Oleh :
I Gusti Ayu Dewi Indra Lestari
NIM. C2119060
3. Klasifikasi
a. Berdasarkan penyebabnya
OA dibedakan menjadi dua,yaitu OA primer dan OA sekunder. OA primer, atau dapat
disebut OA idiopatik, tidak memiliki penyebab yang pasti (tidak diketahui) dan tidak
disebabkan oleh penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA
sekunder merupakan OA yang disebabkan oleh inflamasi, kelainan sistemendokrin,
metabolik, pertumbuhan, faktor keturunan (herediter)dan immobilisasi yang terlalu
lama. Kasus OA primer lebih sering dijumpai pada praktik sehari-hari dibandingkan
dengan OA sekunder
b. Berdasarkan Sendi yang terkena
1) OA Tangan
2) OA Lutut
3) OA Kaki
4) OA Koksa
5) OA Vertebra
6) OA Generalisata/sistemik
7) OA di tempat lainnya ( PRI, 2014).
4. Epidemiologi
Osteoarthritis (OA) adalah salah satu dari 10 penyebab utama kelumpuhan dan
gangguan pergerakan sendi. Menurut data dari WHO, terdapat 9,6% laki-laki dan 18,0%
wanita di atas usia 60 tahun memiliki OA simtomatik.Terdapat lebih dari 30 juta orang
di Amerika Serikat memiliki OA. Sedangkan, di Inggris terdapat sekitar 8 juta orang
mengalami OA.
Prevalensi OA dapat berbeda-beda berdasarkan etnis, jenis kelamin, dan usia. OA
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, 80-90% pasien dengan OA berusia 65
tahun ke atas dan ditemukan lebih sering pada wanita, dengan rasio wanita-pria
Berdasarkan keterlibatan sendinya, OA paling sering ditemukan di lutut, tangan,
dan panggul. Menurut studi kohort Framingham, prevalensi OA simtomatik pada tangan,
lutut, dan panggul adalah 6,8%, 4,9%, dan 4,3%. Sedangkan, OA radiografik ditemukan
sebanyak 19,2% pada lutut, 27,2% pada tangan, dan 19,6% pada panggul. Angka ini
berbeda dengan studi Johnston County Osteoarthritis Project (JCOP), dimana prevalensi
OA simtomatik ditemukan sebanyak 16,7% di lutut dan 9% di panggul.[14] Di Cina, OA
paling sering ditemukan terjadi pada sendi lutut.
Prevalensi OA di Indonesia tidak terdata dengan jelas. Salah satu penelitian di
Bandung mendapatkan bahwa 74,48% dari keseluruhan kasus reumatik pada tahun 2004
merupakan kasus OA, dimana 69% diantaranya adalah pasien wanita dan 87%
merupakan OA lutut.
5. Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor resiko
yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain;
a. Usia lebih dari 40 tahun
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan adalah yang
terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan akibat penuaan saja.
Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda dengan eprubahan pada
osteoartritis.
b. Jenis kelamin wanita lebih sering
Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-laki lebih
sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan,
dibawah 45 tahun, frekuensi psteoartritis kurang lebih sama antara pada laki-laki dan
wanita, tetapi diats usia 50 tahunh (setelah menopause) frekuensi osteoartritis lebih
banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
patogenesis osteoartritis.
c. Suku bangsa
Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing suku bangsa. Hal ini
mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun perbedaan pada frekuensi
kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang.
d. Genetik
Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif.
Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relative 4 : 1 untuk menderita penyakit ini.
e. Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata tidak
hanya berkaitan dengan oateoartritis pada sendi yang menanggung beban berlebihan,
tapi juga dnegan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu
disamping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis),
diduga terdapat faktor lain (metabolit) yang berpperan pada timbulnya kaitan tersebut.
f. Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus berkaitan
dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang sering menimbulkan
cedera sendi yang berkaitan dengan resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
g. Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan timbulnya
oateoartritis paha pada usia mudah
h. Kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya
osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak
membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.
Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek.
6. Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti
vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial
menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian
ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk
ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan
gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang
menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau
dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis
setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa
adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari
serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama yang
mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi
kronis yang progresif.
Pathway
Reaksi peradangan
Erosi Kartilago
Tendon dan ligament melemah
Adhesi pada
permukaan sendi
8. Pemeriksaan Diagnosis
a. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak,
erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal)
berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.
Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
b. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
c. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/
degenerasi tulang pada sendi
d. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari
normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi, produk-produk
pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan
komplemen (C3 dan C4).
e. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan
panas.
f. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau
atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan kurang
kental dibanding cairan sendi yang normal.
g. Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris
yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-
kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi
peri-artikuler pada foto rontgen
9. Terapi/ Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat simtomatik. Obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya sebagai analgesik dan mengurangi
peradangan, tidak mampu menghentikan proses patologis
b. Istirahatkan sendi yang sakit, dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang
sakit.
c. Mandi dengan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri
d. Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cedera
e. Dukungan psikososial
f. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan yang tepat
g. Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya keluhan
h. Kompres dengan es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat nyeri
i. Konsumsi makanan yang mengandung protein dan Vitamin
j. Diet rendah purin:
Golongan bahan Makanan yang boleh diberikan Makanan yang tidak boleh
makanan diberikan
Karbohidrat Semua –
Protein hewani Daging atau ayam, ikan tongkol, Sardin, kerang, jantung, hati,
bandeng 50 gr/hari, telur, susu, keju usus, limpa, paru-paru, otak,
ekstrak daging/ kaldu, bebek,
angsa, burung.
Protein nabati Kacang-kacangan kering 25 gr atau –
tahu, tempe, oncom
Lemak Minyak dalam jumlah terbatas.
Sayuran Semua sayuran sekehendak kecuali: –
asparagus, kacang polong, kacang
buncis, kembang kol, bayam, jamur Asparagus, kacang polong,
maksimum 50 gr sehari kacang buncis, kembang kol,
Buah-buahan Semua macam buah bayam, jamur maksimum 50
gr sehari
Minuman Teh, kopi, minuman yang -
mengandung soda
Bumbu, dll Semua macam bumbu Alkohol
Ragi
Tujuan pemberian diet ini adalah untuk mengurangi pembentukan asam urat dan menurunkan
berat badan, bila terlalu gemuk dan mempertahankannya dalam batas normal. Bahan
makanan yang boleh dan yang tidak boleh diberikan pada penderita osteoartritis:
10. Komplikasi
Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di
bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
a. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
b. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
c. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh
adanya darah yang membeku.
d. Terjadi splenomegali.
Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya
untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam
sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.
Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik pada Pasien Osteoartritis
c. Spritual
Spiritual yaitu kegiatan keagamaan yang sering dilakukan oleh pasien saat sebelum
dan sesudah sakit. Selain itu bagaimana tanggapan pasien mengenai penyakit yang
diderita pasien saat ini sesuai dengan kepercayaan pasien.
13. Pengkajian Fungsional
a. Indeks Bathel
Indeks Bathel adalah suatu alat atau instrument ukur status fungsional dasar berupa
kuisioner yng berisi atas 11 butir pertanyaan terdiri dari mengendalikan rangsangan
buang air besar dan buang air kecil, membersihkan diri, penggunaan toilet-masukdan
keluar toilet, makan, berpindah posisi dari tempat tidur ke kursi dan sebaliknya,
mobilitas/berjalan, berpakaian, naik-turun tangga dan mandi. Dengan keterangan
mandiri, ketergantungan sebagian dan ketergantungan total.
d. Status Psikologis
Yaitu menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengingat sesuatu hal yang lalu
dan menampilkan informasi pada suatu cara yang realistic. Proses ini meliputi
interkasi yang kompleks antara perilaku intrapersonal dan interpersonal. Gangguan
intrapersonal contohnya akibat gangguan konsep diri atau ketidakstabilan emosi
dapat menganggu dalam tanggung jawab keluarga dan pekerjaan. Gangguan
interpersonal seperti masalah komunikasi, gangguan interaksi social dan disfungsi
dalam penampilan peran juga dapat mempenagruhi perubahan aktivitas sehari-hari.
e. Indeks Kazt
Indeks katz merupakan instrument sederhana yang digunakan untuk menilai
kemampuan fungsional AKS (Aktivitas Kehidupan Sehari-hari), dapat juga untuk
meramalkan prognosis dari berbagai macam penyakit pada lansia. Adapun aktivitas
yang dinilai adalah Bathing, Dressing, Toileting, transferring, continence dan
feeding. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur
perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan
aktivitas rehabilisasi.
Aktivitas Mandiri Tergantung
Mandi 1 0
Berpakaian 1 0
Toilet 1 0
Berpindah 1 0
Kontinensia (mengontrol) 1 0
Makan 1 0
Skor =
Keterangan :
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari orang lain,
seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan
fungsi, meskipun ia dianggap mampu.
Skor: >4 = mandiri
3-4 = dibantu
<3 = tergantung
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan agen cedera biologis
2. Hambatan mobilitas fisik berhuungan dengan kekakuan sendi
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh
4. Resiko Cedera
C. RENCANA KEPERAWATAN
No Rencana Keperawatan
Diagnosa
. Tujuan dan Kriteria Rasional
Keperawatan Intervensi
Dx Hasil
1 Nyeri akut NOC Label NIC : 1. Perubahan karakteristik nyeri dapat
berhubungan 1. Kontrol nyeri Manajemen Nyeri menunjukkan peneybaran penyakit.
dengan agen cedera 2. Tingkat nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri 2. Wajah meringis tanda pasien nyeri
biologis 3. Tanda-tanda vital komprehensif meliputi lokasi, 3. Dapat menunjukkan faktor pencetus
Setelah diberikan asuhan karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri
keperawatan selama kualitas dan faktor presisposisi 4. Keluarga mampu membantu mengurangi
..x… jam diharapkan 2. Observasi adanya petunjuk non verbal nyeri pasien dnegan membantu kompres
nyei terkontrol mengenai ketidaknyamanan hangat.
Kriteria hasil : 3. Gali bersama pasien faktor-faktor 5. Teknik non farmakologis seperti
a. Melaporkan tanda yang dapat menurunkan atau relaksasi nafas dalam mampu
dan gejala nyeri memperberat nyeri mengurangi nyeri
b. Teknik relaksasi 4. Libatkan kluarga dalam modalitas 6. Analgetk mengurangi rasa nyeri.
yang efektif penurun nyeri, jika memungkinkan
c. Rejimen obat 5. Ajarkan teknik nonfamakologi
yang tepat 6. Pastikan perawatan analgetik
d. Skala nyeri
berkurang
e. Tekanan darah,
nadi, suhu, dan Monitor tanda-tanda vital:
status pernafasan Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
dalam batas status pernafasan dengan tepat Mengetahui keadaan umum pasien.
normal
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Media dan
NANDA NIC-NOC Jilid 3. Jogjakarta : Mediaction
Perhimpunan Reumatologi Indonesia (PRI). 2014. Diagnosis dan Penatalaksanaan
Osteoatritis Rekomendasi IRA untuk Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoatritis
diuduh 22 April 2020 dari
http://reumatologi.or.id/var/rekomendasi/Rekomendasi IRA
_Osteoatritis__2014.pdf
Sonjaya, M. R., Rukanta, D. & Widayanto, W. (2015). Karakteristik Pasien Osteoarthritis
Primer di Poliklinik Ortopedi Rumah Sakil Al-Islam Bandung Tahun 2014.
Kedokteran, 506–512.
Sya’diyah, H. (2018). Keperawatan Lanjut Usia Teori dan Aplikasi (Edisi 1; H. Sya’diyah,
ed.). Sidoarjo: Indomedia Pustaka.
Price, Sylvia A, Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.