Anda di halaman 1dari 59

MAKALAH

KEPERAWATAN GERONTIK
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI GANGGUAN SISTEM
PERKEMIHAN “INKONTINENSIA URINE”

Oleh:
Kelompok 2/7A
1. Fitria Diana Maghfirotul Inaya 1130017001

Fasilitator :

Rahmadaniar AP S.Kep, Ns. M.Tr.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada kita semua. Dan tak lupa
pula kita bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita
kepada suatu ajaran yang benar yaitu agama Islam. Penulis merasa bahagia dapat
menyelesaikan penyusunan makalah Keperawatan Gerontik yang berjudul “Teori
Model Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Sistem Perkemihan”
dengan lancar.
Sebagai penulis, kami menyadari adanya kekurangan-kekurangan dalam
menyusun makalah ini. Maka dari itu penulis mengharap kritik dan saran yang
membangun apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan. Semoga
dengan adanya makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

Surabaya, 09 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum.........................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus.........................................................................................2
1.4 Manfaat..............................................................................................................3
1.4.1 Bagi penulis.............................................................................................3
1.4.2 Bagi pembaca..........................................................................................3
1.4.3 Bagi Fakultas Keperawatan dan Kebidanan............................................3
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Usia Lanjut...........................................................................................5
2.2 Konsep Inkontinensia Urine..............................................................................8
2.3 Asuhan Keperawatan Teori Inkontinensia.........................................................16
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................54
3.2 Saran..................................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................55

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) adalah sekelompok orang yang mengalami
proses perubahan pada dirinya secara bertahap dan dalam waktu tertentu.
Menua atau aging merupakan proses yang memang terjadi secara umum
pada seluruh spesies secara progresif yang seiring waktu terjadi perubahan
dan menyebabkan disfungsi organ dan menyebabkan kegagalan organ atau
sistem tubuh tertentu (Saputri,2019).
Penduduk lanjut usia(lansia) di Indonesia(usia 60 tahun atau lebih)
mencapai 23,66 juta jiwa (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia
tahun 2020 mencapai 27,08 juta jiwa dan 2035 mencapai 48,19 juta
jiwa.1,2 Pertambahan jumlah penduduk lansia di Indonesia dapat
membawa dampak positif dan negatif. Berdampak positif apabila
penduduk lansia dalam keadaan sehat, aktif, dan produktif, namun
berdampak negatif apabila memiliki masalah penurunan kesehatan yang
berakibat meningkatnya biaya pelayanan kesehatan dan disabilitas
(PERKINA, 2018).
Jumlah lansia dari tahun ketahun mengalami peningkatan
(Kemenkes RI, 2013. Indonesia termasuk negara yang memasuki era
penduduk berstruktur lanjut usia karena jumlah penduduk berusia 60 tahun
ke atas sekitar 7,18%, pada tahun 2006 sebesar 19 juta usia harapan hidup
66,2 tahun. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 23,9 jiwa
(9,77%) dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%)
dengan harapan uria hidup 71,1 tahun (Depkes, 2012) () (Hilarius,
Mariyanto Moa, 2017). Provinsi dengan lansia tertinggi di Indonesia
adalah Yogyakarta yaitu 30,20% disusul Jawa Tengah 11,11%, Jawa
Timur 10,96% (BPS,2014) (Hilarius, Mariyanto Moa,2017).
Menurut data dari WHO, di perkirakan 200 juta penduduk di dunia
mengalami inkontinensia urin. Menurut National Kidney and Urologyc
Disease Advisory Board di Amerika Serikat, jumlah penderita

1
inkontinensia mencapai 13 juta orang, hal ini dialami oleh laki-laki dan
perempuan dari semua status sosial (Kamariyah,2017).
Masalah kesehatan pada lansia lazim dikenal sebagai sindrom
geriatri. Salah satu sindrom geriatri tersebut adalah inkontinensia urin.
Inkontinensia urin dapat dideskripsikan sebagai keluhan keluarnya urine
diluar kehendak yang dapat menyebabkan gangguan sosial dan/ atau
kesehatan. Masalah psikologis dan fisik akibat inkontinensia urine dapat
menurunkan kualitas hidup dan memberikan dampak beban ekonomi pada
pasien.
Inkontinensia adalah suatu masalah kesehatan yang sering terjadi
dan paling umum menyebabkan distres untuk lanjut usia. Berbagai macam
perubahan terjadi pada lanjut usia, salah satunya pada sistem perkemihan
yaitu penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra)
yang disebabkan oleh penurunan hormon esterogen, sehingga
menyebabkan terjadinya inkontinensia urine, otot-otot menjadi lemah,
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi BAK
meningkatdan tidak dapat dikontrol Nugroho (2008) dalam Karjoyo
(2017).
Inkontinensia akut atau transien bersifat tiba-tiba, biasanya
berhubungan dengan kondisi pengobatan atau pembedahan. Penyebab
inkontinensia akut antara lain mobilitas terbatas, pecal impaction,
delirium, infeksi saluran kemih, DM tak terkontrol, hiperkalsemia
pengobatan anti kolinergik/beta adrenergik/alpha loker, diuretic,
psikotropic, narkotik atau alkohol. Dalam proses berkemih secara normal,
seluruh komponen sistem saluran kemih bawah yaitu detrusor, leher buli-
buli dan sfingter uretra eksterna berfungsi secara terkordinasi dalam proses
pengosongan maupun pengisian urin dalam buli-buli. Inkontinensia kronik
atau persisten dibagi menjadi stress inkontinensia, urge inkontinensia,
overflow inkontinensia dan fungsional dan fungsional inkontinensia.
Stress inkontinensia biasa terjadi pada lansia wanita. Terjadi akibat
peningkatan yang tiba-tiba pada tekanan intraabdmomen akibat adanya
kelemahan otot-otot disekitar uretra karena kehamilan. Kelahiran

2
pervagina, trauma pembedahan, obesitas dan batuk kronik. Pada pria stress
inkontinensia tidak biasa terjadi tetapi dapat terjadi apabila ada
pembedahan prostate dan terapi radiasi. Urgeinkontinensia pada lansia
biasanya dihubungkan dengan ketidakseimbangan otot
detrusor/hiperrefleksia akibat dari cystitis, urethritis, tumor, batu, juga
stroke, dementia dan penyakit parkinson digubungkan dengan nocturia.
(Touhy & Jett, 2010).
Tingginya angka kejadian inkotinensia urin menyebabkan perlunya
penanganan yang sesuai, karena jika tidak segera ditangani inkontinensia
dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi kulit daerah kemaluan, gangguan tidur, dekubitus, dan gejala ruam.
Selain itu, masalah psikososial seperti dijauhi orang lain karena berbau
pesing, minder, tidak percaya diri, mudah marah juga sering terjadi dan hal
ini berakibat pada depresi dan isolasi sosial (Karjoyo, 2017).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Bagaimana konsep Lanjut usia?
2. Bagaiaman konsep inkontinensia urine?
3. Bagaimana asuhan keperawatan teori inkontinensia urine?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep Lanjut usia.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep inkontinensia urine.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan teori
inkontinensia urine.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep Lanjut
usia.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep
inkontinensia urine.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan asuhan
keperawatan teori inkontinensia urine.

3
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Penulis membaca terlebih dahulu kepustakaan yang ada
relavansinya dengan topik yang hendak dibahas dan dapat terlatih
menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber, mengambil
intinya dan mengembangkan tingkat pemikiran yang lebih kritis.
1.4.2 Bagi Pembaca
Pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang Teori Model
Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan.
1.4.3 Bagi Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Mahasiswa dapat mengetahui tentang kesejahteraan jasmani untuk
lansia. Serta menguasai tentang kajian sumber dari perpustakaan.

4
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-
angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
dan luar tubuh (Kholifah, 2016).
Masa Lanjut usia adalah masa yang dimulai semenjak seseorang
susdah mencapai usia 60 tahun dan berakhir dengan kematian. Masa ini
merupakan dimana seseorang melakukan penyesuaian terhadap
berkurangnnya kekuatan dan kesehatan, menata kembali kehidupan, masa
pensiun dan penyesuaian dirinya terhadap peran-peran sosialnya (Setianto,
2017).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua
(Kholifah, 2016).
2.1.2 Batas Lansia
Menurut WHO (1999) dalam Kholifah (2016) menjelaskan batasan
lansia adalah sebagai berikut :
1. Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun
2. Usia tua (old) :75-90 tahun dan
3. Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun

Selain itu menurut Depkes RI (2005) dalam Kholifah (2016)


menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori, yaitu:
1. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun
2. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas

5
3. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke
atas dengan masalah kesehatan
2.1.3 Ciri-Ciri Lansia
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
1. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang
rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses
kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi
yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama
terjadi.
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang
kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan
pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi
ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
3. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat
sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan
lansia sebagai ketua RW karena usianya.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.
Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan

6
untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan,
cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.
2.1.4 Perubahan Pada Lanjut Usia
Menurut Hutapea (2005) dalam Setianto (2017) mengungkapkan,
perubahanperubahan yang dialami oleh lansia adalah :
1. Perubahan fisik
a. Menurunya sistem imunologi sehingga lansia rentan terserang
penyakit
b. Menurunya konsumsi energi diikuti dengan menurunya jumlah
energi yang dikeluarkan
c. Air dalam tubuh menurun secara signifikan dikarena meningkatnya
kematian sel sel didalam tubuh
d. Sistem pecenraan mulai menurun seperti gigi ulai tunggal,
penyerapan lambung kurang efesien, dan gerakan pristaltic usus
yang menurun
e. Perubahan pada sistem metabolik, gangguan metabolisme glukosa
karena sekresi insulin yang menurun
f. Sistem saraf menurun yang mengakibatkan terjadinya penurunan
pada alat panca indra dan respon terhadap sesuatu menurun
g. Perubahan pada sistem pernafasan akibat elastisitas paru paru
menurun menyebabkan lansia sering merasakan sesak nafas dan
tekan darah meningkat
h. Kehilangan elastisitas dan fleksibilitas persendian,tulang mulai
keropos
2. Perubahhan psikososial Perubahan psikososial menyebabkan rasa tidak
nyaman, takut, merasa penyakit selalu mengancam, sering bingun,
panik dan depresif. Hal ini disebabkan antara lain karena
ketergantungan fisik dan sosioekonomi.
3. Perubahan emosi dan kepribadian. Setiap ada kesempatan lansia selalu
mengadakan instropeksi diri. Terjadi proses kematanagan sbahkan
terjadi pemeranan gendre yang terbalik. Lansia wanita bisa menjadi

7
lebih tegar dibandingkan lansia pria, apalagi dalam hal
memperjuangkan hak mereka. Sedangkan pada pria tidak segan segan
memerankan peran yang sering distreotipekan sebagai pekerjaan
waniata, seperti mengasuh cucu, menyiapkans arapan, membersihkan
rumah dan sebagainya

Sedangkan menurut Azizah dan Lilik M (2011) dalam Kholifah (2016)


perubahan pada lansia, yaitu :
1. Peubahan fisik
2. Perubahan Kognitif
3. Perubahan mental
4. Perubahan spiritual
5. Perubahan psikososial
2.2 Konsep Inkontinensia Urine
2.2.1 Definisi
Inkontinensia urine adalah pengeluaran urine yang tidak dapat
dikontrol, disebabkan oleh tekanan intravesika. Inkontinensia merupakan
salah satu masalah perawatan kesehatan yang paling umum terjadi dan
paling sering menyebabkan distres pada lansia (saputri, 2019).
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan kemih dalam
vesikaurinaria yang bisa terjadi karena gangguan neurologis atau mekanis
pada sistem yang mengontrol fungsi berkemih normal (saputri, 2019).
Menurut ICS (The International Continence Society) inkontinensia
urine merupakan kondisi urine yang keluar secara involunter yang terlihat
jelas serta objektif dan mengganggu hygiene dan keadaan sosial. Pada
inkontinensai urine terjadi ketidakmampuan tubuh mengontrol
pengeluaran urine.
2.2.2 Klasifikasi
Terdapat 2 klasifikasi pada inkontinensia urine, yaitu sebagai berikut :
1. Inkontinensia urine akut
Inkontinensia ini terjadi kurang dari 6 bulan dan biasanya terjadi
secara mendadak. Kondisi ini berkaitan dengan penyakit akut yang

8
diderita dan akan menghilang ketika penyakitnya sudah bisa ditangani
atau sembuh.

2. Inkontinensia urine kronik


Inkontinensia ini terjadi karenan kapasitas kandung kemih yang
menurun serta lemahnya kontraksi otot detrusor yang mengakibatkan
kegagalan dalam pengosongan kandung kemih. Inkontinensia urine
kronik dikelompokkan menjadi 4, diantaranya sebagai berikut:
a. Inkontinensia urine tipe stres
Keadaan ini terjadi karena terdapat tekanan didalam perut,
kelemahan pada otot di bagian dasar panggul, tindakan operasi,
dan estrogen yang menurun. Gejala yang timbul adalah kencing
saat tertawa, batuk, bersin atau hal-han yang mengakibatkan
tekanan pada perut. Penanganan yang bisa dilakukan adalah
dengan melakukan senam kegel secara rutin, mengonsumsi obat,
atau juga bisa dilakukan tindakan operasi.
b. Inkontinensia urine tipe fungsional
Inkontinensia ini terjadi karena adanya penurunan fungsi
kognitif dan fisik seperti pada pasien dimensia berat atau adanya
gangguan neurologik dan mobilitas sertas gangguan psikologis.
Inkontinensia ini ditandai dengan ketidakmampuan mencapai toilet
untuk berkemih.
c. Inkontinensia urine tipe overflow
Inkontinensia ini desebabkan karena otot detrusor pada
kandung kemih melemah sementara isi dalam kandung kemih yang
terlalu bannyak sehingga urine mengalir keluar. Gejala yang timbul
adalah rasa tidak puas saat berkemih, merasa urine masih tersisa di
kandung kemih, urine keluar sedikit dan mengalir pelan.
d. Inkontinensia urine tipe urge
Inkontinensia ini terjadi karena ketidakstabilan kandung
kemih yang menyebabkan otot detrusor bereaksi secara berlebihan.
Gejala yang ditimbulkan adalah tidak mampu menahan berkemih

9
ketika terasa sensasi ingin berkemih, sering kencing saat malam
hari, serta kencing berulang kali (saputri, 2019).

2.2.3 Etiologi
Menurut Setiati dan Pramantara (2007) dalam Saputri (2019)
Inkontinensia urine pada umumnya disebabkan karena adanya kelainan
urologis, fungsional atau neurologis. Inkontinensia urine karena kelainan
urologis disebabkan adanya penyakit lain yang mempengaruhi urologi
seperti adanya tumor, batu, dan peradangan. Adanya kelaianan-kelainan
tersebut menimbukan gangguan pada fungsi dan hilangnya sensibilitas
pada kandung kemih.
Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan fungsi dari
organ kemih karena adanyanya penurunan esterogen, kebiasaan mengejan
yang tidak benar, dan adanya kelemahan pada otot dasar panggul yang
disebabkan oleh menopause, kegemukan, kehamilan, setelah melahirkan,
operasi vagina atau kurangnya aktivitas. Berat badan yang berlebih dan
kehamilan dapat menekan otot dasar panggul sehingga dapat menimbulkan
kelemahan.
Kerusakan pada otot panggul karena keregangan otot atau robekan
pada jalan lahir dapat mempengaruhi proses persalinan sehingga beresiko
terjadi inkontinensia urine. Menoupause yang terjadi pada wanita usia 50
tahun ke atas akan mengalami penurunan pada kadar hormon esterogen
yang mengakibatkan otot pada uretra atau tonus otot vagina mengalami
kelemahan sehingga terjadi inkontinensia urine. Obesitas atau kegemukan
adalah salah satu faktor resiko terjadinya inkontinensia urine selain karena
riwayat operasi kandungan. Nilai indek masa tubuh yang lebih besar pada
wanita akan menimbulkan resiko terjadinya inkontinensia urine. Semakin
bertambahnya usia semakin besar resiko terjadinya inkontinensia urine
yang
disebabkan oleh struktur kandung kemih yang berubah, kelemahan otot
dasar panggul, atau kontraksi abdomen terhadap dinding kandung kemih.

10
Sedangkan menurut Soeparman & Waspadji Sarwono (2001) Umairoh
(2013) Etiologi inkontinensia urine, yaitu :
1. Poliuria, nokturia
2. Gagal jantung
3. Faktor usia: lebih banyak ditemukan pada usia > 50 tahun
4. Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada laki- laki hal ini
disebabkan oleh :
a. Penurunan produksi estrogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan
efek akibat melahirkan dapat mengakibatkan penurunan otot- otot
dasar panggul.
b. Perokok, minum alcohol.
c. Obesitas.
d. Infeksi saluran kemih (ISK).
2.2.4 Patofisiologi
1. Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem perkemihan Kapasitas
kandung kemih (Vesika Urinarial) normal sekitar 300- 600 ml.
Keinginan untuk berkemih antara 150- 350 ml. Berkemih dapat ditunda
1- 2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan. Ketika ingin berkemih
atau miksi terjadi pada otot detrusor kontraksi dan sfingter internal dan
sfingter eksternal relaksasi yang membuka uretra, proses ini pada orang
dewasa muda.
Pada lansia tidak semua urine dikelurkan tetapi residu urine 50 ml atau
kurang dianggap adekuat. Jumlah lebih dari 100 ml mengindikasikan
adanya retensi urine. Perubahan lain pada proses penuaan adalah
terjadinya kontraksi kandung kemih tanpa disadari. Lansia wanita
terjadi penurunan produksi estrogen menyebabkan atropi jaringan uretra
dan efek akibat melahirkan mengakibatkan penurunan pada otot- otot
dasar.
2. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi
kandung kemih terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran
kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas

11
berlebihan. Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung
kemih bocor bila batuk ataubersin (Reny, 2014).

WOC Inkontinensia Urine

ISK
Persalinan pervaginan Proses menua Peningkatan
produksi urin
(DM)
Refluks
Peregangan otot jaringan / Kadar hormon urovesikal
robekan jalan lahir menurun
Hiperglikemia MK :
gangguan rasa
nyaman/ nyeri Menyebarnya
Otot dasar infeksi dari uretra
Melemahnya otot panggul rusak
dasar panggul

Posisi kandung
Tidak dapat menahan air
Perpindaha
intraseluler

Sfingter dan
reabsorbsi
kelebihan

osmotik

n cairan
glukosa

secara

kencing
Ginjal

kemih prolap otot dasar


panggul
Melemahnya terganggu
infeksi
tinggi
MK : risiko
kekuranga

tekanan / tekanan
n volume
cairan

MK :

akhiran kemih keluar


kelelahan
MK :

Pengosong
an
kandung
kemih
tidak
sempurna

12

Poliuria
Glukosuria

INKONTINENSIA URIN

Urgensi Desakan berkemih

MK : isolasi sosial
Mengompol Nokturia

2.2.5 Manifestasi
Tanda – tanda inkontinensia urine menurut (Nursalam. 2008) :
1. Inkontinensia stres
a. Adanya urine menetes dan peningkatan tekanan abdomen
b. Adanya dorongan berkemih
c. Sering miksi
d. Otot pelvis dan struktur penunjang lemah
2. Inkontinensia mendesak
a. Sering miksi
b. Spasme kandung kemih
3. Inkontinensia overflow
a. Aliran urine lemah
b. Merasa menunda atau mengejan
4. Inkontinensia reflek
a. Tidak ada dorongan untuk berkemih
b. Merasa bahwa kandung kemih penuh
c. Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada
interval
5. Inkontinensia fungsional
a. Adanya dorongan berkemih
b. Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan
urine

Sedangkan menurut Reny (2014) Manifestasi Klinis inkontinensia urine:

13
1. Inkontinensia dorongan
Gejalanya berkemih sering disertai oleh tingginta frekuensi berkemih
(lebih sering dari 2 jam sekali). Spasme kandung kemih atau kontraktur
berkemih dalam jumlah kecil (kurang dari 100 ml) atau dalam jumlah
besar (lebih dari 500 ml).
2. Inkontinensia stres
Gejalanya adalah keluarnya urine pada saat tekanan intra abdomen
meningkat dan seringnya berkemih.
3. Inkontinensia refleks
Gejalanya adalah tidak menyadari bahwa kandung kemihnya sudah
terisi, kurangnya untuk berkemih, kontraksi spasme kandung kemih
yang tidak dicegah.
4. Inkontenensia fungsional
Gejalanya rasa mendesak keinginan untuk berkemih menyebabkan
urine keluar sebelum mencapai tempat yang sesuai.
5. Inkontinensia overflow
Gejala keluar sedikit urine tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih
sudah penuh, distensi kandung kemih.
2.2.6 Komplikasi
Menurut Reny (2014) komplikasi yang timbul pada inkontinensia urine,
yaitu :
1. Kerusakan kulit
2. Infeksi saluran kencing
3. Infeksi kulit daerah kemaluan
4. Gangguan tidur
5. Masalah psiko sosial seperti depresi, mudah marah, dan rasa terisolasi
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang inkontinensia menurut (Stanley, 2007) :
1. Urinalisis digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan
glukosa dalam urine.

14
2. Uroflowmetry digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan
menunjukkan obstruksi pintu bawah kandung kemih dengan mengukur
laju aliran ketika pasien berkemih.
3. Cysometry digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung
kemih dengan mengukur efisiensi refleks otot detrusor, tekanan dan
kapasitas intravesikal, dan reaksi kandung kemih terhadap rangsangan
panas.
4. Urografi eksretorik, disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk
mengevaluasi struktur dan fungsi ginjal, ureter, dan kandung kemih.
5. Voiding cystourethrography digunakan untuk mendeteksi
ketidaknormalan kandung kemih dan uretra serta mengkaji hipertrofi
lobus prostat, struktur uretra, dan tahap gangguan uretra prostatik
stenosis (pada pria).
6. Urterografi retrograde, digunakan hampir secara eksklusif pada pria,
membantu diagnosis struktur dan obstruksi orifisium uretra.
7. Elektromiografi sfingter eksternal mengukur aktivitas listrik sfingter
urinarus eksternal.
8. Pemeriksaan rektum pada pasien pria dapat menunjukkan pembesaran
prostat atau nyeri, kemungkinan menandakan hipertfrofi prostat jinak
atau infeksi. Pemeriksaan tersebut juga dapat menunjukkan impaksi
yang mungkin dapat mentebabkan inkontinensia.
9. Kateterisasi residu pascakemih digunakan untuk menentukan luasnya
pengosongan kandung kemih dan jumlah urine yang tersisa dalam
kandung kemih.
2.2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan inkontinensia urine menurut (Stanley, 2007) :
1. Terapi obat disesuaikan dengan penyebab inkontinensia. Antibiotik
diresepkan jika inkontinensia akibat dari inflamasi yang disebabkan
oleh infeksi bakteri. Obat antikolinergik digunakan untuk memperbaiki
fungsi kandung kemih dan mengobati spasme kandung kemih jika
dicurigai ada ketidakstabilan pada otot destrusor. Obat antispasmodik
diresepkan untuk hiperrefleksia detrusor aktivitas otot polos kandung

15
kemih. Estrogen baik dalam bentuk oral, topikal, maupun supositoria,
digunakan jika ada vaginitis atrofik. Inkontinensia stress kadang dapat
diterapi dengan obat antidepresan.
2. Terapi perilaku meliputi latihan berkemih, latihan kebiasaan dan waktu
berkemih, penyegeraan berkemih, dan latihan otot panggul (latihan
kegel). Pendekatan yang dipilih disesuaikan dengan masalah pasien
yang mendasari. Latihan kebiasaan dan latihan berkemih sangat sesuai
untuk pasien yang mengalami inkontinensia urgensi. Latihan otot
panggul sangat baik digunakan oleh pasien dengan fungsi kognitif yang
utuh yang mengalami inkontinensia stress. Intervensi perilaku
umumnya tidak dipilih untuk pasien yang mengalami inkontinensia
sekunder akibat overflow. Teknik tambahan, seperti umpan biologis dan
rangsangan listrik, berfungsi sebagai tambahan pada terapi
perilaku.Latihan kebiasaan, bermanfaat bagi pasien yang mengalami
demensia atau kerusakan kognitif, mencakup menjaga jadwal berkemih
yang tetap, biasanya setiap 2 sampai 4 jam.
3. Spiral dapat diresepkan bagi pasien wanita yang mengalami kelainan
anatomi seperti prolaps uterus berat atau relaksasi pelvik. Spiral
tersebut dapat dipakai secara internal, seperti diafragma kontrasepsi,
dan menstabilkan dasar kandung kemih serta uretra, yang mencegah
inkontinensia selama ketegangan fisik.
4. Toileting terjadwal
Penggunaan pada Indwelling kateter, jika retensi urine tidak dapat
dikoreksi secara medis/pembedahan dan untuk kenyamanan klien
terakhir.
2.3 Askep Teori Inkontinensia Urine
2.3.1 Pengkajian
1. Karakteristik demografi
a. Identitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat sebelumnya, dan
hobi.

16
b. Riwayat keluarga, keluarga yang bisa dihubungi, jumlah saudara
kandung, jumlah anak, riwayat kematian keluarga dalam satu
tahun, dan riwayat kunjungan keluarga.
c. Riwayat pekerjaan dan status ekonomi, pekerjaan sebelumnya dan
sumber pendapatan
d. Aktivitas dan rekreasi, meliputi jadwal aktivitas, hobi, wisata, dan
keanggotaan organisasi
2. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkontensianya, apakah ada
sesuatu yang mendahului inkontensia ( stress, ketakutan, tertawa,
gerakan), masukan cairan, usia atau kondisi fisik, kekuatan dorongan
atau aliran jumlah cairan berkenan dengan waktu miksi. Apakah ada
penggunaan dioritik, rasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin,
apakah terjadi ketidakmampuan. Biasanya adanya keluhan nyeri saat
berkemih atau urin keluar dengan tiba-tiba, dan juga berapakah
tinggi frekuensi saat berkemih berkemih
b. Riwayat kesehatan masa lalu
1) Keluhan utama terkait dengan perasaan subjektif klien terhadap
masalah saat berkemih, ketidak mampuan menaha kencing,
kebocoran urin, penggunaan absorbent. Penyakit yang pernah
diderita, meliputi diabetes, hipertensi, kolesterol, dan asam urat.
2) Storage Lower Urinary Symtoms (LUTS), untuk mengetahui ini
pertanyaan yang harus di jawab klien adalah berapa kali klien
BAK dalam satu hari, berapa lama klien dapat melakuka
aktivitas antar waktu berkemih.
3) Riwayat alergi (obat, makanan, minuman, binatang, debu, dan
lain-lain).
4) Riwayat kecelakaan, lansia sering mengalami jatuh dan
terpeleset saat berjalan

17
Riwayat dirawat di rumah sakit (Riwayat penyakit, operasi,
gangguan obstetri dan ginekologi)
5) Riwayat pemakaian obat, biasanya pemakaian obat diuretik
yang cukup lama dapat menyebabkan inkontinensia urin.
6) Obat-obatan yang dikonsumsi
7) Kapan UI mulai terjadi, durasi atau lama mengalami UI
8) Kondisi yang memicu UI seperti batuk, mengejan, keinginan
berkemih yang kuat
9) Tanda gejala yang menunjukkan kemampuan penampungan
bladder seperti frequency, urgency, nocturia
10) Tanda gejala pada setiap berkemih seperti intermittency,
pancaran kencing lemah, tetesan urin pada akhir berkemih,
mengejan
11) Riwayat psikologi dan Sosial, dalam pengkjian ini fungsi
seksual juga menjadi unsur yang harus dikaji pada klien untuk
mengetahui kemungkinan kebocoran uring saat melakukan
hubungan seksual (Chin, 2001)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan, penyakit gunjal bawaan atau bukan bawaan.
3. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Pola nutrisi meliputi frekuensi makan, nafsu makanan, jenis makanan
yang dimakan, kebiasaan sebelum makan, makanan yang disukai dan
tidak disukai, alergi dengan makanan, dan keluhan yang berhubungan
dengan makan. Selain makan juga perlu dikaji asupan cairannya,
meliputi jumlah air yang diminum dalam sehari, jenis minuman (air
putih, teh, cokelat, minuman berkafein, bersoda, dan beralkohol), dan
minuman kesukaan.
b. Pola eliminasi

18
Menurut Maas, (2014) pengkajian pola eliminasi khusus untuk lansia
dengan inkontinensia urin yaitu :
a) Buang air kecil, frekuensi berkemih sepanjang hari, frekuensi
berkemih di malam hari, kesulitan dalam berkemih (perlu
mengejan atau tidak), aliran urin, nyeri saat berkemih, adanya
campuran darah saat berkemih, dan warna urin
b) Buang air besar, frekuensi buang air besar, konsistensi, warna
feses, keluhan saat buang air besar, dan penggunaan obat pencahar

c. Pola personal hygiene


Menggambarkan frekuensi mandi, gosok gigi, mencuci rambut,
penggunaan alat mandi (sabun, pasta gigi, dan shampo), dan
kebersihan tangan serta kuku.
d. Pola istirahat dan tidur
Menggambarkan pola tidur, lamanya tidur saat malam hari, lama tidur
saat tidur siang, dan keluhan saat tidur.
e. Pola hubungan dan peran
Menggambarkan hubungan responden dengan keluarga, masyarakat,
dan tempat tinggal.
f. Pola sensori dan kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan, dan pembau.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri, harga
diri, peran dan identitas diri. Mengkaji tingkat depresi responden
menggunakan format pengkajian status psikologis.
h. Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan masalah terhadap seksualitas.
i. Pola mekanisme stress dan kopping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress.

19
j. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan pola, nilai keyakinan termasuk spiritual.
k. Kebiasaan mengisi waktu luang
Menggambarkan kegiatan responden dalam mengisi waktu luang
seperti mencuci baju, merajut, membaca majalah atau koran,
mendengarkan radio, dan beribadah
l. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Menggambarkan kebiasaan responden yang berdampak pada kesehatan
meliputi merokok, minum minuman beralkohol, dan ketergantungan
terhadap obat.

4. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pengkajian umum dan kemampuan fungsional, kemampuan
fungsional meliputi kemampuan klien untuk melakukan mobilisasi,
kesadaran dan ketangkasan. Metode yang dapat digunakan untuk
menguji klien adalah dengan meminta klien berjalan dari meja
periksa ke tempat tidur, meminta klien berkemih untuk pemeriksaan
spesimen urin. Pemeriksaan head to to:
a. B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena
suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada
perkusi.
b. B2 (blood)
Terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan
gelisah.
c. B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh.
d. B4 (bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau
menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam
kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada
bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,

20
banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat
dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya. Palpasi :
Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa
terbakar di uretra luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu
kencing.
e. B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan
abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan
palpasi pada ginjal.

f. B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.

Pengkajian Khusus Pada Lansia : Pengkajian Status Fungsional, Pengkajian


Status Kognitif
1. Pengkajian Status Fungsional dengan Pemeriksaan Index Katz
Tabel 1 : Pemeriksaan kemandirian lansia dengan Index Katz
Skor Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, minum, berpindah, ke
kamar kecil, berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi
tambahan
F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
berpakaian, ke kamar kecil,dan satu fungsi tambahan
G Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi dan satu fungsi tambahan
Lain-lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak
dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F
Tabel 1 Index Katz di atas untuk mencocokkan kondisi lansia dengan skor yang
diperoleh.

21
2. Pengkajian Status Kognitif
a. SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire) adalah
penilaian fungsi intelektual lansia.
Tabel 2 Penilaian SPMSQ
Benar Salah No Pertanyaan
01 Tanggal berapa hari ini ?
02 Hari apa sekarang ?
03 Apa nama tempat ini ?
04 Dimana alamat anda ?
05 Berapa umur anda ?
06 Kapan anda lahir ? (minimal tahun)
07 Siapa presiden Indonesia sekarang ?
08 Siapa presiden Indonesia
sebelumnya ?
09 Siapa nama ibu anda ?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap
pengurangan 3 dari setiap angka
baru, semua secara menurun.
TOTAL NILAI
Interpretasi :
Salah 0-3 : Fungsi intelekstual utuh
Salah 4-5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan
Salah 6-8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang
Salah 9-10 : Fungsi intelektual kerusakan berat
b. MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif dari
fungsi mental, orientasi,registrasi, perhatian dan kalkulasi,
mengingat kembali dan bahasa
Tabel 3 Penilaian MMSE
Nilai Maksimum Pasien Pertanyaan
Orientasi
5 Tahun, musim, tgl, hari, bulan, apa
sekarang? Dimana
kita (negara bagian, wilayah,
kota ) di RS mana ? ruang apa

22
Registrasi
3 Nama 3 obyek (1 detik untuk
mengatakan masing-masing)
tanyakan pada lansia ke 3 obyek
setelah Anda katakan. Beri point
untuk jawaban benar, ulangi
sampai lansia mempelajari ke 3
nya dan jumlahkan skor yang telah
dicapai
Perhatian dan kalkulasi
5 Pilihlah kata dengan 7 huruf, misal
kata “panduan”, berhenti setelah 5
huruf, beri 1 point tiap jawaban
benar, kemudian dilanjutkan,
apakah lansia masih ingat
huruf lanjutannya)
Mengingat
3 Minta untuk mengulangi ke 3
obyek di atas, beri 1 point
untuk tiap jawaban benar
Bahasa
9 Nama pensil dan melihat (2 point)
30
Interpretasi hasil :
24-30 : tidak ada gangguan kognitif
18-23 : gangguan kognitif sedang
0-17 : gangguan kognitif berat
2.3.2 Diagnosa

No Diagnosa
1 Kategori :
Fisiologis
Subkategori :
Eliminasi
Diagnosa :
Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan
Ketidakmampuan mengontrol keluaran urine ditandai
dengan mengeluh tidak dapat menahan BAK kurang lebih
selama 5 hari (D.0040)
Definisi :
Disfungsi eliminasi urine
Penyebab :
1. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda
gangguan kandung kemih
2. Kelemahan otot pelvis
3. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan

23
eliminasi
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif :
1. Desakan berkemih
2. Urine menetes
3. Mengompol
Objektif :
1. Distensi kandung kemih
2. Berkemih tidak tuntas
3. Volume residu urine meningkat
2 Kategori :
Fisiologis
Subkategori :
Aktivitas / istirahat
Diagnosa :
Gangguan pola tidur (D.0055)
Definisi :
Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal.
Penyebab :
1. Hambatan lingkungan
2. Kurang kontrol tidur
3. Kurang privasi
4. Restraint fisik
5. Ketiadaan teman tidur
6. Tidak familiar dengan peralatan tidur
Gejala tanda mayor :
Subjektif :
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga
3. Mengeluh tidak puas tidur
4. Mengeluh pola tidur berubah
5. Mengeluh istirahat tidak cukup
Gejala tanda minor :
Subjektif :
Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun
3 Kategori :
fisiologis
Subkategori :
eliminasi
Diagnosa :
Inkontinensia urin fungsional (D.0044)
Definisi :
Pengeluaran urin tidak terkendali karena kesulitan dan tidak
mampu mencapai toilet pada waktu yang tepat
Penyebab :
1. Ketidak mampuan atau penurunan mengenali tanda-
tanda berkemih

24
2. Penurunan tonus kandung kemih
3. Hambatan mobilisasi
Gejala tanda mayor :
Subjektif :
1. Mengompol sebelum mencapai atau selama usaha
mencapai toilet
Gejala tanda minor :
subjektif :
1. Mengompol diwaktu pagi hari
Mampu mengosongkan kandung kemih lengkap

2.3.3 Intervensi

Diagnosa SLKI SIKI


Kategori : Setelah dilakukan tindakan Manajemen
Fisiologis
keperawatan 2x 24 jam inkontinensia urine.
Subkategori :
Eliminasi diharapkan kontinensia urine Kode : I.04154
Diagnosa :
dapat teratasi dengan kriteria Intervensi:
Gangguan eliminasi
urin berhubungan hasil : Observasi:
dengan
Outcome: - Identifikasi penyebab
Ketidakmampuan
mengontrol keluaran 1. Kemampuan berkemih inkontinensia urine
urine ditandai dengan
dari skala 1 menurun (misal, usia, fungsi
mengeluh tidak dapat
menahan BAK menjadi skala 3 sedang. kognitif, obat-obatan,
(D.0040)
2. Enuresis dari skala 1 dll)
Definisi :
Disfungsi eliminasi menurun menjadi skala 3 - Identifikasi perasaan
urine
sedang. dan presepsi terhadap
Penyebab :
- Penurunan 3. Hesitancy l dari skala 1 inkontinensia urine
kemampuan
menurun menjadi skala 3 Edukasi:
menyadari tanda-
tanda gangguan sedang. - Jelaskan definisi,
kandung kemih
4. Verbalisasi pengeluaran jenis, penyebab
- Kelemahan otot
pelvis urine tidak tuntas dari inkontinensia urine
- Ketidakmampuan
skala 2 cukup meningkat - Diskusikan program
mengkomunikasikan
kebutuhan eliminasi menjasi skala 3 sedang. inkontinensia urine
Gejala dan Tanda
5. Sensasi berkemih dari (misal, jadwal

25
Mayor : skala 1 menurun menjadi berkemih, konsumsi
Subjektif :
skala 3 sedang. obat, latihan pengutan
- Desakan berkemih
- Urine menetes otot perkemihan)
- Mengompol
Terapeurik:
Objektif :
- Distensi kandung - Ambil sempel urine
kemih
untuk pemeriksaan
- Berkemih tidak
tuntas urine lengkap
- Volume residu
- Sediakan pakaian dan
urine meningkat
lingkungan yang
mendukung program
inkontinensia urine
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
media dan fisioterapis
untuk mengatasi
inkontinensia urine,
jika perlu.

2.3.4 Implementasi
Implementasi (tindakan) asuhan keperawatan dilakukan dengan
intervensi yang telah dibuat atau direncanakan.
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan.

26
2.4 Aushan Keperawatan Kasus
Ny. K (60 thn) datang ke RS. Bintaro diantar keluarga. Keluarga mengatakan
Ny. K sering kencing tanpa disadari (ngompol), sering ngompol dimalam hari
dan pagi hari. Klien sendiri mengatakan tidak bisa menahan sampai toilet jika
sudah terasa ingin BAK. Frekuensi berkemih tiap hari 10-16x/hari, kurang
lebih selama 7 hari. Klien juga mengatakan saat dia bersin, membungkuk,
batuk tiba-tiba keluar sedikit air kencing. Klien memakai popok dan
menggantinya 2x sehari sehingga terasa lembab dan nyeri ketika ingin BAK.
Kira-kira Ny. K minumnya tiap hari sekitar 600 ml. Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan data TB&BB Ny. K adalah 160cm, 50kg, TD 120/80 mmHg, Nadi
80 x/menit, respirasi 18 x/menit dan suhu 36,5C, output 2100cc Terdapat
distensi kandung kemih. Kegiatan sehari-hari Ny. K adalah menjadi guru
mengaji, akan tetapi semenjak ia sering ngompol kegiatan menjadi terganggu.

27
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

1. PENGKAJIAN
A. Data Biografis Klien
Nama : Ny. K
Umur : 60 tahun
Alamat : Jl. Karangrejo
Jenis kelamin :  Laki-laki  Perempuan
Kriteria umur :  Middle Elderly  Old  Very old
Status perkawinan :  Menikah  Tidak menikah  Janda  Duda
Agama : Islam  Protestan  Hindu  Budha
Suku :  Jawa  Madura  Lainnya,
_______________________
Pendidikan :  Tidak tamat SD  Tamat SD SMP
 SMA  PT  Buta huruf
Lama di panti :  ≤ 1 tahun  1-3 tahun  ≥ 3 tahun
Sumber pendapatan:
 Ada, jelaskan: suami dari Ny. K mengatakan bekerja swasta sehingga
kebutuhan sehari-hari di dapatkan dari suaminya
 Tidak ada, jelaskan: _______________________________________
Riwayat pekerjaan : Ny. K menjadi guru mengaji, akan tetapi semenjak ia
sering ngompol kegiatan menjadi terganggu.
B. Riwayat Kesehatan
Keluhan yang dirasakan saat ini:

28
 Nyeri dada  Pusing  Batuk  Demam
 Sesak napas  Gatal  Diare  Nyeri sendi
 Jantung berdebar  Penglihatan kabur
Lainnya: Ny.K mengatakan sering mengompol

Keluhan yang dirasakan tiga bulan terakhir:


 Nyeri dada  Pusing  Batuk  Demam
 Sesak napas  Gatal  Diare  Nyeri sendi
 Jantung berdebar  Penglihatan kabur
Lainnya: Ny. K mengatakan tidak ada keluhan selama 3 bulan terakhir

Penyakit saat ini:


 Sesak napas/PPOK  Nyeri sendi/rematik  Diare
 Penyakit kulit  Penyakit jantung  Penyakit mata
 Diabetes mellitus  Hipertensi
Lainnya: Inkontinensia Urine

Kejadian penyakit tiga bulan terakhir:


 Sesak napas/PPOK  Nyeri sendi/rematik  Diare
 Penyakit kulit  Penyakit jantung  Penyakit mata
 Diabetes mellitus  Hipertensi
Lainnya: Ny. K mengatakan tidak ada kejadian penyakit selama tiga bulan
terakhir

C. Status Fisiologis
Pemeriksaan tanda-tanda vital dan status gizi:
TD = 120/80 mmHg
N = 80 kali/menit
Suhu = 36,5 °C
RR = 18 kali/menit
TB = 160 cm
BB = 50 kg

29
IMT = 19,53 (Normal)

Pemeriksaan fisik
1. Kepala
 Bersih  Kotor
Kerontokan rambut :  Ya  Tidak
Keluhan :  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan: tidak ada keluhan

2. Mata
Sklera :  putih icterus  merah  perdarahan
Konjungtiva :  pucat merah muda
Pupil :  isokor  anisokor  miosis  midriasis
Strabismus :  Ya  Tidak
Riwayat katarak:  Ya Tidak
Fungsi penglihatan: Keadaan mata normal, Ny.K dapat melihat tulisan yang
dibawa perawat pada jarak jauh maupun jarak dekat untuk dilakukan pemeriksaan
cuman kadang sekali ada sedikit nyeri dan pandangan menjadi kabur.
Peradangan: Ny. K tidak memiliki keluhan apa-apa, dibagian mata keadaan
normal
Keluhan :  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan: tidak ada keluhan pada bagian mata

3. Hidung
Keadaan hidung normal,bersih, tidak ada memar, simetris kanan dan kiri, tidak
ada benjolan pada hidung kanan maupun kiri.
Peradangan: tidak ada peradangan pada hidung Ny. K
Fungsi penghidung : keadaan hidung Ny. K normal
Keluhan :  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan: tidak ada keluhan pada bagian hidung

30
4. Mulut dan tenggorokan
Keadaan mulut dan tenggorokan Ny. K normal, lidah bersih, gigi ada yang
berlubang, tidak ada lesi, mukosa bibir lembab, tidak ada benjolan, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid pada tenggorokan pasien
Peradangan: tidak ada peradangan
Kesulitan mengunyah :  Ya  Tidak
Kesulitan menelan :  Ya  Tidak
Keluhan :  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan: tidak ada keluhan pada mulut dan tenggorokan pasien

5. Telinga
 Bersih  Kotor
Peradangan: tidak ada peradangan
Fungsi pendengaran: keadaan telinga pada Ny.K normal
Keluhan :  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan: tidak ada keluhan pada telinga pasien

6. Leher
Pembesaran kelenjar tiroid :  Ya  Tidak
JVD : tidak ada
Refleks (spesifik): adanya refleks fisiologis

7. Thoraks
Bentuk dada :  simetris  tidak simetris
Suara napas tambahan
 wheezing lokasi : ___________________
 ronchi lokasi : ___________________
 Tidak ada
Suara jantung
 normal, S1 S2 tunggal
 lainnya, ______________________________
Keluhan :  Ya Tidak

31
Jika ya, jelaskan: _______________________________________

8. Abdomen
Bentuk simetris, bising usus normal, tidak ada pembesaran limfa
Rectum : keadaan abdomen Ny. K normal, tidak ada hemoroid pada
abdomen
BAB : 1x sehari Konsistensi : padat
 diare konstipasi  feses berdarah  tidak terasa 
lavament  kesulitan  melena  colostomy  wasir 
pencahar
 tidak ada masalah
 alat bantu, tidak ada
 diet khusus, rendah garam rendah lemak
BAK : 12-17 x/hari

9. Genitalia
Payudara :  simetris  asimetris  tidak ada benjolan
 bersih  kotor, _________________________________________
Keluhan :  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan: tidak ada keluhan pada bagian genitalia pasien

10. Integumen
bersih  kotor, _________________________________________
Warna kulit :  ikterik  cyanosis  pucat
 kemerahan  pigmentasi sawo matang
Akral :  hangat  panas
 dingin basah  dingin kering
Turgor :  Baik cukup  buruk/menurun
Keluhan :  Ya Tidak
Jika ya, jelaskan: tidak ada keluhan pada bagian integumen pasien

32
11. Ekstremitas
Kemampuan pergerakan sendi:  bebas terbatas
Parese :  ya  tidak
Paralise :  ya  tidak
Kekuatan otot : 4|4|4|4

Postur tubuh : tegap


Deformitas :  ya  tidak
Tremor :  ya  tidak
Edema :  ya  tidak
Alat bantu :  tidak  ya, ______________________________

D. Status Kesehatan
Keluhan utama :
Ny. K mengatakan sering BAK yang tidak terkontrol selama 7 hari

Pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan:


Ny. K mengatakan tidak mengerti penyebab dari penyakitnya ini, yang Ny. K
ketahui adalah karena faktor usianya dan sering kecapekan. Dan untuk
mengatasinya Ny. K hanya meminum obat yang diberikan oleh puskesmas dan
memakai popok.

Penggunaan obat-obatan
No Nama Obat Dosis Keterangan

- - -

E. Pengkajian Psikososial
Hubungan dengan orang lain dalam wisma:

33
 Tidak kenal  Sebatas kenal Mampu interaksi  Mampu bekerja
sama
Hubungan dengan orang lain di luar wisma di dalam panti:
 Tidak kenal  Sebatas kenal  Mampu interaksi  Mampu bekerja
sama
Kebiasaan lansia berinteraksi ke wisma lainnya di dalam panti:
 Selalu  Sering  Jarang  Tidak
pernah
Stabilitas emosi:
 Labil  Stabil  Irritable  Datar
Jelaskan: sejauh ini Ny. K mampu berinteraksi dengan baik kepada keluarga,
tetangga, maupun orang – orang disekitarnya.
Motivasi penghuni panti:  Kemampuan sendiri  Paksaan
Frekuensi kunjungan keluarga:
 1 kali/bulan  2 kali/bulan  Tidak pernah

F. Pengkajian Fungsional
1. Masalah emosional
Pertanyaan tahan 1
a) Apakah klien mengalami susah tidur? Tidak
b) Ada masalah atau banyak pikiran? Ada
c) Apakan klien murung atau menangis sendiri? Tidak
d) Apakah klien sering was-was atau khawatir? Tidak

2. Tingkat kerusakan intelektual


Dengan menggunakan SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionnaire),
ajukan beberapa pertanyaan pada daftar di bawah ini!
Benar Salah No Pertanyaan
 1 Tanggal berapa hari ini?
 2 Hari apa sekarang?
 3 Apa nama tempat ini?
 4 Dimana alamat ini?
 5 Berapa umur anda?
 6 Kapan anda lahir?

34
 7 Siapa presiden Indonesia?
 8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
 9 Siapa nama ibu anda?
 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru secara menurun
Jumlah = Benar 6
Salah 4

Interpretasi:
Salah 0-3 = fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 = fungsi intelektual kerusakan ringan
Salah 6-8 = fungsi intelektual kerusakan sedang
Salah 9-10 = fungsi intelektual kerusakan berat
3. Identifikasi aspek kognitif
Dengan mengunakan MMSE (Mini-Mental State Examination)
Aspek Nilai Nilai
No Kriteria
Kognitif Maksimal Klien
Menyebutkan dengan benar
Tahun : 2020 (benar)
Musim : hujan (benar)
1 Orientasi 5 5
Tanggal : 14 (benar)
Hari : Senin (benar)
Bulan : Juni (benar)
Dimana kita sekarang kita berada?
Negara : Indonesia (benar)
Provinsi : Jawa Timur (benar)
2 Orientasi 5 5
Kabupaten/kota : Surabaya (benar)
Panti :-
Wisma : -
3 Registrasi 3 2 Sebutkan 3 nama objek (misal:
kursi, meja, kertas), kemudian
ditanyakan kepada klien,
menjawab:
Kursi : (benar)
Meja : (benar)

35
Kertas : (benar)
Meminta klien berhitung mulai dari
100 kemudian kurangi 7 sampai 5
tingkat.
Perhatian Jawaban :
4 dan 5 2 1. 93
kalkulasi 2. 86
3. 79
4. 72
5. 65
Minta klien untuk mengulang
5 Mengingat 3 3 ketiga objek pada poin ke-2 (tiap
poin nilai 1)
6 Bahasa 9 Menanyakan pada klien tentang
benda (sambil menunjukkan benda
tersebut)
Minta klien untuk mengulang kata
berikut:
“ tidak ada, dan, jika atau tetapi)
Klien menjawab:
7 Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri 3
langkah.
Ambil kertas ditangan anda, lipat
dulu dan taruh dilaci.
1. Ambil kertas ditangan anda
2. lipat
3.dan taruh dilaci
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut (bila aktivitas sesuai
perintah nilai satu poin.
“tutup mata anda”
Perintahkan kepada klien untuk

36
menulis kalimat dan menyalin
gambar
Total Nilai 30 24

Interpretasi:
24-30 : tidak ada gangguan kognitif
18-23 : gangguan kognitif sedang
0-17 : gangguan kognitif berat

G. Pengkajian Perilaku Terhadap Kesehatan


Kebiasaan merokok:
 > 3 batang sehari  < 3 batang sehari  Tidak merokok

1. Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi


Frekuensi makan:
 1x/hari  2x/hari  3x/hari  Tidak teratur
Jumlah makanan yang dihabiskan:
 1 porsi dihabiskan  < 1/2 porsi yang dihabiskan
 1/2 porsi yang dihabiskan  Lain-lain, ___________________________
Makanan tambahan:
 Dihabiskan  Tidak dihabiskan  Kadang-kadang dihabiskan

2. Pola pemenuhan cairan


Frekuensi minum:
 < 3 gelas/hari  > 3 gelas/hari
Jika jawaban > 3 gelas/hari, alasan:
 Takut kencing malam hari  Persediaan air minum terbatas
 Tidak haus  Kebiasaan minum sedikit
Jenis miuman:
 Air putih  Kopi  Teh Susu  Lainnya, ________

37
3. Pola kebiasaan tidur
Jumlah waktu tidur:
 < 4 jam  4-6 jam  > 6 jam
Gangguan tidur berupa:
 Insomnia  Sulit mengawali
 Sering terbangun  Tidak ada gangguan
Penggunaan waktu luang ketika tidak tidur:
 Santai  Keterampilan
 Diam saja  Ibadah/kegiatan keagamaan

4. Pola eliminasi alvi


Frekuensi BAB:  1x/hari  2x/hari  Lainnya, __________________
Konsistensi : padat
Gangguan BAB:
 Inkotinensia alvi  Konstipasi  Diare  Tidak ada

5. Pola eliminasi urin


Frekuensi BAK:  1-3x/hari  4-6x/hari  > 6x/hari
Berapa Lama Keluhan dirasakan :Ny.K mengatakan kurang lebih 7 hari
Jumlah cairan yang keluar : 2100cc
Kebiasaan BAK dimalam hari : Ny. K mengatakan biasanya terbangun dan BAK
dimalam hari
Nyeri saat berkemih : Ny. K mengatakan jika BAK mengalami nyeri
Frekuensi saat berkemih : Ny. K mengatakan kandung kemih terasa penuh
Warna urine : kuning
Gangguan BAK :
 Inkotinensia urine  Retensi urine  Lainnya, ____________________

6. Pola aktivitas
Kegiatan produktif lansia yag sering dilakukan:
 Membantu kegiatan dapur  Berkebun
 Pekerjaan rumah tangga  Keterampilan tangan

38
7. Pola perawatan diri
Kebiasaan mandi
 1x/hari  2x/hari  3x/hari  < 1x/hari
Memakai sabun :  Ya  Tidak
Sikat gigi :  1x/hari  2x/hari  Tidak pernah
Menggunakan pasta gigi :  Ya  Tidak
Berganti pakaian bersih : 1x/hari  > 1x/hari  Tidak ganti

Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)


Nilai
No Jenis Aktivitas Penilaian
Bantuan Total
1. Makan 0 10 10
2. Minum 0 10 10
3. Berpindah dari kursi roda ke 0 15 15
tempat tidur dan sebaliknya.
4. Kebersihan diri: cuci muka, 0 5 5
menyisir, aktivitas di kamar
mandi (toiletting).
5. Mandi 0 5 5
Berjalan di jalan yang datar (jika
tidak mampu berjalan lakukan
dengan kursi roda).
6. Naik turun tangga 0 5 5
7. Berpakaian termasuk 0 15 15
mengenakan sepatu 10 10
8. Mengontrol defekasi 0 10 10
9. Mengontrol berkemih 0 10 10
10. Olahraga/ latihan 0 10 10
Rekreasi/ pemanfaatan waktu
11. luang 0 10 10

Total Nilai 100 100

39
Keterangan: Mandiri
Masing- masing indikator penilaian memiliki rentang nilai 5-10
Interpretasi:
60 : Ketergantungan penuh
65-125 : Ketergantunagn ringan
120 : Mandiri

H. Pengkajian Lingkungan
1. Pemukiman
Luas bangunan : 6x20
Bentuk bangunan :
 Permanen  Petak  Asrama  Paviliun
Jenis bangunan :
 Permanen  Semi permanen  Non permanen
Atap rumah :
 Genting  Seng  Ijuk  Kayu  Asbes
Dinding :
 Tembok  Kayu  Bambu  Lainnya, __________________
Lantai :
 Semen  Ubin  Keramik  Tanah  Lainnya, ________
Kebersihan lantai :  Baik  Kurang
Ventilasi :  < 15% luas lantai  15% luas lantai
Pencahayaan :  Baik  Kurang
Pengaturan penataan perabot:  Baik  Kurang
Kelengkapan alat rumah tangga:  Lengkap  Tidak Lengkap

2. Sanitasi
Penyediaan air bersih (MCK) :
 PDAM  Sumur  Sungai  Lainnya, ___________________
Penyediaan air minum :
 Air rebus sendiri  Air biasa tanpa rebus  Beli air kemasan

40
Pengelolaan jamban:  Bersama  Pribadi  Kelompok  Lainnya, __
Jenis Jamban :
 Leher angsa  Cemplung tertutup  Cemplung terbuka
 Lainnya, _______
Jarak dengan sumber air:  < 10 meter  > 10 meter
Sarana pembuangan air limbah:  Lancar  Tidak lancar
Pembuangan sampah :
 Ditimbun  Dibakar  Didaur ulang
 Di buang sembarang tempat  Di kelola dinas
Polusi udara :
 Pabrik  Rumah Tangga  Industri  Lainnya, ____________
Pengelolaan binatang pengerat :
 Dengan racun  Dengan alat  Lainnya, ___________

3. Fasilitas
Peternakan :  Ada Tidak Jenis: __________________
Perikanan :  Ada Tidak Jenis: __________________
Sarana olahraga :  Ada  Tidak Jenis: __________________
Taman :  Ada  Tidak Jenis: __________________
Ruang pertemuan :  Ada  Tidak Jenis: __________________
Sarana hiburan. :  Ada  Tidak Jenis: Tv
Saran ibadah :  Ada  Tidak Jenis: __________________

4. Keamanan dan transportasi


Sistem keamanan lingkungan :  Ada  Tidak
Penannggulangan kebakaran :  Ada  Tidak
Penanggulangan bencana :  Ada  Tidak
Kondisi jalan masuk panti :
 Rata  Tidak rata  Licin  Tidak licin
Transportasi yang dimiliki :

41
 Mobil  Sepeda motor  Lainnya, ______________________

5. Komunikasi
Sarana komunikasi :  Ada  Tidak
Jenis komunikasi yang digunakan dalam panti:
Telepon  Kotak surat  Fax  Lainnya, ______________
Cara penyebaran informasi :
Langsung  Tidak langsung  Lainnya, _______________________

Pengkajian status fungsional, kognitif, afektif, dan sosial


1. Indeks KATZ (pengkajian status fungsional)
INDEKS KATZ
Skor Kriteria
Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar
A
kecil, berpakaian dan mandi.
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali satu
B
dari fungsi tersebut.
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
C
mandi dan satu fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
D
mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
E
mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
F
mandi, berpakaian, berpindah dan satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.
Lain- Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
lain diklasifikasikan sebagai C, D, E, F dan G.
Kesimpulan : Skor B. Ny.K mampu beraktifitas hidup sehari-hari, kecuali satu
dari fungsi tersebut.

42
2. Depresi Beck, berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejala dan
sikap yang berhubungan dengan depresi.
Inventaris Depresi Beck
Skor Uraian
A. Kesedihan
3 Saya sangat sedih atau tidak bahagia, di mana saya tidak dapat
menghadapinya
2 Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar
darinya
1 Saya merasa sedih atau galau.
0 Saya tidak merasa sedih.
B. Pesimisme
3 Saya merasa bahwa masa depan saya adalah sia-sia dan sesuatu
dapat membaik tidak
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang ke depan
1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan.
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan.
C. Rasa kegagalan
3 Saya merasa saya benar-benar gagal sebagai seorang (orang tua,
suami, istri).
2 Seperti melihat kebelakang hidup saya, semua yang dapat saya lihat
hanya kegagalan.
1 Saya merasa saya telah gagal melebihi orang pada umumnya.
0 Saya tidak merasa gagal.
D. Ketidakpuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya.
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun.
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan.
0 Saya merasa tidak puas.
E. Rasa Bersalah
3 Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk atau tak berharga
2 Saya merasa sangat bersalah
1 Saya merasa buruk atau tak berharga sebagai bagian dari waktu yang
baik.
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah
F. Tidak menyukai diri sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya merasa kecewa dengan diri saya sendiri
G. Membahayakan diri sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai

43
kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai
membahayakan diri sendiri
H. Menarik diri dari social
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak
peduli pada mereka semuanya.
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
mempunyai sedikit perasaan pada mereka.
1 Saya kurang berminat pada orang lain daripada sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain
I. Keragu-raguan
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha membuat keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik
J. Perubahan gambaran diri
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan
2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanent
dalam penampilan saya dan ini membuat saya tak menarik
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk daripada
sebelumnya
K. Kesulitan kerja
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk
melakukan sesuatu
1 Ini memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan
sesuatu
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya
L. Keletihan
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya lelah lebih dari yang biasanya
0 Saya tidak lebih lelah dari biasanya
M. Anoreksia
3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya

Intepretasi:

44
0-4 = depresi tidak ada atau minimal
5-7 = depresi ringan
8-15 = depresi sedang
>16 = depresi berat
Kesimpulan:
Ny. K dengan skor 6 yaitu depresi ringan

3. Skala Depresi Geriatik Yesavage, dengan penilaian jika jawaban


pertanyaan sesuai indikasi di nilai poin 1 (nilai 1 poin untuk setiap respon
yang cocok dengan jawaban ya atau tidak setelah pertanyaan). Nilai 5 atau
lebih dapat menandakan depresi.
Skala Depresi Geriatik Yesavage, bentuk singkat
1. Apakah pada dasarnya Anda puas dengan kehidupan Anda? ( 1 )
2. SudakahAnda mengeluarkan aktivitas dan minat Anda? ( 1 )
3. Apakah Anda merasa bahwa hidup Anda kosong? ( 1 )
4. Apakah Anda sering bosan? ( 1 )
5. Apakah Anda mempunyai semangat yang baik setiap waktu? ( 1 )
6. Apakah Anda takut sesuatu akan terjadi pada Anda? ( 1 )
7. Apakah Anda merasa bahagia di setiap waktu? ( 1 )
8. Apakah Anda lebih suka tinggal di rumah setiap waktu malam hari, dari
pada pergi dan melakukan sesuatu yang baru? ( 1 )
9. Apakah Anda merasa bahwa Anda mempunyai lebih banyak masalah
dengan ingatan Anda dari pada yang lainnya? ( 1 )
10. Apakah Anda berfikir sangat menyenangkan hidup sekarang ini? ( 1 )
11. Apakah Anda merasa Saya sangat tidak berguna dengan keadaan Anda
sekarang? ( 1 )
12. Apakah Anda merasa penuh berenergi? ( 1 )
13. Apakah Anda berfikir bahwa situasi Anda tak ada harapan? ( 1 )
14. Apakah Anda berfikir bahwa banyak orang yang lebih baik daripada
Anda?
( 1 )

4. Pengkajian status sosial

45
Status sosial lansia dapat diukur menggunakan APGAR keluarga. Penilaian: jika
pertanyaan-pertanyaan yang dijawab “selalu” (poin 2), “kadang-kadang” (poin 1),
“hampir tidak pernah” (poin 0).
APGAR Keluarga
No. Fungsi Uraian Skor
Saya puas bahwa saya dapat kembali pada 2
1. Adaptasi keluarga (teman-teman) saya untuk membantu
pada waktu sesuatu menyusahkan saya.
Saya puas denga cara keluarga (teman-teman) 2
2. Hubungan saya membicarakan sesuatu dengan saya dan
mengungkapkan masalah dengan saya.
Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya 1
3. Pertumbuhan menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktivitas atau arah baru.
Saya puas dengan cara keluarga (teman- 1
teman) saya mengekspresikan afek dan
4. Afeksi
berespons terhadap emosi-emosi saya, seperti
marah, sedih, dan mencintai.
Saya puas dengan cara teman-teman saya dan 1
5. Pemecahan
menyediakan waktu bersama-sama.
Total Nilai 7
Intepretasi:
<3 = disfungsi berat
4-6 = disfungsi sedang
≥6 = fungsi baik
Kesimpulan:
Ny. K memiliki total 7 yaitu fungsi baik

46
Analisa data :

Data Masalah Etiologi


DS: Termogulasi Proses Menua
1. Klien mengatakan kandung kemih
tidak dapat menahan Tidak Dapat Menahan
Kencing
kencing jika sudah
ingin BAK
Mengompol Tanpa
2. Klien juga
Disadari
mengatakan saat
batuk, bersin,
Frekuensi berkemih
membungkuk tiba- tidak normal
tiba keluar air kencing
3. Keluarga mengatakan Gangguan eliminasi
klien sering ngompol urine
(kencing tanpa
disadari)
4. Sering ngompol
terutama malam hari
DO:
1. Frekuensi berkemih
10-16x/hari
2. Terdapat distensi
kandung kemih
3. Ny. K tampak gelisah
4. TTV :
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/menit
S : 36,5˚C
RR : 18x/menit

47
BB : 50 kg
5. Output : 2100cc
6. Ny. K tampak lesu
7. Ny. K selalu BAK
dimalam hari
8. Ny. K mengalami
nyeri saat BAK
9. Ny. K mengalami
inkontinensia kurang
lebih selama 7 hari
10. Urine berwarna
kuning

2. DIAGNOSA

Gangguan Eliminasi Urine


Kategori: lingkungan
Subkategori: keamanan dan proteksi
Kode: D.0149
Definisi:
Disfungsi eliminasi urine

Penyebab:
- Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung
kemih
- Kelemahan otot pelvis
- Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi Gejala
dan tanda mayor:
Subjektif
- Desakan berkemih
- Urine menetes
- Mengompol

48
Objektif
- Distensi kandung kemih
- Berkemih tidak tuntas
- Volume residu urine meningk
Gejala dan tanda minor:
Tidak ada

3. INTERVENSI

Diagnosa SLKI SIKI


Kategori : Tujuan : Intervensi:
lingkungan Setelah dilakukan Perawatan
Subkategori : tindakan inkontinensia urine.
keamanan dan proteksi keperawatan selama Kode: I.04163
Diagnosa : 1x24 jam Observasi:
Gangguan Eliminasi Kontinensia Urine - Identifikasi
Urine berhubungan (L.04036) penyebab dan gejala
dengan Ketidakmampuan Definisi : inkontinensia urine
mengontrol keluaran Pola kebiasaan (misal, usia, fungsi
urine ditandai dengan buang air kecil kognitif, obat-
mengeluh tidak dapat Ekspetasi : obatan, dll)
menahan BAK membaik dengan - Memonitor
Kode : (D.0149) kriteria hasil : eliminasi urine (mis,
Definisi : 1. Kemampuan frekuensi,
Disfungsi eliminasi urine berkemih konsistensi, aroma,
Penyebab : dari skala 2 volume dan warna
- Penurunan kemampuan (cukup - Identifikasi perasaan
menyadari tanda-tanda meningkat) dan presepsi
gangguan kandung menjadi terhadap
kemih skala 4 inkontinensia urine
- Kelemahan otot pelvis (cukup - Memonitor
- Ketidakmampuan menurun) eliminasi urine (mis,
mengkomunikasikan 2. Residu volume frekuensi,

49
kebutuhan eliminasi urine setelah konsistensi, aroma,
Gejala dan Tanda berkemih dari volume dan warna)
Mayor :
skala 2 (cukup
Subjektif : Edukasi:
meningkat)
- Desakan berkemih - Jelaskan
menjadi skala 4
- Urine menetes definisi, jenis,
(cukup menurun)
- Mengompol penyebab
3. Frekuensi
Objektif : inkontinensia
berkemih dari
- Distensi kandung urine
skala 2 (cukup
kemih - Diskusikan
memburuk)
- Berkemih tidak tuntas program
menjadi skala 4
- Volume residu urine inkontinensia
(cukup membaik)
meningkat urine (misal,
jadwal
berkemih,
konsumsi obat,
latihan
pengutan otot
perkemihan)
- Anjurkan
membatasi
cairan 2-3 jam
menjelang tidur
- Ajarkan
memantau
cairan keluar
dan masuk
- Anjurkan minu
1500cc/hari,
jika tidak
kontraindikasi
- Sediakan
pakaian dan

50
lingkungan
yang
mendukung
program
inkontinensia
urine
Terapeurik:
- Bersihkan area
genetalia dan
kulit secara
rutin
- Buat jadwal
konsumsi obat
diuretik
- Ambil sempel
urine untuk
pemeriksaan
urine lengkap
Kolaborasi
- Kolaborasi
dengan media
dan fisioterapis
untuk mengatasi
inkontinensia
urine, jika perlu.

51
4. Implementasi dan Evaluasi

No Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi TDD


1. 11/09/2020 - Mengidentifikasi S:
08.00 tanda dan gejala pasien mengatakan
retensi atau sebelumnya tidak
inkontinensia urine. mengetahui tanda dan
- R/ : pasien gejala inkontinensia
mengatakan sudah urine.
mengetahui tanda dan Pasien mengatakan
gejala inkontinensia perasaannya khawatir
urine (Faktor usia, dan takut sudah lebih
Penurunan Produksi baik
estrogen pada wanita pasien mengatakan
dan Infeksi Saluran frekuensi berkemih
Kemih) turun 5- 10x
- Mengidentifikasi
08.25 faktor yang O:
menyebabkan retensi - pasien terlihat masih
atau inkontinensia bingung untuk
urine. memahami faktor dan
R/ : pasien dan gejala inkontinensia
keluarganya urine
mengetahui faktor - implementasi
inkontinensia menunjukkan pada
(termasuk penurunan skala 4 cukup
produksi estrogen dll) menurun
- Memonitor eliminasi - Jumlah cairan yang
08.55 urine (mis, frekuensi, keluar : 2100cc
konsistensi, aroma, TTV :
volume dan warna) - TD : 120/70mmHg
R/ : pasien dan - N : 80x/menit
keluarganya - S : 36,7 C

52
mengukur volume - RR : 18x/menit
cairan urine A:
(mengukur urine saat - Masalah teratasi
BAK dan menulis sebagian
jumlah urine) P:
- Identifikasi perasaan - Intervensi
dan presepsi terhadap dilanjutkan
09.20 inkontinensia urine
R/ : pasien kooperatif
tentang
mengungkapkan
perasaannya terhadap
penyakit saat ini.

53
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua. Lanjut usia
adalah masa yang dimulai semenjak seseorang susdah mencapai usia 60 tahun
dan berakhir dengan kematian. Masa ini merupakan dimana seseorang
melakukan penyesuaian terhadap berkurangnnya kekuatan dan kesehatan,
menata kembali kehidupan, masa pensiun dan penyesuaian dirinya terhadap
peran-peran sosialnya.
Dengan begitu sistem dalam tubuh lansian sangat rentan mengalami
penurunan, salah satunya yaitu sistem perkemihan, seringkali terjadi pada
lansia adalah Inkontinensia, inkontinensia merupakan suatu masalah
kesehatan yang sering terjadi dan paling umum menyebabkan distres untuk
lanjut usia. Berbagai macam perubahan terjadi pada sistem perkemihan yaitu
penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra) yang
disebabkan oleh penurunan hormon esterogen, sehingga menyebabkan
terjadinya inkontinensia urine, otot±otot menjadi lemah, kapasitasnya
menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi BAK meningkatdan
tidak dapat dikontrol.
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar bahwa dalam kepenulisannya
masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam
pembuatan makalah dapat lebih baik lagi di kemudian hari. Kami juga
berharap dengan mempelajari “Teori Model Asuhan Keperawatan Lansia
Dengan Gangguan Sistem Perkemihan” ini kita menjadi mengerti dan paham
baik teori maupun penerapannya dalam bidang keperawatan.

54
DAFTAR PUSTAKA

Karjoyo, Damayanti, dkk. 2017. Pengaruh Senam Kegel Terhadap Frekuensi


Inkontinensia Urine Pada Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tumpaan Minahasa Selatan. Manado: Universitas Sam Ratulangi Manado.
Jurna Keperawatan Vol. 5 No.1

Kholifah, Siti Nur. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Keperawatan
Gerontik. Jakarta: Kemkes RI.

Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan System


Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika

Setianto, Hezron Dwi, dkk. 2017. Perspektif Lansia Terhadap Aktivitas Fisik Dan
Kesejahteraan Jasmani Di Desa Margosari Salatiga. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan Vol.8 No.2 (89- 99).

Saputri, Eka. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Masalah


Inkontinensia Urine Di Panti Sosial Tresna Werdha Magetan. Ponorogo:
Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Stanley. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontic. Edisi ke-2. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.

Umairoh, Ika Putri, dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada
Lansia. Jakarta: STIKES Jayakarta.

Reny,Yuli. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik, Aplikasi, NANDA,


NIC, NOC, Jakarta: CV Trans Info Media.

55
Touhy, & Jett. (2010). Ebersole And Hess Gerontological Nursing Healthy Aging
(vol.3). St. Louis,Missouri, Unitade State America: Elsevier

Perkumpulan Kontinensia Indonesia (PERKINA), (2018), Panduan Tata laksana


Inkontinensia Urine Pada Dewasa, Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia.

56

Anda mungkin juga menyukai