Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN JIWA

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


STIMULUS PERSEPSI: HALUSINASI (SESI 1: MENGENAL HALUSINASI)

OLEH

1. KD YUNIK MAS SUKMAYATI C2119057


2. I GUSTI AYU ULIA DEWI C2119058
3. NI KETUT SUDIANI C2119059
4. I GUSTI AYU DEWI INDRA LESTARI C2119060
5. NI LUH SUANDEWI C2119061
6. DEWA AYU KOMANG ALIT WIDIASIH C2119062
7. NI MADE SRIANTI C2119063

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi: halusinasi merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, penciuman, perabaan atau penghidungan. Klien merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada (Keliat, 2010). Kelompok adalah kumpulan individu yang
memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma
yang sama (Keliat, 2010).
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama
(Keliat, 2004 dalam Hidayah Hafifah 2014). Aktivitas digunakan sebagai terapi dan
kelompok digunakan sebagai target asuhan. Kondisi yang terjadi dalam kelompok
adalah munculnya dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan
dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk
memperbaiki perilaku lama yang maladaptif.
Terapi aktifitas kelompok terdiri dari 4 macam yaitu terapi aktifitas kelompok
sosialisasi, stimulasi persepsi, stimulasi sensori, dan orientasi realita. Menurut Keliat
(2004) TAK yang sesuai untuk klien dengan masalah utama perubahan sensori
persepsi halusinasi adalah aktivitas berupa stimulasi dan persepsi. TAK stimulasi
persepsi, pada kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada setiap sesi,
dengan proses tersebut respons klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan
menjadi ada adaptif. TAK stimulasi sensori sebagai aktivitas yang digunakan untuk
menstimulasi sensori klien dengan mengobservasi reaksi sensori klien terhadap
stimulasi yang disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal pada ekspresi
wajah dan gerakan tubuh (Keliat, 2004 dalam Hidayah Hafifah 2014).
Pada pasien gangguan jiwa dengan kasus Schizoprenia selalu diikuti dengan
gangguan persepsi sensori; halusinasi. Terjadinya halusinasi dapat menyebabkan klien
menjadi menarik diri terhadap lingkungan sosialnya, hanyut dengan kesendirian dan
halusinasinya sehingga semakin jauh dari sosialisasi dengan lingkungan disekitarnya.
Atas dasar tersebut, maka kami menganggap dengan Therapy Aktivitas
Kelompok (TAK) klien dengan gangguan persepsi sensori dapat tertolong dalam hal
sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, tentu saja klien yang mengikuti therapy ini
adalah klien yang sudah mampu mengontrol dirinya dari halusinasi sehingga pada
saat TAK klien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu anggota kelompok yang
lain.

B. TUJUAN
Tujuan umum :
Klien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam mengontrol halusinasi dalam
kelompok secara bertahap
Tujuan khusus :
Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas berjadwal

C. MANFAAT
1. Bagi penderita
Dapat memaksimalkan kemampuannya untuk mengontrol halusinasi sehingga
dapat segera sembuh dari halusinasinya
2. Bagi rumah sakit jiwa
Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan agar lebih memperhatikan
karakteristik pasien yang diikutsertakan dalam pelaksanaan TAK stimulus
persepsi: halusinasi

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi: halusinasi merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, penciuman, perabaan atau penghidungan. Klien merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada (Keliat, 2010).
Menurut Stuart (2007), halusinasi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Halusinasi pendengaran: karakteristiknya ditandai dengan mendengar suara
terutama suara-suara orang biasanya klien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan: karakteristiknya yaitu dengan adanya stimulus
penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar
kartun atau panorama yang luas dan kompleks, penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu: karak teristiknya ditandai dengan adanya bau busuk,
amis dan bau yang menjijikan seperti darah, urine atau feses. Kadang-kadang
terhirup bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
4. Halusinasi peraba: karakteristiknya ditandai dengan adanya rasa sakit atau
tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap: karakteristiknya ditandai dengan merasakan sesuatu
yang busuk, amis dan menjijikan.
6. Halusinasi sinestetik: karakteristiknya ditandai dengan merasakan fungsi
tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanandicerna atau
pembentukan urine (Prabowo, 2014).

Fase halusinasi menurut (Dermawan & Rusdi, 2013) sebagai berikut:


1. Tahap I (comforting)
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi
merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik klien mengalami ansietas,
kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba berfokus pada pikiran yang
dapat menghilangkan ansietas, pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol
kesadaranPerilaku klien yang mencirikan dari tahap I (comforting) yaitu
tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi.
2. Tahap II (Condeming)
Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi menyebabkan
rasa antipasti dengan karakteristik pengalaman sensori menakutkan, merasa
dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai merasa kehilangan
kontrol, menarik diri dari orang lain.Perilaku klien yang mencirikan dari tahap
II yaitu dengan terjadi peningkatan denyut jantung,pernafasan dan tekanan
darah,perhatian dengan lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap
pengalaman sensorinya, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi
dengan realita.
3. Tahap III (Controlling)
Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak dapat
ditolak lagi dengan karakteristik klien menyerah dan menerima pengalaman
sensorinya (halusinasi), isi halusinasi menjadi atraktif, dan kesepian bila
pengalaman sensori berakhir. Perilaku klien pada tahap III ini adalah perintah
halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap
lingkungan berkurang, hanya beberapa detik, tidak mampu mengikuti perintah
dari perawat, tampaktremor dan berkeringat.
4. Tahap IV (Conquering)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik.
Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak
diikuti. Perilaku klien pada tahap IV adalah perilaku panic, resiko tinggi
mencederai, agitasi atau kataton, tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

Persepsi mengacu pada identifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera. Respon neurobiologis
sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adatif pikiran logis, persepsi akurat, emosi
konsistenm dan perilaku sesuai sampai dengan respon maladatif yang meliputi delusi,
halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut
(Stuart & Sundeen, 1998):
Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis - Pikiran kadang menyimpang - Kelainan pikiran


- Persepsi akurat - Ilusi - Halusinasi
- Emosi konsisten - Emosional berlebihan dengan - Tidak mamapu
Pengalaman kurang mengatur emosi
- Perilaku sosial - Perilaku ganjil - Ketidakteraturan
- Hubungan sosial - Menarik diri - Isolasi sosial

Penatalaksanaan pasien dengan halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan


tindakan lain, yaitu:
1. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT).
2. Terapi aktivitas kelompok (TAK).
3. Psikofarmakologis

B. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Aktivitas kelompok merupakan suatu terapi yang dilakukan sekelompok klien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan
oleh seorang therapist (Yosep, 2009).
Terapi akitivitas kelompok adalah suatu upaya untuk memfasilitasi
psikoterapis untuk memantau dan meningkatkan hubungan antar anggota (Depkes RI,
1997). Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan oleh perawat kepada sekelompok pasien denganmasalah keperawatan yang
sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai targen
asuhan (Keliat,2005).
Dapat disimpulakan terapi aktivitas kelompok adalah suatu terapi yang
dilakukan oleh sekelompak pasien dengan masalah keperawatan yang sama sehingga
dapat meningkatkan hubungan antar anggota dan dipimpin oleh perawat atau terapis
dengan melakukan aktivitas ditujukan untuk terapai, dan kelompok digunakan untuk
target asuhan.
C. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi
Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi kemampuan mengontrol
halusinasi adalah TAK yang diberikan dengan memberikan stimulus pada pasien
halusinasi sehingga pasien bisa mengontrol halusinasinya (Purwaningsih dan Karlina,
2009).
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang
pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasidan ditingkatkan pada tiap sesi.
Dengan proses ini, diharapkan respons klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adaptif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang
disediakan: baca artikel/ majalah/ buku/ puisi, menonton acara TV (ini merupakan
stimulus yang disediakan); stimulus dari tiga puluh dua pengalaman masa lalu yang
menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptif atau distruktif, misalnya
kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negatif pada orang lain, dan
halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
Menurut Keliat (2005) TAK : Stimulasi Persepsi ada 5 sesi yakni sesi 1:
mengenal halusinasi, sesi 2: mengontrol halusinasi dengan menghardik, sesi 3:
mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, sesi 4 : Mencegah halusinasi
dengan cara bercakap-cakap, sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum
obat.
Tujuan dari terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi adalah
meningkatkan kemampuan orientasi realita, meningkatkan kemampuan memusatkan
perhatian, meningkatkan kemampuan intelektual, dan mengemukakan pendapat dan
menerima pendapat orang lain.

D. Komponen Terapi Aktivitas Kelompok


Menurut Stuart & Laraia (2005) komponen kelompok terdiri dari delapan
aspek, yaitu sebagai berikut:
1. Struktur Kelompok
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan
keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok
menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi.
Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah
komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara
bersama.
2. Besar Kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang
anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil
menurut Stuart dan Laraia (2005) adalah 7-10 orang, menurut Rawlins,
Williams, dan Beck (1993) adalah 5-10 orang, sedangkan menurut Yosep
(2007) jumlah anggota kelompok yang ideal dengan verbalisasi biasanya 7-8
orang. Sedangkanjumlah minimum 4 dan maksimum 10. Jika anggota
kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan
mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil,
tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi
3. Lamanya Sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang
rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi (Stuart & Laraia,
2005). Biasanya dimulai denganpemanasan berupa orientasi, kemudian tahap
kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan
kelompok, dapat satu kali/ dua kali per minggu; atau dapat direncanakan
sesuai dengan kebutuhan.
4. Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi
dan menganalisis pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan
umpan balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap
dinamika yang terjadi.
5. Peran Kelompok
Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga
peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja
kelompok, yaitu (Stuart & Laraia, 2005) maintenance roles, task roles, dan
individual role. Maintenance roles, yaitu peran serta aktif dalam proses
kelompok dan fungsi kelompok. Task roles, yaitu fokus pada penyelesaian
tugas. Individual roles adalah self-centered dan distraksi pada kelompok.
6. Kekuatan Kelompok
Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam memengaruhi
berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan anggota
kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak
mendengar, dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.
7. Norma Kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan
terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan
pengalaman masa lalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok
berguna untuk mengetahuipengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi
dalam kelompok. Norma Kelompok Norma adalah standar perilaku yang ada
dalam kelompok. Pengharapan terhadap perilaku kelompok pada masa yang
akan datang berdasarkan pengalaman masa lalu dan saat ini. Pemahaman
tentang norma kelompok berguna untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
komunikasidan interaksi dalam kelompok.
8. Kekohesifan
Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam
mencapai tujuan. Hal ini memengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah
dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas
terhadap kelompok, perludiidentifikasi agar kehidupankelompok dapat
dipertahankan. Pemimpin kelompok (terapis) perlu melakukan upaya agar
kekohesifan kelompok dapat terwujud, seperti mendorong anggota kelompok
bicara satu sama lain, diskusi dengan kata-kata "kita", menyampaikan
kesamaan anggota kelompok, membantu anggota kelompok untuk
mendengarkan ketika yang lain bicara. Kekohesifan perlu diukur melalui
seberapa sering antar anggota memberi pujian dan mengungkapkan
kekaguman satu sama lain.

E. Peran Perawat Dalam Terapi Aktivitas Kelompok


Peran perawat jiwa professional dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok
pada penderita halusinasi yaitu:
1. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus terlebih
dahulu, membuat proposal. Proposal tersebut akan dijadikan panduan dalam
pelaksanaan terapi aktivitas kelompok, komponen yang dapat disusun
meliputi: deskripsi, karakteristik klien, masalah keperawatan, tujuan dan
landasan teori, persiapan alat, jumlah perawat, waktu pelaksanaan, kondisi
ruangan serta uraian tugas terapis.

2. Tugas sebagai leader dan coleader


Meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi komunikasi yang terjadi dalam
kelompok, membantu anggota kelompok untuk menyadari dinamisnya
kelompok, menjadi motivator, membantu kelompok menetapkan tujuan dan
membuat peraturan serta mengarahkan dan memimpin jalannya terapi aktivitas
kelompok.
3. Tugas sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai
anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota kelompok
lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.
4. Tugas sebagai observer
Tugas seorang observer meliputi: mencatat serta mengamati respon penderita,
mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan menangani peserta/anggota
kelompok yang drop out.
5. Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan terapi.
Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya sub kelompok,
kurangnya keterbukaan resistensi baik individu atau kelompok dan adanya
anggota kelompok yang drop out. Cara mengatasi masalah tersebut tergantung
pada jenis kelompok terapis, kontrak dan kerangka teori yang mendasari terapi
aktivitas tersebut (Purwaningsih dan Karlina, 2010).
BAB III
RENCANA TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
STIMULUS PERSEPSI: HALUSINASI

I. SESI 1: MENGENAL HALUSINASI


A. TOPIK
1. Sesi 1 : Mengenal Halusinasi
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Klien dapat mengenal halusinasi
2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat mengenal waktu terjadinya halusinasi
b. Klien dapat mengenal situasi terjadinya halusinasi
c. Klien dapat mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi

C. KLIEN
a. Proses Seleksi Klien.
Proses seleksi akan dilakukan pada semua klien dengan melakukan pengkajian
pada setiap pasien, hal ini ditujukan untuk mengetahui kondisi klien yang memerlukan
proses terapi aktivitas kelompok sosialisasi, dimana semua klien sebelumnya akan
dilakukan seleksi sesuai dengan kriteria yang diperlukan.
b. Karakteristik Terapi Aktivitas Stimulasi Persepsi.
- Klien yang sehat fisik
- Klien dengan gangguan persepsi yang salah.
- Klien menunjukan persepsi yang sebenarnya tidak terjadi.

D. PENGORGANISASIAN
1. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: Halusinasi Sesi 1:
mengenal halusinasi akan dilakukan pada :
Hari, tanggal : Rabu, 16 Desember 2020
Waktu : Perkenalan dan pengarahan (10 menit), Terapi
kelompok (20 menit), dan penutup (5 menit).
Jadi pada sesi 1 akan dilakukan pertemuan selama
kurang lebih 35 menit, yang dimulai pukul 14.00
wita sampai 14.35 wita
Tempat :

2. Team Terapis
Anggota tim terapis :
a. Leader : Ni Ketut Sudiani
b. Co Leader: I Gusti Ayu Ulia Dewi
c. Observer : Dewa Ayu Komang Alit Widiasih
d. Fasilitator : Ni Luh Suandewi
I Gusti Ayu Dewi Indra Lestari
Kd Yunik Mas Sukmayati
Ni Made Srianti
Uraian Tugas Pelaksanaan :
a. Leader bertugas :
- Mengkoordinasi seluruh kegiatan
- Memimpin jalannya terapi kelompok
- Memimpin diskusi
b. Co Leader bertugas:
- Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan
- Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
- Membantu memimpin jalannya kegiatan
- Menggantikan leader jika terhalang tugas
c. Fasilitator bertugas :
- Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok
- Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan
- Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan kegiatan
- Membimbing kelompok selama permainan diskusi
- Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan
- Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah
d. Observer bertugas :
- Mengamati semua proses kegiatanyang berkaitan dengan waktu, tempat dan
jalannya acara
- Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota kelompok dengan
evaluasi kelompok

3. Metode Dan Media


a. Metode
- Diskusi
- Sharing persepsi
b. Media
- Buku catatan dan pulpen
- Jadwal kegiatan klien
- Papan tulis
- Spidol dan penghapus
- Laptop
- Speaker
- Lagu (dipilih lagu yang bersemangat dan banyak dikenal di masyarakat
umum)
c. Seting Tempat
- Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan
- Ruangan nyaman dan teran

Leader Co
CoLeader
Leader

klien Fasilitator
klien

Fasilitator
Fasilitator
klien Fasilitator klien Observer

E. PROSES PELAKSANAAN
1. Orientasi
a. Salam perkenalan (salam dari terapis) : “Selamat pagi ibu - ibu semuanya,
perkenalkan saya dengan ibu sudiani”
b. Evaluasi/validasi (menanyakan perasaan klien saat ini): “Bagaimana kabarnya
pagi ini ibu - ibu ?”
c. Penjelasan tujuan dan aturan main: (ijin bila mau meninggalkan, lama kegiatan,
harus mengikuti sampai selesai).
- “Jadi sebelumnya, saya jelaskan dulu ya ibu - ibu , tujuan kami ada disini
berkumpul bersama ibu - ibu disini untuk mendengarkan musik yang dapat
membuat bapak lebih bersemangat dan rileks.”
- “Namun ada beberapa peraturan yang harus ibu - ibu ikuti dalam kegiatan ini”
- “Yang pertama, jika salah satu diantara ibu - ibu ada yang ingin
meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada saya ataupun teman-teman
saya yang ada disini, tidak boleh lebih dari 5 menit dan akan tetap dalam
pengawasan perawat”
- “Kita akan melakukan kegiatan ini selama 35 menit kedepan”
- “Ibu - ibu harus mengikuti kegiatan ini dari awal sampai akhir”
- “Bagaimana ibu - ibu , apa ada yang kurang jelas?”
- “Baik…bagus sekali kalau memang sudah jelas semuanya”

2. Kerja
a. Terapis memperkenalkan diri : nama lengkap dan nama panggilan serta memakai
nametag :
- “Sebelum saya lanjutkan apa yang dibilang teman saya tadi, ibu - ibu disini
sudah ada yang kenal sama saya belum?”
- “Ya…nama saya Ulia Dewi, tapi ibu - ibu disini cukup memanggil saya Ulia”
- “Perkenalkan juga teman-teman saya yang cantik-cantik ini, yang akan ikut
membantu dalam acara mendengarkan musik yang akan kita lakukan, yaitu
ada Suandewi, Yunik Mas, Dewi Indra, Dek Sri dan Dewa Ayu”. “Ibu - ibu
sekarang akan dipandu oleh saya Ulia ya”.
- “Baik ibu - ibu sekarang saya akan mengambil alih acara ya bu”. Seperti kata
pepatah, tak kenal maka tak sayang, betul nggak ibu - ibu ?”
- “Ya…sekarang saya minta ibu - ibu untuk memperkenalkan diri masing-
masing, nama lengkap dan nama panggilan”.
- “Ya..kita mulai dari ibu disebelah kanan saya sampai ibu yang ada diujung kiri
saya”.
- “Ya bagus sekali ya bu, semua ibu - ibu sudah mau memperkenalkan diri
masing-masing dan saya minta kondisi ini bisa dipertahankan ya bu sampai
akhir kegiatan nanti”
b. “Ibu - ibu sekalian hari ini kita berkumpul disini untuk mengenal halusinasi:.
“Peraturannya nanti kami akan putarkan musik dimana bola itu terhenti maka dia
yang harus bercerita ya bu tentang apa yg ibu lihat, dengar, rasakan ya bu”.
c. “Baik ibu - ibu sekalian kita mulai sekarang ya bu”.

3. Terminasi
a. Evaluasi respon subjektif/klien : “Bagaimana perasaan ibu - ibu setelah
meceritakan apa yang sering atau pernah ibu lihat, dengar ataupun rasakan?”.
b. Evaluasi respon objektif klien (observasi perilaku klien selama kegiatan dikaitkan
dengan tujuan) :.”Apakah ibu masih ingat apa itu halusinasi?”
c. Tindak lanjut (apa yang dapat klien laksanakan setelah TAK) :
- “Wah…tidak terasa ya bu, 30 menit telah kita lewati berarti berakhir sudah
kegiatan kita kali ini.”
- “Saya sangat senang melihat ibu - ibu bersemangat dan tampak antuias
menceritakan apa yang ibu lihat, dengar dan rasakan ya bu”.
d. Kontrak yang akan datang
- “ibu - ibu sekalian, tadi kita sudah melaksanakan Terapi Aktivitas Kelompok
sesi 1, untuk sesi berikutnya akan dilakukan oleh teman saya.

F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI


Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk stimulasi
persepsi halusinasi sesi 1, kemampuan yang diharapkan adalah mengenal isi halusinasi,
waktu terjadi halusinasi, situasi terjadinya halusinasi, dan perasaan saat terjadi halusinasi.
Formulir evaluasi sebagai berikut:

Sesi 1 : TAK
Stimulasi Persepsi Sensori (Halusinasi)
Kemampuan mengenal halusinasi
No Nama Klien Menyebut isi Menyebut Menyebut Menyebut
halusinasi waktu situasi terjadi perasaan saat
halusinasi halusinasi halusinasi
1 Ibu A
2 Ibu B
3 Ibu C
4 Ibu D

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan mengenal kemampuan mengenal
halusinasi : isi, waktu, situasi, dan perasaan. Beri tanda (contreng) jika klien
mampu dan tanda (silang) jika klien tidak mampu.
3.
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi Sesi 1.
Klien mampu memperagakan kegiatan harian dan menyusun jadwal. Anjurkan klien
melakukan kegiatan untuk mencegah halusinasi.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi merupakan terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dalam
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan orientasi realita, meningkatkan
kemampuan memusatkan perhatian, meningkatkan kemampuan intelektual, dan
mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain.

B. Saran
Kita harus mengerti, tahu dan memahami apa itu terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi. Agar tindakan serta penanganan terhadap masalah ini dapat
tercapai sesuai dengan keinginan.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. Jakarta: EGC

Stuart, G.W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC

Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Nuha Medika

Dermawan, D. & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep Dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Stuart dan Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3 Alih Bahasa Achir Yani. S.
Jakarta: EGC

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung: Revika Aditama

Departemen Kesehatan RI. 1997. Sistem Kearsipan Rekam Medis.

Purwaningsih Dan Karlina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Mitra Cendeka

Stuart, G.W. & Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, Elsevier
Mosby, Alih Bahasa Budi Santosa. Philadelphia

Anda mungkin juga menyukai