Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN CASE BASED DISCUSSION (CBD)

STASE PADA REMAJA DAN PERIMENOPAUSE


ASUHAN KEBIDANAN PADA REMAJA DENGAN
DISMENORE DI PUSKESMAS PANJATAN 1
KULON PROGO

Dosen Pembimbing: Nidatul Khofiyah,S.Keb.,Bd.,MPH

Disusun Oleh:
Indah Septiyanti
2220106111

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


PROGRAM PROFESI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2023
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN CASE BASED DISCUSSION (CBD)


STASE PADA REMAJA DAN PERIMENOPAUSE
ASUHAN KEBIDANAN PADA REMAJA DENGAN
DISMENORE DI PUSKESMAS PANJATAN 1
KULON PROGO

Panjatan, 23 September 2023

Pembimbing Akademik Preceptor Mahasiswa

Nidatul Khofiyah, S.Keb.,Bd.,MPH, Ringga Erni Elvandani Amd. Keb Indah Septiyanti

II
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
karunia dan limpahan rahmat, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Case
Based Discussion (CBD) Asuhan Kebidanan Pada Remaja Dengan Disminore Di
Puskesmas Panjatan 1 Kulon Progo” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Allah SWT yang selalu mencurahkan kasih sayang-Nya serta memberi
kemudahan dalam melaksanakan penyusunan laporan ini.
2. Dr. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat selaku Rektor Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta.
3. Moh. Ali Imron, S.Sos., M.Fis selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
4. Nidatul Khofiyah, S.Keb., Bd., MPH selaku Ketua Prodi Program Studi
Pendidikan Profesi Bidan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta serta Dosen
Pembimbing
5. Ringga Erni Elvandani Amd. Keb selaku Pembimbing lahan
6. Kedua orang tua, Keluarga, serta Teman-teman yang telah mendo’akan serta
mendukung dalam pelaksanaan penyusunan laporan ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, Reading jurnal ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sebagai bahan perbaikan tulisan selanjutnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

III
DAFTAR ISI

COVER
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................iii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Tujuan................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................................................3
A. Konsep Disminore.............................................................................................3
B. Konsep Nyeri.....................................................................................................6
BAB III DOKUMENTASI SOAP.............................................................................9
BAB IV PEMBAHASAN..........................................................................................11
BAB V SIMPULAN..................................................................................................12
A. Kesimpulan......................................................................................................12
B. Saran................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................13

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dismenore adalah salah satu kelainan ginekologi yang paling sering terjadi
pada remaja putri. Remaja putri yang sudah mengalami menstruasi sering mengeluh
terjadinya nyeri menstruasi (dismenore). Tanda gejala dismenore memiliki gejala
fisik yang sangat bervariasi (De Sanctis, et al, 2016). Dismenore tidak berbahaya
bagi kesehatan, namun apabila tidak diatasi dapat menyebabkan rasa tidak nyaman
yang dapat mengganggu aktivitas remaja, baik aktivitas seharihari maupun aktivitas
di sekolah. Dismenore berdampak tinggi pada kehidupan wanita, berakibat pada
pembatasan aktivitas sehari-hari, prestasi akademis yang lebih rendah pada remaja,
dan kualitas tidur yang buruk, serta memiliki efek negatif pada suasana hati,
menyebabkan kecemasan dan depresi (Bernardi, et al, 2017).
World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2018 bahwa kejadian
dismenore sebesar 90% pada perempuan dan 10-15% diantaranya mengalami
dismenore berat (Apriyanti, dkk, 2018). Di Indonesia sekitar 45-95% perempuan usia
produktif mengalami dismenore (Proverawati dan Misaroh, 2012 dalam Apriyanti,
dkk, 2018). Angka kejadian dismenore di Indonesia sebesar 64,25% yang terdiri dari
54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder. Dismenore primer dialami
oleh 60-75% remaja dengan tiga perempat dari jumlah remaja tersebut mengalami
nyeri ringan sampai berat dan seperempat lagi mengalami nyeri berat (Alatas, 2016).
Berdasarkan penelitian di Manado, sebesar 54,5 % pengetahuan remaja tentang
dismenore dalam kategori kurang sehingga mempengaruhi perilaku remaja dalam
melakukan penanganan dismenore.
Dismenore diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dismenore primer dan
dismenore sekunder. Dismenore primer didefinisikan sebagai nyeri, kram spasme di
perut bagian bawah, sebelum dan atau selama menstruasi, dengan tidak adanya
patologi panggul makroskopik yang terlihat (Dawood, 1987 dalam Iacovides, et al,
2015). Biasanya timbulnya dismenore primer terjadi pada masa remaja, pada atau
segera setelah (6-24 bulan) menarche (Hofmeyr, 1996 dan Dawood, 2006 dalam
Iacovides, et al, 2015). Faktor fisiologis penyumbang terbesar dismenore primer
adalah peningkatan jumlah prostaglandin yang ada dalam cairan menstruasi.

1
Prostaglandin, terutama PGF2α, merangsang pengurangan kontraksi myometrium
aliran darah uterus dan menyebabkan hipoksia uterus. Hipoksia ini menyebabkan
kram pada dismenore primer (Armour, et al. 2019). Dismenore sekunder disebabkan
oleh lesi yang didapat di panggul yang lebih kecil, yang meliputi endometriosis,
peradangan panggul kronis, stenosis serviks fibroid uterus, dan kelainan anatomis
dan fungsional dari organ reproduksi (Barcikowska et al. 2020).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil sesuai standar
pelayanan kebidanan dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan dengan metode SOAP

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Disminore
1. Pengertian Disminore

Menstruasi seringkali muncul dengan berbagai jenis rasa nyeri. Nyeri


yang dirasakan setiap individu dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Secara etimologi nyeri menstruasi (dismenore) berasal dari bahasa Yunani
kuno, dys yang berarti sulit, nyeri, abnormal; meno yang berarti bulan; dan
rrhea yang berarti aliran atau arus. Disimpulkan bahwa dysmenorrhea atau
dismenore adalah aliran menstruasi yang sulit atau aliran menstruasi yang
mengalami nyeri (Anurogo, 2015:32).

Setiap wanita normal akan mengalami menstruasi setiap bulannya.


Beberapa wanita merasakan rasa nyeri pada tiap siklus menstruasi. Menurut
Anorogo (2011:32) nyeri menstruasi yang sedemikian hebatnya sehingga
membuat penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan dan aktivitas
sehari-hari selama beberapa jam atau beberapa hari disebut dengan istilah
dismenore

Dismenore yang dialami setiap siklus menstruasi merupakan pertanda


adanya gangguan di dalam tubuh seseorang. Sari, Indrawati, & Harjanto
(2012:88) mengatakan bahwa dismenore dapat berasal dari kram rahim saat
proses menstruasi, dismenore dapat timbul akibat gangguan pada organ
reproduksi, faktor hormonal maupun faktor psikologis dan dapat menimbulkan
tergganggunya aktivitas sehari-hari. Adanya gejala nyeri yang dirasakan belum
tentu timbul karena adanya suatu penyakit.

2. Klasifikasi Disminore
a. Disminore Primer
Dismenore primer merupakan nyeri haid yang tidak terdapat hubungan
dengan kelainan ginekologi, atau kelainan secara anatomik. Pristiwa ini
berdasarkan beberapa penelitian menyatakan bahwa umur, ras maupun

3
status ekonomi tidak berhubungan dengan kejadian dismenore primer
(Pramardika dkk, 2019).
b. Disminore sekunder
Dismenore sekunder yaitu sebuah kelaninan secara anatomi pada organ
reproduksinya yang mengakibatkan seorang perempuan mengalami nyeri
haid atau terdapat penyakit yang menetap, seperti wanita yang menderita
infeksi rahim, kista atau polip, tumor sekitar kandungan, serta kelainan
kedudukan rahim yang mengganggu organ dan jaringan sekitarnya
(Pramardika dkk, 2019).
3. Etiologi
Dismenore terjadi akibat prostagaldin yang dikandung oleh
endometrium berda pada jumlah yang tinggi, hal ini disebabkan oleh
progesterone selama fase luteal pada siklus haid, prostagaldin mencapai tingkat
maksimun pada awal haid, sehingga menyebabkan kontraksi miometrium yang
kuat dan mampu menyempitkan pembuluh darah, menyebabkan iskemia,
disintegrasi endometrium, perdarahan dan nyeri (Manuaba, 2015 dalam
Idaningsih, 2020).
4. Patofisiologi
Dahulu banyak faktor yang dihubungkan dengan kejadian dismenore,
misalnya saja seperti keadaan emosional/psikis, obstruksi kanalis servikalis,
ketidakseimbangan endokrin, dan alergi. Namun sekarang peningkatan kadar
prostagaldin berdampak pada peningkatan kontraktilitas dari otot uterus. Nyeri
ini dihasilkan ketika pada otot uterus mengalami iskemi akibat dari efek
vasokontriksi yang dihasilkan prostaglandin. Konsentrasi prostaglandin selama
siklus haid terjadi peningkatan yang bermakna. Ditemukan kadar PGE2 dan
PGF2α sangat tinggi dalam endometrium, myometrium dan darah haid wanita
yang menderita nyeri haid primer. Cunningham (2013) dalam buku pramardika
dkk (2019) menyatakan bahwa 2 hari pada saat awal seorang perempuan
mengalami haid merupakan konsentrasi tertinggi dari kadar prostaglandin yang
mengakibatkan seorang perempuan mengalami dismenore.
5. Faktor-Faktor Disminore
Berdasarkan Judha (2012) dalam Pramardika (2019) faktor dismenore
sebagai berikut:
a. Menstruasi pertama pada usia dini kurang dari 11 tahun

4
b. Kesiapan dalam menghadapi menstruasi
c. Periode menstruasi yang lama
d. Aliran menstruasi yang hebat
e. Merokok
f. Riwayat keluarga
g. Kegemukan
h. Konsumsi alcohol
i. Status nutrisi
j. Stress
k. Tidak pernah olahraga
6. Drajat Disminore
a. Dismenore ringan merupakan dismenore terjadi dalam waktu singkat dan
penderita tersebut dapat menjalankan kembali aktifitasnya tanpa merasa
terganggu dari dismenore yang ia rasakan
b. Dismenore sedang adalah ketika seorang penderita merasa terganggu dari
nyeri yang ia rasakan dan penderita tersebut ahkan memerlukan obat
penghilang rasa nyeri, sehingga ia mampu tetap beraktifitas seperti sedia
kala.
c. Dismenore berat membutuhkan pnderita untuk beristirahat beberap hari
dan dapat disertai sakit kepala, sakit pinggang, diare dan rasa tertekan
(Pramardika dkk, 2019).
7. Dampak Disminore
Nyeri haid berdampak buruk dan dapat mempengaruhi obsentisme dan
menimbulkan kerugian karena responden mengalami kelumpuhan sementara
untuk melakukan aktifitas. Dimenore memang tidak terlalu berbahaya tetapi
selalu dialami oleh penderitanya setiap bulan, sehingga menjadi penderitaan
bagi yang mengalaminya. Sebaiknya hal ini tidak boleh dibiarkan karena
kondisi ini merupakan salah satu penyebab endometriosis dimana hal ini dapat
menurunkan kesehatan, kualitas hidup dan kesuburan perempuan secara
signifikan (Pramardika dkk, 2019)
8. Penanganan dan Upaya Pencegahan Disminore
Untuk mengatasi dismenore dapat dilakukan dengan metode
farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi yaitu terapi yang dapat
membantu engurangi dismenore dengan mengkonsumsi obat anti peradang non
5
streroid. Sedangkan terapi non farmokologi yaitu terapi yang dapat membantu
mengurangi dismenore yang terdiri dari kompres panas,masase, distraksi, dan
olahraga (senam dismenore), aroma terapi serta berikan KIE pola hidup sehat.
Salah satu cara yang sangat efektif untuk mencegah nyeri dismenore
yaitu dengan melakukan olahraga. Beberapa latihan dapat meningkatkan
pasokan darah ke organ reproduksi sehingga memperlancar peredaran darah,
olahraga teratur seperti berjalan kaki, jogging, berlari, bersepeda, renang atau
senam aerobik dapat memperbaiki kesehatan secara umum dan membantu
menjaga siklus menstruasi yang teratur. Olahraga setidaknya dilakukan tiga
hingga empat kali dalam seminggu khusunya selama paruh kedua siklus
menstruasi.
Adapun Upaya pencegahan disminore menurut Haryono 2016 diantaranya:
a. Kurangi stress
b. Olahraga teratur
c. Perbaiki status gizi

B. Konsep Nyeri
1. Pengertian Nyeri
International Association for Study of Pain (IASP) mendefinisikan
nyeri sebagai suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat akut
yang dirasakan dalam kejadian-kejadian saat terjadi kerusakan (Potter & Perry,
2005, dalam Judha, 2012). Nyeri merupakan perasaan yang menganggu
kenyamanan akibat suatu hal, keadaan ini hanya dapat dijelaskan oleh
penderita nyeri tersebut terkat sebab atau dimana rasa nyeri itu timbul
(Subandi, 2017 dalam Idaningsih, 2020)
2. Tanda dan Gejala Nyeri
Didalam buku Judha (2012) Tanda dan gejala nyeri ada bermacam-
macam prilaku yang tercermin dari pasien, secara umum orang yang
mengalami nyeri akan didapatkan respon psikologis berupa:
a. Suara
b. Ekspresi wajah
c. Pergerakan tubuh
d. Interaksi sosial

6
3. Fisiologi Nyeri
Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga
menimbulkan aktifitas listrik di reseptor nyeri transmisi nyeri melibatkan
proses penyaluran implus dari tempat tranduksi melewati saraf perifer sampai
ke terminal di medulla spinalis dan jaringan neuron-neuron pemeancar yang
naik dari medulla spinalis ke otak. Persepsi nyeri adalah pengalaman subyektif
nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktifitas tranmisi saraf dan
modulasi melibatkan aktifitas saraf (Judha, 2012).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi nyeri
Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Perry & Potter
(2005) dalam Judha (2012) antara lain:
a. Usia merupakan variable penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya
pada anak dan lansia.
b. Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna
dalam respon terhadap nyeri.
c. Kebudayaan keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri
d. Makna nyeri merupakan pengalaman nyeri dan cara seseorang berdaptasi
terhadap nyeri
e. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat
sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun.
f. Ansietas hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas
seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas.
g. Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping
h. Dukungan keluarga dan sosial
5. Intensitas Nyeri
Nyeri adalah gambaran keparahan nyeri yang dirasakan oleh seseorang.
Pengukuran intensitas nyeri bersifat subyektif dan individual. Pengukuran
nyeri dengan pendekatan objektif dilakukan dengan menggunakan respon
fisiologi tubuh terhadap nyeri yang dirasakan seseorang (Tamsuri, 2007).

7
Intensitas nyeri seseorang dapat diukur dengan menggunakan skala nyeri
(Smeltzer dan Bare, 2001) dalam Judha (2012) Skala nyeri tersebut adalah:
a. Visual Analog Scale (VAS) merupakan skala nyeri yang berbentuk garis
lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi
verbal pada setiap ujungnya. VAS adalah pengukuran keparahan nyeri yang
lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada
rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter,
2005).
b. Numeral Rating Scale (NRS) Suatu alat ukur yang meminta pasien untuk
menilai rasa nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala
numeral dari 0-10 atau 0-100. Angka 0 berarti “no pain” dan 10 atau 100
berarti “severe pain” (nyeri hebat). NRS lebih 12 digunakan sebagai alat
pendeskripsi kata. Skala paling efeektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik (Potter & Porry, 2005).
c. Verbal Rating Scale (VRS) Alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk
menggambarkan level intensitas nyeri yang berbeda, range dari “no pain”
sampai “nyeri hebat” (extreme pain). VRS dinilai dengan berikan angka
pada setiap kata sifat sesuai dengan tingkat intensitas nyerinya. Sebagai
contoh, dengan menggunakan skala 5-point yaitu none (tidak ada nyeri)
dengan score “0”, mild (kurang nyeri) dengan skore “1”, moderate (nyeri
yang sedang) dengan skore “2”, severe (nyeri keras) dengan skor “3”, very
severe (nyeri yang sangat keras) dengan skor “4”. Keterbatasan VRS adalah
adanya ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yang
cocok untuk level intensitas nyerinya, dan ketidakmampuan pasien yang
buta huruf untuk memahami kata sifat yang digunakan (Potter & Perry,
2005).
d. Wong Baker FACES Pain Rating Scale skala nyeri ini tergolong mudah
untuk dilakukan karena hanya dengan melihat ekspresi wajah pasien pada
saat bertatap muka tanpa kita mennayakan keluahan nya. Skala nyeri ini
adalah skala kesakitan yang dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie
Baker. Skala ini menunjukan serangkaian wajah mulai dari wajah gembira
pada 0, tidak ada sakit sampai wajah mennagis di skala 10 yang
menggambarkan sakit terburuk.

8
BAB III

DOKUMENTASI SOAP

Responsi
Deskripsi Kegiatan TTD
Pembimbing CI
Tanggal: Subjektif : TTD
13-09- Nn.S datang dengan mengeluh sakit pada perut bagian bawah Mahasiswa:
2023 setiap akan datang bulan

No RM:
07528 Objektif :
Keadaan umum : Tampak Sakit
Identitas Kesadaran : Composmentis Indah Septiyanti
Pasien: BB : 46 kg TTD CI:
TB : 155 cm
Nama : TD : 111/90 mmHg
Nn. S N : 96 x/menit
Umur : S : 36,2 oC
21 Tahun RR : 20 x/menit
Agama : SPO2 : 98 %
Ringga Erni Elvandani
Islam
Amd. Keb.
Suku : Analisa :
TTD
Jawa Nn. S umur 21 tahun dengan disminorea
Pembimbing PKK:
Pendidika
n : SMA Penatalaksanaan :
Pekerjaan 1. Memberitahu hasil pemeriksaan
:- Ev : pasien mengerti

9
Alamat : 2. Memberikan KIE tentang nyeri haid (disminore)
Kanoman Ev : Pasien mengerti dan mengetahui
III 3. Memberikan KIE cara mengatasi nyeri haid (disminore) Nidatul Khofiyah,
Ev : Pasien mengerti dan mengetahui S.keb.,Bd., MPH
4. Memberikan KIE memperbanyak minum air putih
Ev : Pasien mengerti
5. Memberikan obat pereda nyeri parasetamol 3x1 sesudah
makan
Ev : pasien mengerti dan bersedia
6. Melakukan pendokumentasian
Ev : telah di lakukan pendokumentasian di RM dan buku
register

10
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada tanggal 23 September 2023 pengkajian dengan mengumpulkan data


pasien dengan cara wawancara langsung. Pada kasus Nn.S umur 21 tahun dengan
data subjektif yaitu sakit perut pada bagian bawah dengan skala nyeri 7 dan data
objektif yaitu keadaan umum baik, kesadaran komposmetis, TD 111/90 mmhg, N :
80 x/menit, Respirasi 22 x/menit, Suhu : 36,5 ºC. Menurut teori (Sulistyawati, 2014)
siklus haid perlu ditanyakan untuk mengetahui apakah siklus haid teratur atau
normal. Karena siklus haid setiap wanita berbeda-beda sekitar 23 sampai 32 hari dan
menurut teori (Kusmiran, 2012) Dismenorea Primer adalah nyeri yang timbul sejak
haid pertama dan akan pulih sendiri dengan berjalannya waktu, tepatnya setelah
stabilnya hormone tubuh atau perubahan posisi rahim setelah menikah dan
melahirkan.(Hal ini sesuai dengan teori dan tidak ada kesenjangan antara teori
dengan praktik).

Pada Asuhan Nn S di berikan penjelasan tentang nyeri yang di rasakan adalah


hal yang masih normal karena nyeri pada mentruasi akan pulih dengan sendiri,
menjelaskan pencegahan yang dilakukan untuk mengatasi dan menyembuhkan nyeri
mentruasi yaitu menghindari stres yang menimbulkan kecemasan, memiliki pola
makan yang teratur, istirahat cukup,olah raga teratur, meningkatkan konsumsi sayur,
buah, daging, ikan, menjelaskan penanganan pada nyeri mentruasi yaitu
pengompresan pada bagian yang nyeri dengan menggunakan air hangat, memberikan
terapi obat untuk mengurangi rasa nyeri yaitu parasetamol 3x1. Menurut teori
Nugroho dan utomo, 2014 yaitu jelaskan pada pasien tentang keadaannya, anjurkan
pasien istirahat cukup, anjurkan pasien untuk kompres hangat di daerah perut,
anjurkan pasien untuk mengkonsumsi minuman hangat yang mengandung kalsium
tinggi, anjurkan pasien untuk menggosok-gosok perut atau pinggang yang sakit,
anjurkan pasien untuk tarik nafas dalam-dalam secara perlahan. anjurkan pasien
untuk menggunakan obat-obatan yang berdasarkan pengawasan bidan atau dokter,
boleh minum analgesik (penghilang rasa nyeri) yang banyak di jual di toko obat,
anjurkan pasien untuk memperbanyak mengkonsumsi protein dan sayuran hijau
(Kusmira, 2012).

11
BAB V

SIMPULAN

A. Kesimpulan
Pada pengkajian pasien Nn.S didapatkan data subyektif dan data objektif.
Data subyektif diperoleh dari wawancara dengan pasien dimana pasien mengeluh
bahwa nyeri pada perut bagian bawahnya dengan skala nyeri 7 sehingga menggangu
aktifitas pasien. Pasien di berikan asuhan untuk mengkonsumsi sayur-sayuran, buah-
buahan, ikan dan makanan bergizi lainnya. Pasien juga di beri konseling tentang
pencegahan dan penanganan nyeri mentruasi sebelum pasien minum obat dan pasien
di berikan diberikan terapi obat untuk mengurangi rasa nyeri yaitu parasetamol 3x1
sehari.

B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Agar lebih meyediakan buku sumber khususnya materi tentang mentruasi, siklus
mentruasi, patofisiologi untuk melengkapi referensi dalam penyusunan kasus
2. Bagi Lahan Praktek
Agar lebih meningkatkan profesiol kerja dan mutu pelayanan dalam memberikan
pelayanan kepada pasien khususnya pada pasien nyeri haid.
3. Bagi Mahasiswa
Agar meningkatkan wawasan dan mengaplikasikan ilmu serta teori yang telah
didapat

12
DAFTAR PUSTAKA

Andrea J. Rapkin, Candace N. Howe. Pelvic Pain and Dysmenorrhea. Berek &
Novak's Gynecology.Ed.WashingtonDC:Lippincott Williams & Wilkins.
2007.506 – 535
D.Keith Edmonds. Benign Disease of Uterus.Dewhurst’s Textbook ofObstetric &
Gynecology Ed.7. London: Blackwell Publishing. 2007. 634 – 644
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. AntiInflamasi Non Steroid.
Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI. 2007. 230 – 246
Gumanga S. K, Kwanee – Aryee R. Prevalence and Severity of Dysmenorrhea
Among Some Adolescent Girls in A secondary School in Accra, Ghana.
Postgraduate Medical Journal of Ghana.2012
Hacker,Moore,Gambone.Dysmenorrhea and Chronic Pelvic Pain. Essentialsof
Health. Washington DC: Lippincott Williams & Wilkins. 2007. 314 – 322
Ilmu Kandungan. Jakarta : Bina Pustaka. 2008. 229 – 232 Lauralee Sherwood.
Fisiologi Reproduksi. Fisiologi Manusia dari Sel keSistem Ed.2.Jakarta:
EGC. 2001. 708 – 715
M. Yusoff Dawood. Dysmenorrhea. Depertment of Obstetrics, Gynecology, and
Reproductive Sciences. Houston: University of Texas Medical School ( Vol I,
Chap 18; Vol 5, Chap 7 ).1981
MarcA.Fritz,LeonSperoff. Endometriosis.Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility. 2007. Washington DC: Williams and Wilkins 853 - 865
Obstetric and Gynecology. Elsevier Saunders. 2007. 287 – 234
Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses Penyakit vol. 2 Ed.6. Jakarta: EGC.
2006. 1288 – 1289
Roger P. Smith. Chronic Pelvic Pain. Netter’s Obstetrics, Gynecology, and Women
Sarwono Prawirohardjo. Gangguan Lain Dalam Hubungan Dengan Haid.
Dismenore. SOGC CLINICAL PRACTICE GUIDELINE. Primary
Dysmenorrhea
Consensus Guideline. No. 169, December2005. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson.
Gangguan Sistem Reproduksi. Dismenore

13

Anda mungkin juga menyukai