Kasus :
An.C laki-laki usia 16 tahun mengeluh terdapat bercak kemerahan di area wajah, leher,
punggung. Ditemukan lesi dengan bentuk bervariasi, ada yang mengeluarkan nanah, bintik hitam
di permukaan lesi, ada bila ditekan mengeluarkan bentuk seperti margarine dan berbau tengik.
Klien mengatakan sedang dalam persiapan UN dan klien mengatakan malu dengan kondisinya
saat ini. Klien juga sering memencet lesinya tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Klien sudah
menggunakan berbagai obat yang dijual bebas di pasaran, namun belum menunjukkan hasil.
Klien tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah yang dialaminya.
Soal :
1. Buatlah konsep dasar penyakit terkait kondisi klien di atas! (definisi, epidemiologi,
etiologi/factor resiko, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan fisik & diagnostic,
penatalaksanaan, pencegahan)
2. Buatlah pathway sesuai kasus klien di atas!
3. Buatlah asuhan keperawatan untuk kasus klien di atas (pengkajian, analisa data, diagnose
keperawatan, perencanaan)!
4. Susunlah pendidikan kesehatan untuk kasus di atas (pilih 1 topik yang paling diperlukan
oleh klien)!
Pembahasan :
1. Buatlah konsep dasar penyakit terkait kondisi klien di atas! (definisi, epidemiologi,
etiologi/factor resiko, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan fisik & diagnostic,
penatalaksanaan, pencegahan)
A. Definisi/pengertian
Akne vulgaris ( jerawat ) penyakit kulit akibat perdangan kronik folikel pilosebasea
yang umunya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis berupa komedo,
papula, pustul, nodus, dan kista pada tempat predileksinya ( Arif Mansjoer, dkk.
2000)
Akne vulgaris ( jerawat ) merupakan kelainan folikel umum yang mengenai
pilosebasea ( polikel rambut ) yang rentan dan paling sering ditemukan di daerah
muka, leher, serta bagian atas. Akne ditandai dengan komedo tertutup ( white head ),
komedo terbuka ( black head ), papula, pustul, nodus, dan kista ( Brunner &
Suddarth, 2001 )
Akne vulgaris atau disebut juga common acne adalah penyakit radang menahun dari
apparatus pilosebasea, lesi paling sering di jumpai pada wajah, dada dan punggung.
Kelenjar yang meradang dapat membentuk papul kecil berwarna merah muda, yang
kadang kala mengelilingi komedo sehingga tampak hitam pada bagian tengahnya,
atau membentuk pustule atau kista; penyebab tak diketahui, tetapi telah dikemukakan
banyak faktor, termasuk stress, faktor herediter, hormon, obat dan bakteri, khususnya
Propionibacterium acnes, Staphylococcus albus, dan Malassezia furfur, berperan
dalam etiologi (Dorland, 2002).
Acne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang
umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmadja, 2007).
Akne vulgaris atau yang sering dikenal dengan sebutan jerawat merupakan gangguan
inflamatorik pada kelenjar sebasea dan masalah kulit yang paling umum dialami
remaja, namun lesi juga bisa muncul saat penderita berusia 8 tahun. Walaupun lebih
sering terjadi dan lebih parah dialami anak lelaki daripada anak perempuan, akne
(jerawat) yang dialami perempuan biasanya muncul lebih awal dan cenderung
berlangsung lebih lama, kadang-kadang hingga penderita menginjak masa dewasa.
Jika ditangani dengan baik, prognosisnya baik. (William and Wilkins, 2008 hal.1).
Jadi dapat disimpulkan, Akne vulgaris ( jerawat ) adalah penyakit kulit akibat
perdangan kronik folikel pilosebasea yang umunya terjadi pada masa remaja dengan
gambaran klinis berupa komedo, papula, pustul, nodus, dan kista. Yang rentan dan
paling sering ditemukan di daerah muka, leher, dada dan punggung.
B. Epidemiologi
Akne merupakan kelainan kulit yang paling sering ditemukan pada remaja dan
dewasa muda di antara usia 12 - 35 tahun. Laki laki dan perempuan terkena sama
banyaknya, dengan insiden tertinggi antara usia 14 dan 17 tahun pada perempuan
untuk anak perempuan, serta usia 16 dan 19 tahun untuk anak laki laki. Kelainan
kulit ini semakin nyata pada pubertas dan usia remaja, dan kenyataan tersebut
mungkin terjadi karena fungsi kelenjar endokrin tertentu yang mempengaruhi sekresi
kelenjar sebasea mencapai aktivitas puncaknya pada usia ini. Akne tampaknya
berakar dari interaksi faktor genetic, hormonal dan bacterial. Pada sebagian besar
kasus terdapat riwayat akne dalam keluarga. (Brunner & Suddart, 2002:1857)
Walaupun demikian ada banyak juga orang setengah baya yang mengalami serangan
akne. Akne tidak terdapat pada laki laki yang dikastrasi sebelum pubertas atau pada
perempuan yang sudah diooforektomi.
2. Keratinisasi folikel
Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan oleh adanya penumpukan korniosit
dalam saluran pilosebasea.
Hal ini dapat disebabkan :
Bertambahnya erupsi korniosis pada saluran pilosebasea
Pelepasan korniosit yang tidak adekuat
Kombinasi kedua faktor diatas.
Bertambahnya produksi korniosit dari sel keratinosit merupakan salah satu sifat
komedo. Terdapat hubungan terbalik antara sekresi sebum dan konsentrasi asam
linoleik dalam sebum. Menurut Downing, akibat dari meningkatnya sebum pada
penderita akne, terjadi penurunan konsentrasi asam lenolik. Hal ini dapat
menyebabkan defisiensi asam lenoleik pada epitel folikel, yang akan
menimbulkan hiperkeratosis folikuler dan penurunan fungsi barier dari epitel.
Dinding komedo lebih mudah ditembus bahan-bahan yang menimbulkan
peradangan. Walaupun asam lenoleik merupakan unsur penting dalam seramaid-1,
lemak lain mungkin juga berpengaruh pada patogenesis akne. Kadar sterol bebas
juga menurun pada komedo sehingga terjadi ketidak seimbangan antara
kholesterol bebas dengan kholesterol sulfat sehinggga adhesi korneosit pada
akroinfundibulum bertambah dan terjadi hiperkeratosis folikel.
3. Bakteri
Tiga macam mikroba yang terlibat dalam patogenesis akne adalah corynebakterium
Acne, Stafylococcus epidermidis, dan pityrosporum ovale (malazzea furfur). Adanya
sebore pada pubertas biasanya disertai dengan kenaikan jumlah corynebacterium acne,
tetapi tidak ada hubungan dengan jumlah bakteri pada permukaan kulit atau dalam
saluran pilosebasea dengan derajat hebatnya akne. Tampaknya ketiga macam bakteri
ini bukanlah penyebab primer pada proses patologis akne. Beberapa lesi mungkin
timbul tanpa ada mikroorganisme yang hidup, sedangkan pada lesi yang lain
mikroorganisme mungkin memegang peranan penting. Bakteri mungkin berperan pada
lamanya masing-masing lesi. Apakah bakteri yang berdiam dalam folikel (residen
bacteria) mengadakan eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel
tersebut. Menurut hipotesis Saint-Leger skualen yang dihasilkan oleh kelenjar palit
dioksidasi dalam kelenjar folikel dan hasil oksidasi ini dapat menyebabkan terjadinya
komedo. Kadar oksigen dalam folikel berkurang dan akhirnya menjadi kolonisasi
C.Acnes. Bakteri ini memproduksi porfirin, yang bila dilepaskan dalam folikel akan
menjadi katalisator untuk terjadinya oksidasi skualen, sehingga oksigen dalam folikel
tambah berkurang lagi. Penurunan tekanan oksigen dan tingginya jumlah bakteri ini
dapat menyebabkan peradangan folikel. Hipotesis ini dapat menerangkan mengapa
akne hanya dapat terjadi pada beberapa folikel, sedangkan folikel yang lain tetap
normal.
4. Peradangan
Faktor yang menyebabkan peradangan pada akne belumlah diketahui dengan pasti.
Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang dihasilkan oleh
C.Acnesseperti lipase, hialuronidase, protease, lesitinase dan nioranidase, memegang
peranan penting dalam proses peradangan.
Factor kemotaktik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan komplemen untuk
bekerja aktif), bila keluar dari folikel, dapat menarik leukosit nucleus polimorfi (PMN)
dan limfosit. Bila masuk kedalam folikel, PMN dapat mencerna C. Acnes dan
mengeluarkan enzim hidrolitik yang bisa menyebabkan kerusakan dari folikel sebasea.
Limfosit dapat merupakan pencetus terbentuknya sitokin.
Bahan keratin yang sukar larut, yang terdapat di dalam sel tanduk serta lemak dari
kelenjar palit dapat menyebabkan reaksi non spesifik, yang disertai makrofag dan sel-
sel raksasa.
Pada masa permulaan peradangan yang ditimbulkan oleh C.Acnes, juga terjadi
aktivasi jalur komplemen klasik dan alternatif (classical and alternative complement
pathways). Respon penjamu terhadap mediator juga amat penting. Selain itu antibody
terhadap C.Acnes juga meningkat pada penderita akne hebat.
Terdapat empat mekanisme utama kejadian jerawat :
1. Kelenjar minyak menjadi besar (hipertropi) dengan peningkatan penghasilan
sebum (akibat rangsangan hormon androgen)
2. Hiperkeratosis (kulit menjadi tebal) epitelium folikular (pertumbuhan sel-sel yang
cepat dan mengisi ruang folikel polisebaceous dan membentuk plug).
3. Pertumbuhan kuman, propionibacterium acnes yang cepat (folikel pilosebaceous
yang tersumbat akan memerangkap nutrien dan sebum serta menggalakkan
pertumbuhan kuman.
4. Inflamasi (radang) akibat hasil sampingan kuman propionibacterium acnes.
Proses terbentuknya dimulai dengan adanya radang saluran kelenjar minyak kulit,
kemudian dapat menyebabkan sumbatan aliran sebum yang dikeluarkan oleh
kelenjar sebasea di permukaan kulit, sehingga timbul erupsi ke permukaan kulit
yang dimulai dengan komedo. Proses peradangan selanjutnya akan membuat
komedo berkembang menjadi papul, pustul, nodus dan kista. Bila peradangan
surut terjadi jaringan parut.
E. Manifestasi Klinis
Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka , bahu,dada bagian atas dan punggung
bagian atas gejala predominan salah satunya ,komedo, papul yang tidak meradang dan
pustule nodus dan kista yang meradang, isi komedo adalah sebum yang kental atau
padat. Isi kista biasanya pus atau darah . Dapat disertai rasa gatal ,namun umumnya
keluhan penderita adalah keluhan estetis. Selain itu manifestasi klinis lainnya, yaitu:
Gejala lokal termasuk nyeri (pain) atau nyeri jika disentuh (tenderness).
Biasanya tidak ada gejala sistemik pada acne vulgaris.
Akne yang berat (severe acne) disertai dengan tanda dan gejala sistemik disebut
sebagai acne fulminans.
Acne dapat muncul pada pasien apapun sebagai dampak psikologis, tanpa melihat
tingkat keparahan penyakitnya.
Komedo tertutup (whitehead) merupakan lesi obstruktif yang terbentuk dari lipid
atau minyak terjepit dan keratin yang menyumbat folikel yang melebar. Komedo
tertutup merupakan papula kecil berwarna keputihan dengan lubang folikuler yang
halus sehingga umumnya tidak terlihat. Komedo tertutup dapat menjadi komedo
terbuka, dimana isi saluran memiliki hubungan yang terbuka dengan dunia dunia
luar. Komedo terbuka (blackhead) bukan terjadi karena kotoran atau bakteri
melainkan karena akumulasi lipid, bakteri serta debris epitel.
Meskipun penyebabnya yang pasti tidak diketahui, sebagai komedo tertutup dapat
mengalami rupture dan menimbulkan reaksi inflamasi yang disebabkan karena
perembesan isi folikel.
Inflamasi yang ditimbulkan terlihat secara klinis papula eritematosa, pustule, dan
kista inflamatorik. Papula serta kista yang ringan akan kempis dan sembuh
sendiri. Papula dan kista yang lebih parah akan menimbulkan jaringan parut.
Metode yang diajukan oleh Cook (1979) dan kemudian oleh Allen dan Smith (1982)
memakai grading dari 0-8 sebagai berikut :
Skala Grading Cook et al Grading Allen dan Smith
Kulit tak begitu bersih, ada Kulit tak begitu bersih, ada beberapa
beberapa (3) komedo dan komedo tersebar, hanya terlihat dari
0
papul tersebar dekat
Antara tingkat 2-6, dengan lesi daerah terkena berisi papul kecil,
inflamasi merah komedo besar dan kecil, dan beberapa
4
pustul dan papul yang besar atau kurang
dari daerah berisi lesi besar-besar
Konglobata, sinus atau kistik, Seluruh muka terkena dengan lesi besar
atau lesi inflamasi memenuhi meradang.
8
hampir seluruh muka. Meluas
Konglobata, sinus dan kistik terlihat
ke leher dan bahu
b. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan ekskokleasi
sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok
Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin
atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.
1) Pemeriksaan Laboratorium
Penegakan diagnosis acne vulgaris berdasarkan diagnosis klinis.
Pada pasien wanita dengan nyeri haid (dysmenorrhea) atau hirsutisme,
evaluasi hormonal sebaiknya dipertimbangkan. Pasien dengan virilization
haruslah diukur kadar testosteron totalnya. Banyak ahli juga mengukur
kadar free testosterone, DHEA-S, luteinizing hormone (LH), dan kadar
follicle-stimulating hormone (FSH).
Kultur lesi kulit untuk me-rule out gram-negative folliculitis amat
diperlukan ketika tidak ada respon terhadap terapi atau saat perbaikan
tidak tercapai.
2) Pemeriksaan Histopatologis
Microcomedo dicirikan oleh adanya folikel berdilatasi dengan a plug of
loosely arranged keratin. Seiring kemajuan (progression) penyakit,
pembukaan folikular menjadi dilatasi dan menghasilkan suatu komedo
terbuka (open comedo). Dinding follicular tipis dan dapat robek (rupture).
Peradangan dan bakteri terlihat jelas, dengan atau tanpa follicular rupture.
Follicular rupture disertai reaksi badan asing (a foreign body reaction).
Peradangan padat (dense inflammation) menuju dan melalui dermis dapat
berhubungan dengan fibrosis dan jaringan parut (scarring).
3) Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran
pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan laboratorium
mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering
tidak memuaskan.
4) Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin
surface lipids) dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris
kadar asam lemak bebas (free fatty acid) meningkat dan karena itu pada
pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya.
G. Penatalaksaaan
Tujuan pengobatan akne adalah mencegah timbulnya sikatrik serta mengurangi frekuensi
dan kerasnya eksaserbasi akne, untuk itu, selain diperlukan obat-obatan juga diperlukan
kerjasama yang baik antar si penderita dengan dokter yang merawatnya.
1. Nasehat Umum dan Dorongan Mental
a. Penerangan
pada penderita harus diterangkan bahwa akne disebabkan oleh tipe kulit dan
perubahan hormon pada masa pubertas, yang menyebabkan timbulnya sebore
dan bertambahnya produksi bahan tanduk di dalam saluran kelenjar palit
karena reaksi kelenjar palit yang berlebihan terhadap kadar hormon sex yang
normal.
Sifat akne adalah kumat-kumatan dan kita hanya bisa mengurangi dan
mengontrol aknenya dan bukan menyembuhkannya.
Pengobatan akne didasrkan pada tipe, kerasnya, lokalisasi, dan macam lesi.
Pengobatan membutuhkan waktu lama dan kemungkinan diseratai efek
samping.
92% penderita akne akan memberikan respon terhadap pengobatan.
b. Perawatan
Perawatan di muka
Pemakaian sabun bakteriostatik dan deterjen tidak dianjurkan, bahkan
pemakaian sabun berlebihan bersifat aknegenik dan dapat menyebabkan akne
bertambah hebat (akne venenata).
Menurut Plewig Kligman tak terbukti bahwa muka kurang di cuci akan
bertambah hebat atau terlalu seing mencuci muka ada gunanya. Mencuci
muka hanya menghilangkan lemak yang ada dipermukaan kulit, tetapi tidak
mempengaruhi lemak yang ada di dalam folikel.
Perawatan kulit kepala dan rambut
Seperti halnya membersihkan muka, perawatan kulit kepala juga tidak
berpengaruh terhadap akne. Walaupun menurut banyak pengarang ketombe
dan dermatitis seboroik lebih banyak terdapat pada penderita akne,
penyelidikan Plewig dan Kligman gagal membuktikan hal itu. Pemakaian
sampo yang mengandung obat untuk penderita akne dengan ketombe,
sebaiknya dilarang sebab dapat memperhebat akne dan ketombenya dapat
kumat kembali dalam beberapa minggu.
Kosmetika dan bahan-bahan lain
Bahan-bahn yang bersifat aknegenik lebih berpengaruh pada penderita akne.
Bahan ini dapat membentuk komedo lebih cepat dan lebih banyak pada kulit
penderita akne. Sebaiknya pasien dianjurkan untuk menghentikan pemakaian
kosmetik yang tebal dan hanya memakai kosmetik yang ringan, yang tidak
berminyak serta tidak mengandung obat (non medicated).
Diet
Menurut teori yang baru efek makanan terhadap akne diragukan oleh banyak
penyelidik maka diet khusus tidak dianjurkan pada penderita akne.
Emosi dan faktor psikosomatik
Pada orang-orang yang mempunyai predisposisi akne stress dan emosi dapat
menyebabkan eksaserbasi atau aknenya bertambah hebat. Perlu pula
dianjurkan untuk tidak memegang-megang, memijit dan menggosok akne,
sebab dapat menyebabkan keadaan yang disebut akne mekanika.
2. Obat-obatan
Ada tiga hal yang penting pada pengobatan akne:
Mencegah timbulnya komedo : biasanya dipakai bahan-bahan pengelupasan
kulit
Mencegah pecahnya mikrokomedo atau meringankan reaksi keradangan.dalam
hal ini, antibiotika mempunyai pengaruh.
Mempercepat resolusi beradang. Tiap-tiap bahan kimia atau iritan fisik dapat
menambah aliran darah, dapat mempercepat regresi lesi yang beradang, karena
dapat mempercepat hilangnya mediator perradangan dan bahan-bahan toksik:
Iritan fisik:
Sinar UV
Cryo Slush: CO2 padat, nitrogen cair, dan freon.
Iritan Kimiawi : Resorsinol, sulfur, fenol, asam salisilat dan lain-lain.
Pengobatan akne memerlukan waktu yang lama berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-
tahun. Untuk mengontrol penyakitnya dan mencegah terjadinya sikatrik. Akne ringan
hanya membutuhkan terapi topical, sedangkan penderita akne sedang dan berat
membutuhkan terapi oral dan topical. Penderita mungkin membutuhkan antibiotika oral
secara berkala selama 6 bulan, ssedangkan terapi topical diperlukan selama perjalanan
penyakit.
I. Pengobatan topikal
Pengobatan topical yang paling banyak adalah benzoil peroksida, vitamin A asam, dan
antibiotika topical. Sulfur dan resorsinol telah dipakai selama bertahun-tahun sebagai
bahan yang mengadakan pengelupasan kulit (peeling) atau mengeringkan jerawat.
Sulfur sampai sekarang masih dipakai. Zat dapat bersifat komedogenik dan
komedolitik. Zat ini merupakan counter iritan yang efektif. Asam salisilat dalam
propelen glikol dan etil laktat mungkin juga berguna.
1) Tretinoin (vitamin A asam)
Tretinoin adalah suatu obat keras yang dapat menyebabkan eritema hebat dengan
pengelupaan kulit, biasanya disertai rasa seperti tersengat atau terbakar, pada
permulaan, penderita dianjurkan untuk memakai obat sekali sehari pada malam
hari. Bila terjadi eritema dan diskuamasi setelah lima hari obat dpat dipakai untuk
dua kali sehari. Efeknya tergantung pada konsentrasi, bahan dasar yang dipakai,
jenis kulit yang diobati, dan umur penderita. Pada umumnya hasil terapi baru
tampak setelah 8 minggu pengobatan
2) Benzoil peroksida
zat ini tidak saja membunuh bakteri, melainkan juga menyebabkan deskuamasi
dan juga timbulnya gumpalan di ddalm folikel. Pada permulaan pengobatan,
pasien merasa seperti terbakar. Gejala ini akan berkurang dalam beberapa minggu.
Sebaiknya dimulai dari dosis rendah dahulu, kemudian lambat laun diganti dengan
dosis tinggi. Efek samping pada pemakaian lama adalah sensitisasi secara kontak
(2,5 % dari kasus).
Cara kerja:
Anti bakteri yang kuat
Komedolitik
counter-iritan
3) Antibiotika topical
Pemakaian bahan antimikroba dapat dibenarkan, bila mengurangi populasi C. Acnes
atau hasil metabolismenya seperti lipase atau porfirin. Tetapi tak satupun bahan-
bahanyang memiliki efek seperti ini terdapat dalam bentuk krem, larutan, jel, dan
sabun. Antibiotika yang sering dipakai :
Clindamisin 1 %: relatif stabil, kecuali pada beberapa kasus terjadi colitis
pseudomembranosa.
Eritromisin 2 % : tidak mengadakan iritasi dan dapat menyebabkan suatu
dermatitis kontak.
Tetrasiklin 0,5 % -5 % : sekarang jarang dipakai karena menyebabkan kulit
berwarna kuning.
Aasam aseleik
Suatu dikarbosilisik yang dapat mengurangi jumlah C. Acnes.
Efeknya :
Sama dengan benzoil peroksida, vitamin A asam, eritromisi topical, tetrasiklin
oral.
Mengurangi granula keratohialin pada saluran pilosebasea
Sifat iritasinya lebih kecil dan dapt ditolelir dengan baik
Mempunyai efek anti inflamasi
Asam-asam alfa hidroksi (AAAH)
Mekanisme kerja:
Konsentrasi rendah : mengurangi kohesi korniosit berguna untuk lesi yang
tidak beradang.
Konsentrasi tinggi : Epidermolisis subkorneal atap pustula pecah. Pada
dermis mensintesa kolagen baru.
Efek asam alfa hodroksi tergantung pada macam, konsentrasi, vehikulum, waktu
pajanan dan kondisi-kondisi lain.
2) Eritromisin
Eritromisin adalah obat pilihan untuk penderita yang sensitive terhadap
tetrasiklin atau wanita hamil. Eritromisin dan eritromisin stearat adalah
bentuk yang dapat diterima. Mempunyai efek bakterisida terhadap C. Acnes.
Tak menghambat lipase C. Acnes. Dosis 1 gr / hari
4) Trimetoprim
Obat ini sama efektif dengan tetrasiklin, dapat diberikan pada penderita yang
tidak respon / toleran terhadap tetrasiklin dan eritromisin. Berguna untuk
folikulitis gram negatif.
c. Hormon
1). Kortikosteroid
Kortikosteroid intra lesi berguna untuk lesi nodulokistik dan sinus pada akne
konglobata. Cepat mengurangi peradangan dan mencegah timbulnya sikatrik.
Dipakai larutan dengan konsentrasi 2,5 mg /ml dan menyuntikkan dapat diulangi
tiap 1 sampai 2 minggu.
2). Estrogen dan pil antihamil
Diperlukan dosis estrogen relatif besar sehingga dapat menimbulkan efek
feminisasi pada laki-laki dan gangguan menstruasi pada wanita. Hormon ini lebih
baik diberikan dalam bentuk pil antihormon yang mengandung estrogen dan
progesterone terutama untuk akne premenstrual. Kadang-kadang terlihat efek
paradoksal dan terlihat pustula bertambah pada bulan-bulan pertama sampai bulan
kedua.
3). Anti androgen
Hormon ini dapat mencegah kelenjar palit mengadakan reaksi
terhadap[ testosteron, siproteron asetat bersama-sama esrogen hanya digunakan
pada wanita dengan akne dan sebore yang hebat. Akne papulopustula yang
resisten dan akne konglobata yang refrakter. Akhir-akhir ini sudah diproduksi
suatu pil antihamil dengan kadar estrogen rendah yang mengandung 2 mg
siproteron asetat dan 35 mg etinilestradiol. Efek sampingnya berupa penurunan
libido, lesu, nausea, peningkatan berat badan dan perdarahan tak teratur.
d. Vitamin A
Bila diberikan peroral bersama-sama dengan antibiotika oral dan topical, vitamin A
asam sangat efektif untuk akne bentuk nodul dan kistik yang hebat. Diduga vitamin
ini mempengaruhi produksi atau metabolisme androgen. Dosis : 50.000 100.000
Iu/hari
e. Isoretinoit
Suatu bentuk 13-cis/asam retinoat digunakan untuk pengobatan akne bentuk kistik
dan konglobata. Pada kebanyakan kasus obat ini memberikan remisi sempurna
selama berbulan bulan dan sampai bertahun-tahun. Dosis : 1 mg/kg/hari. Efek
samping : gangguan selapu lendir dan kulit seperti keilitis, serosis dan perdarahan
hidung. Isoretinoit bersifat keratogenik.
f. Seng (Zink)
Efeknya belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga mempunyai efek inflamasi.
Unsure ini berpengaruh terhadap epitelisasi, aktiitas enzim pada metabolisme vitamin
A, dan memperbaiki gangguan kemotaksis leukosit.
Dosis : 3 x 200 mg/ hari.
g. Diuretika
Sering terjadi eksaserbasi akne 7-10 hari sebelum menstruasi. Hal ini mungkin
disebabkan karena adanya retensi cairan sebelum menstruasi, yang disertai dengan
hidrasi dermis dan juga edema pada keratin. Kebanyakan penyelidik memberikan
diuretika satu minggu sebelum haid. Cuncliff dan William menganjurkan kuarng dari
satu minggu sebelum haid, tetapi Kligman sama sekali tidak menganjurkan
pemberian diuretika itu.
3. Tindakan Khusus
a. Ekstraksi komedo
b. Insisi dan drainase
c. Eksisi
d. Krioterapi
e. Injeksi kolagen
f. Suntikan kortikosteroid dan intralesi
g. Laser CO2
h. Perbaikan jaringan parut
i. Dermabrasi
j. Pembedahan kimia
2. Pathway terlampir
3. Buatlah asuhan keperawatan untuk kasus klien di atas (pengkajian, analisa data,
diagnose keperawatan, perencanaan)!
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Merupakan tahap awal dari pendekatan proses keperawatan dan dilakukan secara
sistematika mencakup aspek bio, psiko, sosio dan spiritual. Langkah awal dari pengkajian
ini adalah pengumpuln data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan klien dan
keluarga, observasi pemeriksaan fisik, konsultasi dengan anggota tim kesehatan lainnya
dan meninjau kembali catatan medis ataupun catatan keperawatan. Pengkajian fisik
dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pengkajian secara umum pada pasien yang mengalami akne vulgaris dapat menanyakan:
a. Apakah klien menggunakan obat obatan, seperti isoisotretinoin?
b. Apakah klien rutin mengkonsumsi makanan yang berlemak?
c. Apakah klien sering berkeringat? Atau sering memakai baju yang teksturnya kasar
saat bergesekan dengan kulit?
d. Apakah klien pernah memencet komedo dengan kuku?
e. Apakah klien menggunakan produk kosmetik tertentu?
f. Apakah klien rajin berolahraga?
g. Apakah klien memiliki alergi terhadap sesuatu?
Sedangkan pengkajian lebih dalam dapat menggunakan format seperti di bawah ini:
1. Identitas Klien
- Nama, Umur, Jenis kelamin, Diagnosa, dll.
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
- Keluhan utama
Klien mengeluh adanya benjolan pada wajah
- Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan Penyakit saat ini
Klien datang dengan keluhan terdapat benjolan benjolan pada wajah yang
nampak kemerahan.
- Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Klien mengoleskan krim antijerawat
b. Status kesehatan masa lalu
- Penyakit yang pernah dialami
- Pernah dirawat
- Riwayat transfusi
- Kebiasaan
3. Riwayat Penyakit Keluarga
4. Pola Fungsi Kesehatan Gordon :
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Klien cukup mengerti tentang penyakitnya, Apabila sakit klien berobat ke poliklinik.
b. Nutrisi/ metabolic
Yang dikaji dalam nutrisi yaitu bagaimana nutrisi pada saat sebelum masuk rumah
sakit maupun sesudah masuk rumah sakit. Dalam hal ini yang perlu dikaji adalah
kuantitas dan jenis makanan atau formula yang dikinsumsi setiap hari ( gunakan
pencatatan makanan per 24 jam), masalah dengan pemberian makanan, konsumsi
suplemen vitamin, perilaku diet termasuk citra tubuh, jenis diet, frekuensi
pertambahan berat badan, atau tindakan muntah yang disengaja.
c. Pola eliminasi
Yang dikaji adalah kebiasaan BAK dan BAB (frekuensi, jumlah, warna, bau, nyeri,
kemampuan mengontrol air kecil, adanya perubahan-perubahan lain), kemampuan
perawatan diri, penggunaan bantuan untuk ekskresi.
d. Pola aktivitas dan latihan
Pengkajian untuk aktivitas disini adalah kemampuan perawatan diri, makan/minum,
mandi, toileting, berpakian , mobilisasi di tempat tidur , berpindah, ambulasi ROM.
Dimana disini ada skor untuk tiap aktivitas yang dilakukan yaitu 0 :mandiri, 1: alat
bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 :dibantu orang lain dan alat, 4 : tergantung total.
e. Pola tidur dan istirahat
Pengkajian pola tidur dan istirahat harus mencakup waktu mulai tidur dan bangun,
kualitas tidur, riwayat tidur siang, keyakinan budaya, penggunaan alat mempermudah
tidur, jadwal istirahat dan relaksasi, gejala dari perubahan pola tidur, faktor-faktor
yang mempengaruhi, misalnya: nyeri.
f. Pola kognitif-perseptual
Menggambarkan penginderaan khusus (penglihatan, pendengaran, rasa, sentuh, bau),
penggunaan alat bantu (seperti: kacamata, alat bantu dengar), perubahan dalam
penginderaan, persepsi akan kenyamanan, alat bantu untuk menurunkan rasa tidak
nyaman, tingkat pendidikan, kemampuan membuat keputusan
g. Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi:
- Harga diri
- Ideal diri
- Identitas diri
- Gambaran diri
Di sini pasien mengaku malu dengan adanya benjolan benjolan akne yang muncul
di wajahnya.
h. Pola seksual dan reproduksi
Masalah atau problem seksual, gambaran perilaku seksual seperti (perilaku seksual
yang aman), pengetahuan tentang seksualitas dan reproduksi, dampak pada status
kesehatan, riwayat menstruasi dan reproduksi.
i. Pola peran-hubungan
Yang perlu dikaji, antara lain:
- Status perkawinan
- Pekerjaan
j. Pola manajemen koping stress
Penyebab stress belakangan ini, penetapan tingkat stress, gambaran umum dan
spesifik respon stress, strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan
efektifitasnya, perubahan kehidupan dan kehilangan, strategi koping yang biasa
digunakan, penilaian kemampuan pengendalian akan kejadian-kejadian yang dialami,
pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress, hubungan antara manajemen
stress terhadap dinamika keluarga.
k. Sistem nilai dan keyakinan
Latar belakang budaya atau etnik status ekonomi, perilaku sehat yang berkaitan
dengan kelompok budaya atau etnik, tujuan kehidupan, apa yang penting bagi klien
dan keluarga, pentingnya agama, dampak masalah kesehatan pada spiritualitas
5. Riwayat Kesehatan Dan Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran: Composmentis
- Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital
Inspeksi:
Lihat kondisi kulit
Kaji ukuran dan karakteristik benjolan
Kaji adanya tanda tanda infeksi bakteri (seperti pembentukan pus)
Palpasi:
Meregangkan kulit klien dengan hati hati dan kemudian mengkaji lesi
yang ada
- Pemeriksaan Laboratorium
B. ANALISA DATA TERLAMPIR
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan factor mekanik (mis.,
gaya gunting tekanan pengekangan) ditandai dengan adanya kerusakan di lapisan
kulit serta di permukaan kulit.
2. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan penyakit (Acne Vulgaris) di
tandai dengan mengungkapkan malu terhadap keadaannya.
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh tidak
adekuat
4. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologis ditandai dengan
tingkah laku yang tidak ekspresif (merintih)
5. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan (banyaknya papul serta
komedo) ditandai dengan klien tampak gelisah, klien selalu focus pada masalah yang
dialami (acne vulgaris)
6. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan tidak familiarnya informasi
yang ada ditandai dengan tingkah laku yang tidak sesuai(gelisah, cemas, selalu
bertanya-tanya).
1. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan factor mekanik (mis., gaya gunting
tekanan pengekangan) ditandai dengan adanya kerusakan di lapisan kulit serta di
permukaan kulit.
2. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan penyakit (Acne Vulgaris) di tandai
dengan mengungkapkan malu terhadap keadaannya.
3. Risiko Infeksi
4. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan ditandai dengan
pengungkapan masalah.
E. Rencana Asuhan Keperawatan
untuk mengetahui
temperature kulit
Catat perubahan
kondisi kulit dan dan mengidentifikasi
membrane mukosa gangguan pada kulit
mendokumentasikan
kondisi kulkit dan
membrane mukosa
Evaluasi
Subjektif : respon klien
Objektif : data objektif yang dapat diamati
5. Susunlah pendidikan kesehatan untuk kasus di atas (pilih 1 topik yang paling
diperlukan oleh klien)!
1. Menginformasikan kepada klien mengenai diet untuk penyakit acne vulgaris seperti
mengurangi konsumsi makanan atau minuman yang dapat menyebabkan peningkatan
intensitas acne, yakni cokelat, cola, gorengan, susu dan makanan tinggi lemak lainnya.
2. Memberitahukan kepada klien agar selalu menjaga hygiene kulit dan rambut untuk
memperkecil resiko terinfeksi bakteri yang dapat menyebabkan acne vulgaris. Salah
satu caranya adalah dengan membersihkan kulit wajah dengan menggunakan sabun
wajah sebanyak minimal dua kali setiap harinya.
3. Memberitahukan kepada klien bahwa pemakaian alat-alat kosmetik dengan berbahan
dasar minyak tidak dianjurkan seperti penggunaan bedak, lipstick, dan lain sebagainya.
4. Beritahukan kepada klien untuk berhati-hati dalam memilih sabun pembersih wajah
yang dijual bebas di pasaran. Jika terjadi masalah setelah penggunaan sabun wajah
tersebut, disarankan agar klien mengkonsultasikan hal tersebut ke pelayanan
kesehatan.
5. Menginformasikan kepada klien agar tidak dengan sengaja memecahkan jerawat,
karena dapat mengakibatkan jaringan parut pada kulit bekas pecahnya jerawat
tersebut.
Kesimpulan
Akne vulgaris ( jerawat ) adalah penyakit kulit akibat perdangan kronik folikel pilosebasea yang
umunya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis berupa komedo, papula, pustul, nodus,
dan kista. Yang rentan dan paling sering ditemukan di daerah muka, leher, dada dan punggung.
Akne merupakan kelainan kulit yang paling sering ditemukan pada remaja dan dewasa muda di
antara usia 12 - 35 tahun. Penyebab belum diketahui pasti, tetapi telah dikemukakan banyak
faktor, termasuk stress, faktor herediter, hormon, obat dan bakteri, khususnya Propionibacterium
acnes, Staphylococcus albus, dan Malassezia furfur, berperan dalam etiologi. Acne vulgaris
bercirikan adanya komedo, papula, pustula, dan nodul pada distribusi sebaceous. Komedo dapat
berupa whitehead (komedo tertutup) atau blackhead (komedo terbuka) tanpa disertai tanda -
tanda klinis dari peradangan apapun. Pengobatan akne memerlukan waktu yang lama berbulan-
bulan bahkan sampai bertahun-tahun. Untuk mengontrol penyakitnya dan mencegah terjadinya
sikatrik. Akne ringan hanya membutuhkan terapi topical, sedangkan penderita akne sedang dan
berat membutuhkan terapi oral dan topical.
Daftar Pustaka
Smeltzer, S C & Bare, B G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol.3.
Jakarta: EGC.
Sylvia A. Price, dkk. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit, Edisi 6
Vol. 2. Jakarta : EGC.
Djuanda, A., Hamzah, M., and Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5. Jakarta :
Balai Penerbitan FKUI
T. Heather Herdman. 2012. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-
2011, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.