Oleh Kelompok 2:
Adelia Firda Fransisca (132235045)
Chalida Aprilliya (132235005)
Ervina Diah Pangestu (132235085)
Nabila Zahra (132235043)
Hamila Oktarina (132235050)
Medo Melyani Bombo (132235072)
BAB 1 ........................................................................................................................... 2
BAB 2 ........................................................................................................................... 5
BAB 3 ......................................................................................................................... 35
BAB 4 ......................................................................................................................... 74
4.1 Kesimpulan................................................................................................... 74
REFERENSI ............................................................................................................... 81
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk memaparkan asuhan keperawatan pada lansia
dengan inkontinensia urin, inkontinensia fekal dan impaksi fekal.
2.1 Inkontinensia
2.1.1 Inkontinensia Urin
a. Definisi
Inkontinensia urin merupakan berkemih atau keluarnya urine secara
involunter. Pada pria, sfingter internal berperan untuk mengendalikan
lubang kandung kemih ke dalam uretra, dan sfingter eksternal (otot
pelvis) berperan mengendalikan lubang di bawah prostat. Sedangkan
pada wanita terdapat perbedaan pada sfingter internal dan eksternal.
Pada keadaan normal saat jumlah urin sudah cukup terkumpul di
kandung kemih dan menstimulasi ujung saraf tertentu, yang
menyebabkan terjadinya keinginan untu berkemih. Keadaan dimana
seseorang kehilangan kontrol terhadap fungsi tersebut ialah
Inkontinensia. (Roshdal & Kowalski, 2014)
c. Klasifikasi
1) Inkontinensia urin desakan/urgensi
Inkontinensia urin yang terjadi karena adanya desakan kuat dan
tiba-tiba yang dialami oleh klien sebelum berkemih yang
disebabkan oleh spasme kandung kemih. Inkontinensia urin urgensi
disebabkan ketidakstabilan kandung kemih akibat adanya lesi
motoric atas atau neuropati dan iritasi dinding kandung kemih.
2) Inkontinensia urin tekanan/stress
Inkontinensia urin tekanan atau stress disebabkan oleh kelemahan
yang terjadi pada otot uretra. Kebocoran urin terjadi setelah adanya
peningkatan tekanan intra-abdomen secara tiba-tiba, seperti batuk,
bersin, tertawa, atau ketegangan fisik lainnya.
3) Inkontinensia urin campuran/mixed
Inkontinensia urin campuran merupakan kombinasi dari
inkontinensia stress dan inkontinensia desakan. Sehingga terjadinya
keluaran urin diluar kehendak yang diawali dengan adanya
keinginan untuk buang air kecil dan berhubungan dengan bersin,
batuk, atau tekanan fisik lainnya
4) Inkontinensia urin luapan/overflow
Inkontinensia urin luapan yaitu keluarnya urin diluar kehendak yang
disebabkan oleh sumbatan dibawah kandung kemih atau kelemahan
otot detrusor kandung kemih yang biasanya dikarenakan oleh cedera
saraf lokal. Inkontinensia urin luapan terjadi karena
ketidakmampuan tubuh dalam mengosongkan kandung kemih
sepenuhnya atau tidak dapat menampung urin sehingga terjadi
kebocoran urin.
5) Inkontinensia fungsional
Inkontinensia fungsional merupakan inkontinensia yang disebabkan
oleh penyebab fisik, psikososial, atau farmakologi yang tidak
berhubungan dengan status sistem kemih.
d. Etiologi
Etiologi inkontinensia urin adalah :
1) Kelainan saluran kemih bagian bawah
Terjadinya obstruksi, infeksi, kontraktiltas kandung kemih yang
berlebihan, kelemahan sfingter, hipertropi prostat
2) Usia
Dengan bertambahnya usia maka terjadi perubahan pada anatmo
organ kemih, seperti melemahnya otot dasar panggul dan batuk
yang berkepanjangan. Hal tersebut mengakibatkan seseorang tidak
dapat untuk menahan membuang urin. Meningkatnya sensitivitas
dari otot kandung kemih sehingga saat kandung kemih belum terisi
sampai batas yang seharusnya, dapat menimbulkan rasa ingin
berkemih.
3) Gangguan persyarafan
Terjadinya gangguan persyarafan pada otak, medulla spinalis, dan
persyarafan perifer
4) Menopause
Penurunan hormon estrogen pada menopause menyebabkan
gangguan pada mekanisme berkemih
5) Diabetes Melitus
Peningkatan gula secara kronis pada penderita dibates melitus
menyebabkan iritasi pada saraf dan organ berkemih yang dapat
menyebabkan gangguan dari mekanisme berkemih sehingga
terjadinya inkontinensia urin
6) Obesitas
Penderita obesitas terjadi peningkatan tekanan dalam perut yang
menekan kandung kemih sehingga dorongan untuk berkemih lebih
sering terjadi.
7) Riwayat operasi daerah panggul
Pada inkontinensia akibat dari riwayat operasi daerah panggul dapat
disebabkan oleh cidera saraf ataupun organ yang menyokong dasar
panggul seperti otot dan ligament
8) Obat-obatan yang dikonsumsi
Berikut adalah obat-obatan yang menyebabkan inkontinensia urin :
Peningkatan diuresis
penurunan
kontraktilitas kandung
kemih dan peningkatan
Kontraktilitas kandung
kemih yang menurun
Nifedipine, nikardipin, dapat menyebabkan
Penghambat saluran
isradipin, felodipine, retensi urin, frekuensi,
kalsium
nimodipine nokturia, dan
inkontinensia
Dapat menyebabkan
Penghambat enzim batuk kronis, yang
pengonversi Captropil, enalapril, memicu atau
angiotensin lisniopril memperburuk
inkontinensia stres
Dapat mengganggu
kontrol sukarela atas
Dapat mengganggu
kontrol sukarela atas
buang air kecil dengan
9) Faktor lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya
inkontinensia urin, antara lain adalah :
- Adanya tangga antara kamar mandi dengan tempat aktivitas atau
ruang tidur
- Jarak kamar mandi lebih dari 40 kaki (12 meter)
- Hidup berdampingan dengan banyak orang, sehingga
mengharuskan untuk bergantian menggunakan kamar mandi
- Kamar mandi yang kecil dan sempit, sehingga tidak ada
akomodasi untuk alat bantu jalan atau kursi roda
- Desain kursi dan ukuran tempat tidur yang menghalangi
mobilitas
- Kontras warna yang buruk, seperti warna dudukan toilet yang
putih dan warna dinding dan lantai yang terang
- Tempat umum dengan tanda yang tidak jelas atau kontras warna
yang buruk yang menentukan gender spesifik
- Tempat umum dengan pencahayaan redup
- Lingkungan yang sangat terang, dimana tingkat kesilauan
mengganggu persepsi dari tanda kamar mandi
- Dinding kaca, yang merefleksikan Cahaya terang dan
menimbulkan kesilauan
e. Manifestasi Klinis
- Urin merembes keluar saat melakukan kegiatan aktivitas sehar-hari,
seperti dipicu dengan kegiatan mengangkat beban, membungkuk,
dan berolahraga
- Tidak dapat menahan untuk membuang air kecil setelah merasa
adanya dorongan yang kuat untuk membuang air kecil yang muncul
tiba-tiba
- Tidak dapat mencapai toilet tepat waktu saat ingin berkemih
- Mengompol saat tidur
- Terjadinya ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih,
seperti mengedan, pancaran urin lemah, tidak lampias, dan kandung
kemih yang terasa pebuh pada inkontinensia urin lupan/overflow
- Masalah psikologis berupa klien yang mengisolasikan diri dan rasa
takut karena merasa akan dipermalukan yang dapat menyebabkan
depresi
- Komplikasi fisik berupa infeksi, masalah kulit, dan disfungsi
berkemih permanen
f. Penatalaksanaan
1) Terapi konservatif
a) Non-farmakologis
- Perawatan konservatif awal yang dapat dilakukan ialah dengan
modifikasi perilaku dan perubahan gaya hidup seperti mengurangi
pemasukkan cairan, berhenti merokok, mengurangi berat badan dan
menghindari minuman berkafein dan bersoda yang dapat membuat
iritasi kandung kemih
- Latihan bladder training dan otot dasar panggul melalui senam kegel
- Terapi stimulasi elektromagnetik
- Menggunakan penampungan urin seperti penggunaan popok,
kateter urin, alat penampung eksternal, dan klem penis
b) Farmakologis
- Antispasmodik kemih digunakan untuk mengurangi spasme otot
kandung kemih dan inkontinensia urine; misalnya hiosiamin
(Cystospaz), tolterodine (Detrol), atau oksibutinin (Ditropan)
- Antidepresan trisiklik, contohnya yaitu imipramine yang
digunakan untuk mengatasi inkontinensia urin stress, yaitu dengan
meningkatkan resistensi leher kandung kemih
- Pseudoefedrin dan fenilpropanolamin
2) Terapi bedah/operatif
Terapi pembedahan pada inkontinensia utin ada dua, yaitu :
- Minimal invasif : injeksi intravesika, sfingterektomi, dilatasi
dengan balon, injeksi bulking agents (polytetrafluoroethylene,
polymethylsiloxane, dectranomer hyaluronic acid copolymer),
bladder neck incision, dan stent uretra.
Operasi terbuka: urethral sling, augmentasi sistoplasti/diversi
urine.
g. WOC
h. Sumber Dukungan dan Informasi
- National Association for Continence (www.nafc.org)
- American Geriatrics Society Foundation for Health in Aging
(www.healthinaging.org )
- Simon Foundation for Continence (http://simonfoundation.org)
- Continence Product Advisor (www.continenceproductadvisor
.org)
- Continence Central (www.continencecentral.org)
c. Manifestasi Klinis
1) Feses tampak cair atau belum terbentuk dan feses yang keluar sudah
terbentuk
2) Rembesan feses yang terus menerus dari rektum
3) Ketidakmampuan mengenali kebutuhan defekasi
4) Kram abdomen dan distensi
5) Kemungkinan impaksi fekal
6) Timbul rasa tidak nyaman dan distress psikologis karena
menganggap inkontinensia fekal sebagai hal yang memalukan
7) Merusak integritas kulit dan infeksi saluran kemih
d. Penatalaksanaan
1) Upaya-upaya supportif
Upaya-upaya supportif yang dapat dilakukan dalam
penatalaksanaan inkontinensia fekal anatara lain yaitu dengan
menghindari makanan yang iritatif, membiasakan buang air besar
pada waktu yang telah ditentukan, memperbaiki hygiene kulit, dan
melakukan perubahan gaya hidup.
Upaya supportif yang dapat dilakukan pada lansia yaitu dengan
pengenalan yang tepat waktu untuk defekasi, dan pepmbersihan
segera kulit perinal. Upaya-upaya kebersihan juga dilakuan seperti
mengganti seprai, mengganti baju bagian bawah, membersihkan
kulit perianal segera setelah inkontinensia, menggunakan kertas
tisu basah (tisu bayi) bukan dengan tisu toilet yang kering, dan krim
penghalang misalnya zinc oxide dan calamine lotion (Calmoseptine,
Calmoseptine Inc: Huntington Beach, CA) yang berfungsi sebagai
pencegah ekskoriasi kulit. Upaya-upaya supportif lainnya yaitu
dengan modifikasi diet, dengan mengurangi asupan kafein dan serat.
2) Terapi spesifik
a) Terapi farmakologis
Loperamide atau diphenoxylate/atropine diberikan sebagai
pereda gejala sedang pada gejala-gejala inkontinensia fekal.
Obat-obat dengan mekanisme kerja berbeda ditujukan untuk
mengobati inkontinensia fekal.
Agen-agen antidiare misalnya loperamide
hydrochloride(Imodium®— Janssen Pharmaceuticals:
Titusville, NJ) atau diphenoxylate/atropine sulphate (Lomotil®,
Searle, Chicago, IL).
b) Terapi biofeedback
Terapi biofeedback bertujuan untuk memperbaiki gejala-gejala
inkontinensia fekal, mengembalikan kualitas hidup, dan
memperbaiki parameter- parameter obyektif fungsi anorektal.
Terapi ini dilakukan pada penderita-penderita sfingter yang
lemah dan/atau sensasi rektal yang terganggu.
c) Sumbat anus, pemadat masa sfingter (sphincter bulkers)
Sumbat anus, terapi pemadatan massa sfingter, atau stimulasi
listrik bersifat eksperimental dan memerlukan studi-studi klinis
terkontrol. Sumbat anus sekali pakai digunakan untuk oklusi
sementara anal kanal. Alat ini ditempelkan pada perineum
dengan menggunakan perekat dan dapat diambil dengan mudah.
Namun dikarenakan oleh beberapa faktor, penderita tidak
mampu untuk mentolerir penggunaan jangka panjang dari alat
tersebut. Alat ini dapat digunakan pada penderita dengan
gangguan sensasi anal kanal, penyakit neurologis, dan penderita
dengan immobilisasi. Insersi sumbat anus dengan bahal wol
kapas juga digunakan pada penderita rembesan feses.
d) Bedah
Pada penderita yang gagal ditangani dengan upaya-upaya
konservatif atau terapi biofeddback dapat melakukan tindakan
pembedahan. Pada penderita inkontinensia fekal, misalnya
setelah trauma obstetrik, repair sfingter secara overlapping
seringkali sudah cukup memadai. Bagian tunggul otot sfingter
yang robek ditautkan. Repair sfingter secara overlapping
sebagaimana dijelaskan oleh Parks dilakukan dengan cara
membuat incisi melengkung di anterior anal kanal dengan
mobilisasi sfingter ani eksterna, membebaskannya dari jaringan
parut, preservasi jaringan parut untuk menautkan jahitan, dan
overlapping repair menggunakan dua baris jahitan. Jika defek
sfingter ani interna diidentifikasi, maka imbrikasi terpisah dari
sfingter ani interna juga dilakukan.
b. Etiologi
Pada lansia impaksi fekal merupakan dampak dari penumpukan
kesulitan saraf, pengosongan usus yang tidak tuntas, atau gagal dalam
sinyal untuk defekasi. Impaksi fekal disebabkan oleh adanya penurunan
motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot. Klien yang
paling beresiko mengalami impaksi fekal adalah klien dengan kelemahan,
kebingungan, atau penurunan kesadaran. Berikut adalah faktor-faktor
impaksi fekal pada usia lanjut :
- Obat-obatan
Golongan antikoligernik, golongan narkotik, golongan
analgetic, golongan diuretic, NSAID, kalsium antagonis,
preparate kalsium, preparate besi,
- Kondisi neurologis
Stroke, penyakit Parkinson, trauma pada medulla spinalis,
neuropati diabetik
- Gangguan metabolik
Hiperkalsemia, hipokalemis, hipotiroidisme
- Kausa psikologik
Depresi, demensia, mengabaikan dorongan untuk BAB,
impeksi fekal imajiner
- Penyakit-penyakit saluran cerna
Kanker kolon, divertikel, hernia, ileus, sindrom iritasi usus,
rektokel, wasir, fisura ani, inersia kolon
- Lain-lain
Defisiensi asupan cairan dan serat, kurang aktivitas olahraga,
paska tindakan bedah parut
c. Patofisiologi
Defekasi merupakan proses fisiologi dari kerja otot-otot polos, serat
lintang persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sistem reflek, kesadaran
yang baik, dan kemampuan fisik untuk mencari tempat buang air besar.
Proses defekasi dimulai saat gerakan peristaltik usus besar yang
menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan
meregangkan ampula rektum yang diikuti dengan relaksasi sfingter anus
interna. Untuk menghindari pengeluaran feses yang tiba-tiba dan spontan,
maka terjadi refleks kontraksi refleks anus eskterna dan kontraksi otot dasar
pelvis yang diatur oleh syaraf pudendus. Otak menerima rangsang untuk
BAB, sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, dan rektum akan
mengeluarkan feses dengan mekanisme kontraksi otot dinding perut.
Kontaksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan
otot elevator, baik pada persyarafan simpatis dan para simpatis.
Pada lansia kadar plasma beta endorphin yang meningkat, disertai
peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di usus. Ini dibuktikan
dengan efek impaksi fekal sediaan opiat karena dapat menyebabkan
relaksasi tonus otot kolon, motilitas berkurang dan menghambat refleks
gaster-kolon. Akan terjadi kecendrungan untuk menurunnya tonus sfingter
dan kekuatan otot-otot polos yang berkaitan dengan usia khususnya pada
Wanita. Penderita impaksi fekal akan kesulitan untuk mengeluarkan feses
dalam massa yang kecil dan keras, hal ini menyebabkan upaya mengejan
lebih keras dan lebih lama. Hal tersebut akan mengakibatkan penekanan
pada saraf pudendus dengan kelemahan lebih lanjut.
e. Penatalaksanaan
1) Non-farmakologik
- Cairan
Status hidrasi yang buruk akan berdampak pada impaksi fekal.
Kecuali ada kontraindikasi, pada lanjut usia konsumsi air
minimal 6-8 gelas sehari (1500 ml cairan perhari) untuk
mencegah terjadinya dehidrasi
- Serat
Serat berguna untuk menurunkan waktu transit (transit time)
pada orang lanjut usia, disarankan lanjut usia untuk
mengkonsumsi serat sebanyak 15-20 gram perhari. Serat akan
mempuyai manfaat untuk gerakan usus dengan meningkatkan
massa tinja dan mengurangi waktu transit usus. Serat juga
sebagai penyedia substrat untuk bakteri kolon, dengan produksi
gas dan asam lemak rantai pendek yang meningkatkan
gumpalan tinja.
- Bowel training
Penurunan sensasi untuk BAB akan membuat klien mudah lupa
untuk BAB, hal tersebut menyebabkan rektum lebih
mengembang karena adanya penumpukan feses. Membuat
jadwal untuk buang air besar merupakan langkah awal yang
dapat dilakukan dan baik untuk diterapkan pada lanjut usia
dengan gangguan kognitif.
- Latihan jasmani
Jalan kaki setiap pagi merupakan salah satu bentuk latihan
jasmani sederhana yang dapat dilakukan untuk lansia yang
masih sanggup untuk berjalan. Bagi lansia yang tidak mampu
untuk bangun dari tempat tidur, dapat dengan didudukkan atau
diberdiirikan disekitar tempat tidur. Positioining bagi lanjut
usia yang tidak dapat bergerak, meninggalkan tempat tidur
menuju kursi beberapa kali dengan interval 15 menit, adalah
salah satu cara untuk mencegah ulkus decubitus. Pasien dengan
tirah baring dibantu dengan menyediakan toilet atau komod
dengan tempat tidur, jangan diberi bedpan. Merangsang
gerakan usus juga dapat dilakukan dengan mengurut perut
secara hati-hati
- Evaluasi penggunaan obat
Evaluasi penggunaan obat-obatan untuk mengeliminasi,
mengurangi dosis, atau mengganti obat yang diperkirakan
beresiko untuk menimbulkan impaksi fekal. Obat antidepresan,
obat Parkinson, obat yang mengandung zat besi, obat anti
hipertensi (antagonis kalsium), antikolinergik, dan narkotika
adalah obat-obatan yang dapat menimbulkan impaksi fekal
- Abdominal Massage
Abdominal massage adalah bagian dari terapi komplementer
yang dapat dilaksanakan untuk mencegah dan mengatasi
masalah konstipasi yang dapat terjadi pada impaksi fekal.
Mekanisme abdominal massage dapat menurunkan kejadian
konstipasi serta impaksi fekal saat ini belum dapat diketahui
secara pasti, kemungkinan disebabkan dari adanya efek
kombinasi dari stimulasi dan relaksasi. Tekanan secara langsung
pada dinding abdomen secara berurutan dan kemudia diselingi
dengan waktu relaksasi dengan cepat dapan meningkatkan
reflek gastrokolik dan meningkatkan kontraksi intestinal dan
rektum. Brooks, at al, 2004
2) Farmakologik
- Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative)
Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative)
merupakan bentuk serat alamiah non-wheat seperti pysilium
dan isophagula husk, dan senyawa sintetik seperti
metilselulosa. Bulking agent sistetik dan serat natural sama-
sama efektif dalam meningkatkan frekuensi dan volume tinja.
Obat ini tidak menyebabkan malabsorbsi zat besi atau kalsium
pada orang usia lanjut. Pencahar bulk terbukti menurunkan
impaksi fekal pada orang usia lanjut dan nyeri defekasi pada
hemoroid. Sama halnya dengan serat, obat ini juga harus
diimbangi dengan asupan cairan.
- Pelembut tinja
Docusate sodium mempunyai peran sebagai surfaktan, yaitu
bekerja dengan cara menurunkan tegangan permukaan feses
untuk jalan air masuk dan memperlunak feses.
- Pencahar stimulant
Senna meningkatkan peristaltik di kolon distal dan
menstimulasi peristaltik diikuti dengan evakuasi feses yang
lunak. Senna umumnya menginduksi evakuasi tinja 8-12 jam
setelah pemberian. Pada lanjut usia diperlukan waktu 10
minggu sebelum mencapai kebiasaan defekasi yang teratur.
Terapi dengan bisakodil supositoria memiliki absorbsi sistemik
minimal dan untuk mengatasi diskezia rektal pada usia lanjut,
diberikan setelah makan pagi secara supositoria untuk
mendapatkan efek refelks gastrolik.
- Pencahar hyperosmolar
Pencahar hyperosmolar terdiri atas laktulosa disakarida dan
sorbitol. Keduanya di metabolism didalam kolon oleh bakteri
kolon membentuk laktat, aetat, dan asam dengan melepaskan
karbaondioksida. Asam organic dengan berat molekul rendah
secara osmotk berguna untuk meningkatkan cairan intraluminal
dan menurunkan pH feses. Laktulosa berfungsi untuk pencahar
hipersomolar mempunyai manfaat untuk memperpendek waktu
transit. Laktulosa dan sorbitol efektif untuk mengobati impaksi
fekal pada lanjut usia yang mendapatkan perawatan berobat
jalan. Gliko polieton merupakan pencahar hipersomolar yang
potensial untuk mengalirkan cairan ke lumen dan merupakan
zat pembersih usus yang efektif. Gliserin merupakan pencahar
hipersomolar yang dgunakan hanya dalam entuk supositoria
- Enema
Enema merangsang evakuasi sebagai respon terhadap distensi
kolon. Enama harus digunakan secara hati-hati untuk lanjut
usia. Pada lanjut usia dengan tirah baring, dibutuhkan enema
secara berkala untuk mencegah skibala. Enema yang berasal
dari kran (tap water) adalah tipe paling aman untuk digunakan
secara rutin karena tidak menimbulakn iritasi mukosa kolon.
Sedangkan enama yang berasal dari air sabun (soap-suds)
sebaiknya tidak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Inkontinensia urin
Inkontinensia urin berlanjut (D.0042)
Inkontinensia urin berlebih (D.0043)
Inkontinensia urin fungsional (D.0044)
Inkontinensia urin refleks (D.0045)
Inkontinensia urin stress (D.0046)
Inkontinensia urin urgensi (D.0047)
b. Defisit perawatan diri (D.0109)
c. Ansietas (D.0080)
d. Defisit pengetahuan (D.0111)
e. Gangguan eliminasi urin (D.0040)
f. Resiko infeksi (D.0142)
g. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan (D.0139)
3. Intervensi
a. Inkontinensia urin
- Inkontinensia urin berlanjut (D.0042)
- Inkontinensia urin berlebih (D.0043)
- Inkontinensia urin fungsional (D.0044)
- Inkontinensia urin refleks (D.0045)
- Inkontinensia urin stress (D.0046)
- Inkontinensia urin urgensi (D.0047)
3. Intervesi Keperawatan
a. Konstipasi (D.0049)
Tujuan : Eliminasi fekal membaik (L.04033)
Kriteria Hasil :
- Kontrol pengeluaran feses meningkat
- Keluhan defekasi lama dan sulit menurun
- Konsistensi feses membaik
- Frekuensi defekasi membaik
1. IDENTITAS :
KLIEN
Nama : Ny. S
Umur : 74 th
Agama : Islam
Alamat asal : Jln. Mulyorejo Utara No. 200, Kec. Mulyorejo, Surabaya
Tanggal datang : 23 Oktober 2022 Lama Tinggal di Panti 1 tahun
2. DATA :
KELUARGA
Nama : Tn. D
Hubungan : Anak angkat
Pekerjaan : Pengusaha
Alamat : Jln. Perumahan CitraLand, CitraLand Utama No. 05, Kec.
Sambikerep Surabaya. Telp : 0858 7349 8223
3. STATUS KESEHATAN SEKARANG :
Keluhan utama: susah BAB dan sering mengompol
Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan: bertanya pada petugas
panti tentang kondisi yang dialaminya.
Obat-obatan: klien mendapatkan terapi anti hipertensi Captopril dan Amlodipin
4. AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES
MENUA) :
FUNGSI FISIOLOGIS
1. Kondisi Umum Ya Tidak
Kelelahan : Ny. S mengatakan
kelelahan bila menaiki
anak tangga
Perubahan BB : Ny. S mengatakan
perubahan BB
BB: 50kg TB : 155cm
Perubahan nafsu : Ny. S mengatakan kurang
makan nafsu makan
Masalah tidur : Ny. S mengatakan setiap
malam tidur selama 6-7
jam
Kemampuan ADL : Mandiri/
ketergantungan
ringan
KETERANGAN
: Perubahan yang terjadi disebabkan karena
proses penuaan
2. Integumen Ya Tidak
Lesi / luka : Tidak ada lesi/ luka
Pruritus : Tidak ada pruritus
Perubahan pigmen : Tidak ada
Memar : Tidak ada memar
Beresiko dekubitus : Tidak
KETERANGAN :
(cek lampiran Tidak beresiko decubitus ( skor 17)
penilaian decubitus)
3. Hematopoetic Ya Tidak
Perdarahan abnormal : Tidak ada perdarahan
Pembengkakan kel limfe : Tidak ada
pembengkakan Limfe
Anemia : Tidak
KETERANGAN : Tidak ada masalah
4. Kepala Ya Tidak
Sakit kepala : Tidak
Pusing : Tidak
Gatal pada kulit kepala : Tidak
KETERANGAN : Ny. S rajin keramas dan rajin mandi
5. Mata Ya Tidak
Perubahan penglihatan : Ny. S tidak bisa melihat
benda dengan jarak jauh
Pakai kacamata : Ny. S menggunakan
kacamata untuk berjalan,
membaca dan menulis
Kekeringan mata : Tidak
Nyeri : Tidak
Gatal : Tidak
Photobobia : Tidak
Diplopia : Tidak
Riwayat infeksi : Tidak
KETERANGAN : Ny. S mengalami rabun pada penglihatannya .
6. Telinga Ya Tidak
Penurunan pendengaran : Ny. S
mengatakan
kurang
mendengar
dengan baik
Discharge : Tidak
Tinitus : Tidak
Vertigo : Tidak
Alat bantu dengar : Tidak
Riwayat infeksi : Tidak
Kebiasaan membersihkan : Telinga di
telinga bersihkan
apabila terasa
gatal
Dampak pada ADL : Ny.S tidak bisa mendengar suara dengan
jelas
KETERANGAN : Ny. S tidak bisa mendengar suara-suara
kecil seperti bisikan
9 Leher Ya Tidak
. Kekakuan : Tidak
Nyeri tekan : Tidak ada
Massa : Tidak ada
KETERANGA : Tidak ada masalah
N
10. Pernafasan Ya Tidak
Batuk : Ny. S batuk sesekali
Nafas pendek : Tidak ada
Hemoptisis : Tidak ada
Wheezing : Tidak ada
Asma : Tidak ada
KETERANGAN : NY. S mengatakan BAK akan keluar ketika batuk
15 Muskuloskeletal Ya Tidak
. Nyeri Sendi : Tidak
Bengkak : Tidak
Kaku sendi : Tidak
Deformitas : Tidak
Spasme : Tidak
Kram : Tidak
Kelemahan otot : Tidak
Masalah gaya berjalan : Ya
Nyeri punggung : Ya
Pola latihan : Ny.S suka duduk dan menonton tv
Dampak ADL : Ny. S berjalan pelan dan terkadang dibantu 1
orang ketika berjalan.
KETERANGAN : Ny. S berjalan sendiri dan terkadang dibantu
orang lain
16 Persyarafan Ya Tidak
. Seizures : Tidak
Syncope : Tidak
Tic/tremor : Tidak
Paralysis : Tidak
Paresis : Tidak
Masalah memori : Ya
KETERANGAN : Klien terkadang lupa tempat menyimpan
barang
Kamar mandi : bersih, penerangan kamar mandi menggunakan lampu warna kuning,
lantai dari tekel
Dalam rumah.wisma : ada ventilasi ruangan dan jendela dibuka setiap pagi
2. Mini-Cog
Nama : NY. S
Tgl/Jam: 30 Oktober 2023
Step 1: 3 daftar kata
“Tolong dengarkan baik-baik. Saya akan mengatakan tiga kata yang
saya ingin Anda ulangi kembali kepada saya sekarang dan coba ingat.”
Kata-kata adalah [pilih daftar kata dari versi di bawah]. Tolong katakan
itu untukku sekarang.
Catatan:
fungsi kognitif baik
3
Menggambar jam 2
(MC6)
Buta huruf/ gangguan: 77
Nilai total 5
(MC7)
Mini-Cog™ © S.
Borson.
Scoring mini-cog
Skor mencatat kata-kata: ___ 1 poin untuk setiap kata yang secara spontan diingat
(0-3 points) tanpa isyarat.
Skor menggambar jam: __ Jam normal = 2 poin. Jam normal memiliki semua
(0 or 2 points) nomor yang ditempatkan dalam urutan yang benar
dan posisi yang kira-kira benar (misalnya, 12, 3, 6
dan 9 berada di posisi jangkar) tanpa nomor yang
hilang atau duplikat.
Panah menunjuk ke 11 dan 2 (11:10). Panjang panah
tidak dihitung. Ketidakmampuan atau penolakan
untuk menggambar jam (abnormal) = 0 poin.
Total skor: ______ Skor total = Skor mencatat kata-kata + Skor
(0-5 points) menggambar jam.
Titik potong <3 pada Mini-Cog™ telah divalidasi
untuk skrining demensia, tetapi banyak individu
dengan gangguan kognitif yang bermakna secara
klinis akan mendapat skor lebih tinggi. Ketika
sensitivitas yang lebih besar diinginkan, titik potong
<4 direkomendasikan karena dapat mengindikasikan
kebutuhan untuk evaluasi status kognitif lebih lanjut
1. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test
No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)
Interpretasi hasil:
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:
≤13,5 detik Tidak ada resiko jatu
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam Gerontological
Nursing, 2006)
Interpretasi :Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi
3. Status Nutrisi
Terapeutik
2. Berikan reinforcement
positif selama
melakukan latihan
dengan benar
Edukasi
3. Anjurkan berbaring
4. Anjurkan tidak
mengkontraksikan
perut, kaki, dan
bokong saat
melakukan latihan otot
panggul
5. Anjurkan menambah
durasi kontraksi-
relaksasi 10 detik
dengan siklus 10-20
kali, dilakukan 3-4 kali
sehari.
6. Ajarkan
mengkontraksikan
sekitar otot uretra
seperti menahan BAK
selam 5 detik
kemudian dikendurkan
dan direlaksasikan
dengan siklus 10 kali.
7. Ajarkan mengevaluasi
latihan yang dilakukan
dengan cara
menghentikan urin
sesaat saat BAK,
seminggu sekali
8. Anjurkan latihan 4-8
minggu.
Konstipasi b.d
2. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Konstipasi
ketidakcukupan
dalam 3x24 jam diharapkan (I.04155)
asupan cairan d.d
Eliminasi Fekal Membaik Observasi
Defekasi kurang dari
dengan kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan
2 kali seminggu,
1. Keluhan defekasi lama gejala konstipasi
pengeluaran feses
dan sulit menurun 2. Periksa pergerakan
lama dan sulit, feses
2. Mengejan saat usus, karakteristik feses
keras, peristaltic usus
defekasi menurun (konsistensi, bentuk,
menurun, mengejan
3. Konstipasi feses volume, dan warna)
saat defekasi
membaik 3. Identifikasi faktor
(D.0049)
4. Frekuensi BAB risiko konstipasi
membaik (misal: obat-obatan,
5. Peristaltik usu tirah baring, dan diet
membaik rendah serat)
(L.04033) 4. Monitor tanda dan
gejala rupture usus
dan/atau peritonitis
Terapeutik
5. Anjurkan diet tinggi
serat
6. Lakukan masase
abdomen
7. Berikan enema atau
irigasi, jika perlu
Edukasi
8. Jelaskan etiologi
masalah dan alasan
tindakan
9. Latih buang air besar
secara teratur
10. Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
Kolaborasi
11. Kolaborasi penggunaan
obat pancahar (dalam
pemantauan) dan tidak
boleh diberikan secara
mandiri.
Dukungan Emosional
(I.09256)
Terapeutik
1. Fasilitasi
mengungkapkan
perasaan cemas,
marah, atau sedih
2. Lakukan sentuhan
untuk memberikan
dukungan (merangkul,
menepuk-nepuk)
3. Tetap bersama klien
dan pastikan keamanan
selama ansietas, jika
perlu
Edukasi
4. Jelaskan konsekuensi
tidak menghadapi rasa
bersalah dan malu
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pengkajian Ny. S berusia 74 tahun di panti werdha sejak 2 tahun yang lalu
dengan keluhan sulit BAB dan mengompol saat bersin atau batuk. NY. S merasa malu
karena tempat tidurnya bau pesing. Ny. S tampak lesu dan tidak bergairah.. Dari hasil
pemeriksaan TTV: 160/90mmHg, Nadi : 65 x/menit, RR : 16x/menit, S:36֯ C. saat ini
NY. S mengonsumsi Obat Anti hipertensi, Amlodipin dan Captopril.
Dari pengkajian yang dilakukan, didapatkan masalah keperawatan pada Ny.S
yaitu inkontinensia urine stress, konstipasi dan harga diri rendah situasional dengan
intervensi keperawatan yang telah direncanakan diharapkan masalah yang dihadapi Ny.
S dapat teratasi.
4.2 Saran
Lansia yang mengalami masalah keperawatan inkontinensia dan impaksi fekal
membutuhkan perawatan yang tepat dan perhatian yang cukup sehingga
dibutuhkan peran perawat dalam proses keperawatan yang dilaksanakan.
Lampiran 1
I. Pengertian
Masase abdomen adalah pijatan yang dilakukan di bagian perut dan pijat
ini memiliki dua tujuan khusus, pertama pada perut yang membengkak atau
kembung perlu perawatan untuk membantu menghilangkan flatus dan yang
kedua yaitu orang yang sedang membutuhkan perawatan untuk merangsang
keluarnya tinja.
II. Tujuan
a. Merangsang peristaltik usus
b. Memperkuat otot-otot abdomen
c. Memberikan stimulus terhadap rectal dengan adanya somato-
autometik reflex dan adanya sensasi untuk defekasi
d. Meregangkan otot-otot perut
e. Meningkatkan tekanan intra abdominal
f. Menurunkan rasa ketidaknyamanan saat defeksi
III. Tahap Persiapan
a. Persiapan Alat
1. Lotion atau baby oil
2. Selimut
3. Lembar observasi defekasi
4. Sarung tangan
b. Persiapan Perawat dan Lingkungan
1. Lepas jam tangan dan perhiasan
2. Berdiri di samping pasien
3. Pastikan lingkungan, cahaya cukup terang
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Lakukan pijatan secara bertahap, yaitu dimulai dari sentuhan
ringan lalu ditambahkan tekanannya
2. Teknik pijat perut diiringi dengan pengaturan napas hingga perut
terasa rileks
3. Terapi pijat dilakukan sebelum klien makan
IV. Tahap Kerja
a. Latihan Aktif Anggota Gerak Atas
1. Berikan salam, memperkenalkan diri
2. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilakukan pada
klien
3. Bantu klien dengan posisi yang aman dan nyaman
4. Siapkan alat
5. Cuci tangan
6. Pakai sarung tangan
7. Beri tahu pasien bahwa tindakan segera dilakukan
8. Menghangatkan area perut dengan menerapkan teknik usapan
lembut dengan lotion selama 3 kali
9. Lakukan usapan lembut pada otot perut mulai dari bawah ke atas
(dari pusar ke prosessu xypoideus)
10. Memijat dari bagian atas ke bawah secara melingkar
11. Usap abdomen secara melingkar
12. Memijat abdomen dari atas kebawah dengan tangan mengepal
diikuti dengan tangan lainnya
13. Memijat abdomen dari bawah ke atas dengan tangan mengepal
diikuti dengan tangan lainnya
14. Memijat abdomen dengan tangan mengepal diikuti dengan tangan
lainnya secara melingkar
15. Mengusap abdomen dari kira ke kanan
16. Mengusap abdomen dari kanan ke krir
17. Menggetarkan abdomen diatas pusar
18. Lakukan 2 kali dalam 1 hari
V. Evaluasi
a. Respon klien selama tindakan (respon subjektif dan objektif)
b. Tanggal dan waktu pelaksanaan tindakan
REFERENSI