pemberian
Difenhidramin
(diberikan
dengan
HIPOTEN
SI
BRONKOSPASME
Pemberian
posisi
Pemberian Metil Xantin (Beta 2
trendelenb
Agonist)
rug (30-45
Digunakan sebagai bronkodilator.
derajat).
Obat yang sering digunakan
Manajemen
cairan yang
2,5
kali/24 jam.
mg/kg/dosis,
3-4(pemberian
infuse cairan
kristalloid atau
colloid)
dosis
0,5
LUA
EVA SI
(DIET BSTIK)
NO
BAHAN
PANTANGAN
Buah-buahan
BAHAN
PENGGANTI
- semua buah
- semua bahan makanan yang
mengandung buah
Contohnya:
Umbi-umbian
Susu sapi
Telur unggas
3
dan
daging unggas
Ikan, kepiting,
Udang dan
Rajungan
- Permen
- Es krim
- Biscuit
- Keju,
- Chiki, chitos dst
Telur ayam/ bebek/burung dan daging
ayam/bebek/burung, contohnya;
- Mie telur, Indomie, Supermie,
Sarimi, Makaroni, roti, kue dan
sebagainya.
Ikan air laut/tawar, kepiting, udang,
rajungan, dan bahan makanan yang
mengandung ikan/udang/kepiting,
contohnya:
Susu kedelai
Kentang, wortel,
bengkuang, ketela
pohon, tales, gembili,
gadung, semua sayur
dan sebagainya.
Nutrilon Soya
Nursoy, probee
Daging sapi,
kambing, kerbau
Petis
Kerupuk
terasi
Termasuk:
-
Kacang Tanah
dan Kacang
Hijau
Keterangan :
1. Selama 3 minggu, hindari makanan pantangan, termasuk makan dengan
pewarna dan pengawet.
2. Setelah berpantang 3 minggu dan gejala alergi hilang, setiap minggu dapat
mencoba 1 jenis makanan pantangan, diberikan sedikit demi sedikit.
3. Bila muncul gejala alergi, berarti anak alergi dengan jenis makanan tersebut.
Hentikan makanan yang dicobakan dan obati gejala.
4. Bila tidak muncul gejala alergi, berarti anak tidak alergi dan makanan boleh
dikonsumsi.
2.7 WOC
pajanan allergen : bahan
makanan, obat-obatan,
tungau, debu,
Ditangkap APC
( antigen precenting
cell)
HLA
Peptide-peptida
Presentasi ke sel
Th-2
Sel B memproduksi
IgG
Sensitifitas tidak
Th-2
IL-
Eosinofil
Sel B
Allergen berikatan
Sensitifitas sel
mass dan
Degranulasi sel
Pengeluaran mediator ,
pelepasan histamin
B1
Respon
system
Bronko
konstriksi
imune
Pengelura
Dispnoe
n secret
pada
mukosa
Mk : pola
nafas
inefektif
B
2
B3
Vasodilat
asi perifer
&
Vasodilata
si
pembuluh
B
5
Histamin
pd
fundus
lambung
pembeng
kakan
ruang
Permeabilit
Tidak
ditemuka
n
as kapiler
sel
hipoten
Mk :
- Resti Kekurangan Vol
Oede
m
Mk : bersihan
jalan nafas
Cairan
- Nutrisi kurang dari
Hipoksia jar
inefektif
Kehilangan
Mk :Resiko
Komplikasi
Pe TD
Syok Anafilaktik
gatal
lambun
g
Mual / muntah
jaringan
urtikari
parietal
Pe
asam
cairan &
protein
plasma ke
Reseptor
pd ujung
saraf
sensori
Aktivasi
Perembesan
B
6
dampak hospitalisasi
alerg
hospitalisa
Dampak
keluarg
anak
Mk :
Aktifitas
Kurang informasi
sosioekonomi
tentang masalah
Mk : perubahan proses
keluarga
Mk : koping keluarga
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.2. Pengkajian
A. Anamnesa
mengindikasikan
bahwa
alergen
yang
menyebabkan
reakasi
8. Riwayat
atopik
pada
Nadi : 107x/menit
TTV
: TD : 110/70 mmHg
RR : 25x/menit
Breath
Blood
Brain
Bladder
Bowel
Bone : ada pruritus di leher dan sekitar mulut, terasa gatal. Pergerakan
sendi normal
3.4. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b.d. proses penyakit ditandai dengan batuk
tak efektif dan pengeluaran mukus.
Tujuan
Rasional
1. Air hangat dapat mengencerkan
mukus
dan
garam
dapat
2. Dehidrasi
dapat
membantu
mengencerkan mukus.
kontraindikasi.
3. Biarkan anak untuk istirahat setelah
batuk dan makan.
4. Beritahukan pada orang tua tentang
cemas
pada
nafas.
5. Kolaborasikan
expectorant,
pemberian
nebulizing
atau
fisioterapi
fisioterpai
nafas
dapat
Kriteria Hasil : Orang tua klien akan menggambarkan strategi untuk mencegah
pemajanan atau konsumsi etiologi dari hipersensitivitas
Intervensi
Rasional
reaksi
tua
hipersensitivitas.
etiologi
dan
faktor
mengenai
reaksi
reaksi hipersensitivitas.
3. Informasikan mengenai
produk-
Intervensi
Tindakan
1. Pertahankan
hygine
tanpa
lipatan-lipatan kulit.
2. Cegah kekeringan yang berlebihan,
2. Mempertahankan
kelembapan
kulit
baby oil.
3. Anjurkan
dengan
untuk
kuku
tidak
bila
menggaruk
terasa
gatal,
3. Menggaruk
dengan
kuku
akan
untuk
salep
pemberian
atau
krim
kortikosteroid topikal
terhadap
intervensi
yang
kita
lakukan.
5. Pemberian
mengurangi
antihistamin
pruritas
dapat
serta
Tujuan
:
Mempert
ahankan
integritas
kulit.
Kriteria
Hasil :
kerusakan kulit.
Intervensi
Rasional
kering
anak
paham
bahwa
3. Kolaborasikan
obat/salep.
pemberian
3. Salep
yang
antihistamin
dapat
mengandung
mengurangi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari uraian dalam makalah ini, dapat diambil kesimpulan bahwa kasus
alergi dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut
sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa
terjadi. Belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan komplikasi yang cukup
berbahaya, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh kita.
Patofisiologi penyakit alergi melibatkan pengerahan berbagai sel efektor dari
sirkulasi, rangsangan sumsum tulang/sistemik. Reaksi alergi yang sistemik menunjukkan
respons di berbagai organ seperti saluran napas atas dan bawah, kulit dan saluran cerna.
Oleh karena itu terapi harus diarahkan terhadap manifestasi lokal dan sistemik.
4.2 Saran
1. Perawat perlu terampil menentukan keadaan kedaruratan serta memberikan asuhan
keperawatan yang tepat pada anak dengan Alergi, baik alergi makanan, debu, dll.
Daftar Pustaka
Anonimus.
2007.
Alergi
Dan
Penyebabnya.
www.balita-
EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Davies, Robert.2003. Bimbingan Dokter Pada Alergi. Jakarta : Dian Rakyat
Mahdi, Dina. 1993. Penatalaksanaan Penyakit Alergi. Surabaya : Airlangga
University Press
Suyono, Slamet. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Edisi 3.Jakarta :
Balai penerbit FKUI
Tjokroprawiro, Askandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Surabaya : Airlangga University Press
Judarwanto, Widodo. Alergi Makanan pada Anak Mengganggu Semua Organ
Tubuh Anak. http://www.puterakembara.com. Jumat, 13 Maret 2009 : 16:01 WIB