Anda di halaman 1dari 69

MAKALAH

KEPERAWATAN GERONTIK
ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERKEMIHAN (INKONTINENSIA
URINE)

DISUSUN OLEH Kelas 7D:


Eka Dewi Antika 1130017135
Fatimahtuzzahro Salsabila 1130017158

FASILITATOR:
Rahmadaniar AP S.Kep.,Ns.,M.Tr.Kep
NPP. 19051256

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan
(Inkontinensia Urine) pada Lansia. Makalah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dan segi kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Asuhan Keperawatan


Sistem Perkemihan (Inkontinensia Urine) pada Lansia dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca

Surabaya, 08 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumsuan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................3
2.1 Konsep Lansia........................................................................................................3
2.2 Asuhan Keperawatan Gerontik..............................................................................8
2.3 Konsep Inkontinensia Urine................................................................................24
2.4 Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urine pada Lansia......................................33
2.5 Asuhan Keperawatan Kasus Inkontinensia Urine pada Lansia...........................41
BAB 3 PENUTUP........................................................................................................46
3.1 Simpulan..............................................................................................................46
3.2 Saran....................................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................47

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
menusia. Menurut UU No. 13/ tahub 1998 tentang Kesejahteraan Lansia
disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun (Dewi, 2014). Menurut WHO dalam Nugroho (2009), klasifikasi
lansia adalah usia pertengahan (middle agel) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-
74 tahun, lansia tua (old) diatas 90 tahun
Terdapat empat masalah yang terjadi pada lansia yang memerlukan
perawatan segera yaitu: imobilisasi, inkontinensia, gangguan mental, serta
ketidakstabilan (Watson, 2003). Seiring dengan bertambahnya usia,
kemampuan menahan kencing akan semakin menurun, sehingga lansia
berpotensi untuk mengalami kencing tidak terasa atau “mengompol”.
Kencing yang tidak terasa akan mempengaruhi baik secara fisik maupun
psikologis lansia. Dampak yang ditimbulkan meliputi lanjut usia menjadi
kurang percaya diri, menutup diri yang akan membuat lansia merasa
kesepiam di hari tuanya. Selain itu, dan dampak lain yang dapat ditimbulkan
oleh inkontinensia urin adalah resiko terjadinya infeksi saluran kencing dan
dermatitis.
Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15-30% usia
lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit
mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat
inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Frekuensi berkemih
yang normal adalah tiap 3 jam sekali atau tidak lebih dari 8 kali sehari
(Wahab, 2016). Menurut penelitian Junita, (2013) rata-rata lansia yang
mengalami inkontinensia urine akan berkemih sebanyak 12 kali selama 24
jam.
Inkontinensia urin pada pria biasanya disebabkan oleh pembesaran prostat,
pada wanita penyebab tersering adalah kelemahan dasar panggul setelah
melahirkan, didikuti ketidakstabilan otot dutrusor. Sebeb lain diantaranya
adalah imobilisasi, demensia, stroke, dan dalam konteks penyakit serius. k

1
Untuk menangani inkontinensia urin pada lansia menurut Aspiani (2014)
yaitu dengan mengurangi faktor risiko, mempertahankan homeostatis,
mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot
pelvis, dan pembedahan
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana dengan konsep lansia?
2. Bagaimana dengan teori asuhan keperawatan gerontik?
3. Bagaimana dengan konsep inkontinensia urin?
4. Bagaimana dengan teori asuhan keperawatan inkontinensia urin pada
lansia?
1.3 Tujaun
1. Mengetahui dan memahami konsep lansia
2. Mengetahui dan memahami teori asuhan keperawatan gerontik
3. Mengetahui dan memahami konsep inkontinensia urin
4. Mengetahui dan memahami teori asuhan keperawatan inkontinensia urin
pada lansia?

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lansia
2.2.1 Definsi lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mangakibatkan perubahan kumulatif, merupakan
proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan
dari dalam dan luar tubuh. (Kholifah, 2016)
Tahap usia lanjut adalah tahap dimana terjadi penurunan fungsi
tubuh. Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup,
termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan
kapasistas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan
perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung pembuluh darah,
paru-paru, daraf dan jaringan tubuh lainnya. Kemampuan regeneratif
pada lansia terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit.
(Kholifah, 2016)
Proses menua adalah proses yang terus menerus (berlanjut) secara
alamiah, dimulai sejak lahir dan umum dialami pada semua makhluk
hidup. Lansia bukanlah suatu penyakit melainkan suatu masa atau
tahap hidup manusia (bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, lanjut usia)
(Zahro, 2016).
2.2.2 Batasan lanjut usia
Menurut WHO tahun 2017, batasan lanjut usia adalah sebagai berikut:
1. Middle Age ( usia pertengahan) : 45-59 tahun
2. Elderly (lanjut usia) : 60-74 tahun
3. Old (lanjut usai tua) : 75-90 tahun
4. Very old (usia sangat tua) : diatas 90 tahun
2.2.3 Ciri-ciri lansia
Menurut Kholifah (2016) ciri-ciri lansia adalah sebagi berikut:
1. Lansia merupakan periode kemunduran

3
Kemunduran pada lansia debagai dtang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Pandangan-pandangan negatif lansia dalam masyarakat sosial
secara tidak langsung berdampak pada terbentuknya status
kelompok minoritas pada lansia
3. Menua membutuhkan perubahan peran
Kemunduran yang terjadi pada lansia berdampak pada
perubahan peran lansia dalam masyarakat.
4. Penyesuai yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga
dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia
menjadi buruk pula
2.2.4 Karakteristik lansia
Menurut Hurlock (1980) dalam Zahroh (2016), karakteristik lansia
dapat dilihat berdasarkan kelompok berikut ini
1. Jenis kelamin
Lansia lebih didominasi oleh jenis kelamin perempuan, artinya
ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi
adalah perempuan
2. Status perkawinan
Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda atau
duda akan mempengaruihi keadaan kesehatan lansia baik fisik
maupun psikologis
3. Living arrangement
Misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama istri,
anak atau keluarga

4
4. Kondisi kesehatan
Kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada orang lain
dalam kegiatan sehari-hari. Frekuensi sakit yang tinggi
menyebabkan menjadi tidak produktif lagi bahkan mulai
tergantung kepada orang lain
5. Keadaan ekonomi
Lansia memerlukan biaya yang lebih tinggi, sementara
pendapatan semakin menurun, status ekonomi sangat
terancam, sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai
perubahan besar dalam kehidupan, menentukan kondisi hidup
dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik
2.2.5 Perubahan lanjut usia
Proses penuaan pada lanjut usia menyebabkan perubahan signifikasi
pada fungsi biologis maupun perilaku. Berikut adalah perubahan yang
terjadi pada lansia, yaitu:
1. Perubahan fisik
Salah satu manifestasi dari proses penuaan adalah penampilan
kulit indiidu, seperti munculnya kerutan dan noda hitam.
Lansia juga mengalami pengurangan kepadatan tulang
biasanya semakin cepat terjadi pada wanita setelah
monopouse, dan hal ini dapat meningkatkan osteoporosis.
a. Perubahan sistem sensori
Perubahan sistem sensori pada lansia dari
sentuhan/perabaan,pembauan, perasa, penglihatan, dan
pendengaran (Zahroh, 2016)
b. Penuaan pada otak
Penurunan kecepatan pada koordinasi fisik dan kognitif
yang terjadi jika penurunan berat otak disertai dengan
pengurangan lapisan otak (Zahroh, 2016)

5
c. Perubahan sistem muskuloskeletal
Berkurangnya massa dan kekuatan otot, berkurangnya
kepadatan tulang yang mengakibatkan osteoporosis,
fraktur, nyeri
d. Perubahan reproduktif
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandi dengan
menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara.
Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa. Meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur
e. Perubahan sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi
dan atropi yang progresif pada serabut saraf lansia.
f. Perubahan sistem kardiovaskuler
Terjadi penebalan dinding verntrikel kiri, jumlah sel-
sel mengalami penurunan, sistem aorta dan arteri
perifer menjadi kaku dan tidak lurus, vena meregang
dan mengalami dilatasi (Zahro, 2016)
g. Perubahan pada sistem pernafasan
Perubahan yang terjadi pada sistem pulmonal akibat
proses menua, yaitu paru-paru kecil dan kendur,
hilangnya recoil elastic, dan pembesaran alceoli,
penurunan kapasitas vital, penurunan PaO2 residu,
pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi,
klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada
kondisi pengembangan, hilangnya tonus otot thoraks,
kelemahan kenaikan dasar paru (Sunaryo, dkk, 2016)
h. Perubahan pada sistem endoktrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin akibat
proses menua, yaitu kadar glukosa darah meningkat,
ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat, residu

6
urin didalam kandung kemih meingkat (Sunaryo, dkk,
2016)
i. Perubahan pada sistem perkemihan
Seiring bertambahnya usia, akan terdapat perubahan
pada ginjal. Hal ini dapat mengganggu kemampuan
dalam mengontrol berkemih, sehingga dapat
mengakibatkan inkontensia dan memiliki konsekuensi
yang lebih jauh (Sunaryo, dkk, 2016)
j. Perubahan pada sistem gastrointestinal
Banyak masalah gastrointestinal yang dihadapi oleh
lansia berkaitan dengan gaya hdup. Terjadi perubahan
morfologi degeneratif mulai dari gigi sampai anus
(Sunaryo, dkk, 2016)
2. Perubahan fungsi kognitif atau mental
Perubahan ini disebabkan karena fungsi neuron diotak secara
progresif. Kehilangan fungsi ini akibat menurunnya aliran
darah ke otak dan metabolisme di otak terlambat. Perubahan
kognitif yang dialami lanjut usi adalah dimensia dan delirium
(Zahro, 2016). Fungsi intelektual lansia memasuki tahapan
paling tingg dalam fungsi kepandaian. Hal tersebut berkaitan
dengan kemampuan yang terkristalisasi dari pengetahuan
sebelum masa kehidupan masuk pada kondisi yang stabil pada
kehidupan dewasa (Triyanto, 2014)
3. Perubahan spiritual
Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun, antara lain
perkembangan yang dicapai pasa tingkat ini sehingga lansia
bia berpikir dengan bertindak dengan memberi contoh cara
mencintai dan memberi keadilan (Sunaryo, dkk, 2016)

7
2.2 Asuhan Keperawatan Gerontik
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Tujuan Perawatan Lansia adalah untuk :
1. Lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari–hari secara mandiri
dan produktif.
2. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia seoptimal
mungkin.
3. Membantu mempertahankan dan meningkatkan semangat hidup
lansia (Life Support).
4. Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit
(kronis atau akut).
5. Memelihara kemandirian lansia yang sakit seoptimal mungkin
Untuk pengkajian yang menyeluruh pada lansia yang dilakukan oleh perawat
meliputi:
1. Mengidentifikasi status kesehatannya (anamnesis dan pemeriksaan fisik)
2. Status gizi
3. Kapasitas fungsional
4. Status psikososial
5. Masalah khusus lainnya yang dihadapi secara individual
2.2.1.1 Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis harus secara akurat dan “up to date”
(baru), termasuk pula mengenai bagaimana persepsi lansia tentang
kesehatan dirinya sendiri. Anamnesis harus menjadi dasar bagi tindakan
skrining yang akan diusulkan. Anamnesis menjadi dasar bagi rencana
menajemen keperawatan. Kebanyakan para lansia dapat menyuguhkan
anamnesis yanng baik, tetapi tidak sedikit pula yang mengalami hambatan
untuk berkomunikasi (misalnya akibat tuli, pikun, menurunya penglihatan)
dimana dalam keadaan seperti itu diperlukan bantuan kerabat untuk
memperoleh anamnesis yang akurat. Sebaliknya, tak jarang pula keluhan
mereka yang beraneka ragam bisa membuat si perawat frustasi, atau malah
mengaburkan, bahkan tak terlaporkan.

8
Riwayat penyakit masa lalu juga penting membantu untuk
menempatkan masalah kesehatan saat ini dalam perspektif yang tepat.
Penting pula diperhatikan tentang riwayat pemakaian obat-obatan, karena
lansia bila diberikan resep bermacam obat jarang memprotes, bahkan juga
sering mengobati dirinya sendiri. Anamnesis dilakukan secara sistematis
(dilakukan menurut sistem tubuh) dengan tetap fokus pada keluhan
utamanya.
1. Data Perubahan Fisik, Psikologis Dan Psikososial
a Perubahan Fisik
1) Pengumpulan data dengan wawancara
a) Pandangan lanjut usia tentang kesehatan,
b) Kegiatan yang mampu di lakukan lansia,
c) Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri,
d) Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan
pendengaran,
e) Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK,
f) Kebiasaan gerak badan/olahraga/senam lansia,
g) Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang dirasakan sangat
bermakna,
h) Kebiasaan lansia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan
dalam minum obat.

9
2) Pengumpulaan data dengan pemeriksaan fisik
Tata cara pemeriksaan fisik dilakukan sebagaimana halnya
prosedur yang ditempuh pada kelompok usia lainnya. Namun, dalam
melakukan pengkajian fisik pada klieen lansia secara efektif
memerlukan penilaian terhadap status kesehatannya secara tepat.
Pemeriksaan fisik terdiri atas pemeriksaan fisik umum dan
pemeriksaan fisik menurut masing-masing sistem tubuh.
Pemeriksaan fisik umum pada lansia ditunjukan untuk dapat
mengidentifikasi keadaan umumnya dengan penekanan pada tanda-
tanda vital, keadaan gizi, aktivitas tubuh, baik dalam keadaan
berbaring atau berjalan. Juga pemeriksaan fisik umum mencakup
berbagai hal antara lain penilaian status mental, kesadaran, bahkan
termasuk pula kondisi kulit dan kelenjar getah bening.
Tanda-tanda vital di atas meliputi: pemeriksaan nadi, suhu dan
tekanan darah (kadang-kadang disertai pengukuran tekanan vena
jugularis).Seperti biasa pemeriksaan fisik mencakup inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi. Inspeksi dilakukan menyeluru,
namun dengan cara terfokus, serta dilakukan dengan tidak
mengabaikan sikap perawat yang menghargai lansia. Observasi yang
menyeluruh diarahkan pada hal-hal berikut:
a) Membandingkan usia kronologis terhadap usia sekarang
b) Aspek gender, suku
c) Perkembangan perawatan
d) Kebersihan (cara berdandan)
e) Ekspresi wajah, cara bicara
f) Pengamatan pada daerah kulit, dilihat keriput atau kerut-kerut,
warna kulit keabu-abuan, kering, dan rambut rapuh
g) Gerakan melambat, menggunakan alat bantu ambulasi, dan
memperlihatkan lanhkah-langkah yang kaku.
h) Diamati pula perihal berat dan tinggi badan, apakah sesuai.
Bentuk dan bagian-bagian tubuh apakah simetris.

10
i) Gejala seperti tremor, kontraktur, gerakan-gerakan asimetris,
postur kaki, pergelangan, dan jari-jari tangan.
j) Inspeksi di daerah leher, apakah terdapat otot-otot atau tendon
yang menonjol, uga adanya redistribusi lemak.
k) Kesan umum tentang perkembangan badan, apakah tampak
terlalu tinggi atau terlalu pendek, terdapat penurunan massa
otak, ataupun kegemukan.
l) Pengamatan terhadap kebersihan atau kerapian antara lain:
rambut, kuku, atau bau badan.
Pemeriksaan fisik sering kali perlu dilengkapi dengan
pemeriksaan laboratorium, agar dapat memberikan gambaran yang
tepat tentang status kesehatan atau penyakit atau gangguan yang
diderita saat ini. Temuannya biasanya berupa gambaran patologis
yang multiple beserta perubahan-perubahan akibat proses menua.
Adapun pemeriksaan fisik menurut sistem tubuh dapat
menggunakan pola head to toe, yaitu pemeriksaan dari kepala hingga
ke ujung jari, namun pemeriksaan fisik per sistem yang menyeluruh
baik digunakan. Akan tetapi, untuk dapat mengarah pada berbagai
gangguan yang sering terdapat pada lansia dapat dianjurkan untuk
mempedomani pemeriksaan terfokus pada beberapa sistem tubuh.
Pemeriksanaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpilasi,
perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.
a) Pengkajian sistem persyarafan: kesimetrisan raut wajah, tingkat
kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak, kebanyakan
mempunyai daya ingatan menurun atau melemah.
b) Mata: pergerakan mata, kejelasan melihat, dan ada tidaknya
katarak. Pupil: kesamaan, dilatasi, ketajaman penglihatan
menurun karena proses pemenuaan.
c) Ketajaman pendengaran: apakah menggunakan alat bantu dengar,
tinnitus, serumen telinga bagian luar, kalau ada serumen jangan di
bersihkan, apakah ada rasa sakit atau nyeri ditelinga.

11
d) Sistem kardiovaskuler: sirkulasi perifer (warna, kehangatan),
auskultasi denyut nadi apical, periksa adanya pembengkakan vena
jugularis, apakah ada keluhan pusing, edema.
e) Sistem gastrointestinal: status gizi (pemasukan diet, anoreksia,
mual, muntah, kesulitan mengunyah dan menelan), keadaan gigi,
rahang dan rongga mulut, auskultasi bising usus, palpasi apakah
perut kembung ada pelebaran kolon, apakah ada konstipasi
(sembelit), diare, dan inkontinensia alvi.
f) Sistem genitourinarius: warna dan bau urine, distensi kandung
kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan buang air kecil),
frekuensi, tekanan, desakan, pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasa sakit saat buang air kecil, kurang minat untuk melaksanakan
hubungan seks, adanya kecacatan sosial yang mengarah ke
aktivitas seksual.
g) Sistem kulit/integumen: kulit (temperatur, tingkat kelembaban),
keutuhan luka, luka terbuka, robekan, perubahan pigmen, adanya
jaringan parut, keadaan kuku, keadaan rambut, apakah ada
gangguan-gangguan umum.
h) Sistem muskuloskeletal: kaku sendi, pengecilan otot,
mengecilnya tendon, gerakan sendi yang tidak adekuat, bergerak
dengan atau tanpa bantuan/peralatan, keterbatasan gerak,
kekuatan otot, kemampuan melangkah atau berjalan, kelumpuhan
dan bungkuk.
b Perubahan psikologis, data yang dikaji:
1) Bagaimana sikap lansia terhadap proses penuaan,
2) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak,
3) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan,
4) Bagaimana mengatasi stres yang di alami,
5) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri,
6) Apakah lansia sering mengalami kegagalan,

12
7) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang, Perlu di kaji juga
mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir, alam perasaan,
dan kemampuan dalam menyelesaikan masalah.
c Perubahan sosial ekonomi, data yang dikaji:
1) Darimana sumber keuangan lansia,
2) Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang,
3) Dengan siapa dia tinggal,
4) Kegiatan organisasi apa yang diikuti lansia,
5) Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya,
6) Seberapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di luar
rumah,
7) Siapa saja yang bisa mengunjungi,
8) Seberapa besar ketergantungannya,
9) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan fasilitas
yang ada.
d Perubahan spiritual, data yang dikaji :
1) Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan
agamanya,
2) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan,
3) misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir
miskin.
4) Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah apakah dengan
berdoa,
5) Apakah lansia terlihat tabah dan tawakal.
e Pengkajian Khusus Pada Lansia: Pengkajian Status Fungsional,
Pengkajian Status Kognitif
Dibawah ini akan diuraikan pengkajian pola fungsi kesehatan
pada masalah yang khusus terjadi pada para lansia dengan
menggunakan pengkajian: MMSE, SPMSQ, Northon, pengkajian ADL
dengan Indeks Barthel (IB) dan Indeks Katz (Padila, 2013).

13
1) Pengkajian gerontik Mini Mental State Exam (MMSE): menguji
aspek-aspek kognitif dan fungsi mental. MMSE merupakan
instrument pengkajian sederhana yang digunakan untuk mengetahui
kemampuan seseorang dalam berfikir atau menguji aspek-aspek
kognitif apakah ada perbaikan atau semakin memburuk.
Nilai
Maksimu Pasien Pertanyaan
m
Orientasi
(Tahun) (Musim) (Tanggal) (Hari) (Bulan apa
5 5
sekarang)?
Dimana kita: (Negara bagian) (Wilayah) (Kota)
5 5
(Rumah sakit) (Lantai)?
Registrasi
Sebutkan nama 3 objek: 1 detik untuk mengatakan
3 3 masing-masing. Beri 1 poin untuk setiap jawaban
yang benar.
Perhatian dan kalkulasi
Seri 7’s 1 poin untuk setiap kebenaran
5 2 Berhenti setelah 5 jawaban. Berganti eja “kata” ke
belakang
Mengingat
Meminta untuk mengulang ketiga objek diatas.
3 3
Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran.
Bahasa
Nama pensil dan melihat (2 poin)
9 9 Mengulang hal berikut: tidak ada jika, dan atau tetapi
(1 poin)
Nilai total
Keterangan;
Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut.
2) Pengkajian gerontik SPMSQ (Short Portable Mental Status
Questionnaire)
SPMSQ merupakan instrument pengkajian sederhana yang
digunakan untuk menilai fungsi intelektual maupun mental dari
lansia. Adapun format SPMSQ sebagai berikut:
SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE
(SPMSQ)
(Penilaian ini untuk mengetahui fungsi intelektual lansia)

14
Nama klien :
Tanggal :
Jenis kelamin : L/P
Umur : tahun
TB/BB : cm/kg
Agama :
Suku :
Gol. Darah :
Tingkat pendidik : SD,SLTP,SLTA, Perguruan Tinggi
Alamat :
Nama pewawancara:
Skor
No Pertanyaan Jawaban
+ -
1 Tanggal berapa hari ini
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
Berapa nomor telepon anda?
Dimana alamat anda?
4
(tanyakan bila tidak memiliki
telepon)
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir?
7 Siapa presiden indonesia sekarang?
8 Siapa presiden sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda?
Berapa 20 dikurangi 3? (begitu
10
seterusnya sampai bilangan terkecil)
Keterangan:
1. Kesalahan 0-2 : fungsi intelektual utuh
2. Kesalahan 3-4 : kerusakan intelektual ringan
3. Kesalahan 5-7 : kerusakan intelektual sedang
4. Kesalahan 8-10 : kerusakan intelektual berat
3) Pengkajian Score Northon
No
Keadaan umum Skor
.
1. Kondisi umum:
Baik 4
Lumayan 3
Buruk 2

15
Sangat buruk 1
2. Kesadaran:
Compos mentis 4
Apatis 3
Confuse/sopor 2
Coma 1
3. Aktivitas:
Ambulan 4
Ambulan dengan bantuan 3
Hanya bisa duduk 2
Tiduran 1
4. Mobilitas:
Bergerak bebas 4
Sedikit bergerak 3
Sangat terbatas 2
Tidak bisa bergerak 1
5. Inkontinensia:
Tidak ada 4
Kadang-kadang 3
Sering inkontinensia alvi 2
Inkontinensia alvi dan urine 1

3) Intrumen pengkajian ADL dengan Indeks Barthel (IB) dan Indeks Katz
a) Indeks Barthel (IB)
Indeks barthel merupakan suatu intrument pengkajian yang
berfungsi mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan
diri dan mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai kriteria
dalam menilai kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang
mengalami gangguan keseimbangan menggunakan 10 indikator,
yaitu:
Tabel instrument pengkajian dengan Indeks Barthel
Item yang
No. Skor Nilai
dinilai
Makan 0 = tidak mampu
(feeding) 1= butuh bantuan memotong,
1. mgengoles mentega, dan lain-
lain
2=mandiri
Mandi 0=tergantung orang lain
2.
(bathing) 1=mandiri
3. Perawatan diri 0=membutuhkan bantuan orang
(grooming) lain
1=mandiri dalam perawatan muka,

16
rambut, gigi, dan bercukur
Berpakaian 0=tergantung orang lain
(Dressing) 1=sebagian dibantu (misal
4.
mengancing baju)
2=mandiri
Buang air kecil 0=inkontinensia atau pakai kateter
(bowel) dan tidak terkontrol
1=kadang inkontinensia (maks,
5.
1x24 jam)
2=kontinensia (teratur untuk lebih
dari 7 hari)
Buang air besar 0=inkontensia (tidak teratur atau
(bladder) perlu enema)
6. 1=kadang inkontensia (sekali
seminggu)
2=kontensia (teratur)
Penggunaan 0=tergantung bantuan orang lain
toilet 1=membutuhkan bantuan, tapi
7. dapat melakukan beberapa hal
sendiri
2=mandiri
Transfer 0=tidak mampu
1=butuh bantuan untuk bisa duduk
8. (2 orang)
2=bantuan kecil (1 orang)
3=mandiri
Mobilitas 0=immobile (tidak mampu)
1=menggunakan kursi roda
2=berjalan dengan bantuan satu
9. orang
3=mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu seperti
tongkat)
Naik turun 0=tidak mampu
tangga 1=membutuhkan bantuan (alat
10.
bantu)
2=mandiri
Interpretasi hasil:
1. 20 :mandiri
2. 12-19 :ketergantungan ringan
3. 9-11 :ketergantungan sedang
4. 5-8 :ketergantungan berat
5. 0-4 :ketergantungan total
b) Indeks Katz

17
Indeks Katz adalah suatu instrument pengkajian dengan
sistem penilaian yang didasarkan pada kemampuan seseorang
untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Penentuan kemandirian fungsional dapat mengidentifikasi
kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan
pemilihan intervensi yang tepat.
Pengkajian ini menggunakan indeks kemandirian Katzuntuk
aktivitas kehidupan sehari-hariyang berdasarkan pada evaluasi fungsi
mandiri atau bergantung dari klien dalam hal 1) makan, 2) kontinen
(BAB atau BAK), 3) berpindah, 4) ke kamar kecil, 5) mandi dan
berpakaian.
Tabel penilaian indeks Katz menurut Kholifah 2016
Skor Kriteria
Kemadirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK), berpindah,
A
ke kamar kecil, mandi dan berpakaian.
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut.
Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi
C
tambahan.
Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, dan satu
D
fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian,ke kamar
E
kecil, dan satu fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian,ke kamar
F
kecil, berpindah,dan satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut.
Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
Lain-lain
diklasifikasikan sebagai C,D,E atau F.
Keterangan:
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif
dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap
tidak melakukan fungsi, meskipun sebenarnya mampu.
1. Mandi
Mandiri: bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung atau
ekstermitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.
Bergantung: bantuann mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan
masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak mandi sendiri.
2. Berpakaian

18
Mandiri: mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepas
pakaian, mengancingi atau mengikat pakaian.
Bergantung: tidak dapat memakai baju sendiri atau baju hanya
sebagian.
3. Ke kamaar kecil
Mandiri: masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan
genetalia sendiri.
Bergantung: menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan
menggunakan pispot.
4. Berpindah
Mandiri:berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari
kursi sendiri.
Bergantung: bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi,
tidak melakukan satu atau lebih berpindah.
5. Kontinen
Mandiri: BAK dan BAB seluruh dikontrol sendiri
Bergantung: inkontinensia parsial atau lokal; penggunaan kateter,
pispot, enema, dan pembalut (pampres).
6. Makan
Mandiri: mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.
Bergantung: bantuan dalam hal megambil makanan dari piring dan
menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan parenteral (NGT).
Tabel modifikasi indeks kemandirian katz menurut maryam, R. Siti, Dkk,
2011
No Mandiri Bergantung
Aktivitas
. (Nilai 1) (Nilai 0)
1. Mandi dikamar mandi (menggosok,
membersihakan, dan mengeringkan
badan)
2. Menyiapkan pakaian, membuka, dan
menggunakannya
3. Memakan makanan yang telah
disiapkan
4. Memelihara kebersihan diri untuk
penamilan diri (menyisir rambut,
mencuci rambut, menggosok gigi,

19
mencukur kumis)
5. Buang air besar di WC
(membersihkan dan mengeringkan
bokong)
6. Dapat mengontrol pengeluaran feses
(tinja)
7. Buang air kecil di kamar mandi
(membersihkan dan mengeringkan
daerah kemaluan)
8. Dapat mengontrol pengeluaran air
kemih
9. Berjalan di lingkungan tempat
tinggal atau ke luar ruangan tanpa
alat bantu, seperti tongkat
10. Menjalankan agama sesuai agama
dan kepercayaan yang dianut
11. Melakukan pekerjaan rumah, seperti:
merapikan tempat tidur, mencuci
pakaian, memasak, dan
membersihkan ruangan
12. Berbelanja untuk kebutuhan sendiri
atau kebutuhan keluarga
13. Mengelola keuangan (menyimpan
dan menggunakan uang sendiri)
14. Menggunakan sarana transportasi
umum untuk berpergian
15. Menyiapkan obat dan minum obat
sesuai dengan aturan (takaran obat
dan waktu minum obat tepat)
16. Merencanakan dan mengambil
keputusan untuk kepentingan
keluarga dalam hal penggunaan
uang, aktivitas sosial yang dilakukan
dan kebutuhan akan pelayanan
kesehatan
17. Melakukan aktivitas di waktu luang
(kegiatan keagamaan, sosial,
rekreasi, olahraga, dan menyalurkan
hobi)
Jumlah poin mandiri

Analisa hasil:
Poin 13-17 : mandiri
Poin 0-12 : ketergantungan
2.2.2 Diagnosa Keperawatan

20
1. Definisi
Diagnosis keperawatan adalah “ Clinical Judgment” yang berfokus
pada respon manusia terhadap kondisi kesehatan atau proses
kehidupan atau kerentanan (vulnerability) baik pada individu,
keluarga, kelompok atau komunitas (NANDA, 2015-2017).
Berdasarkan pengertian tersebut, pengertian dari diagnosis
keperawatan gerontik adalah keputusan klinis yang berfokus pada
respon lansia terhadap kondisi kesehatan atau kerentanan tubuhnya
baik lansia sebagai individu, lansia di keluarga maupun lansia dalam
2. Kelompoknya.Jenis
Diagnosis keperawatan terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Diagnosis negatif
Diagnosis yang menunjukkan bahwa klien dalam kondisi
sakit atau berisiko mengalami sakit, sehingga penegakan diagnosis
ini akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang
bersifat penyembuhan, pemulihan, dan pencegahan. Diagnosis ini
terdiri atas diagnosis aktual dan diagnosis risiko.
b. Diagnosis positif
Diagnosis yang menunjukkan bahwa klien dalam kondisi
sehat dan dapat mencapai kondisi yang lebih sehat atau optimal.
Diagnosis ini disebut juga dengan diagnosis promosi kesehatan.
Kedua jenis diagnosis keperawatan diatas akan dijelaskan dalam
uraian berikut :
a. Diagnosis aktual
Diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap
kondisi kesehatan atau proses kehidupannya yang menyebabkan
klien mengalami masalah kesehatan. Tanda atau gejala mayor dan
minor dapat ditemukan dan divalidasi pada klien.
Contoh :
1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
2) gangguan pola nafas,
3) gangguan pola tidur,

21
4) disfungsi proses keluarga,
5) ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga.
b. Diagnosis risiko atau resiko tinggi
Diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap
kondisi kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat
menyebabkan klien berisiko mengalami masalah kesehatan. Tidak
ditemukan tanda/gejala mayor dan minor pada klien, namun klien
memiliki faktor risiko mengalami masalah kesehatan.
Contoh diagnosa :
1) Risiko kekurangan volume cairan,
2) Risiko terjadinya infeksi,
3) Risiko intoleran aktifitas,
4) Risiko ketidakmampuan menjadi orang tua,
5) Risiko distress spiritual.
c. Diagnosis promosi kesehatan
Diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan
motivasi klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ke
tingkat yang lebih baik atau optimal.
Contoh :
1) Kesiapan meningkatkan nutrisi,
2) Kesiapan meningkatkan komunikasi,
3) Kesiapan untuk meningkatkan kemampuan pembuatan keputusan,
4) Kesiapan meningkatkan pengetahuan,
5) Kesiapan meningkatkan religiusitas.
3. Proses Penegakan Diagnosis Keperawatan
Proses penegakan diagnosis (diagnostic process) atau
mendiagnosis merupakan suatu proses yang sistematis yang terdiri dari
tiga tahap, yaitu analisis data, identifikasi masalah dan perumusan
diagnosis.
Penjelasan proses penegakan diagnosis diuraikan sebagai berikut :
a. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

22
1) Bandingakan data dengan nilai normal
Data-data yang didapatkan dari pengkajian dibandingkan
dengan nilai-nilai normal dan identifikasi tanda/gejala yang
bermakna (significat cues).
2) Kelompokkan data
Tanda/gejala yang dianggap bermakna dikelompokkan
berdasarkan pola kebutuhan dasar yang meliputi respirasi, sirkulasi,
nutrisi/cairan, eliminasi, aktivitas/istirahat, neurosensori,
pertumbuhan/perkembangan, kebersihan diri, penyuluhan/
pembelajaran, interaksi sosial, dan keamanan/proteksi. Proses
pengelompokkan data dapat dilakukan baik secara induktif maupun
deduktif. Secara induktif dengan memilah data sehingga membentuk
pola, sedangakan secara deduktif dengan meggunakan kategori pola
kemudian mengelompokkan data sesuai kategorinya.
b. Identifikasi Masalah
Setelah data dianalisis, perawat dan klien bersama-sama
mengidentifikasi masalah aktual, risiko, atau promosi kesehatan.
Pernyataan masalah kesehatan merujuk ke label diagnosis keperawatan.
2.2.3 Standart Intervensi Keperawatan Indonesia
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Tindakan keperawatan
adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk
mengimplementasikan intervensi keperawatan.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadap ke status kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2009
dalam Sunaryo dkk, 2016). Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien terkait denga dukungan, pengobatan, tindakan untuk

23
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan
untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul di kemudian hari.
Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa
pertimbangan, antara lain: 1) individualitas klien, denga
mengomunikasikan makna dasar dari suatu implementasi keperawatan
yang akan dilakukan; 2) melibatkan klien dengan mempertimbangkan
energi yang dimiliki, penyakitnya, hakikat stessor, keadaan psiko-sosio-
kultural, pengertian terhadap penyakit dan intervensi; 3) pencegahan
terhadap komplikasi yang mungkin terjadi; 4) mempertahankan kondisi
tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah serta upaya peningkatan
kesehatan; 5) upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi
kebutuhannya; 6) penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan
yang dilakukan kepada klien.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi asuhan keperawatan pada lansia pada dasaarnya tidak
berbeda dengan evaluasi asuhan keperawatan pada anak, keperawatan
maternitas, keperawatan komunitas, keperawatan keluarga, keperawatan
jiwa, dan keperawatan medikal bedah. Untuk dapat mengevaluasi asuhan
keperawatan, maka perlu dibandingkan apakah tindakan keperawatan yang
diberikan menghasilkan perubahan pada klien sesuai tujuan yang
ditetapkan, baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang.
Evaluasi merupakan serangkaian dari proses keperawatan sehingga
untuk dapat melakukan evaluasi perlu melihat langkah-langkah proses
keperawatan sejak pengkajian, perumusan diagnosis, perencanaan, dan
implementasi. Selanjutnya, pada tahap akhir perawat mengevaluasi
kemajuan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan dan bila tujuan
belum atau tidak tercapai, maka perlu melakukan revisi data dasar serta
memperbaruhi diagnosis keperawatan maupun perencanaan. Secara
singkat, dapat dikatakan evaluasi adalah penilaian terhdap tindakan
keperawatan yang diberikan atau dilakukan dan mengetahui apakah tujuan
asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai yang telah ditetapkan.
2.3 Konsep Inkontinensia Urine

24
2.3.1 Definisi inkontinensia urine
Inkontinensia urine merupakan pengeluaran urin yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki dan tidak melihat
jumlah maupun frekuensinya, keadaan ini dapat menyebabkan
masalah fisik, emosional, sosial dan kebersihan (Kurniasari, 2016).
Frekuensi berkemih yang normal adalah tiap 3 jam sekali atau
tidak lebih dari 8 kali sehari (Wahab, 2016). Menurut penelitian
Junita, (2013) rata-rata lansia yang mengalami inkontinensia urine
akan berkemih sebanyak 12 kali selama 24 jam
Perubahan sistem perkemihan lansia terjadi pada ganjil, ganjil
mengalami pengecilan dan nefron menjadi atrofi. Aliran ginjal
menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang mengakibatkan BUN
(Blood Urea Nitrogen) meningkat hingga 21 mg%, berat jenis urine
menurun, serta nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. Pada
kandung kemih, otot-otot melemah, sehingga kapasitasnya menurun
hingga 200ml yang menyebabkan frekuensi berkemih meningkat
(Rosidawati dkk, 2011)
Beberapa kondisi yang sering menyertai inkontinensia urin anatara
lain kelainan kulit, gangguan tidur, dampak psikososial dan ekonomi,
seperti depresi, mudah marah, terisolasi, hilang percaya diri,
pembatasan aktivitas sosial, dan besarnya biaya rawatan (Juananda,
2017)
2.3.2 Etiologi inkontinensia urine
Menurut Soeparman & Wapadji Sarwono, dalam Aspiani, (2014)
faktor penyebab inkontinensia urin antara lain:
1. Poliuria
Poliuria merupakan kelainan frekuensi buang air kecil karena
kelebihan produksi urin. Pada poliuria volume urine dalam 24 jam
meningkat melebihi batas normal karena gangguan fungsi ginjal
dalam mengonsentrasi urin
2. Nokturia

25
Kondisi sering berkemih pada malam hari disebut dengan
nokturia. Nokturia merupakan salah satu indikasi adanya prolaps
kandung kemih
3. Faktor usia
Inkontinensia urin lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun
karena terjadinya penurunan tonus otot pada saluran kemih
4. Penurunan produksi estrogen (pada wanita)
Penurunan produksi estrogen dapat menyebabkan atropi jaringan
uretra sehingga uretra menjadi kaku dan tidak elastis
5. Operasi pengangkatan rahim
Pada wanita, kadung kemih dan rahim didukung oleh beberapa
otot yang sama. Ketika rahim diangkat otot-otot dasar panggul
tersebut dapat mengalami kerusakan, sehingga menicu
inkontinensia

6. Frekuensi melahirkan
Melahirkan dapat mengakibatkan penurunan otot-otot dasar
panggul
7. Merokok
Merokok dapat menyebabkan kandung kemih terlalu aktif karena
efek nikotin pada dinding kandung kemih
8. Konsumsi alkohol dan kafein
Mengonsumsi alkohol dan kafein dapat menyebabkan
inkontinensia urin karena keduanya bersifat diuretik sehingga
dapat meningkatkan frekuensi berkemih
9. Obesitas
Berat badan yang berlebih meningkatkan resiko terkena
inkontinensia urin karena meningkatnya tekanan intra abdomen
dan kandung kemih. Tekanan intra abdomen menyebabkan
panjang uretra menjadi lebih pendek dan melemahnya tonus otot.
10. Infeksi saluran kemih

26
Gejala pada orang yang mengalami infeksi saluran kemih
biasanya adalah peningkatan frekuensi berkemih. Frekuensi
berkemih yang semakib banyak akan menyebabkan melemahnya
otot pada kandung kemih sehingga dapay yerjadi inkontinensia
urin

2.3.3 Pathway

Mk:
Gangguan
Eliminasi
Urine

27
2.3.4 Patofisiologi inkontinensia urine
Inkontinensia urin dapat terjadi karena beberapa penyebab, antara
lain:
1. Perubahan terkait usia pada sistem perkemihan
Menurut Stanley M & Beare G Patricia, (2006) dalam Aspirin,
(2014) kapasitas kandung kemih (vesiko urinaria) yang normal
sekitar 300-600 ml. Dengan sensasi atau keinginan berkemih
di antara 150-350 ml. Berkemih dapat ditunda 1-2 jam sejak
keinginan berkemih dirasakan. Keinginan berkemih terjadi
pada otot detrusor yang kontraksi dan sfingter internal serta
sfingter eksternal relaksasi, yang membuka uretra. Pada lansia
terdapat residu urin 50 ml atau kurang dianggap adekuat.
Jumlah residu lebih dari 100 ml mengindikasikan retensi urin.
Perubahan lain pada proses penuaan adalah terjadinya
kontraksi kandung kemih tanpa disadari. Pada seorang wanita
lanjut usia terjadinya penurunan horman estrogen

28
mengakibatkan atropi pada jaringan uretra dan efek dari
melahirkan menyebabkan lemahnya otot-otot dasar panggul
2. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan
kontraksi kandung kemih
Menurut Aspirin (2014) adanya hambatan pengeluaran urin
kerena pelebaran kandung kemih, urin terlalu banyak dalam
kandung kemih sehingga melebihi kapasitas normal kandung
kemih. Fungsi sfinger yang terganggu mengakibatkan kandung
kemih mengalami kebocoran ketika bersin atau batuk
2.3.5 Klasifikasi inkontinensia urine
Menurut Cameron (2013), inkontinensia urin dapat dibedakan
menjadi:
1. Inkontinensia urge
Keadaan otot detrusor kandung kemih yang tidak stabil,
dimana otot ini bereaksi secara berlebihan. Inkontinensia urin ini
ditandai dengan ketidakmampuan menunda berkemih setelah
sensasi berkemih muncul, manifestasinya dapat berupa perasaan
ingin berkemih yang mendadak (urge), berkemih berulang kali
(frekuensi) dan keingingan berkemih di malam hari (nokturia)
2. Inkontinensia stress
Inkontinensia urin ini terjadi apabila urin dengan secara tidak
terkontrol keluar akibat peningkatan terkanan di dalam perut,
melemahnya otot dasar panggul, operasi dan penurunan estrogen.
Pada gejalanya antara lain keluarnya urin sewaktu batuk,
mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau hal yang lainmeningkatkan
tekanan pada rongga perut.
3. Inkontinensia overflow
Pada keadaan ini urin mengalir keluar dengan akibat isinya
yang sudah terlalu banyak di dalam kandung kemih, pada umunya
akibat otot detrusor kandung kemih yang lemah. Biasanya hal ini
bisa dijumpai pada gangguan saraf akibat dari penyakit diabetes,
cedera pada sumsum tulang belakang dan saluran kemih yang

29
tersumbat. Gejalanya berupa rasanya tidak puas setelah berkemih
(merasa urin masih tersisa di dalam kandung kemih), urin yang
keluar sedikit dan pancaranya lemah.
4. Inkontinensia refleks
Hal ini terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yang
terganggu, seperti demensia. Dalam hal ini rasa ingin berkemih dan
berhenti berkemih tidak ada.
5. Inkontinensia fungsional
Dapat terjadi akibat penurunan yang berat dari fungsi fisik
dan kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai ke toilet pada
saat yang tepat. Hal ini terjadi pada demensia berat, gangguan
neurologi, ganguan mobilitas dan psikologi

2.3.6 Manifestasi inkontinensia urine


Menurut Apiani (2014) ada beberapa manifestasi klinis inkontinesia
urin, antara lain:
1. Inkontinensia urge
Gejala dari inkontinesia urge adalah tingginya frekuensi
berkemih (lebih sering dari 2 jam sekali). Spasme kandung
kemih atau kontraktur berkemih dalam jumlah sedikit (kurang
dari 100 ml) atay dalam jumlah besar (lebih dari 500 ml)
2. Inkontinesia stress
Gejalanya yaitu keluarnya urin pada saat tekanan intra
abdomen meningkat dan sering berkemih
3. Inkontinesia overflow
Gejala dari inkontinensia jenis ini adalah keluhan keluarnya
urin sedikit dan tanpa sensasi bahwa kandung kemih sudah
penuh distensi kandung kemih
4. Inkontinesia refleks

30
Orang yang mengalami inkontinensia refleks biasanya tidak
menyadari bahwa kandung kemihnya sudah terisi, kurangnya
sensasi ingin berkemih, dan kontraksi spasme kandung kemih
yang tidak dapat dicegah
5. Inkontinesia fungsional
Mendesaknya keinginan berkemih sehingga urin keluar
sebelum mencapai toilet merupakan gejala dari inkontinensia
urin fungsional
2.3.7 Penatalaksanaan inkontinensia urine
Penatalaksanaa inkontinensia urin menurut Aspiani (2014) yaitu
dengan mengurangi faktor risiko, mempertahankan homeostatis,
mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi,
latihan otot pelvis, dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut, dapat
dilakukan sebagai berikut:
1. Pemanfaatan kartu catatan berkemih
Yang dicatat dalam kartu catatan yaitu waktu berkemih,
jumlah urin yang keluar baik secara normal maupun karena tak
tertahan. Banyaknya minuman yang dimunum, jenis minuman yang
diminum, dan waktu minumnya juga dicatat dalam catatan tersebut.
2. Terapi non farmakologi
Terapi ini dilakukan dengan cara mengoreksi penyebab
timbulnya inkontinensia urin, seperti hiperglikemi. Cara yang dapat
dilakukan adalah:
a. Melakukan latihan menahan kemih (mempercepat interval
waktu berkemih) dilakukan dengan teknik relaksasi dan distraksi
sehingga waktu berkemih 6-7x/hari. Lansai diharapkan mempu
menahan keinginan berkemih sampai waktu yang ditentukan.
Pada tahap awal, diharapkam lansia mampu menahan keinginan
berkemih satu jam, kemudian meningkat 2-3 jam
b. Promites voiding yaitu mengajari lansia mengenali kondisi
berkemih. Hal ini bertujuan untuk membiasakan lansia berkemih
sesuai dengan kebiasaanya. Apabila lansia ingin berkemih

31
diharapkan lansia memberitahukan petugas. Teknik ini
dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif.
c. Melakukan latihan otot dasar panggul atau latihan kegel. Latihan
kegel ini bertujuan untuk mengencangkan otot-otot dasar
panggul dan mengembalikan fungsi kandung kemih sepenuhnya
serta mencegah prolaps urin jangka panjang
3. Terapi farmakologi
Obat yang dapat diberikan pada inkontinensia dorongan
(urge) yaitu antikolenergik atau pbat yang bekerja dengan
memblokir neurotransmitter, yaitu disebut asetilkolin yang
membawa sinyal otak untuk mengendalikan otot. Ada beberapa
cantoh obat antikolenergik antara lain oxybutinin, propanteline,
dyclomine, flsavoxate, dan imipramine. Pada inkontinensia tipe
stress diberikan obat alfa adregenic yaitu obat untuk melemaskan
otot. Contoh dari obat tersebut yaitu pseudosephedrine yang
berfungsi untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter yang
mengalami relaksasi diberikan obat kolinergik agonis yang bekera
untuk meningkatkan fungsi neurotransmitter asetilkolin baik
langsung maupun tidak langsung. Obat kolinergik ini antara lain
bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk
menstimulasi kontraksi
4. Terapi pembedahan
Terapi ini bisa dipertimbangkan pada inkontinensia tipe
stress dan urge, bila terapi non farmakologis dan farmakologis
tidak berhasil. Pada inkontinensia overflow biasanya dilakukan
pembedahan untuk mencegah retensi urin. Terapi ini biasanya
dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat,
dan prolaps perlvis
5. Modilitas lain
Terapi modalitas ini dilakukan bersaam dengan proses terapi
dan pengobatan masalah inkontinensia urin, caranya dengan

32
menggunakan beberapa alat bantu bagi lansia antara lain pampers,
kateter, dan alat bantu toilet seperti urinal dan bedpan
2.3.8 Pemeriksaan penunjang
Menurut Artinawati (2014) terdapat beberapa pemeriksaan penunjang
untuk masalah inkontinensia urin, antara lain:
1. Urinalis
Spesimen urin yang bersih diperiksa untuk mengetahui
penyebab inkontinensia urin seperti hematuria, piuria, bakteria,
glukosuria dan proteinuria
2. Pemeriksaan darah
Dalam pemeriksaan ini akan dilihat elektrolit, ureum,kretinin,
glukosa, dan kalsium serum untuk menentukan fungsi ginjal dan
kondisi yang menyebabkan poliuria
3. Tes laboratorium tambahan
Tes ini meliputi kultur urin, blood urea nitrogen, kreatin,
kalsium, glukosa, dan sitologi
4. Tes diagnostik lanjutan
a. Tes urodinamik untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran
kemih bagian bawah
b. Tes tekanan uretra untuk mengukur tekanan di ndalam uretra
saat istirahat dan saat dinamis
c. Imaging tes untuk saluran kemih bagian atas dan bawah
5. Catatan berkemih (voiding record)
Catatan berkemih ini dilakukan selama 1-3 hari untuk
mengetahui pola berkemih. Catatan ini digunakan untuk mencatat
waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia urin dan tidak
inkontinensia urin, serta gejala yang berhubungan dengan
inkontinensia urin
2.4 Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urine pada Lansia
2.4.1 Pengkajian
1. Karakteristik demografi

33
a. Identitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat
sebelumnya, dan hobi.
b. Riwayat keluarga, keluarga yang bisa dihubungi, jumlah
saudara kandung, jumlah anak, riwayat kematian keluarga
dalam satu tahun, dan riwayat kunjungan keluarga.
c. Riwayat pekerjaan dan status ekonomi, pekerjaan
sebelumnya dan sumber pendapatan
d. Aktivitas dan rekreasi, meliputi jadwal aktivitas, hobi,
wisata, dan keanggotaan organisasi
2. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkontensianya, apakah ada
sesuatu yang mendahului inkontensia ( stress, ketakutan, tertawa,
gerakan), masukan cairan, usia atau kondisi fisik, kekuatan dorongan
atau aliran jumlah cairan berkenan dengan waktu miksi. Apakah ada
penggunaan dioritik, rasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin,
apakah terjadi ketidakmampuan. Biasanya adanya keluhan nyeri saat
berkemih atau urin keluar dengan tiba-tiba, dan juga berapakah
tinggi frekuensi saat berkemih berkemih
b. Riwayat kesehatan masa lalu
1) Keluhan utama terkait dengan perasaan subjektif klien terhadap
masalah saat berkemih, ketidak mampuan menaha kencing, kebocoran
urin, penggunaan absorbent. Penyakit yang pernah diderita, meliputi
diabetes, hipertensi, kolesterol, dan asam urat.
2) Storage Lower Urinary Symtoms (LUTS), untuk mengetahui ini
pertanyaan yang harus di jawab klien adalah berapa kali klien BAK
dalam satu hari, berapa lama klien dapat melakuka aktivitas antar
waktu berkemih.
3) Riwayat alergi (obat, makanan, minuman, binatang, debu, dan lain-
lain).

34
4) Riwayat kecelakaan, lansia sering mengalami jatuh dan terpeleset saat
berjalan
Riwayat dirawat di rumah sakit (Riwayat penyakit, operasi, gangguan
obstetri dan ginekologi)
5) Riwayat pemakaian obat, biasanya pemakaian obat diuretik yang
cukup lama dapat menyebabkan inkontinensia urin.
6) Obat-obatan yang dikonsumsi
7) Kapan UI mulai terjadi, durasi atau lama mengalami UI
8) Kondisi yang memicu UI seperti batuk, mengejan, keinginan
berkemih yang kuat
9) Tanda gejala yang menunjukkan kemampuan penampungan bladder
seperti frequency, urgency, nocturia
10) Tanda gejala pada setiap berkemih seperti intermittency, pancaran
kencing lemah, tetesan urin pada akhir berkemih, mengejan
11) Riwayat psikologi dan Sosial, dalam pengkjian ini fungsi seksual
juga menjadi unsur yang harus dikaji pada klien untuk mengetahui
kemungkinan kebocoran uring saat melakukan hubungan seksual
(Chin, 2001)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan, penyakit gunjal bawaan atau bukan bawaan.
3. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Pola nutrisi meliputi frekuensi makan, nafsu makanan, jenis
makanan yang dimakan, kebiasaan sebelum makan, makanan
yang disukai dan tidak disukai, alergi dengan makanan, dan
keluhan yang berhubungan dengan makan. Selain makan juga
perlu dikaji asupan cairannya, meliputi jumlah air yang diminum
dalam sehari, jenis minuman (air putih, teh, cokelat, minuman
berkafein, bersoda, dan beralkohol), dan minuman kesukaan.
b. Pola eliminasi

35
Menurut Maas, (2014) pengkajian pola eliminasi khusus untuk
lansia dengan inkontinensia urin yaitu :
a) Buang air kecil, frekuensi berkemih sepanjang hari, frekuensi
berkemih di malam hari, kesulitan dalam berkemih (perlu
mengejan atau tidak), aliran urin, nyeri saat berkemih, adanya
campuran darah saat berkemih, dan warna urin
b) Buang air besar, frekuensi buang air besar, konsistensi, warna
feses, keluhan saat buang air besar, dan penggunaan obat
pencahar
c. Pola personal hygiene
Menggambarkan frekuensi mandi, gosok gigi, mencuci rambut,
penggunaan alat mandi (sabun, pasta gigi, dan shampo), dan kebersihan
tangan serta kuku.
d. Pola istirahat dan tidur
Menggambarkan pola tidur, lamanya tidur saat malam hari, lama tidur
saat tidur siang, dan keluhan saat tidur.
e. Pola hubungan dan peran
Menggambarkan hubungan responden dengan keluarga, masyarakat,
dan tempat tinggal.
f. Pola sensori dan kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan, dan pembau.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri,
harga diri, peran dan identitas diri. Mengkaji tingkat depresi responden
menggunakan format pengkajian status psikologis.
h. Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan masalah terhadap seksualitas.
i. Pola mekanisme stress dan kopping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress.
j. Pola tata nilai dan kepercayaan

36
Menggambarkan pola, nilai keyakinan termasuk spiritual.
k. Kebiasaan mengisi waktu luang
Menggambarkan kegiatan responden dalam mengisi waktu luang
seperti mencuci baju, merajut, membaca majalah atau koran,
mendengarkan radio, dan beribadah
l. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Menggambarkan kebiasaan responden yang berdampak pada kesehatan
meliputi merokok, minum minuman beralkohol, dan ketergantungan
terhadap obat.
4. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pengkajian umum dan kemampuan fungsional, kemampuan
fungsional meliputi kemampuan klien untuk melakukan mobilisasi,
kesadaran dan ketangkasan. Metode yang dapat digunakan untuk
menguji klien adalah dengan meminta klien berjalan dari meja
periksa ke tempat tidur, meminta klien berkemih untuk pemeriksaan
spesimen urin. Pemeriksaan head to to:
a) B1 (breathing) : Kaji pernafasan adanya gangguan pada pola
nafas, adanya sianosis karna suplai oksigen menurun. Kaji
ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
b) B2 (blood) : Terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien
terlihat bingung dan gelisah.
c) B3 ( brain): Kesadaran pasien biasanya sangat penuh
d) B4 (bladder): Inspeksi : periksa warna, bau, banyaknya urin,
biasanya baunya sangat menyengat karena adanya aktivitas
mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih, serta disertai
keluarnya darah apabila lesi pada bladder, pembesaran daerah
supra publik lesi pada meatus uretra, banyaknya kencing dan
nyeri saat berkemih menandakan disuria dari infeksi, apakah
klien terpasang kateter sebelumnya Palpasi : rasa nyeri yg
didapat dari area supra pubik/pelvis, seperti rasa terbakar di
uretra luar sewaktu kencing/ dapat juga diluar waktu kencing.

37
e) B5 (bowel) : Bising usus adakah peningkatan atau penurunan,
adanya nyeri tekan pada abdomen, adannya ketidaknormalan
perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
f) B6 (bone): Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya
dengan ekstremitas yang lain, adalah nyeri pada persendian
5. Lingkungan dan tempat tinggal
Pengkajian terhadap kebersihan dan kerapian ruangan, penerangan, sirkulasi
udara, dan kebersihan toilet.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian di atas, dapat disimpulkan diagnosa yang muncul pada
pasien inkontinensia urine menurut SDKI (2017) :

a. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan ketidakmampuan atau


penurunan mengenali tanda-tanda berkemih, penurunan tonus kandung
kemih, faktor psikologis; penurunan perhatian pada tanda-tanda keinginan
berkemih.
b. Inkontinensia urin refleks berhubungan dengan kerusakan konduksi impuls
di atas arkus refleks, dan kerusakan jaringan.
c. Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan menjalin hubungan
yang memuaskan, perubahan penampilan fisik, dan perubahan status mental.

38
3. Rencana Keperawatan
Tabel 1. Rencana Keperawatan

SLKI SIKI
No DIAGNOSA
KODE HASIL KODE HASIL

1. Inkontinensia urin fungsional L.04034 Tujuan: I.04154 Manajemen Inkontensia


(D.0044) Setelah dilakukan perawatan Urine.
Definisi : selama 1x24 jam, Definisi:
Pengeluaran urin yang tidak terkendali diharapkan Eliminasi Urine Mengidentifikasi dan
karena kesulitan dan tidak mampu dapat teratasi dengan mengelola pasien dengan
mencapai toilet pada waktu yang tepat kriteria sebagai berikut: inkontensia urine.
Gejala mayor: 1. Sensasi berkemih dari Intervensi :
Subyektif : skala 4 (cukup Observasi:
1. Mengompol atau sebelum mencapai meningkat) menjadi 1. Identifikasi penyebab
atau selama usaha mencapai toilet skala 2 (cukup menurun) Inkontensia Urine
Gejala minor: 2. Mengompol dari skala 2 (mis.gangguan fungsi
Subyektif : (cukup meningkat) kognitif, cedera tulang
1. Mengompol diwaktu pagi hari menjadi skala 4 (cukup belakang, obat-obatan,
2. Mampu mengosongkan kandung menurun) usia, riwayat operasi).
kemih lengkap 3. Desakan berkemih dari Terapeutik
Etiologi: skala 2 (cukup 1. Sediakan pakaian dan
Melemahnya otot dasar panggul meningkat) menjadi lingkungan yang
skala 4 (cukup menurun) mendukung program
inkontensia urine
Desakan berkemih (urgensi )
Edukasi

39
1. Jelaskan definisi, jenis,
Tidak dapat menahan air kencing dan penyebab inkontensia
urine
2. Diskusikan program
mengompol inkontensia urine
(mis.jadwal minum dan
berkemih, konsumsi obat
Inkontensia urine fungsional diuretik, latihan penguatan
otot-otot perkemihan)
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan medis
dan fisioterapis untuk
mengatasi inkontensia
urine, jika perlu
2. Inkontinensia urin refleks (D. 0045) L.04036 Tujuan: I.04152 Manajemen Eleminasi Urine.
Definisi: Setelah dilakukan perawatan Definisi:
Pengeluaran urine yang tidak terkendali selama 1x24 jam, Mengidentifikasi dan
pada saat volume kandung kemih diharapkan kontinensia mengelola gangguan pola
tertentu tercapai urine dapat teratasi dengan eliminasi urine.
Gejala mayor: kriteria sebagai berikut: Intervensi.
Subyektif : 1. Kemampuan berkemih Observasi:
1. Tidak mengalami sensasi berkemih dari skala 4 (cukup 1. Identifikasi tanda dan
2. Dribbling meningkat) menjadi gejala inkontensia urine
3. Sering buang air kecil skala 2 (cukup menurun) 2. Identifikasi faktor yang
4. Hesitancy 2. Sensasi berkemih dari menyebabkan inkontensia
5. Nokturia skala 2 (cukup urine
6. Enuresis memburuk) menjadi 3. Monitor eleminasi urine
Obyektif : skala 4 (cukup membaik) (mis.frekuensi,

40
1. Volume residu meningkat 3. Frekuensi berkemih dari konsistensi, aroma,
Gejala minor: skala 2 (cukup volome, dan warna)
- memburuk) menjadi
Etiologi: skala 4 (cukup Terapeutik:
Refleks urovesikal membaik) 1. Catat waktu-waktu dan
haluaran berkemih
2. Batasi asupan cairan, jika
Sfinger dari otot dasar panggul perlu
terganggu
Edukasi :
1. Ajarkan tanda dan gejala
Hilangnya sensasi berkemih infeksi saluran kemih
2. Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang
Inkontinensia urin refleks tepat untuk berkemih
3. Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur
3. Isolasi sosial (D. 0121) L.05042 Tujuan : I.13484 Modifikasi Perilaku
Definisi: Setelah dilakukan intervensi Ketrampilan Sosial
Ketidakmampuan untuk membina keperawatan selama 1x24
hubungan yang erat, hangat, terbuka, jam diharapkan masalah Definisi:
dari interdependen dengan orang lain keterlibatan sosial dapat Mengubah pengembangan
Gejala mayor: teratasi dengan kriteria hasil atau peningkatan ketrampilan
Subyektif : sebagai berikut: sosial interpersonal.
1. Merasa ingin sendirian 1. Prilaku menarik diri dari Intervensi:
2. Merasa tidak aman di tempat umum skala 2 (cukup Observasi
Obyektif : meningkat ) menjadi 1. Identifikasi penyebab
1. Menarik diri skala 4 (cukup menurun) kurangnya ketrampilan

41
2. Tidak berminat/menolakberinteraksi 2. Verbalisasi isolasi dari sosial
dengan orang lain atau lingkungan skala 2 (cukup Terapeutik
Gejala minor: meningkat ) menjadi 1. Motivasi untuk berlatih
Subyektif : skala 4 (cukup menurun) ktrampilan sosial.
1. Merasa berbeda dengan orang lain 3. Verbalisasi perasaan 2. Beri umpan balik positif
2. Merasa asyik dengan pikiran berbeda dengan orang (mis. Pujian atau
sendiri lain dari skala 2 (cukup penghargaan) terhadap
3. Merasa tidak mempunyai tujuan meningkat ) menjadi kemampuan sosialisasi
yang jelas skala 4 (cukup menurun) 3. Libatkan keluarga selama
Obyektif : latihan ketrampilan sosial,
1. Afek datar jika perlu
2. Afek sedih
3. Riwayat ditolak Edukasi
4. Menunjukan permusuhan 1. Jelaskan tujuan melatih
5. Tidak mampu memenuhi harapan ketrampilan sosial
orang lain 2. Anjurkan mengungkapkan
6. Kondisi difabel perasaan akibat masalah
7. Tindakan tidak berarti yang dialami
8. Tidak ada kontak mata 3. Edukasi keluarga untuk
9. Perkembangan terlambat dukungan ketrampilan
10. Tidak bergairah/lesu sosial
Etiologi : 4. Latih ketrampilan sosial
Inkontensia Urine secara bertahap

Urgensi

42
Mengompol

Isolasi sosial

43
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah aksi dalam melakukan tindakan dari keperawatan,
selesaikan perencanaan mandiri dan kolaboratif untuk membantu pasien
mencapai hasil dan tujuan yang diinginkan. Tindakan mandiri adalah
aktivitas dimana perawat menggunakan pertimbangannya sendiri (Potter
& Perry, 2010)

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi dengan klien yang dilakukan
terapi kegel exercise. Klien merupakan sumber evaluasi hasil dari
respons terbaik bagi asuhan keperawatan. Perawat harus mengevaluasi
efektivitas intervensi keperawatan dengan membandingkan tujuan.
Bandingkan hasil aktual dengan hasil yang diharapkan untuk menentukan
keberhasilan sebagian atau penuh (Potter & Perry, 2010)

2.5. Asuhan Keperawatan Kasus Inkontinensia Urin pada Lansia


Kasus
Ny A (63 thn) datang ke RS. J diantar keluarga. Keluarga mengatakan Ny. A
sering kencing tanpa disadari (ngompol). Klien sendiri mengatakan tidak bisa
menahan jika sudah terasa ingin BAK. Frekuensi berkemih tiap hari 10-
15x/hari. Klien juga mengatakan saat dia bersin, membungkuk, batuk tiba-
tiba keluar sedikit air kencing. Klien memakai popok dan menggantinya 2x
sehari sehingga terasa lembab. Kira-kira Ny.A minumnya tiap hari sekitar
200 ml. Sebelumnya Ny. A ada riwayat hipertensi 2 tahun lalu dan
mengonsumsi obat diuretik. Klien mengatakan disekitar area
genitalia/perineal terasa nyeri, panas dan gatal. Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan data TB&BB Ny M adalah 153cm, 47kg, TD 175/145mmHg,
Nadi 83 x/menit, respirasi 18 x/menit dan suhu 370C, output 2100cc.
Terdapat ruam kemerahan pada sekitar area genitalia, kelembaban bibir
kering. Terdapat distensi kandung kemih. Saat ini klien terpasang infuse RL
2000cc/24 jam, kateter indwelling. Kegiatan sehari-hari Ny. M adalah
menjadi guru mengaji, akan tetapi semenjak ia sering mengompol kegiatan
menjadi terganggu.

41
1. Pengkajian
A. Data Biografi
Nama : Ny. A
Umur : 63 Tahun.
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Tinggi badan/berat badan : TB : 153 cm BB : 47 kg
Penampilan umum : Baik
Alamat : Surabaya
Diagnosa medis : Inkontinensia Urine
B. Riwayat Keluarga
Genogram

Ny.
M 60

Keterangan :
= Meninggal = Laki-laki

= Perempuan = Pasien = tinggal serumah


Penjelasan:
Klien anak kedua dari 3 bersaudara. Klien mempunyai riwayat keturunan
hipertensi dari ayahnya yang meninggal karena hipertensi sedang ibunya
meninggal karena sudah tua. Klien tidak memiliki riwayat penyakit
menular, degeneratif, dan obesitas. Klien mempunyai 4 orang anak.

42
C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini :-
Pekerjaan sebelumnya : Guru Sd
Sumber-sumber pendapatan : uang dari anak-anaknya
Kecukupan terhadap kebutuhan : Cukup
D. Riwayat Lingkungan Hidup
Type tempat tinggal : 16x8 m
Jumlah kamar :2
Kondisi tempat tinggal : Baik
Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah :3
E. Riwayat Rekreasi
Hobi/minat :-
Keanggotaan dalam organisasi :-
Liburan/perjalanan :-
F. Sistem Pendukung
Perawat/bidan/dokter/fisioterapi : dokter praktik
Jarak dari rumah : 1 km
Rumah sakit : 5 km
Klinik :-
Pelayanan kesehatan dirumah :-
Makanan yang dihantarkan :-
Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga : keluarga merawat
klien dengan mengganti popok 2x sehari,
G. Deskripsi kekhususan
Kebiasaan ritual : Sholat, membaca Al – Qur’an
H. Status Kesehatan
Status kesehatan umum selama lima tahun yang lalu
- Klien mengatakan dua tahun lalu terkena hipertensi dan rutin
mengonsumsi obat diuretik
Keluhan utama
- Provokative/palliative :-
- Quality/quantity :-

43
- Region :-
- Severity scale :-
- Timming :-
Obat-obatan : obat diuretic, furosemide
Status imunisasi : lengkap
Alergi (obat-obatan/makanan/faktor lingkungan) : tidak ada
Penyakit yang diderita : Hipertensi
I. Aktivitas Hidup Sehari-hari (berdasarkan indeks Katz, disimpulkan
Skore..)
Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz

1 Mandi Dapat mengerjakan sendiri


2 Berpakaian Seluruhnya tanpa bantuan
3 Pergi ke toilet Memerlukan bantuan
4 Berpindah (berjalan) Tanpa bantuan
5 BAB dan BAK Kadang-kadang ngompol / defekasi di tempat tidur
6 Makan Tanpa bantuan

Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan kebutuhan ADL klien diskor


dengan C karena berdasarkan pengamatan, klien hanya mampu
memenuhi 4 kebutuhan dasar yaitu mandi, berpakaian, berjalan. dan
makan
Psikologis
- Persepsi klien : persepsi klien terhadap penyakitnya
klien merasa wajar karena sudah tua
- Konsep diri : baik karena klien mampu
memandang dirinya secara positif
- Emosi : stabil
- Adaptasi : klien mampu beradaptasi dengan
baik
- Mekanisme pertahanan diri : klien mengatakan lebih senang
tinggal dirumah karena bisa berkumpul dengan anak-anaknya

44
1. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola makan
1) Frekuensi makan : 3 kali sehari
2) Porsi makan : ¾ piring
3) Nafsu makan : ada
4) Jenis makanan : nasi, sayur-sayuran dan lauk pauk
5) Makanan yang tidak disukai : ada, masakan yang berbau
laut
6) Alergi/ pantangan : tidak ada
7) Ganguan : tidak ada
b. Pola minum
1) Frekuensi : 2x sehari
2) Jenis : air putih
3) Jumlah (cc/ botol) : ± 150-200 ml
4) Yang disukai : air putih
5) Yang tidak disukai : minuman asam
6) Pantangan/alergi : tidak ada
7) Gangguan : tidak ada
c. Eliminasi
1) BAK
a) Frekuensi dan waktu : ± 10-15x sehari
b) Warna urin : warna kuning
c) Volume : ± 2000-2100 cc
d) Kebiasaan BAK dalam : ya, ada malam hari
e) Keluhan yang berhubungan : tidak bisa menahan
keluarnya urine, saat batuk bersin tidak terasa kalau urin
keluar
f) Lama keluhan : 5 bulan
g) Gangguan : inkontinensia urin
2) BAB
a) Frekuensi dan waktu : 1x sehari
b) Konsistensi : lembek, berwarna kuning

45
c) Keluhan yang berhubu- : tidak adangan
dengan BAB
d) Pengalaman memakai pencahar : tidak pernah
e) Gangguan : tidak ada
d. Personal Higiene
1) Mandi
a) Frekuensi dan waktu : 2x/sehari, pagi dan sore hari
mandi
b) Pemakaian sabun : ya
(Ya/Tidak)
2) Oral Higiene
a) Frekuensi dan waktu : 2x sehari, sehabis mandi dan
sebelum tidur
gosok gigi
b) Menggunakan pasta gigi : ya
3) Cuci Rambut
a) Frekuensi : 3x seminggu
b) Penggunaan shampo : ya
(Ya/Tidak)
4) Kuku dan Tangan
a) Frekuensi gunting kuku : 2x dalam sebulan
b) Kebiasaan mencuci : ya.
tangan pakai sabun
e. Istirahat dan tidur
1) Lama tidur malam : 5 jam sehari
2) Tidur siang : 1 jam sehari
3) Keluhan yang berhubungan : tidur terganggu karena
sering ke kamar mandi

46
f. Uraian kronologis kegiatan sehari-hari
No Jenis Kegiatan Lama Waktu untuk Setiap
kegiatan
1 Merapikan tempat tidur 3 menit
2 Sholat subuh 10 menit
3 Mandi pagi 20 menit
4 Sarapan 10 menit
5 Berkebun 1 jam
6 Istirahat 5 menit
7 Mandi 20 menit
8 Menonotn tv 30 menit
9 Tidur siang 2 jam
10 Bersih-bersih panti 30 menit
11 Istirahat 5 menit
12 Mandi 20 menit
13 Mengajar ngaji 1 jam
14 Berkumpul bersama teman 1 jam
panti
15 Makan malam 10 menit
16 Menonton tv 30 menit
17 Tidur malam 5 jam

47
2. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama selama 1 tahun terakhir
Ny.M mengatakan 1 tahun terakhir sering mengeluh nyeri saat
berkemih, kalau bersin atau batuk kencing keluar secara tiba-tiba,
nokturia.
2) Gejala yang dirasakan
Kencing dalam sehari ± 10-15x/hari
3) Faktor pencetus
Dimensia, ISK
4) Timbulnya keluhan
( ) Mendadak (V) Bertahap
5) Waktu mulai timbulnya keluhan
5 bulan
6) Upaya mengatasi
Pergi ke RS/klinik pengobatan/dokter praktisi
b. Riwayat kesehatan Masa Lalu
1) Penyakit yang pernah di derita
Klien mengatakan dua tahun lalu terkena hipertensi dan rutin
mengonsumsi obat diuretik
2) Riwayat alergi (obat,makanan, binatang, debu dan lain-lain)
Tidak ada alergi
3) Riwayat kecelakaan
Tidak pernah mengalami kecelakaan
4) Riwayat dirawat di rumah sakit
Klien mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit karena
sering berobat ke dokter klinik
5) Riwayat pemakaian obat
Klien mengatakan rutin mengonsumsi obat diuretik
c. Pengkajian/pemeriksaan Fisik
(Observasi, pengukuran, auskultasi, perkusi dan palpasi)

48
1) Keadaan umum (TTV) : TD 175/145 mmHg, Nadi
83x/menit Pernapasan 18x/menit, Suhu 37oC
2) BB/TB : 47 kg, 153 cm
3) Rambut : bersih, berwarna putih, tidak ada
ketombe
4) Mata : simetris, konjungtiva anemis,
palpebrae gelap, sclera anikterik
5) Telinga : bersih, tidak ada benda asing
6) Mulut, gigi dan bibir : bersih, tidak berbau, gusi tidak ada
peradangan, tidak ada karies, tidak ada gigi palsu, lidah bersih
7) Dada : bentuk dada simetris, getaran
dinding kiri dan kanan sama, tidak ada suara tambahan, tidak
teraba massa,
8) Abdomen : tidak dan striae, kendung kemih
teraba keras, tidak ada mengalami usus buntu, tidak ada
pembesaran limfe
9) Kulit : tekstur kulit terhilat kendur,
keriput, tugor kulit jelek, terdapat ruam dan kemerahan disekitar
genetalia
10) Ekstremitas atas : tonus otot baik, kekuatan otot
tangan
kiri kanan sama yaitu pada skala 5
11) Ekstremitas bawah : kekuatan otot kaki kiri dan kanan
sama yaitu pada skala 5, tidak ada nyeri persendian, tidak terjadi
osteoporosis, dan tidak ada kelainan tulang
3. Hasil Pengkajian Khusus (Format Terlampir)
a) Masalah kesehatan Kronis :8
b) Fungsi kognitif :7
c) Status fungsional : 13
d) Status psikologis (skala depresi) :3
e) Dukungan keluarga :
4. Lingkungan Tempat Tinggal

49
a) Kebersihan dan kerapian ruangan : Bersih
b) Penerangan : listrik, Sangat terang
c) Sirkulasi udara : ada, baik
d) Keadaan kamar mandi dan WC : ada, toilet duduk
e) Pembuangan air kotor : ada
f) Sumber air minum : ada, sumber dari PAM
g) Pembuangan sampah : ada, tertutup, diambil petugas di
depan panti
h) Sumber pencemaran : tidak ada
i) Penataan halaman (kalau ada) : rapi, bersih
j) Privasi : Aman
k) Risiko jatuh : tinggi

5. Masalah Kesehatan Kronis

N Keluhan kesehatan atau gejala Selal Sering Jarang T.Perna


o yang dirasakan klien dalam waktu u (2) (1) h
3 bulan terakhir berkaitan dengan (3) (0)
fungsi-fungsi
A Fungsi Penglihatan
1. Penglihatan Kabur 1
2. Mata berair 0
3. Nyeri pada mata 0
B Fungsi pendengaran
4. Pendengaran berkurang 0
5. Telinga berdenging 1
C Fungsi Paru (Pernapasan)
6. Batuk lama disertai 0
keringat malam
7. Sesak napas 0
8. Berdahak/sputum 0
D Fungsi Jantung
9. Jantung berdebar-debar 0
10. Cepat lelah 0

50
11. Nyeri dada 0
E Fungsi pencernaan
12. Mual muntah 0
13. Nyeri ulu hati 0
14. Makan dan minum banyak 0
(berlebihan)
15. Perubahan kebiasaan 0
buang air besar (mencret
atau sembelit)
F Fungsi pergerakan
16. Nyeri kaki saat berjalan 0
17. Nyeri pinggang atau 0
tulang belakang
18. Nyeri persendian/bengkak 0
G Fungsi persyarafan
19. Lumpuh/kelemahan pada 0
kaki atau tangan
20. Kehilangan rasa 0
21. Gemetar atau tremor 0
22. Nyeri/pegal pada daerah 0
tekuk
H Fungsi saluran perkemihan
23. Buang air kecil banyak 2
24. Sering buang air kecil 2
pada malam hari
25. Tidak mamapu 2
mengontrol pengeluaran
urine kemih (mengompol)
Jumlah 6 2
Analisa hasil : Skor < 25 : tidak ada masalah kesehatan kronis sampai
dengan masalah kesetahan kronis ringan

6. FUNGSI KOGNITIF

No Item pertanyaan Benar Salah


1 Jam berapa sekarang ? 
Jawab :
2 Tahun berapa sekarang ? 
Jawab :
3 Kapan Bapak/Ibu lahir? 
Jawab :

51
4 Berapa umur Bapak/Ibu sekarang? 
Jawab :
5 Dimana alamatt Bapak/Ibu sekarang ? 
Jawab :
6 Berapa jumlah anggota keluara yang tinggal 
bersama Bapak/Ibu?
Jawab :
7 Siapa nama anggota keluarga yang tinggal bersama 
Bapak/Ibu?
Jawab :
8 Tahun berapa Hari Kemerdekaan Indonesia? 
Jawab :
9 Siapa nama presiden Republik Indonesia ? 
Jawab :
10 Coba hitung terbalik dari angka 20 ke 1 ! 
Jawab :
Jumlah benar 6
Analisa hasil :
Jumlah skor = 7 berarti ada gangguan

7. STATUS FUNGSIONAL

No Aktivitas Mandiri Tergantung


(Nilai 1) (0)
1 Mandi dikamar mandi (menggosok, membersihkan, dan 1
mengeringkan badan).
2 Menyiapkan pakaian, membuka, dan mengenakannya. 1
3 Memakan makanan yang telah disiapkan 1
4 Memelihara kebersihan diri unruk penampilan diri 1
(menyisir rambut, menggosok gigi, mencukur kumis).
5 Bunag air besar di WC (membersihakan dan 1
mnegeringkan daerah bokong).
6 Dapat mnegontrol pengeluaran feses (tinja). 1
7 Buang air kecil di kaamr mandi (membersihkan dan 1
mnegeringkan daerah kemaluan)
8 Dapat mengontrol pengeluaran air kemih. 0
9 Berjalan dilingkungan tempat tinggal atau keluar 1
ruangan tanpa alat bantu, seperti tongkat.
10 Menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan 1
yang dianut.
11 Melakukan pekerjaan rumah, seperti : merapikan 1
tempat tidur, mencuci pakaian, memasak, dan
membersihkan ruangan.
12 Berbelanja untuk kebutuhan sendiri atau kebutuhan 1
keluarga.

52
13 Mengelola keuangan (menyimpan dan menggunakan 0
uang sendiri).
14 Menggunakan sarana transportasi umum untuk 0
berpergian.
15 Menyiapkan obat dan minum obat sesuai dengan aturan 1
(takaran obat dan waktu minum obat tepat)
16 Merencanakan danmengambil keputusan unutk 0
kepeentingan keluarga dalam hal penggunaan uang,
aktivitas sosial yang dilakukan dan kebutuhan akan
pelayanan kesehatan.
17 Melakukan aktivitas diwaktu luang (kegiatan 1
keagamaan, sosial, rekreasi, olahraga dan menyalurkan
hobi)
Jumlah Poin Mandiri 13
Analisa hasil :
Jumlah skor 13, disimpulkan bahwa klien dapat mandiri

8. STATUS FISIOLOGIS

No Apakah Bapak/Ibu dalma satu minggu terakhir ? Ya Tidak


1 Merasa puas dengan kehidupan yang dijalani? ya
2 Banyak meninggalkan kesenangan/minat dan aktivitas tidak
anda?
3 Merasa bahwa kehidupan anda hampa? tidak
4 Sering merasa bosan? tidak
5 Penuh pengharapan akan masa depan? ya
6 Mempunyai semangat yang baik setiap waktu? ya
7 Diganggu oleh pikiran-pikiran yang tidak tepat tidak
diungkapkan?
8 Merasa bahagia disebagian besar waktu? tidak
9 Merasa takut sesuatu yang terjadi pada Anda? tidak
10 Sering kali merasa tidak berdaya? tidak
11 Sering merasa gelisah dan gugup? tidak
12 Memilih tinggal dirumah daripada pergi melakukan ya
sesuatu yang bermanfaat?
13 Sering kali merasa khawatir akan masa depan? tidak
14 Merasa mempunyai lebih banyak masalah dengan ya
daya ingat dibandingkan orang lain?
15 Berfikir bahwa hidup ini sangat menyenangkan ya
sekarang?
16 Sering kali merasa merana? tidak

53
17 Merasa kurang bahagia? tidak
18 Sangat khawatir terhadap masa lalu? tidak
19 Merasakan bahwa hidup ini sangat menggairahkan? ya
20 Merasa berat untuk memulai sesuatu hal yang baru? tidak
21 Merasa dalam keadaan penuh semangat? ya
22 Berfikir bahwa keadaan penuh semangat? tidak
23 Berfikir abhwa banyak orang yang lebih baik daripada tidak
anda?
24 Sering kali menjadi kesal dengan hal yang sepele? tidak
25 Sering kali merasa ingin menangis? Tidak
26 Merasa sulit untuk berkonsentrasi? ya
27 Menikmati tidur? tidak
No Apakah Bapak/Ibu dalam satu minggu terakhir:
28 Memilih menghindar dari perkumpulan sosial? tidak
29 Mudah mengambil keputusan? tidak
30 Mempunyai pikiran yang jernih? Ya
Jumlah item yang terganggu

Analisa Hasil :
Jumlah terganggu sebanyak 3. Jadi kesimpulannya Status psikologis
dalam rentang normal.

Analisa Data

N DATA ETIOLOGI PROBLEM


O
1. DS : Proses menua Gangguan
Eliminasi Urine
 Klien mengatakan
tidak dapat menahan Kadar hormon
jika sudah terasa ingin menurun
BAK
 Klien juga mengatakan
saat dia bersin, Posisi kandung
membungkuk, batuk kemih prolaps
tiba-tiba keluar sedikit
air kencing
 Keluarga mengatakan Melemahnya
Ny. M sering kencing tekanan/ tekanan
tanpa disadari akhiran kemih
(ngompol). keluar
 Sering ngompol
terutama malam hari.
DO :

 Sebelumnya Ny. M ada

54
riwayat hipertensi 2
tahun lalu dan
mengonsumsi obat
diuretik.
 Frekuensi berkemih
tiap hari sekitar 10-15x

2. DS : Intake kurang Resiko


hipovolemik
 Ny.M mengatakan
minumnya tiap hari
sekitar 200 ml Posisi kandung
DO : kemih prolaps

 Saat dilakukan
pengkajian Ny.M Melemahnya
kelembaban bibir tekanan/ tekanan
kering. akhiran kemih
 Tugor kulit > 2dtk keluar
 TB&BB 153cm,
47kg Output berlebih
 Klien terpasang
infuse RL 2000cc/24 Intake yang tidak
jam adekuat
 output 2100cc,
balance cairan 100cc

2. Diagnosa
a. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan Posisi kandung kemih
prolaps ditandai oleh klien sering kencing tanpa disadari (ngompol)
(D.0040)
b. Resiko hipovolemik berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
ditandai oleh tugor kulit >2 detik dan bibir kering (D.0034)

55
3. Intervensi

SLKI SIKI
No DIAGNOSA
KODE HASIL KODE HASIL

1. Gangguan eliminasi urine (D.0040) L.04034 Eliminasi Urine I. 04154 Manajemen Inkontensia
Tujuan: Urine.
Definisi: Setelah dilakukan perawatan Definisi:
Disfungsi eliminasi urin selama 1x24 jam, Mengidentifikasi dan
Gejala mayor: diharapkan gangguan mengelola pasien dengan
Subyektif : eliminasi Urine dapat inkontensia urine.
1. Desakan berkemih (urgensi) teratasi dengan kriteria Intervensi :
2. Urine menetes (dribbling) sebagai berikut: Observasi:
3. Sering buang air kecil 1. Mengompol dari skala 2 1. Identifikasi penyebab
4. Nokturia (cukup meningkat) Inkontensia Urine
5. Mengompol menjadi skala 4 (cukup (mis.gangguan fungsi
6. Enuresis menurun) kognitif, cedera tulang
Obyektif : 2. Desakan berkemih dari belakang, obat-obatan,
1. Distensi kandung kemih skala 2 (cukup usia, riwayat operasi).
2. Berkemih tidak tuntas (hesitancy) meningkat) menjadi Terapeutik
3. Volume residu urine meningkat skala 4 (cukup menurun) 1. Sediakan pakaian dan
Gejala minor: 3. Distensi kandung kemih lingkungan yang
- dari skala 2 (cukup mendukung program
Etiologi: meningkat) menjadi 4 inkontensia urine
Proses menua 4. Nokturia dari skala 2 Edukasi
(cukup meningkat) 1. Jelaskan definisi, jenis,
menjadi skala 4 (cukup dan penyebab inkontensia
menurun) urine

41
Kadar hormon menurun 5. Frekuensi BAK dari 2. Diskusikan program
Posisi kandung kemih prolaps skala 1 (memburuk) inkontensia urine
menjadi 4 ( cukup baik) (mis.jadwal minum dan
6. Urin menetes (dribbling) berkemih, konsumsi obat
Melemahnya tekanan/ tekanan akhiran dari skala 2 (cukup diuretik, latihan penguatan
kemih keluar meningkat) menjadi otot-otot perkemihan)
skala 4 (cukup menurun) Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan medis
dan fisioterapis untuk
mengatasi inkontensia
urine, jika perlu

2. Resiko hipovolemia (D.0034) L. 03020 Keseimbangan cairan 1. 03116 Manajemen Hipovolemia


Tujuan: Definisi:
Definisi: Setelah dilakukan Mengidentifikasi dan
Resiko mengalami penurunan volume perawatan selama 1x24 mengelola penuaonan volume
cairan intravaskular, intentisial, jam, diharapkan resiko cairan intravaskuler
dan/atau intraseluler hipovolemik dapat Intervensi :
Faktor resiko : teratasi dengan kriteria Observasi:
1. Kehilangan cairan secara aktif sebagai berikut: 1. Periksa tanda dan gejala
2. Gangguan absorbsi cairan 1. Asupan cairan dari skala hipovolemia (mis.
3. Usia lanjut 1 (menurun) menjadi 4 Frekuensi nadi meningkat,
4. Kelebihan berat badan (cukup meningkat) nadi teraba lemah, tekanan
5. Status hipermetabolik 2. Kelembapan membran darah menurun, tugor kulit
6. Kegagalan mekanisme regulasi mukosa dari skala 2 menurun, membran
7. Evaporasi (cukup menurun) mukosa kering, lemah)
8. Kekurangan intake cairan menjadi skala 4 (cukup 2. Monitor intake dan output
9. Efek agen farmakologis meningkat) cairan

42
Etiologi: 3. Tugor kulit dari skala 2 Terapeutik
Intake kurang (cukup memburuk) 1. Hitung kebutuhan cairan
menjadi skala 4 (cukup 2. Berikan asupan cairan oral
membaik) Edukasi
Posisi kandung kemih prolaps 4. Membran mukosa dari 1. Anjurkan memperbanyak
skala 2 (cukup asupan cairan oral
memburuk) menjadi Kolaborasi :
Melemahnya tekanan/ tekanan akhiran skala 4 (cukup membaik) 1. Kolaborasi pemberian
kemih keluar cairan IV isotonis (mis
RL)

Output berlebih

Intake yang tidak adekuat

43
4. Implementasi Dan Evaluasi

No.
Tanggal/ jam Implementasi Evaluasi
Dx
1 12- november- 2020 Tanggal : 12 november 2020
Jam: 14.00

08.00 1. Meidentifikasi penyebab Inkontensia S:


Urine - Ny A mengatakan paham dengan penyebab
R/ penyebab inkontinensia urin : inkontinesia urinnya
kelemahan otot pelvis - Ny. A sudah mulai bisa menahan jika terasa BAK
08.15 2. Menyediakan pakaian dan lingkungan - Keluarga Ny A mengatakan frekuensi berkemih
yang mendukung program inkontensia turun 5- 10x
urine O:
R/ pakaian yang mudah dilepas untuk - TTV: TD 180/ 140 mmHg, Nadi 80 x/m, RR
lansia 18x/m, suhu 37ºC
09.00 3. Menjelaskan definisi, jenis, dan - Mengompol skala 3 sedang
penyebab inkontensia urine - Desakan berkemih skala 4 cukup menurun
R/ agar pasien paham dengan masalah - Distensi kandung kemih skala 4 cukup menurun
yang ada - Nokturia skala 3 sedang
4. Mendiskusikan program inkontensia - Frekuensi BAK skala 3 sedang
09.15 urine - Urin menetes 4 cukup menurun
R/ melakukan latihan kegel exercise A: masalah belum teratasi
10.00 5. Berkolaborasi dengan medis dan P : intervensi dipertahankan
fisioterapis untuk mengatasi
inkontensia urine
R/ melakukan latihan kegel exercise

44
2 13- november-2020 Tanggal : 13 november 2020
Jam: 14.00
08.00 1. Memperiksa tanda dan gejala
hipovolemia S:
R/ tanda dan gejala hipovolemi tugor - Ny A mengatakan sudah tidak lemas
kulit menurun, membran mukosa - Keluarga Ny A mengatakan kalau Ny A minum
kering, lemah nya 500 ml
09.00 2. Monitor intake dan output cairan O:
R/ intake 200 ml, output 2100 ml - TTV: TD 185/ 140 mmHg, Nadi 79 x/m, RR
09.30 3. Berikan asupan cairan oral 18x/m, suhu 36,5ºC
R/ memberikan minuman air putih - Asupan cairan skala 3 sedang
10.00 4. Menganjurkan memperbanyak asupan - Kelembapan membran skala 3 sedang
cairan oral - Tugor kulit skala 4 cukup membaik
11.00 R/ memperbanyakn minum air putih - Membran mukosa skala 3 sedang
5. Ber kolaborasi pemberian cairan IV A: masalah belum teratasi
isotonis (mis RL) P : intervensi dipertahankan
R/ pemberian cairan IV 2000 cc/ 24 jam

45
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Inkontinensia urine merupakan pengeluaran urin yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki dan tidak melihat jumlah
maupun frekuensinya, keadaan ini dapat menyebabkan masalah fisik,
emosional, sosial dan kebersihan Frekuensi berkemih yang normal adalah
tiap 3 jam sekali atau tidak lebih dari 8 kali sehari, namun rata-rata lansia
yang mengalami inkontinensia urine akan berkemih sebanyak 12 kali selama
24 jam. Perubahan sistem perkemihan lansia terjadi pada ganjil, ganjil
mengalami pengecilan dan nefron menjadi atrofi. Pada kandung kemih, otot-
otot melemah, sehingga kapasitasnya menurun hingga 200ml yang
menyebabkan frekuensi berkemih meningkat.
Seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan menahan kencing
akan semakin menurun, sehingga lansia berpotensi untuk mengalami kencing
tidak terasa atau “mengompol”. Kencing yang tidak terasa akan
mempengaruhi baik secara fisik maupun psikologis lansia. Dampak yang
ditimbulkan meliputi lanjut usia menjadi kurang percaya diri, menutup diri
yang akan membuat lansia merasa kesepiam di hari tuanya. Selain itu, dan
dampak lain yang dapat ditimbulkan oleh inkontinensia urin adalah resiko
terjadinya infeksi saluran kencing dan dermatitis
Penatalaksanaa inkontinensia urin yaitu dengan mengurangi faktor
risiko, mempertahankan homeostatis, mengontrol inkontinensia urin,
modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis, dan pembedahan
3.2 Saran
Disarankan untuk Perawat-perawat indonesia, maupun mahasiswa harus
banyak membaca dan memperbanyak referensi untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman tentang Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan (Inkontinensia Urine) pada Lansia . Semoga makalah yang kami
buat ini memberikan manfaat untuk semua yang membaca.

46
DAFTAR PUSTAKA

Apiani, R.Y. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info Media
Artinawati, S. 2104. Asuhan Keperawatan Gerontik. Bogor: In Media
Cameron, A, Joel J, Heidelbaugh & Masahito Jimbo.2013. Diagnosis and office-
based treatoment of urinary incontinence in adults. Therapeutic Advances
in Urology
Dewi, Sofia Rhosma. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:
Deepublish
Herdman T.H , Kamitsuru S . 2015 . Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. Ed 10. Jakarta : EGC
Juananda, D., Febriantara, D. 2017. Inkontinensia Urin Pada Lnajut Usia di Panti
Werdha Provinsi Riau. Jurnal Kesehatan Melayu. Vol 1 no. 21
Junita, I. 2013. Pengaruh Senam Kegel Terhadap Gangguan Elimnasi Urine
(Inkontinensia Urin) Pada Lansia Di Posyandu Lansai Durian Ratus
Kelurahan Kurao Pagang Wilayah Kerja Puskesmas Tumpaan Minahasa
Selatan. Stikes Mercubaktijaya: Padang
Kurniasari, D, Soesilowati, R . 2016. Pengaruh Antara Inkontinensia Urin
Terhadap Tingkat Depresi Wanita Lanjut Usia di Panti Wredha Catur
Nugroho Kaliori Banyumas. Saninteks. Vol 8 No 1
Kholifah, Siti Nur. 2016. Modul Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kemenkes
RI
Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik. Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan Geontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Potter & Perry. 2010. Fundamental of Nursin. Buku 3. Jakarta: Salemba Medika
Rosidawati, Maryam R. Dkk. 2011. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.
Jakarta: Salemba Medika
Sunaryo, dkk. 2016. Asuhan Keperawatam Gerontik. Yokyakarta. Andi Offset
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

47
Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan secara Terpadu. Yokyakarta:
Graha Ilmu
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lanjut Usia. Jakarta: EGC
Wahab, Masyitah. 2016. Pengaruh Latihan Kegel Exercise Terhadap
Inkontinesia Urine Usia Pra Lansia 45 Tahun dalam Prolanis(Program
Lansia) di Puskesmas Massenga Kabupaten Polewali Mandar. E-journal
Keperawatan. Vol 1. No 1
Zahro, Chilyatiz. 2016. Modul Teori Mata Kuliah Keperawatan Dan Geronyik
Program Studi D-III Keperawatan Fakultas Keperawatan Kebidanan
Universitas Nahdlatul Ulama Suarabaya

48

Anda mungkin juga menyukai