Anda di halaman 1dari 82

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN INKONTINENSIA DAN IMPAKSI PADA


USIA LANJUT

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Oleh Kelompok 2:
Adelia Firda Fransisca (132235045)
Chalida Aprilliya (132235005)
Ervina Diah Pangestu (132235085)
Nabila Zahra (132235043)
Hamila Oktarina (132235050)
Medo Melyani Bombo (132235072)

PROGRAM ALIH JENIS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................. i

BAB 1 ........................................................................................................................... 2

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 2

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

1.3 Tujuan ............................................................................................................. 3

1.4 Manfaat ........................................................................................................... 4

BAB 2 ........................................................................................................................... 5

2.1 Inkontinensia .................................................................................................. 5

2.1.1 Inkontinensia Urin ...................................................................................... 5

2.1.2 Inkontinensia Fekal ................................................................................... 14

2.2 Impaksi Fekal ............................................................................................... 18

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan ....................................................................... 24

BAB 3 ......................................................................................................................... 35

3.1 Skenario kasus .............................................................................................. 35

3.2 ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................................... 36

3.3 ANALISA DATA ......................................................................................... 60

3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN ................................................................. 67

BAB 4 ......................................................................................................................... 74

4.1 Kesimpulan................................................................................................... 74

4.2 Saran ............................................................................................................. 74

REFERENSI ............................................................................................................... 81
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin tanpa disadari atau
tidak disengaja atau dalam istilah lainnya yaitu kebocoran urin. Inkontinensia urin
merupakan bagian dari gangguan saluran kemih bagian bawah dan dapat terjadi
akibat berbagai penyebab. (Harding, Lapitan, Arlandis, Costantini, Groen et al,
2022).
Penelitian epidemiologi terakhir di Indonesia yang dipublikasikan pada tahun
2014 dan melibatkan enam rumah sakit pendidikan yaitu: Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Makassar, dan Medan. Dari total 2.765 responden yang
memenuhi kriteria inklusi, didapatkan prevalensi total inkontinensia urin sebesar
13%. Prevalensi inkontinensia urin ditemukan meningkat seiring pertambahan usia.
Jumlahnya pada populasi geriatri (≥ 60 tahun) sebesar 22,2%, lebih banyak secara
bermakna bila dibandingkan populasi dewasa (18-59 tahun) sebesar 12,0%
(Sumardi dkk, 2014).
Inkontinensia fekal akibat konstipasi merupakan ketidakmampuan mengontrol
keluarnya feses/tinja, penyebab inkontinensia fekal akibat konstipasi ini termasuk
penurunan kekuatan kontraktil, gangguan otomatisitas puborectal dan sfingter anal
eksternal (sekunder karena kelemahan otot terkait usia atau cedera pada saraf),
kehilangan kontrol kortikal dan berkurangnya kapasitas reservoir (sekunder akibat
reseksi bedah atau adanya tumor) (Reini dkk, 2023).
Pada penelitian di Amerika Serikat memberikan hasil prevalensi yang
bervariasi antara 2 – 4 %. Namun ketika penelitian difokuskan pada penduduk yang
berusia diatas 50 tahun ternyata prevalensinya meningkat menjadi 11,1% pada pria
dan pada wanita 15,2%. Pada penelitian di unit rawat jalan didapatkan keluhan
meningkat secara signifikan setelah pasien berusia diatas 65 tahun. Penelitian
populasi sering memberikan gambaran prevalensi lebih rendah dari sebenarnya
karena pasien malu untuk mengutarakan dan belum adanya standar definisi
mengenai inkontinensia fekal.
Impaksi fekal adalah feses yang sangat keras dan kering atau seperti dempul
yang tidak dapat dikeluarkan oleh klien, bahkan setelah pemberian laksatif atau
enema. Impaksi fekal biasanya merupakan akibat dari masalah usus kronis tetapi
dapat juga akibat imobilitas, paralisis atau dehidrasi. Gejala impaksi feses mencakup
ketidaknyamanan abdomen berat, abdomen keras dan terasa ditekan. Klien sering
kali merasakan desakan atau defekasi tetapi tidak mampu melakukannya atau tidak
mampu mengosongkan usus secara tuntas (Erni dkk, 2023). Prevalensi impaksi fekal
pada lansia di Indonesia adalah sebesar 3,8% untuk lansia usia 60–69 tahun dan
6,3% pada lansia diatas usia 70 tahun (Kemenkes RI, 2013). Impaksi fekal dapat
disebabkan oleh berbagai hal, seperti kurangnya asupan serat, kurang asupan air,
pengaruh obat yang dikonsumsi, pengaruh dari penyakit yang diderita, hingga akibat
kurang aktivitas fi sik (Brown, 2011)
Berdasarkan latar belakang tersebut maka sebagai perawat harus memberikan
asuhan keperawatan lansia dengan inkontinensia dan impaksi fekal dengan tepat
agar tidak menimbulkan komplikasi penyakit lain.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan inkontinensia urin?
Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan inkontinensia fekal?
Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan impaksi fekal?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk memaparkan asuhan keperawatan pada lansia
dengan inkontinensia urin, inkontinensia fekal dan impaksi fekal.

1.3.2 Tujuan Khusus


Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada lansia dengan inkontinensia urin,
inkontinensia fekal dan impaksi fekal.
1.4 Manfaat
1) Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk menambah
pengetahuan terutama tentang asuhan keperawatan lansia dengan inkontinensia
dan impaksi fekal dengan tepat agar tidak menimbulkan komplikasi penyakit lain
2) Bagi Pasien
Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pasien sehingga dapat
mengurangi atau mencegah komplikasi pada lansia dengan inkontinensia dan
impaksi fekal
3) Bagi Peneliti
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas
wawasan penulis dalam melakasanakan asuhan keperawatan pada lansia dengan
inkontinensia dan impaksi fekal.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Inkontinensia
2.1.1 Inkontinensia Urin
a. Definisi
Inkontinensia urin merupakan berkemih atau keluarnya urine secara
involunter. Pada pria, sfingter internal berperan untuk mengendalikan
lubang kandung kemih ke dalam uretra, dan sfingter eksternal (otot
pelvis) berperan mengendalikan lubang di bawah prostat. Sedangkan
pada wanita terdapat perbedaan pada sfingter internal dan eksternal.
Pada keadaan normal saat jumlah urin sudah cukup terkumpul di
kandung kemih dan menstimulasi ujung saraf tertentu, yang
menyebabkan terjadinya keinginan untu berkemih. Keadaan dimana
seseorang kehilangan kontrol terhadap fungsi tersebut ialah
Inkontinensia. (Roshdal & Kowalski, 2014)

Penderita Inkontinensia urine sebanyak 13%-15% dari populasi


manusia dewasa dengan rentang umur diatas 60 tahun dan setengah dari
penghuni panti jompo memiliki masalah yang berhubungan dengan
inkontinensia urin. Namun, banyak dari penyedia layanan kesehatan
tidak memahami efek yang disebabkan oleh inkontinensia urin terhadap
kualitas hidup penderitanya. Penderita yang terkena, dapat kehilangan
gaya hidup normal dan menjadi pribadi yang tertutup dikarenakan malu
terhadap efek inkontinensia urin. (Black & Hawks, 2014 )
b. Patofisiologi
Inkontinensia urin dapat terjadi dikarenakan oleh berbagai penyebab,
antara lain yaitu fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung
kemih bocor saat batuk dan bersin. Inkontinensia urin juga bisa terjadi
dikarenakan adanya kelainan di sekelilingi daerah saluran kencing.
Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi
kandung kemih. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran
kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas
berlebihan. Inkontinensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia
detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral. Ini sering dihubungkan
dengan frekuensi dan bila jarak sensorik masih utuh, akan timbul
sensasi urgensi. Lesi neuron motoric bawah dihubungkan dengan
kelemahan sfingter yang dapat bermanifestasi sebagai stress
inkontinens dan ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang
mengakibatkan retensi kronik dengan overflow.

c. Klasifikasi
1) Inkontinensia urin desakan/urgensi
Inkontinensia urin yang terjadi karena adanya desakan kuat dan
tiba-tiba yang dialami oleh klien sebelum berkemih yang
disebabkan oleh spasme kandung kemih. Inkontinensia urin urgensi
disebabkan ketidakstabilan kandung kemih akibat adanya lesi
motoric atas atau neuropati dan iritasi dinding kandung kemih.
2) Inkontinensia urin tekanan/stress
Inkontinensia urin tekanan atau stress disebabkan oleh kelemahan
yang terjadi pada otot uretra. Kebocoran urin terjadi setelah adanya
peningkatan tekanan intra-abdomen secara tiba-tiba, seperti batuk,
bersin, tertawa, atau ketegangan fisik lainnya.
3) Inkontinensia urin campuran/mixed
Inkontinensia urin campuran merupakan kombinasi dari
inkontinensia stress dan inkontinensia desakan. Sehingga terjadinya
keluaran urin diluar kehendak yang diawali dengan adanya
keinginan untuk buang air kecil dan berhubungan dengan bersin,
batuk, atau tekanan fisik lainnya
4) Inkontinensia urin luapan/overflow
Inkontinensia urin luapan yaitu keluarnya urin diluar kehendak yang
disebabkan oleh sumbatan dibawah kandung kemih atau kelemahan
otot detrusor kandung kemih yang biasanya dikarenakan oleh cedera
saraf lokal. Inkontinensia urin luapan terjadi karena
ketidakmampuan tubuh dalam mengosongkan kandung kemih
sepenuhnya atau tidak dapat menampung urin sehingga terjadi
kebocoran urin.
5) Inkontinensia fungsional
Inkontinensia fungsional merupakan inkontinensia yang disebabkan
oleh penyebab fisik, psikososial, atau farmakologi yang tidak
berhubungan dengan status sistem kemih.

d. Etiologi
Etiologi inkontinensia urin adalah :
1) Kelainan saluran kemih bagian bawah
Terjadinya obstruksi, infeksi, kontraktiltas kandung kemih yang
berlebihan, kelemahan sfingter, hipertropi prostat
2) Usia
Dengan bertambahnya usia maka terjadi perubahan pada anatmo
organ kemih, seperti melemahnya otot dasar panggul dan batuk
yang berkepanjangan. Hal tersebut mengakibatkan seseorang tidak
dapat untuk menahan membuang urin. Meningkatnya sensitivitas
dari otot kandung kemih sehingga saat kandung kemih belum terisi
sampai batas yang seharusnya, dapat menimbulkan rasa ingin
berkemih.
3) Gangguan persyarafan
Terjadinya gangguan persyarafan pada otak, medulla spinalis, dan
persyarafan perifer
4) Menopause
Penurunan hormon estrogen pada menopause menyebabkan
gangguan pada mekanisme berkemih
5) Diabetes Melitus
Peningkatan gula secara kronis pada penderita dibates melitus
menyebabkan iritasi pada saraf dan organ berkemih yang dapat
menyebabkan gangguan dari mekanisme berkemih sehingga
terjadinya inkontinensia urin
6) Obesitas
Penderita obesitas terjadi peningkatan tekanan dalam perut yang
menekan kandung kemih sehingga dorongan untuk berkemih lebih
sering terjadi.
7) Riwayat operasi daerah panggul
Pada inkontinensia akibat dari riwayat operasi daerah panggul dapat
disebabkan oleh cidera saraf ataupun organ yang menyokong dasar
panggul seperti otot dan ligament
8) Obat-obatan yang dikonsumsi
Berikut adalah obat-obatan yang menyebabkan inkontinensia urin :

Tipe Obat Contoh Cara kerja

Peningkatan diuresis

Furosemide, dapat menyebabkan


Diuretik urgensi, frekuensi, dan
bumetanide
poliuria buang air kecil
Penurunan
kontraktilitas kandung
Antihistamin, kemih dan otot
antipsikotik, kandung kemih yang
Agen antikolinergik antidepresan, mengendur dapat
antipasmodik, agen menyebabkan retensi
anti-parkinson urin, frekuensi, dan
inkontinensia

penurunan
kontraktilitas kandung
kemih dan peningkatan

Adrenergik Decongestants tonus sfingter dapat


menyebabkan retensi
urin, frekuensi, dan
inkontinensia

penurunan tonus uretra


dan sfingter internal
Penghambat Alpha Prazosin, terazosin, dapat menyebabkan
adrenergik doxazosin kebocoran dan
inkontinensia stres

Kontraktilitas kandung
kemih yang menurun
Nifedipine, nikardipin, dapat menyebabkan
Penghambat saluran
isradipin, felodipine, retensi urin, frekuensi,
kalsium
nimodipine nokturia, dan
inkontinensia
Dapat menyebabkan
Penghambat enzim batuk kronis, yang
pengonversi Captropil, enalapril, memicu atau
angiotensin lisniopril memperburuk
inkontinensia stres

Dapat mengganggu
kontrol sukarela atas

Agen hipnotis dan buang air kecil dengan


Benzodiazepines menyebabkan sedasi,
anti-kecemasan
delirium, dan
gangguan kognitif

Dapat mengganggu
kontrol sukarela atas
buang air kecil dengan

Alkohol Wine, bir, liquor menyebabkan sedasi,


delirium, peningkatan
diuresis, dan gangguan
kognitif

9) Faktor lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya
inkontinensia urin, antara lain adalah :
- Adanya tangga antara kamar mandi dengan tempat aktivitas atau
ruang tidur
- Jarak kamar mandi lebih dari 40 kaki (12 meter)
- Hidup berdampingan dengan banyak orang, sehingga
mengharuskan untuk bergantian menggunakan kamar mandi
- Kamar mandi yang kecil dan sempit, sehingga tidak ada
akomodasi untuk alat bantu jalan atau kursi roda
- Desain kursi dan ukuran tempat tidur yang menghalangi
mobilitas
- Kontras warna yang buruk, seperti warna dudukan toilet yang
putih dan warna dinding dan lantai yang terang
- Tempat umum dengan tanda yang tidak jelas atau kontras warna
yang buruk yang menentukan gender spesifik
- Tempat umum dengan pencahayaan redup
- Lingkungan yang sangat terang, dimana tingkat kesilauan
mengganggu persepsi dari tanda kamar mandi
- Dinding kaca, yang merefleksikan Cahaya terang dan
menimbulkan kesilauan

e. Manifestasi Klinis
- Urin merembes keluar saat melakukan kegiatan aktivitas sehar-hari,
seperti dipicu dengan kegiatan mengangkat beban, membungkuk,
dan berolahraga
- Tidak dapat menahan untuk membuang air kecil setelah merasa
adanya dorongan yang kuat untuk membuang air kecil yang muncul
tiba-tiba
- Tidak dapat mencapai toilet tepat waktu saat ingin berkemih
- Mengompol saat tidur
- Terjadinya ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih,
seperti mengedan, pancaran urin lemah, tidak lampias, dan kandung
kemih yang terasa pebuh pada inkontinensia urin lupan/overflow
- Masalah psikologis berupa klien yang mengisolasikan diri dan rasa
takut karena merasa akan dipermalukan yang dapat menyebabkan
depresi
- Komplikasi fisik berupa infeksi, masalah kulit, dan disfungsi
berkemih permanen
f. Penatalaksanaan
1) Terapi konservatif
a) Non-farmakologis
- Perawatan konservatif awal yang dapat dilakukan ialah dengan
modifikasi perilaku dan perubahan gaya hidup seperti mengurangi
pemasukkan cairan, berhenti merokok, mengurangi berat badan dan
menghindari minuman berkafein dan bersoda yang dapat membuat
iritasi kandung kemih
- Latihan bladder training dan otot dasar panggul melalui senam kegel
- Terapi stimulasi elektromagnetik
- Menggunakan penampungan urin seperti penggunaan popok,
kateter urin, alat penampung eksternal, dan klem penis
b) Farmakologis
- Antispasmodik kemih digunakan untuk mengurangi spasme otot
kandung kemih dan inkontinensia urine; misalnya hiosiamin
(Cystospaz), tolterodine (Detrol), atau oksibutinin (Ditropan)
- Antidepresan trisiklik, contohnya yaitu imipramine yang
digunakan untuk mengatasi inkontinensia urin stress, yaitu dengan
meningkatkan resistensi leher kandung kemih
- Pseudoefedrin dan fenilpropanolamin
2) Terapi bedah/operatif
Terapi pembedahan pada inkontinensia utin ada dua, yaitu :
- Minimal invasif : injeksi intravesika, sfingterektomi, dilatasi
dengan balon, injeksi bulking agents (polytetrafluoroethylene,
polymethylsiloxane, dectranomer hyaluronic acid copolymer),
bladder neck incision, dan stent uretra.
Operasi terbuka: urethral sling, augmentasi sistoplasti/diversi
urine.
g. WOC
h. Sumber Dukungan dan Informasi
- National Association for Continence (www.nafc.org)
- American Geriatrics Society Foundation for Health in Aging
(www.healthinaging.org )
- Simon Foundation for Continence (http://simonfoundation.org)
- Continence Product Advisor (www.continenceproductadvisor
.org)
- Continence Central (www.continencecentral.org)

2.1.2 Inkontinensia Fekal


a. Definisi
Inkontinensia fekal atau yang juga sering disebut dengan
inkontinensia alvi merupakan kondisi dimana individu mengalami
perubahan defekasi normal, yang ditandai dengan pengeluaran feses
involunter. (Maas, et al., 2011)
Inkontinensia fekal terjadi secara bertahap, seperti pada klien
dimensia ataupun secara tiba-tiba seperti cedera medula spinalis.
Inkontinensia fekal biasanya terjadi akibat dari statis fekal dan impaksi
yang disertai dengan penurunan aktifias, pola diet yang tidak tepat,
nyeri penyakit anal yang tidak diobati, atau pun konstipasi kronis.
Penggunaan laksatif yang kronis; penurunan asupan cairan; defisit
neurologis; pembedahan pada pelvik, prostat, atau rectum; penggunan
obat-obatan seperti antihistamin, psikotropik, dan preparate besi
merupakan factor-faktor penyebab terjadinya inkontinensia fekal.
(Stocklager & Schaeffer, 2008)
Inkontinensia fekal disebut juga dengan inkontinensia usus.
Inkontinensia fekal dapat terjadi sesekali saat duduk hingga sampai
kehilangan kendali penuh.
b. Etiologi
Penyebab inkontinensia fekal dibagi menjadi tiga penyebab utama
menurut Brocklehurst (1985) dalam (Maas, et al., 2011), yaitu :
1) Penyakit yang menyebabkan terjadinya gangguan kolon, rektum,
atau anus. Misalnya yaitu penyakit divertikulum, proctitis, kanker
kolon atau rektum, hemoroid, prolaps, atau kolitis. Perawat
mempunyai kewajiban untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut,
karena penyebab utama sering tidak dapat diobati dan masalah yang
serius dapat diobati dengan pemberian terapi yang tepat.
2) Konstipasi kronis dengan impaksi fekal, inkontinensia dapat terjadi
dalam bentuk diare disekitar impaksi akibat dari rektum penuh yang
tidak dikosongkan. Lansia yang menderita inkontinensia fekal
memiliki rektum yang berisi lebih banyak feses dibandingankan
dengan individu yang tidak menderita inkontinensia. Perawat wajib
mengetahui bahwa konsistensi feses yang ditemukan di rektum
individu penderita konstipasi tidak slalu keras dan kering, tetapi
juga dapat memiliki konsistensi lembut dan menyerupai dempul,
walaupun hal tersebut memerlukan waktu transit selama tujuh hari.
3) Perubahan neurogenik pada rektum, yang serupa dengan perubahan
hiperefleksia yang ditemukan pada kandung kemih individu lansia
penderita inkontinensia urin urgensi.

c. Manifestasi Klinis
1) Feses tampak cair atau belum terbentuk dan feses yang keluar sudah
terbentuk
2) Rembesan feses yang terus menerus dari rektum
3) Ketidakmampuan mengenali kebutuhan defekasi
4) Kram abdomen dan distensi
5) Kemungkinan impaksi fekal
6) Timbul rasa tidak nyaman dan distress psikologis karena
menganggap inkontinensia fekal sebagai hal yang memalukan
7) Merusak integritas kulit dan infeksi saluran kemih

d. Penatalaksanaan
1) Upaya-upaya supportif
Upaya-upaya supportif yang dapat dilakukan dalam
penatalaksanaan inkontinensia fekal anatara lain yaitu dengan
menghindari makanan yang iritatif, membiasakan buang air besar
pada waktu yang telah ditentukan, memperbaiki hygiene kulit, dan
melakukan perubahan gaya hidup.
Upaya supportif yang dapat dilakukan pada lansia yaitu dengan
pengenalan yang tepat waktu untuk defekasi, dan pepmbersihan
segera kulit perinal. Upaya-upaya kebersihan juga dilakuan seperti
mengganti seprai, mengganti baju bagian bawah, membersihkan
kulit perianal segera setelah inkontinensia, menggunakan kertas
tisu basah (tisu bayi) bukan dengan tisu toilet yang kering, dan krim
penghalang misalnya zinc oxide dan calamine lotion (Calmoseptine,
Calmoseptine Inc: Huntington Beach, CA) yang berfungsi sebagai
pencegah ekskoriasi kulit. Upaya-upaya supportif lainnya yaitu
dengan modifikasi diet, dengan mengurangi asupan kafein dan serat.
2) Terapi spesifik
a) Terapi farmakologis
Loperamide atau diphenoxylate/atropine diberikan sebagai
pereda gejala sedang pada gejala-gejala inkontinensia fekal.
Obat-obat dengan mekanisme kerja berbeda ditujukan untuk
mengobati inkontinensia fekal.
Agen-agen antidiare misalnya loperamide
hydrochloride(Imodium®— Janssen Pharmaceuticals:
Titusville, NJ) atau diphenoxylate/atropine sulphate (Lomotil®,
Searle, Chicago, IL).
b) Terapi biofeedback
Terapi biofeedback bertujuan untuk memperbaiki gejala-gejala
inkontinensia fekal, mengembalikan kualitas hidup, dan
memperbaiki parameter- parameter obyektif fungsi anorektal.
Terapi ini dilakukan pada penderita-penderita sfingter yang
lemah dan/atau sensasi rektal yang terganggu.
c) Sumbat anus, pemadat masa sfingter (sphincter bulkers)
Sumbat anus, terapi pemadatan massa sfingter, atau stimulasi
listrik bersifat eksperimental dan memerlukan studi-studi klinis
terkontrol. Sumbat anus sekali pakai digunakan untuk oklusi
sementara anal kanal. Alat ini ditempelkan pada perineum
dengan menggunakan perekat dan dapat diambil dengan mudah.
Namun dikarenakan oleh beberapa faktor, penderita tidak
mampu untuk mentolerir penggunaan jangka panjang dari alat
tersebut. Alat ini dapat digunakan pada penderita dengan
gangguan sensasi anal kanal, penyakit neurologis, dan penderita
dengan immobilisasi. Insersi sumbat anus dengan bahal wol
kapas juga digunakan pada penderita rembesan feses.
d) Bedah
Pada penderita yang gagal ditangani dengan upaya-upaya
konservatif atau terapi biofeddback dapat melakukan tindakan
pembedahan. Pada penderita inkontinensia fekal, misalnya
setelah trauma obstetrik, repair sfingter secara overlapping
seringkali sudah cukup memadai. Bagian tunggul otot sfingter
yang robek ditautkan. Repair sfingter secara overlapping
sebagaimana dijelaskan oleh Parks dilakukan dengan cara
membuat incisi melengkung di anterior anal kanal dengan
mobilisasi sfingter ani eksterna, membebaskannya dari jaringan
parut, preservasi jaringan parut untuk menautkan jahitan, dan
overlapping repair menggunakan dua baris jahitan. Jika defek
sfingter ani interna diidentifikasi, maka imbrikasi terpisah dari
sfingter ani interna juga dilakukan.

2.2 Impaksi Fekal


a. Definisi
Impaksi fekal merupakan suatu massa atau pengumpulan yang keras
didalam lipatan rektum. Impaksi terjadi akibat retensi dan akumulasi materi
fekal yang berkepanjangan. Pada impaksi berat, feses terakumulasi dan
meluas hingga pada bagian kolon sigmoid dan sekitarnya.
Angka kejadian pada impaksi fekal banyak terjadi pada usia lanjut. Terjadi
peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun
mengeluhkan impaksi fekal (Holson, 2002).

b. Etiologi
Pada lansia impaksi fekal merupakan dampak dari penumpukan
kesulitan saraf, pengosongan usus yang tidak tuntas, atau gagal dalam
sinyal untuk defekasi. Impaksi fekal disebabkan oleh adanya penurunan
motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot. Klien yang
paling beresiko mengalami impaksi fekal adalah klien dengan kelemahan,
kebingungan, atau penurunan kesadaran. Berikut adalah faktor-faktor
impaksi fekal pada usia lanjut :
- Obat-obatan
Golongan antikoligernik, golongan narkotik, golongan
analgetic, golongan diuretic, NSAID, kalsium antagonis,
preparate kalsium, preparate besi,
- Kondisi neurologis
Stroke, penyakit Parkinson, trauma pada medulla spinalis,
neuropati diabetik
- Gangguan metabolik
Hiperkalsemia, hipokalemis, hipotiroidisme
- Kausa psikologik
Depresi, demensia, mengabaikan dorongan untuk BAB,
impeksi fekal imajiner
- Penyakit-penyakit saluran cerna
Kanker kolon, divertikel, hernia, ileus, sindrom iritasi usus,
rektokel, wasir, fisura ani, inersia kolon
- Lain-lain
Defisiensi asupan cairan dan serat, kurang aktivitas olahraga,
paska tindakan bedah parut

c. Patofisiologi
Defekasi merupakan proses fisiologi dari kerja otot-otot polos, serat
lintang persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sistem reflek, kesadaran
yang baik, dan kemampuan fisik untuk mencari tempat buang air besar.
Proses defekasi dimulai saat gerakan peristaltik usus besar yang
menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan
meregangkan ampula rektum yang diikuti dengan relaksasi sfingter anus
interna. Untuk menghindari pengeluaran feses yang tiba-tiba dan spontan,
maka terjadi refleks kontraksi refleks anus eskterna dan kontraksi otot dasar
pelvis yang diatur oleh syaraf pudendus. Otak menerima rangsang untuk
BAB, sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, dan rektum akan
mengeluarkan feses dengan mekanisme kontraksi otot dinding perut.
Kontaksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan
otot elevator, baik pada persyarafan simpatis dan para simpatis.
Pada lansia kadar plasma beta endorphin yang meningkat, disertai
peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di usus. Ini dibuktikan
dengan efek impaksi fekal sediaan opiat karena dapat menyebabkan
relaksasi tonus otot kolon, motilitas berkurang dan menghambat refleks
gaster-kolon. Akan terjadi kecendrungan untuk menurunnya tonus sfingter
dan kekuatan otot-otot polos yang berkaitan dengan usia khususnya pada
Wanita. Penderita impaksi fekal akan kesulitan untuk mengeluarkan feses
dalam massa yang kecil dan keras, hal ini menyebabkan upaya mengejan
lebih keras dan lebih lama. Hal tersebut akan mengakibatkan penekanan
pada saraf pudendus dengan kelemahan lebih lanjut.

d. Tanda dan Gejala


Tanda-gejala yang muncul pada impaksi fekal, antara lain adalah : BAB
sulit untuk dimulai dan diselesaikan
- Kesulitan mengejan saat BAB
- Feses yang keluar sulit dan massa yang keras
- Adanya perasaan tidak tuntas saat BAB
- Sakit pada daerah rektum saat BAB
- Daerah perut terasa sakit saat BAB
- Tidak BAB dalam rentang satu minggu
- Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
- Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
- Bantuan obat-obat pencahar untuk bisa BAB

e. Penatalaksanaan
1) Non-farmakologik
- Cairan
Status hidrasi yang buruk akan berdampak pada impaksi fekal.
Kecuali ada kontraindikasi, pada lanjut usia konsumsi air
minimal 6-8 gelas sehari (1500 ml cairan perhari) untuk
mencegah terjadinya dehidrasi
- Serat
Serat berguna untuk menurunkan waktu transit (transit time)
pada orang lanjut usia, disarankan lanjut usia untuk
mengkonsumsi serat sebanyak 15-20 gram perhari. Serat akan
mempuyai manfaat untuk gerakan usus dengan meningkatkan
massa tinja dan mengurangi waktu transit usus. Serat juga
sebagai penyedia substrat untuk bakteri kolon, dengan produksi
gas dan asam lemak rantai pendek yang meningkatkan
gumpalan tinja.
- Bowel training
Penurunan sensasi untuk BAB akan membuat klien mudah lupa
untuk BAB, hal tersebut menyebabkan rektum lebih
mengembang karena adanya penumpukan feses. Membuat
jadwal untuk buang air besar merupakan langkah awal yang
dapat dilakukan dan baik untuk diterapkan pada lanjut usia
dengan gangguan kognitif.
- Latihan jasmani
Jalan kaki setiap pagi merupakan salah satu bentuk latihan
jasmani sederhana yang dapat dilakukan untuk lansia yang
masih sanggup untuk berjalan. Bagi lansia yang tidak mampu
untuk bangun dari tempat tidur, dapat dengan didudukkan atau
diberdiirikan disekitar tempat tidur. Positioining bagi lanjut
usia yang tidak dapat bergerak, meninggalkan tempat tidur
menuju kursi beberapa kali dengan interval 15 menit, adalah
salah satu cara untuk mencegah ulkus decubitus. Pasien dengan
tirah baring dibantu dengan menyediakan toilet atau komod
dengan tempat tidur, jangan diberi bedpan. Merangsang
gerakan usus juga dapat dilakukan dengan mengurut perut
secara hati-hati
- Evaluasi penggunaan obat
Evaluasi penggunaan obat-obatan untuk mengeliminasi,
mengurangi dosis, atau mengganti obat yang diperkirakan
beresiko untuk menimbulkan impaksi fekal. Obat antidepresan,
obat Parkinson, obat yang mengandung zat besi, obat anti
hipertensi (antagonis kalsium), antikolinergik, dan narkotika
adalah obat-obatan yang dapat menimbulkan impaksi fekal
- Abdominal Massage
Abdominal massage adalah bagian dari terapi komplementer
yang dapat dilaksanakan untuk mencegah dan mengatasi
masalah konstipasi yang dapat terjadi pada impaksi fekal.
Mekanisme abdominal massage dapat menurunkan kejadian
konstipasi serta impaksi fekal saat ini belum dapat diketahui
secara pasti, kemungkinan disebabkan dari adanya efek
kombinasi dari stimulasi dan relaksasi. Tekanan secara langsung
pada dinding abdomen secara berurutan dan kemudia diselingi
dengan waktu relaksasi dengan cepat dapan meningkatkan
reflek gastrokolik dan meningkatkan kontraksi intestinal dan
rektum. Brooks, at al, 2004
2) Farmakologik
- Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative)
Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative)
merupakan bentuk serat alamiah non-wheat seperti pysilium
dan isophagula husk, dan senyawa sintetik seperti
metilselulosa. Bulking agent sistetik dan serat natural sama-
sama efektif dalam meningkatkan frekuensi dan volume tinja.
Obat ini tidak menyebabkan malabsorbsi zat besi atau kalsium
pada orang usia lanjut. Pencahar bulk terbukti menurunkan
impaksi fekal pada orang usia lanjut dan nyeri defekasi pada
hemoroid. Sama halnya dengan serat, obat ini juga harus
diimbangi dengan asupan cairan.
- Pelembut tinja
Docusate sodium mempunyai peran sebagai surfaktan, yaitu
bekerja dengan cara menurunkan tegangan permukaan feses
untuk jalan air masuk dan memperlunak feses.
- Pencahar stimulant
Senna meningkatkan peristaltik di kolon distal dan
menstimulasi peristaltik diikuti dengan evakuasi feses yang
lunak. Senna umumnya menginduksi evakuasi tinja 8-12 jam
setelah pemberian. Pada lanjut usia diperlukan waktu 10
minggu sebelum mencapai kebiasaan defekasi yang teratur.
Terapi dengan bisakodil supositoria memiliki absorbsi sistemik
minimal dan untuk mengatasi diskezia rektal pada usia lanjut,
diberikan setelah makan pagi secara supositoria untuk
mendapatkan efek refelks gastrolik.
- Pencahar hyperosmolar
Pencahar hyperosmolar terdiri atas laktulosa disakarida dan
sorbitol. Keduanya di metabolism didalam kolon oleh bakteri
kolon membentuk laktat, aetat, dan asam dengan melepaskan
karbaondioksida. Asam organic dengan berat molekul rendah
secara osmotk berguna untuk meningkatkan cairan intraluminal
dan menurunkan pH feses. Laktulosa berfungsi untuk pencahar
hipersomolar mempunyai manfaat untuk memperpendek waktu
transit. Laktulosa dan sorbitol efektif untuk mengobati impaksi
fekal pada lanjut usia yang mendapatkan perawatan berobat
jalan. Gliko polieton merupakan pencahar hipersomolar yang
potensial untuk mengalirkan cairan ke lumen dan merupakan
zat pembersih usus yang efektif. Gliserin merupakan pencahar
hipersomolar yang dgunakan hanya dalam entuk supositoria
- Enema
Enema merangsang evakuasi sebagai respon terhadap distensi
kolon. Enama harus digunakan secara hati-hati untuk lanjut
usia. Pada lanjut usia dengan tirah baring, dibutuhkan enema
secara berkala untuk mencegah skibala. Enema yang berasal
dari kran (tap water) adalah tipe paling aman untuk digunakan
secara rutin karena tidak menimbulakn iritasi mukosa kolon.
Sedangkan enama yang berasal dari air sabun (soap-suds)
sebaiknya tidak.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan


2.3.1 Inkontinensia
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas klien yang dikaji antara lain yaitu nama, alamat,
usia
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering terjadi yaitu urine keluar secara
tidak terkontrol atau keluar urin secara menetes (retensi
urin), poliuri. Pengkajian khusus pada lansia dengan
inkontinensia urin saat pertama kali mengeluhkan
kondisinya yaitu :
a) Kapan dimulainya?
b) Apa tindakan anda untuk mengatasinya? Apakah
dengan cara membatasi minum/sering berkemih?
c) Adakah sesuatu hal tertentu yang dapat
memperburuk atau dapat menguranginya?
d) Apakah timbul rasa sakit saat berkemih?
e) Adakah rasa tekanan di panggul (pada klien
wanita)?
Pengkajian tentang rasa takut, sikap, dan konsekuensi
psikososia?
1) Sudahkan mencoba mencari pengobatan?
2) Apakah merasa perlu untuk selalu berada dekat
toilet?
3) Apakah menghindari bepergian karena hal tersebut?
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan uraian mengenai
penyakit yang diderita oleh klien mulai dari timbulnya
keluhan yang dirasangan sampai klien dibawa ke pelayanan
kesehatan, biasanya keluhan yang sering timbul yaitu
keluarnya urin secara tak terkontrol lebih dari 8 kali dalam
sehari
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit
perkemihan sbeelumnya, riwayat infeksi pada saluran
kemih, pengobatan penyakit sebelumnya, riwayat
mengkonsumsi alcohol dan merokok, poliuri dan nokturi
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang
sama karena faktor keturun/genetic?
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada lansia ditujukan untuk
mengidentifikasi keadaan umumnya dengan penekanan
pada tanda-tanda vital, keadaan gizi, aktivitas tubuh, baik
dalam keadan terbaring atau berjalan. (Muhith, 2016).
1) Keadaan umum
Keadaan umum lansia yang mengalami gangguan
perkemihan biasanya yaitu terjai kelemahan
2) Kesadaran
Kesadaaran klien antara lain composmentis, apatis,
sampai samnolen
3) Tanda-tanda vital
a) Suhu meningkat (>37 C)
b) Nadi meningkat (N: 70-82x/menit)
c) Tekanan darah meningkat
d) Pernafasan mulai dari normal sampai terjadi
peningkatan
4) Pemeriksaan review of system (ROS)
a) Sistem pernafasan (B1: Breathing)
Terjadi peningkatan frekuensi nafas atau dalam
rentang normal
b) Sistem sirkulasi (B2: Bleeding)
Kaji adanya denyut jantung, frekuensi nadi apical,
sirkulasi perifer, warna, akral dingin seiring
berkurangnya efektivitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi
c) Sistem persarafan (B3: Brain)
d) Kaji adanya kehilangan gerakan/senasai, spasme
otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi
(diakibatkan adanya atrofi otot). Pergerakan
mata/kejelasan melihat (adanya penurunan visus),
dilatasi pupil (biasanya terdapat arkus senilis pada
lansia dengan hiperkolestrol)
e) Sistem perkemihan (B4: Bladder)
Perubahan pola berkemih biasanya lebih dari
8x/hari dan sering terjadi pada malam hari, kaji
distensi abdomen, kesusahan mengeluarkan urin,
warna, dan bau, jumlah urin yang keluar dan
kebersihan
f) Sistem pencernaan (B5: Bowel)
Konstipasi (menurunnya motilitas usus),
konsistensi feses, frekuensi elimanasi, auskultasi
bising usus, anoreksia (produksi salia berkurang),
adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen
g) Sistem musculoskeletal (B6: Bone)
Kaji adanya nyeri berat secara tiba-tiba/mungkin
terlokalisasi pada area jaringan, dapat berkurang
pada imobilisasi (karena osteoporosis), kontraktur
atrofi otot, laserasi kluit dan perubahan warna
g. Pola fungsi kesehatan
Menurut Aspiarni (2014), yang perlu dikaji adalah aktivitas
apa saja yang biasa dilakukan berhubugan dengan adanya
ketidakmampuan untuk mengontrol urin yang keluar atau
urin yang keluar menetes
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan
penanganan kesehatan
2) Pola nutrisi
Menggambarkan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit,
nafsu makan, pola makan dan diet, adanya kesulitan
menelan, mual/muntah, makanan yang digemari, dan
konsumsi alcohol/rokok
3) Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih,
defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, eliminasi urin
(biasanya terdapat poliyri, nocturia, urin menetes,
masalah nutrisi, dan penggunaan kateter)
4) Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi
terhadap energi, jumlah tidur pada siang dan malam
hari, masalah tidur, dan insomnia
5) Pola aktivitas dan istirahat
Menggambarkan pola Latihan, aktifitas, fungsi
pernapasan, dan sirkulasi, riwayat penyakit jantung,
frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan.
Pengkajian KATZ
6) Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran
klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat
tinggal, pekerjaan, dan masalah keuangan
7) Pola sensori dan kognitif
Menjelaskan sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran,
perasaan, dan pembau. Pada klien katarak dapat
ditemukan gejalan gangguan penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa diruang
gelap. Sedangkan tanda fisik yang dapat muncul yaitu
adanya kecoklatan atau putih susu pada pupil,
peningkatan air mata. Pengkajian status mental
menggunakan table short portable mental status
quisioner (SPMSQ)
8) Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi
terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri
menggambarkan gamaran diri, harga diri, peran,
identitas diri. Manusia sebagai system terbuka dan
makhluk bio-psiko-kultural-spiritual, kecemasan,
ketakutan, dan dalmpak terhadap sakit. Pengkajian
tingkat depresi menggunakan table inventaris depresi
beck
9) Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap
seksualitas
10) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress
dan koping

11) Pola tata nilai dan kepercayaan


Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan
termasuk spiritual
h. Pengkajian aspek spiritual
Indeks untuk mengukur upaya yang dilakukan secara
individual dalam pencarian arti kehidupan dan makna
kehidupan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Inkontinensia urin
 Inkontinensia urin berlanjut (D.0042)
 Inkontinensia urin berlebih (D.0043)
 Inkontinensia urin fungsional (D.0044)
 Inkontinensia urin refleks (D.0045)
 Inkontinensia urin stress (D.0046)
 Inkontinensia urin urgensi (D.0047)
b. Defisit perawatan diri (D.0109)
c. Ansietas (D.0080)
d. Defisit pengetahuan (D.0111)
e. Gangguan eliminasi urin (D.0040)
f. Resiko infeksi (D.0142)
g. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan (D.0139)
3. Intervensi
a. Inkontinensia urin
- Inkontinensia urin berlanjut (D.0042)
- Inkontinensia urin berlebih (D.0043)
- Inkontinensia urin fungsional (D.0044)
- Inkontinensia urin refleks (D.0045)
- Inkontinensia urin stress (D.0046)
- Inkontinensia urin urgensi (D.0047)

Tujuan : Kontinensia urin membaik (L.04036)


Intervensi :
- Inkontinensia urin berlanjut (D.0042)
Katerisasi urin (I.04148)
- Inkontinensia urin berlebih (D.0043)
Katerisasi urin (I.04148)
- Inkontinensia urin fungsional (D.0044)
Latihan berkemih (I.04149)
- Inkontinensia urin refleks (D.0045)
Katerisasi urin (I.04148)
- Inkontinensia urin stress (D.0046)
- Latihan otot panggul (I.077215)
- Inkontinensia urin urgensi (D.0047)
- Latihan perkemih (I.04149)
b. Defisit perawatan diri (D.0109)
Tujuan : Perawatan diri meningkat (L.11103)
Kriteria hasil :
- Kemampuan ke toilet meningkat
- Mempertahankan kebersihan diri meningkat
Intervensi : Dukungan perawatan diri (BAB/BAK)
- Identifikasi kebiasaan BAB/BAK sesuai usia (I.11349)
- Monitor integritas kulit pasien
- Latih BAB/BAK
- Sediakan alat bantu, bila perlu
- Anjurkan BAB/BAK secara rutin
- Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu
c. Ansietas (D.0080)
Tujuan : Tingkat ansietas menurun
Intervensi : Reduksi Ansietas (I.09314)
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
- Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
- Latih teknik relaksasi

2.3.2 Impaksi Fekal


1 Pengkajian

Fokus pengkajian paka klien/pasien impaksi fekal antara lain yaitu :


a. Pola defekasi
Frekuensi dan waktu klian mengalami defekasi, apakah pola BAB
berubah akhir-akhir ini, apakah pola BAB pernah berubah
sebelumnya.
b. Pola tingkah laku
Penggunaan laksatif, atau bahan-bahan yang serupa untuk
mempertahankan pola BAB yang normal. Apakah ada runitias yang
dilakukan klien untuk mempertahankan pola defejasu yang biasa
c. Deskripsi feses
Bagaimana klien mendeskripsikan fesesnya, termasuk warna,
tekstur, bentuk, dan bau
d. Diet
Makanan klien yang dapat mempengaruhi proses defekasi, jenis
makanan, porsi, makanan yang dihindari klien
e. Cairan
Asupan cairan yang masuk setiap harinya
f. Latihan
Pola Latihan fisik apa yang dilakukan klien secara rutin
g. Obat-obatan
Apakah klien mengkonsumsi obat-obatan yang dapat
mempengaruhi saluran intestinal (contoh : zat besi, antibiotic,
antidiare, analgesic, dan antasida)
h. Stress
Kaji apakah klien mengalami stress dalam jangka waktu lama atau
sngkat. Kadi stress seperti apakah yang diterima klien dan
bagaimana klien menanganinya
i. PembedahanKaji apakah klien mengalami pembedahan atau
penyakit yang berpengaruh terhadap saluran cerna
j. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada abdomen khususnya pada saluran intestinal
khususnya pada bagian perut hinnga anus, dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Konstipasi (D.0049)
b. Risiko defisit nutrisi (D.0032)
c. Nyeri akut (D.0077)

3. Intervesi Keperawatan
a. Konstipasi (D.0049)
Tujuan : Eliminasi fekal membaik (L.04033)
Kriteria Hasil :
- Kontrol pengeluaran feses meningkat
- Keluhan defekasi lama dan sulit menurun
- Konsistensi feses membaik
- Frekuensi defekasi membaik

Intervensi : Manajemen Eliminasi Fekal (I.04151)


- Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi
gastrointestinal
- Monitor buang air besar
- Sediakan makanan tinggi serat
- Anjrukan mencatat warna, frekuensi, konsistensi, dan volume
feses
- Anjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi
serat
b. Risiko defisit nutrisi (D.0032)
Tujuan : Status nutrisi membaik
Kriteria Hasil : Manajemen nutisi (I.03119)
- Porsi makan yang dihabiskan meningkat
- Fruekensi makan membaik
- Nafsu makan meningkat
Intervensi :
- Identifikasi status nutrisi
- Monitor asupan makanann
- Fasilitasi menentukan pedoman diet
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Anjurkan diet yang diprogramkan
c. Nyeri akut (D.0077)
Tujuan : tingkat nyeri menurun
Kriteria Hasil :
- Keluhan nyeri menurun
- Meringis menurun
- Gelisah menurun
- Menarik diri menurun
- Nafsu makan meningkat

Intervensi : Manajemen nyeri (I.08238)


- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Berikan teknik non-farmakologis untuk mengurasi rasa nyeri
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemelihian
strategi meredakan nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan menggunakan analgetic yang tepat
- Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetic, jika perlu
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Skenario kasus


Ny S berusia 74 tahun tinggal di panti werdha sejak 2 tahun yang lalu. NY S mengeluh
susah BAB hal ini di rasakan sejak 1 bulan yang lalu, Ny. S 1 minggu ini belum BAB,
sulit mengeluarkan feses dan mengeluh mengompol saat bersin atau batuk dan ini
sudah berlangsung selama 2 bulan.
NY. S merasa malu karena tempat tidurnya bau pesing. Ny. S tampak lesu dan tidak
bergairah.. Dari hasil pemeriksaan TTV: 160/90mmHg, Nadi : 65 x/menit, RR :
16x/menit, S:36֯ C. saat ini NY. S mengonsumsi Obat Anti hipertensi, Amlodipin dan
Captopril.
3.2 ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian

FORMAT PENGKAJIAN LANSIA


ADAPTASI TEORI MODEL CAROL A MILLER

Nama wisma : Wisma Mentari Tanggal Pengkajian :


30/10/2023

1. IDENTITAS :
KLIEN
Nama : Ny. S
Umur : 74 th
Agama : Islam
Alamat asal : Jln. Mulyorejo Utara No. 200, Kec. Mulyorejo, Surabaya
Tanggal datang : 23 Oktober 2022 Lama Tinggal di Panti 1 tahun
2. DATA :
KELUARGA
Nama : Tn. D
Hubungan : Anak angkat
Pekerjaan : Pengusaha
Alamat : Jln. Perumahan CitraLand, CitraLand Utama No. 05, Kec.
Sambikerep Surabaya. Telp : 0858 7349 8223
3. STATUS KESEHATAN SEKARANG :
Keluhan utama: susah BAB dan sering mengompol
Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan: bertanya pada petugas
panti tentang kondisi yang dialaminya.
Obat-obatan: klien mendapatkan terapi anti hipertensi Captopril dan Amlodipin
4. AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES
MENUA) :
FUNGSI FISIOLOGIS
1. Kondisi Umum Ya Tidak
Kelelahan : Ny. S mengatakan
kelelahan bila menaiki
anak tangga
Perubahan BB : Ny. S mengatakan
perubahan BB
BB: 50kg TB : 155cm
Perubahan nafsu : Ny. S mengatakan kurang
makan nafsu makan
Masalah tidur : Ny. S mengatakan setiap
malam tidur selama 6-7
jam
Kemampuan ADL : Mandiri/
ketergantungan
ringan
KETERANGAN
: Perubahan yang terjadi disebabkan karena
proses penuaan

2. Integumen Ya Tidak
Lesi / luka : Tidak ada lesi/ luka
Pruritus : Tidak ada pruritus
Perubahan pigmen : Tidak ada
Memar : Tidak ada memar
Beresiko dekubitus : Tidak
KETERANGAN :
(cek lampiran Tidak beresiko decubitus ( skor 17)
penilaian decubitus)

3. Hematopoetic Ya Tidak
Perdarahan abnormal : Tidak ada perdarahan
Pembengkakan kel limfe : Tidak ada
pembengkakan Limfe
Anemia : Tidak
KETERANGAN : Tidak ada masalah

4. Kepala Ya Tidak
Sakit kepala : Tidak
Pusing : Tidak
Gatal pada kulit kepala : Tidak
KETERANGAN : Ny. S rajin keramas dan rajin mandi

5. Mata Ya Tidak
Perubahan penglihatan : Ny. S tidak bisa melihat
benda dengan jarak jauh
Pakai kacamata : Ny. S menggunakan
kacamata untuk berjalan,
membaca dan menulis
Kekeringan mata : Tidak
Nyeri : Tidak
Gatal : Tidak
Photobobia : Tidak
Diplopia : Tidak
Riwayat infeksi : Tidak
KETERANGAN : Ny. S mengalami rabun pada penglihatannya .
6. Telinga Ya Tidak
Penurunan pendengaran : Ny. S
mengatakan
kurang
mendengar
dengan baik
Discharge : Tidak
Tinitus : Tidak
Vertigo : Tidak
Alat bantu dengar : Tidak
Riwayat infeksi : Tidak
Kebiasaan membersihkan : Telinga di
telinga bersihkan
apabila terasa
gatal
Dampak pada ADL : Ny.S tidak bisa mendengar suara dengan
jelas
KETERANGAN : Ny. S tidak bisa mendengar suara-suara
kecil seperti bisikan

7. Hidung sinus Ya Tidak


Rhinorrhea : Tidak
Discharge : Tidak
Epistaksis : Tidak
Obstruksi : Tidak
Snoring : Tidak
Alergi : Tidak
Riwayat infeksi : Tidak
KETERANGAN : Tidak ada masalah
8. Mulut, tenggorokan Ya Tidak
Nyeri telan : Tidak ada
Kesulitan menelan : Ny. S mengatakan
Kesulitan menelan
makanan
Lesi : Tidak ada
Perdarahan gusi : Tidak ada
Caries : Tidak ada
Perubahan rasa : Ny. S mengatakan makanan
yang di sajikan terasa
hambar
Gigi palsu : Tidak ada
Riwayat Infeksi : Tidak ada
Pola sikat gigi : Klien menggosok gigi ketika mandi saja
KETERANGAN : NY. S mengalami kesulitan menelan makanann dan
makanan terasa hambar Karena perubahan pada
proses penuaan

9 Leher Ya Tidak
. Kekakuan : Tidak
Nyeri tekan : Tidak ada
Massa : Tidak ada
KETERANGA : Tidak ada masalah
N
10. Pernafasan Ya Tidak
Batuk : Ny. S batuk sesekali
Nafas pendek : Tidak ada
Hemoptisis : Tidak ada
Wheezing : Tidak ada
Asma : Tidak ada
KETERANGAN : NY. S mengatakan BAK akan keluar ketika batuk

11. Kardiovaskuler Ya Tidak


Chest pain : Tidak ada
Palpitasi : Tidak ada
Dipsnoe : Tidak ada
Paroximal : Tidak ada
nocturnal
Orthopnea : Tidak ada
Murmur : Tidaak ada
Edema : Tidak ada
KETERANGAN : Tidak ada masalah

12. Gastrointestinal Ya Tidak


Disphagia : Tidak ada
Nausea / vomiting : Tidak ada
Hemateemesis : Tidak ada
Perubahan nafsu : Ny. S mengalami
makan perubahan nafsu makan
Massa : Teraba massa pada
perut Ny. S
Jaundice : Tidak ada
Perubahan pola BAB : Terjadi perubahan pola
BAB
Melena : Tidak ada
Hemorrhoid : Tidak ada
Pola BAB : Sejak 2 bulan yang lalu klien mengalami
perubahan pada pola BAB. Satu minggu ini klien
sulit mengeluarkan feses
KETERANGAN : Ny. S mengalami masalah pada pola BAB

13. Perkemihan Ya Tidak


Dysuria : Tidak ada
Hesitancy : Tidak ada
Urgency : Tidak ada
Hematuria : Tidak ada
Poliuria : Tidak ada
Oliguria : Tidak da
Nocturia : Ya
Inkontinensia : Ya
Frekuensi : Ny. S mengatakan 8-12 kali
Pola BAK : Ny. S mengatakan saat batuk atau bersin BAK tidak
dapat di kontrol
KETERANGAN : Ny. S mengalami masalah pada pola BAK

14 Reproduksi (laki-laki) Ya Tidak


. Lesi : - -
Disharge : - -
Testiculer pain : - -
Testiculer massa : - -
Perubahan gairah sex : - -
Impotensi : - -
Reproduksi
(perempuan)
Lesi : Tidak
Discharge : Tidak
Postcoital bleeding : Tidak
Nyeri pelvis : Tidak
Prolap : Tidak
Aktifitas seksual : Tidak
Pap smear : Tidak
Riwayat menstruasi : Manapouse
KETERANGAN : Ny. S mengalami menopause

15 Muskuloskeletal Ya Tidak
. Nyeri Sendi : Tidak
Bengkak : Tidak
Kaku sendi : Tidak
Deformitas : Tidak
Spasme : Tidak
Kram : Tidak
Kelemahan otot : Tidak
Masalah gaya berjalan : Ya
Nyeri punggung : Ya
Pola latihan : Ny.S suka duduk dan menonton tv
Dampak ADL : Ny. S berjalan pelan dan terkadang dibantu 1
orang ketika berjalan.
KETERANGAN : Ny. S berjalan sendiri dan terkadang dibantu
orang lain
16 Persyarafan Ya Tidak
. Seizures : Tidak
Syncope : Tidak
Tic/tremor : Tidak
Paralysis : Tidak
Paresis : Tidak
Masalah memori : Ya
KETERANGAN : Klien terkadang lupa tempat menyimpan
barang

5. POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL :


Psikososial YA Tidak
Cemas : Tidak
Depresi : Tidak
Ketakutan : Tidak
Insomnia : Tidak
Kesulitan dalam mengambil : Ya
keputusan
Kesulitan konsentrasi : Ya
Mekanisme koping : Ny. S selalu berpikir positif dan selalu berusaha
mengatasi masalah
Persepsi tentang kematian : Ny. S mengatakan kematian sudah menjadi takdir Allah
Dampak pada ADL : ketergantungan ringan
Spiritual
 Aktivitas ibadah : klien melaksanakan sholat 5 waktu

 Hambatan : Ketika sakit klien tidak melaksanakan sholat

KETERANGAN : Ny. S memiliki mekanisme koping yang baik


6. LINGKUNGAN :
 Kamar : tempat tidur NY. S berbau pesing

 Kamar mandi : bersih, penerangan kamar mandi menggunakan lampu warna kuning,
lantai dari tekel

 Dalam rumah.wisma : ada ventilasi ruangan dan jendela dibuka setiap pagi

 Luar rumah : dekat dengan jalan raya dan swalayan

7. ADDITIONAL RISK FACTOR


Riwayat perilaku (kebiasaan, pekerjaan, aktivitas) yang mempengaruhi kondisi
saat ini : sejak muda Ny. S jarang berolahraga.
8. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES

1. Kemampuan ADL : Ketergantungan ringan


2. Aspek Kognitif : Fungsi kognitif baik
3. Tes Keseimbangan : Klien tidak beresiko jatuh
4. GDS : Klien tidak depresi
5. Status Nutrisi : Status gizi normal
6. Fungsi social lansia : Baik
7. Hasil pemeriksaan Diagnostik :
No Jenis pemeriksaan Tanggal Hasil
Diagnostik Pemeriksaan
1 GDA 02-10-2023 101
Lampiran
1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
No. Item yang dinilai Skor Skor
Klien
1. Makan 0 = Tidak mampu
2
1 = Butuh bantuan memotong lauk,
mengoles
mentega dll
2 = Mandiri
2. Mandi 0 = Tergantung orang lain
1 = Mandiri 1
3. Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
1
1 = Mandiri dalam perawatan muka,
rambut,
gigi, dan bercukur
4. Berpakaian 0 = Tergantung orang lain 2
1 = Sebagian dibantu (misal mengancing
baju)
2 = Mandiri
5. Buang air kecil 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan
tidak terkontrol
1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24
1
jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari
7 hari)
6. Buang air besar 2
0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu
enema)
1 = Kadang Inkontensia (sekali
seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7. Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat
2
melakukan beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8. Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2
2
orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
9. Mobilitas (berjalan di 0 = Immobile (tidak mampu)
permukaan datar) 1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan satu orang 3
3 = Mandiri (meskipun menggunakan
alat bantu seperti, tongkat)
10. Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu) 1
2 = Mandiri
Interpretasi:
1. Skor 20 : Mandiri
2. Skor 12-19 : Ketergantungan Ringan
3. Skor 9-11 : Ketergantungan Sedang
4. Skor 5-8 : Ketergantungan Berat
5. Skor 0-4 : Ketergantungan Total
(Lewis, Carole & Shaw, Keiba, 2006)

2. Mini-Cog
Nama : NY. S
Tgl/Jam: 30 Oktober 2023
Step 1: 3 daftar kata
 “Tolong dengarkan baik-baik. Saya akan mengatakan tiga kata yang
saya ingin Anda ulangi kembali kepada saya sekarang dan coba ingat.”
Kata-kata adalah [pilih daftar kata dari versi di bawah]. Tolong katakan
itu untukku sekarang.

Versi 1 Versi 2 Versi 3 Versi 4 Versi 5 Versi 6


Pisang Pemimpin Desa Sungai Kapten Anak
perempuan
Matahari Musim Dapur Negara Kebun Surga
terbit
Kursi Meja Bayi Jari Gambar Gunung
Record:
Versi daftar kata: Versi 1 Jawaban: Pisang Matahari Terbit Kursi

Step 2: Mengambar jam


 Katakan: “Selanjutnya, saya ingin Anda menggambar jam untuk saya.
Pertama, masukkan semua angka dalam lingkaran.” Ketika itu selesai,
 Katakan: “Sekarang, aturlah jam ke 10 ke jam 11.”

Catatan:
fungsi kognitif baik

3
Menggambar jam 2
(MC6)
Buta huruf/ gangguan: 77
Nilai total 5
(MC7)

Mini-Cog™ © S.
Borson.
Scoring mini-cog
Skor mencatat kata-kata: ___ 1 poin untuk setiap kata yang secara spontan diingat
(0-3 points) tanpa isyarat.
Skor menggambar jam: __ Jam normal = 2 poin. Jam normal memiliki semua
(0 or 2 points) nomor yang ditempatkan dalam urutan yang benar
dan posisi yang kira-kira benar (misalnya, 12, 3, 6
dan 9 berada di posisi jangkar) tanpa nomor yang
hilang atau duplikat.
Panah menunjuk ke 11 dan 2 (11:10). Panjang panah
tidak dihitung. Ketidakmampuan atau penolakan
untuk menggambar jam (abnormal) = 0 poin.
Total skor: ______ Skor total = Skor mencatat kata-kata + Skor
(0-5 points) menggambar jam.
Titik potong <3 pada Mini-Cog™ telah divalidasi
untuk skrining demensia, tetapi banyak individu
dengan gangguan kognitif yang bermakna secara
klinis akan mendapat skor lebih tinggi. Ketika
sensitivitas yang lebih besar diinginkan, titik potong
<4 direkomendasikan karena dapat mengindikasikan
kebutuhan untuk evaluasi status kognitif lebih lanjut
1. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test
No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)

1 30 oktober 2023 jam 13 detik


08.00
2 30 oktober 2023 jam 12 detik
11.00
3 30 oktober 2023 jam 13 detik
16.00
Rata-rata Waktu TUG 12,6

Interpretasi hasil klien tidak beresiko jatuh

Hasil pengamatan Klien dapat berjalan tanpa mnggunakan


alat bantu, namun agak lambat

Interpretasi hasil:
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:
≤13,5 detik Tidak ada resiko jatu

>13,5 detik Resiko tinggi jatuh

>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun


waktu 6 bulan

>30 detik Diperkirakan membutuhkan bantuan


dalam mobilisasi dan melakukan
ADL
(Bohannon: 2006; Shumway-Cook,Brauer & Woolacott: 2000; Kristensen, Foss
& Kehlet: 2007: Podsiadlo & Richardson:1991).
2. GDS
Pengkajian Depresi
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 0
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan 1 0 0
kesenangan
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 0
4. Anda sering merasa bosan 1 0 1
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 1
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 1
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar 1 0 0
melakukan sesuatu hal
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan 1 0 0
anda
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 0
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 0
13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 0
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda 1 1
Jumlah 4

(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam Gerontological
Nursing, 2006)
Interpretasi :Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi
3. Status Nutrisi

Pengkajian determinan nutrisi pada lansia:


Skrining Skor
Mengalami penurunan asupan makanan lebih dari tiga bulan selama
adanya penurunan nafsu makan, gangguan pencernaan, menelan dan
kesulitan menelan makanan
A
0 = Adanya penurunan asupan makanan yang besar 2
1 = Adanya penurunan asupan makanan yang sedang
2 = Tidak ada penurunan asupan makanan
Mengalami penurunan berat badan selama tiga bulan terakhir
0 = Penurunan BB >3 kg 3
B 1 = Tidak diketahui
2 = Penurunan BB 1-3 kg
3 = Tidak mengalami penurunan BB
Mobilitas
0 = Tidak dapat turun dari tempat tidur / kursi roda 1
C 1 = Dapat turun dari tempat tidur / kursi roda namun tidak dapat
berjalan jauh
2 = Dapat berjalan jauh
Mengalami stres psikologis atau memiliki penyakit akut tiga bulan
terakhir
D
0 =Ya 2
2 = Tidak
Mengalami gangguan neuropsikologis
0 = Mengalami demensia atau depresi berat 2
E
1 = Mengalami demensia ringan
2 = Tidak mengalami gangguan neuropsikologis
Indeks massa tubuh (IMT)
0 = IMT < 19 3
F1 1 = IMT 19-21
2 = IMT 21-23
3 = >23
Jika IMT tidak dapat diukur ganti pertanyaan F1 dengan F2
Jangan menjawab pertanyaan F2 jika pertanyaan F1 sudah terpenuhi
Lingkar betis (cm)
F2 0 = jika < 31
3 = jika > 31
Skor maksimal 14
Interpretasi:
12-14 : Status gizi normal
8-11 : Resiko mengalami malnutrisi
0-7 : Mengalami malnutrisi

Fungsi sosial lansia


APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA
Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia

NO URAIAN FUNGSI SKOR


E

1. Saya puas bahwa saya dapat kembali pada ADAPTATION 2


keluarga (teman-teman) saya untuk membantu
pada waktu sesuatu menyusahkan saya

2. Saya puas dengan cara keluarga (teman- PARTNERSHIP 2


teman)saya membicarakan sesuatu dengan saya
dan mengungkapkan masalah dengan saya
3. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) GROWTH 2
saya menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktivitas / arah baru

4. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) AFFECTION 2


saya mengekspresikan afek dan berespon terhadap
emosi-emosi saya seperti marah, sedih/mencintai

5. Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya RESOLVE 1


meneyediakan waktu bersama-sama

Kategori Skor: TOTAL 9


Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:
1) Selalu : skore 2
2) Kadang-kadang : 1
3) Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik

Smilkstein, 1978 dalam Gerontologic Nursing and health aging 2005


Pengkajian kualitas tidur (PSQI)
KUESIONER KUALITAS TIDUR (PSQI)
1. Jam berapa biasanya anda mulai tidur malam? Jam 19.00/19.30 (Setelah melakukan
sholat isya)
2. Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam? 10-15 menit
3. Jam berapa anda biasanya bangun pagi? Jam 03.30 (saat akan sholat shubuh)
4. Berapa lama anda tidur dimalam hari? 6-7 jam
5 Seberapa sering Tidak 1x 2x ≥3x
masalah-masalah pernah seminggu seminggu seminggu
dibawah ini dalam (1) (2) (3)
mengganggu tidur anda? sebulan
terakhir (0)
a. Tidak mampu tertidur √
selama 30 menit sejak
berbaring
b. Terbangun ditengah √
malam atau terlalu dini
c. Terbangun untuk ke √
kamar mandi
d. Tidak mampu bernafas √
dengan leluasa
e. Batuk atau mengorok √
f. Kedinginan dimalam √
hari
g. Kepanasan dimalam hari √
h. Mimpi buruk √
i. Terasa nyeri √
j. Alasan lain (sering √
mengompol)
6 Seberapa sering anda √
menggunakan obat tidur
7 Seberapa sering anda √
mengantuk ketika
melakukan aktifitas
disiang hari
Tidak Kecil Sedang Besar
antusias
8 Seberapa besar antusias √
anda ingin
menyelesaikan masalah
yang anda hadapi
Sangat baik Baik Kurang Sangat
(0) (1) (2) kurang
(3)
9 Pertanyaan pre- √
intervensi : Bagaimana
kualitas tidur anda
selama sebulan yang lalu
Pertanyaan post-
intervensi : Bagaimana
kualitas tidur anda
selama seminggu yang
lalu
Cara perhitungan Skor PSQI dan Interpretasi Skor
KOMPONEN KETERANGAN SKOR
Komponen 1 Skor pertanyaan #9 Skor: 1
Komponen 2 Skor pertanyaan #2 + #5a Komponen
Skor pertanyaan #2 2: 0
( <15 menit=0)
(16-30 menit=1) Komponen
(31-60 menit=2) 5a: 0
( >60 menit=3) + skor pertanyaan #5a
jika jumlah skor dari kedua pertanyaan tersebut Skor: 0
jumlahnya 0 maka skornya = 0
jika jumlahnya
1-2=1
3-4=2
5-6=3
Komponen 3 Skor pertanyaan #4
>7=0 Skor: 1
6-7=1
5-6=2
<5=3 )
Komponen 4 Jumlah jam tidur pulas ( #4 ) / Jumlah jam ditempat
tidur ( kalkulasi #1 & #3 ) x 100%, 7:8x100%=
>85%=0 87,5%
75-84%=1
65-74%=2 Skor: 0
<65%=3
Komponen 5 Jumlah skor 5b hingga 5j ( bila jumlahnya 0 maka
skornya =0,
jika jumlahnya Skor: 2
1-9=1
10-18=2
18-27=3
Komponen 6 Skor pertanyaan #6 Skor: 0
Komponen 7 Skor pertanyaan #7 + #8, jika jumlahnya 0 maka
skornya =0,
jika jumlahnya Skor: 1
1-2=1
3-4=2
5-6=3
TOTAL SKOR Jumlah skor komponen 1-7
INTERPRETASI:
JIKA TOTAL SKOR = ≤5 menunjukkan kualitas Skor: 5
tidur klien yang BAIK,
JIKA TOTAL SKOR = >5-21 menunjukkan
kualitas tidur klien yang BURUK
Skor Norton (Pemeriksaan resiko decubitus)
Nama: Ny. S
Kriteria Skor Nilai
Kondisi fisik umum:
 Baik 4
 Lumayan 3 4
 Buruk 2
 Sangat buruk 1
Kesadaran:
 Komposmentis 4
 Apatis 3 4
 Konfus/ soporus 2
 Stupor/ koma 1
Aktifitas:
 Ambulan 4
 Ambulan dengan bantuan 3 3
 Hanya bisa duduk 2
 Tiduran 1
Mobilitas:
 Bergerak bebas 4
 Sedikit terbatas 3 4
 Sangat terbatas 2
 Tak bisa bergerak 1
Inkontines:
 Tidak 4
 Kadang-kadang 3
 Sering inkontinensia urin 2 2
 Inkontinensia alvi dan urin 1
Total skor 17
3.3 ANALISA DATA
Tanggal Data DiagnosaKeperawatan
(SDKI)
30-10- Data Subyektif Inkontinensia Urine Stres b.d
2023 - Ny. S mengeluh mengompol saat kelemahan intrinsic spinkter
bersin dan batuk uretra d.d mengeluh keluar
- Ny. S mengatakan merasa urine saat tekanan abdominal
pengeluaran urin tidak tuntas. meningkat (bersin, batuk)
- Ny. S mengatakan frekuensi (D.0046)
berkemih meningkat.
Data Obyektif
- Tempat tidur Ny. S bau pesing
- TD: 160/90
- N: 65x/menit
- S: 36 C
- RR: 16x/menit

30-10- Data Subyektif Konstipasi b.d gangguan


2023 - Ny. S mengeluh susah BAB sejak 2 emosional d.d Defekasi
bulan yang lalu kurang dari 2 kali seminggu,
- Ny. S mengatakan 1 minggu ini pengeluaran feses lama dan
belum BAB dan sulit mengeluarkan sulit
feses (D.0049)
Data Obyektif
- TD: 160/90
- N: 65x/menit
- S: 36 C
- RR: 16x/menit

30-10- Data Subyektif Harga Diri Rendah Situasional


2023 - Ny. S merasa malu karena sering b.d perilaku tidak konsisten
mengompol dengan nilai d.d merasa malu,
Data Obyektif lesu dan tidak bergairah
- Ny. S tampak lesu dan tidak (D.0087)
bergairah
- TD: 150/90
- N: 106x/menit
- S: 36,2 C
- RR: 22x/menit
- TB: 158 cm
Skoring Prioritas Masalah (Bailon & Maglaya, 1978)
Diagnosis Keperawatan : Inkontinensia Urine Stres b.d kelemahan intrinsic spinkter
uretra d.d mengeluh keluar urine saat tekanan abdominal meningkat (bersin, batuk)
(D.0046)
No Kriteria Bobot Pembenaran
yang
diberikan
1 Sifat masalah: 3 Masalah inkonttinensia urine yang
 Tidak/ kurang sehat (3) terjadi pada klien termasuk kategori
 Ancaman kesehatan (2) masalah aktual yang sedang diderita
 Krisis atau keadaan klien saat ini, yang artinya kondisi klien
sejahtera (1) sedang tidak sehat.
2 Kemungkinan masalah 2 Kemungkin masalah dapat dicegah
dapat di ubah dengan mudah karena kondisi
 Dengan mudah (2) inkontinensia yang dialami klien masih
 Hanya Sebagian (1) baru saja terjadi yang berhubungan
 Tidak dapat (0) dengan stress yang dialami klien, bukan
kategori kronis yang telah berlangsung
lama, sehingga masih dapat dilakukan
beberapa upaya baik secara farmakologis
ataupun non-farmakologis
3 Potensi masalah dapat 3 Masalah berpotensi tinggi untuk dapat
dicegah dicegah asalkan klien dapat dengan rutin
 Tinggi (3) menjalankan terapi yang diberikan dan
 Cukup (2) menghindari faktor penyebab terjadinya
 Rendah (1) masalah
4 Menonjolnya masalah 2 Masalah yang dialami kline tergolong
 Masalah berat, harus segera berat dan harus segera ditangani karena
ditangani (2) hal tersebut berdampak pada rasa tidak
 Ada masalah, tetapi tidak nyaman pada klien, sehingga
perlu segera ditangani (1) mengganggu klien dalam kehidupan
 Masalah tidak dirasakan (0) sehari-harinya, dan mungkin berpotensi
terjadi stress psikologi karena kondisi
yang tidak juga ditangani.
Total 10
Note: Semakin tinggi total skor maka diagnosis semakin prioritas.

Diagnosis Keperawatan : Konstipasi b.d ketidakcukupan asupan cairan d.d Defekasi


kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses lama dan sulit, feses keras, peristaltic
usus menurun, mengejan saat defekasi (D.0049)
No Kriteria Bobot Pembenaran
yang
diberikan
1 Sifat masalah: 3 Masalah konstipasi yang terjadi pada
 Tidak/ kurang sehat (3) klien termasuk kategori masalah
 Ancaman kesehatan (2) aktual yang sedang diderita klien saat
 Krisis atau keadaan sejahtera ini, yang artinya kondisi klien sedang
(1) kurang sehat.
2 Kemungkinan masalah dapat 1 Kemungkin masalah dapat dicegah
di ubah hanya sebagian karena masalah
 Dengan mudah (2) konstipasi yang dialami klien diduga
 Hanya Sebagian (1) karena pola konsumsi klien yang
 Tidak dapat (0) kurang sesuai, sehingga timbul
masalah konstipasi.
3 Potensi masalah dapat dicegah 2 Masalah berpotensi cukup untuk
 Tinggi (3) dapat dicegah, karena kembali lagi
 Cukup (2) pada pola makan klien yang kurang
 Rendah (1) sesuai, dan untuk merubah kebiasaan
membutuhkan waktu yang lumayan
lama, ditambah mengingat klien
sudah lansia
4 Menonjolnya masalah 2 Masalah yang dialami klien tergolong
 Masalah berat, harus segera harus segera ditangani, karena apabila
ditangani (2) tidak ditangani bisa berdampak ke
 Ada masalah, tetapi tidak kondisi yang lebih serius nantinya.
perlu segera ditangani (1)
 Masalah tidak dirasakan (0)
Total 8
Diagnosis Keperawatan : Harga Diri Rendah Situasional b.d perilaku tidak konsisten
dengan nilai d.d merasa malu, lesu dan tidak bergairah
(D.0087)
No Kriteria Bobot Pembenaran
yang
diberikan
1 Sifat masalah: 3 Masalah harga diri rendah yang
 Tidak/ kurang sehat (3) terjadi pada klien termasuk kategori
 Ancaman kesehatan (2) masalah aktual yang terjadi secara
 Krisis atau keadaan sejahtera situasional atau terjadi karena situasi
(1) tertentu, yang artinya kondisi klien
sedang kurang sehat.
2 Kemungkinan masalah dapat 1 Kemungkin masalah dapat dicegah
di ubah hanya sebagian karena masalah harga
 Dengan mudah (2) diri rendah situasional yang termasuk
 Hanya Sebagian (1) masalah psikologis perilaku
 Tidak dapat (0) berhubungan dengan kondisi
inkontinensia urine yang dialami
klien, sehingga apabila penyebab
HDR itu muncul kembali, maka
masalah HDR akan muncul juga.
3 Potensi masalah dapat dicegah 1 Masalah narga diri rendah situasional
 Tinggi (3) berpotensi rendah untuk dapat
 Cukup (2) dicegah karena masalah ini
 Rendah (1) berhubungan dengan kondisi
inkontinensia urine, apabila
inkontinensia urine masih dialami
klien maka secara otomatis HDR juga
akan masih kemungkinan muncul
kembali.
4 Menonjolnya masalah 2 Masalah yang dialami klien tergolong
 Masalah berat, harus segera harus segera ditangani, karena
ditangani (2) masalah HDR Situasional termasuk
 Ada masalah, tetapi tidak masalah psikologis yang apabila tidak
perlu segera ditangani (1) ditangani akan berdampak pada
 Masalah tidak dirasakan (0) kondisi keseharian klien yang
akhirnya akan bertuju pada stress dan
turunnya kondisi tubuh.
Total 7

Prioritas Diagnosis Keperawatan :


1. Inkontinensia Urine Stres b.d kelemahan intrinsic spinkter uretra d.d mengeluh
keluar urine saat tekanan abdominal meningkat (bersin, batuk) (D.0046)
2. Konstipasi b.d ketidakcukupan asupan cairan d.d Defekasi kurang dari 2 kali
seminggu, pengeluaran feses lama dan sulit, feses keras, peristaltic usus
menurun, mengejan saat defekasi (D.0049)
3. Harga Diri Rendah Situasional b.d perilaku tidak konsisten dengan nilai d.d
merasa malu, lesu dan tidak bergairah (D.0087)
3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN

FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


NamaKlien : Ny.S
Wisma/ Ruang : Wisma Mentari
No Diagnosa Tujuan dan Rencana Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Inkontinensia Urine Setelah dilakukan intervensi Perawatan Inkontinensia
Stres b.d kelemahan dalam waktu 1 hingga 2 bulan, Urin (I.04163)
intrinsic spinkter diharapkan Kontinensia Urine Observasi
uretra d.d mengeluh Membaik dengan kriteria 1. Identifikasi penyebab
keluar urine saat hasil: inkontinensia urin
tekanan abdominal 1. Kemampuan berkemih (misal: disfungsi
meningkat (bersin, meningkat neurologis, gangguan
batuk) (D.0046) 2. Enuresis menurun reflek destrusor, obat-
3. Frekuensi berkemih obatan, usia, riwayat
membaik oprasi, gangguan
4. Sensasi berkemih fungsi kognitif)
membaik 2. Identifikasi perasaan
(L.04036) dan persepsi pasien
terhadap inkontinensia
urin yang dialaminya.
Terapeutik
3. Bersihkan daerah
genital dan kulit sekitar
secara rutin
4. Berikan pujian atas
keberhasilan mencegah
inkontinensia
Edukasi
5. Jelaskan definisi, jenis
inkontinensia,
penyebab inkontinensia
urin
6. Jelaskan program
penanganan
inkontinensia urin
7. Jelaskan jenis pakaian
dan lingkungan yang
mendukung proses
berkemih.
8. Anjurkan membatasi
konsumsi cairan 2-3
jam menjelang tidur

Latihan Otot Panggul


(I.07215)
Observasi
1. Monitor pengeluaran
urine

Terapeutik
2. Berikan reinforcement
positif selama
melakukan latihan
dengan benar
Edukasi
3. Anjurkan berbaring
4. Anjurkan tidak
mengkontraksikan
perut, kaki, dan
bokong saat
melakukan latihan otot
panggul
5. Anjurkan menambah
durasi kontraksi-
relaksasi 10 detik
dengan siklus 10-20
kali, dilakukan 3-4 kali
sehari.
6. Ajarkan
mengkontraksikan
sekitar otot uretra
seperti menahan BAK
selam 5 detik
kemudian dikendurkan
dan direlaksasikan
dengan siklus 10 kali.
7. Ajarkan mengevaluasi
latihan yang dilakukan
dengan cara
menghentikan urin
sesaat saat BAK,
seminggu sekali
8. Anjurkan latihan 4-8
minggu.
Konstipasi b.d
2. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Konstipasi
ketidakcukupan
dalam 3x24 jam diharapkan (I.04155)
asupan cairan d.d
Eliminasi Fekal Membaik Observasi
Defekasi kurang dari
dengan kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan
2 kali seminggu,
1. Keluhan defekasi lama gejala konstipasi
pengeluaran feses
dan sulit menurun 2. Periksa pergerakan
lama dan sulit, feses
2. Mengejan saat usus, karakteristik feses
keras, peristaltic usus
defekasi menurun (konsistensi, bentuk,
menurun, mengejan
3. Konstipasi feses volume, dan warna)
saat defekasi
membaik 3. Identifikasi faktor
(D.0049)
4. Frekuensi BAB risiko konstipasi
membaik (misal: obat-obatan,
5. Peristaltik usu tirah baring, dan diet
membaik rendah serat)
(L.04033) 4. Monitor tanda dan
gejala rupture usus
dan/atau peritonitis
Terapeutik
5. Anjurkan diet tinggi
serat
6. Lakukan masase
abdomen
7. Berikan enema atau
irigasi, jika perlu
Edukasi
8. Jelaskan etiologi
masalah dan alasan
tindakan
9. Latih buang air besar
secara teratur
10. Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
Kolaborasi
11. Kolaborasi penggunaan
obat pancahar (dalam
pemantauan) dan tidak
boleh diberikan secara
mandiri.

3. Harga Diri Rendah Setelah dilakukan intervensi Promosi Koping (I.09312)


Situasional b.d dalam 3x24 jam diharapkan Observasi
perilaku tidak Harga Diri Meningkat dengan 1. Identifikasi kegiatan
konsisten dengan kriteria hasil : jangka pendek dan
nilai d.d merasa 1. Perasaan malu panjang sesuai tujuan.
malu, lesu dan tidak menurun 2. Identifikasi
bergairah 2. Meremehkan kemampuan yang
kemampuan mengatasi dimiliki
masalah menurun 3. Identifikasi dampak
3. Penilaian diri positif situasi terhadap peran
meningkat dan hubungan
4. Gairah aktivitas 4. Identifikasi kebutuhan
meningkat dan keinginan terhadap
(L.09069) dukungan sosial
Terapeutik
5. Diskusikan perubahan
yang dialami
6. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
7. Perkenalkan dengan
orang atau kelompok
yang berhasil
mengalami
pengalaman yang sama
Edukasi
8. Anjurkan menjalin
hubungan yang
memiliki kepentingan
dan tujuan sama
9. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi

Dukungan Emosional
(I.09256)
Terapeutik
1. Fasilitasi
mengungkapkan
perasaan cemas,
marah, atau sedih
2. Lakukan sentuhan
untuk memberikan
dukungan (merangkul,
menepuk-nepuk)
3. Tetap bersama klien
dan pastikan keamanan
selama ansietas, jika
perlu

Edukasi
4. Jelaskan konsekuensi
tidak menghadapi rasa
bersalah dan malu
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari pengkajian Ny. S berusia 74 tahun di panti werdha sejak 2 tahun yang lalu
dengan keluhan sulit BAB dan mengompol saat bersin atau batuk. NY. S merasa malu
karena tempat tidurnya bau pesing. Ny. S tampak lesu dan tidak bergairah.. Dari hasil
pemeriksaan TTV: 160/90mmHg, Nadi : 65 x/menit, RR : 16x/menit, S:36֯ C. saat ini
NY. S mengonsumsi Obat Anti hipertensi, Amlodipin dan Captopril.
Dari pengkajian yang dilakukan, didapatkan masalah keperawatan pada Ny.S
yaitu inkontinensia urine stress, konstipasi dan harga diri rendah situasional dengan
intervensi keperawatan yang telah direncanakan diharapkan masalah yang dihadapi Ny.
S dapat teratasi.
4.2 Saran
Lansia yang mengalami masalah keperawatan inkontinensia dan impaksi fekal
membutuhkan perawatan yang tepat dan perhatian yang cukup sehingga
dibutuhkan peran perawat dalam proses keperawatan yang dilaksanakan.
Lampiran 1

SOP LATIHAN OTOT PANGGUL


(SENAM KEGEL)
I. Pengertian
Latihan otot panggul merupakan suatu terapi inkontinensia stress dan
urgensi untuk memperkuat otot-otot dasar panggul terutama otot
pubococcygeal atau Pelvic Floor Muscle.
II. Tujuan
Latihan ini bertujuan untuk mempertahankan atau mengembalikan
kekuatan otot panggul
III. Indikasi
a. Pria dan wanita yang memiliki masalah inkontinensia
b. Wanita yang sudah mengalami menopause untuk mempertahankan
kekuatan otot panggul
c. Wanita yang mengalami prolaps uteri (turunnya rahim) karena
melemahnua otot dasar panggul dan melebar pasca persalinan, juga
untuk wanita yang mengalami masalah seksual.
d. Pria yang mengalami masalah ejakulasi dini serta ereksi lebih lama.
IV. Kontra Indikasi
a. Penderita penyakit jantung
b. Penderita diabetes
V. Tahap Persiapan
a. Persiapan Alat
1. Pakaian olah raga atau pakaian yang longgar
2. Arloji
3. Matras/Karpet/Kursi
4. Tape Recorder + lagu (sebagai pelengkap)
5. Peralatan eliminasi jika memungkinkan
6. Ruangan yang nyaman dan tenang
b. Persiapan Klien
1. Berikan salam, perkenalkan diri anda
2. Panggil klien dengan nama kesukaan klien
3. Bina hubungan saling percaya
4. Jelaskan kepada klien tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan
5. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
6. Menentukan otot yang tepat
7. Anjurkan klien untuk berkemih/buang air kecil terlebih dahulu
8. Pasien dipersiapkan untuk mengikuti senam
9. Psien dipersilahkan duduk / berbaring diatas matras / karpet
10. Bila diperlukan, klien menggunakan pembalut sekali pakai selama
periode latihan untuk menahan urine yang keluar.
VI. Tahap Kerja
1. Kenali terlebih dahulu otot-otot yang berhubungan dengan senam kegel
dan fungsi kerjanya. Caranya, saat buang air kecil, cobalah untuk
menghentikan pancaran air seni dengan melakukan kontraksi atau
menguncupkan otot-otot ini, kemudian, kendurkan lagi sehingga
pancaran air seni kembali lencar, bagian otot itulah yang akan kita latih.
2. Tahap berikutnya adalah melakukan kontraksi atau menguncupkan
otot-otot dasar panggul mulailah dengan berbaring terlentang dengan
lutut ditekuk, jaga agar jarak jari kaki anda terpisah. Kemudian tekuk
otot perut bagian bawah dan angkat panggul sedikit dari lantai. Jika bisa
bokong tidak menempel dengan lantai dan harus menjaga agar otot inti
tetap lentur. Lakukan latihan ini dengan menahan otot selama 3 detik
dan perlahan mengembalikan otot ke lantai, kembali ulangi sebanyak 3
kali. Lakukan latihan ini sebanyak 3 set dari 10 set yang seharusnya,
selain itu harus diperhatikan posisi otot panggul agar tidak
memalingkan atau memutar otot saat panggul diangkat karena akan
membuat otot tegang.
3. Tahap selanjutnya yakni membuka kaki dan letakkan kedua jari diantara
uretra dan anus, tekan punggung bawah ke lantai sekali lagi dan cobalah
untuk merasakan sensasi pengencangan di area ini. Jika dengan cara ini
masih belum merasakannya, maka bisa dicoba ketika ingin
menghentikan aliran urin pada saat buang air kecil. Rasakan sensasi
yang masuk ke dalam tindakan itu, mengangkat otot di dekat kandung
kemih, dan cobalah meniru gerakan ini ketika Anda melakukan latihan
di atas. Namun cara ini hanya disarankan untuk dicoba sekali saat
mempelajari tentang otot. Jangan ulangi ini sebagai latihan, atau justru
dapat menyebabkan masalah kemih.
4. Jika, latihan tersebut sudah cukup lancar, lanjutkan dengan
menguncupkan dan mengendurkannya dengan lebih keras dan
menahannya lebih lama (sekitar 10 detik). Lakukan senam kegel
sebanyak 2-3 kali sehari, selama sekitar 8-12 minggu sebelum akhirnya
dilakukan penilaian ulanh untuk pengelolaan lebih lanjut jika klien
belum mengalami perbaikan.
5. Latihan untuk mengatasi masalah pada eliminasi urin ini perlu
dilakukan secara konstan setiap hari, hasilnya tidak akan didapat waktu
satu hari, kebanyakan orang akan dapat merasakan perubahan setelah 3-
4 minggu dengan berlatih beberapa menit setiap hari.
VII. Evaluasi
a. Evaluasi respon klien
b. Berikan reinforcement positif
c. Lakukan kontrak untuk latihan atau excercise selanjutnya.
Lampiran 2
SOP MASSAGE ABDOMEN

I. Pengertian
Masase abdomen adalah pijatan yang dilakukan di bagian perut dan pijat
ini memiliki dua tujuan khusus, pertama pada perut yang membengkak atau
kembung perlu perawatan untuk membantu menghilangkan flatus dan yang
kedua yaitu orang yang sedang membutuhkan perawatan untuk merangsang
keluarnya tinja.
II. Tujuan
a. Merangsang peristaltik usus
b. Memperkuat otot-otot abdomen
c. Memberikan stimulus terhadap rectal dengan adanya somato-
autometik reflex dan adanya sensasi untuk defekasi
d. Meregangkan otot-otot perut
e. Meningkatkan tekanan intra abdominal
f. Menurunkan rasa ketidaknyamanan saat defeksi
III. Tahap Persiapan
a. Persiapan Alat
1. Lotion atau baby oil
2. Selimut
3. Lembar observasi defekasi
4. Sarung tangan
b. Persiapan Perawat dan Lingkungan
1. Lepas jam tangan dan perhiasan
2. Berdiri di samping pasien
3. Pastikan lingkungan, cahaya cukup terang
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Lakukan pijatan secara bertahap, yaitu dimulai dari sentuhan
ringan lalu ditambahkan tekanannya
2. Teknik pijat perut diiringi dengan pengaturan napas hingga perut
terasa rileks
3. Terapi pijat dilakukan sebelum klien makan
IV. Tahap Kerja
a. Latihan Aktif Anggota Gerak Atas
1. Berikan salam, memperkenalkan diri
2. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilakukan pada
klien
3. Bantu klien dengan posisi yang aman dan nyaman
4. Siapkan alat
5. Cuci tangan
6. Pakai sarung tangan
7. Beri tahu pasien bahwa tindakan segera dilakukan
8. Menghangatkan area perut dengan menerapkan teknik usapan
lembut dengan lotion selama 3 kali
9. Lakukan usapan lembut pada otot perut mulai dari bawah ke atas
(dari pusar ke prosessu xypoideus)
10. Memijat dari bagian atas ke bawah secara melingkar
11. Usap abdomen secara melingkar
12. Memijat abdomen dari atas kebawah dengan tangan mengepal
diikuti dengan tangan lainnya
13. Memijat abdomen dari bawah ke atas dengan tangan mengepal
diikuti dengan tangan lainnya
14. Memijat abdomen dengan tangan mengepal diikuti dengan tangan
lainnya secara melingkar
15. Mengusap abdomen dari kira ke kanan
16. Mengusap abdomen dari kanan ke krir
17. Menggetarkan abdomen diatas pusar
18. Lakukan 2 kali dalam 1 hari
V. Evaluasi
a. Respon klien selama tindakan (respon subjektif dan objektif)
b. Tanggal dan waktu pelaksanaan tindakan
REFERENSI

Sumardi R, Mochtar CA, Junizaf, et al. Prevalence of Urinary Incontinence, Risk


Factors and Its Impact: Multivariate Analysis from Indonesian Nationwide Survey.
Acta Med Indones. 2014 Jul;46(3):175-82.
Cheetham MJ, Malouf AJ, Kamm MA. Fecal incontinence the management in adults
2009.
Brown, J. E., Isaacs, J.S., Krinke, U.B., Lechtenberg, E., Murtaugh, M.A., Sharbaugh,
C., Splett, P.L., Stang, J., Wooldridge, N.H.(2011). Nutrition Through the Life Cycle.
4th edition. USA: Wadsworth Cengage Learning.
Touhy, Theris A and Kathleen F. Jett. 2014. Ebersole and Hess’ Gerontological Nursing
& Healthy Aging. St. Louis, Missouri : Elsevier
Dini AA. (2013). Sindrom Geriari (Imobilitas, Instabilitas, Gangguan Intelektual,
Inkontinensia, Infeksi, Malnutrisi, Gangguan Pendengaran). Medula
Unila.2013;1(3):117-125]
Retnangingsih, Dwi. 2014. Buku refrensi keperawatan Gerontik. Bogor: IN Media
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014 ). Keperawatan Medikal Bedah; Manajemen Klinis
untuk Hasil yang DIharapkan. Jakarta : Salemba Medika .
Maas, M. L., Buckwalter, K. C., Hardy, M. D., Trippen-Reimer, T., Titler, M. G., &
Specht, J. P. (2011). Asuhan Keperawatan Geriatri. Jakarta: EGC.
Roshdal, C. B., & Kowalski, M. T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Jakarta :
EGC.
Stocklager, J. L., & Schaeffer, L. (2008). Asuhan Keperawatan Geriatri . Jakarta: EGC.
Setyani, Fransisca Anjar Rina & Siwi Ikaristi Maria Theresia. Pengaruh Abdominal
Massage Dalam Upaya Pencegahan Konstipasi Pada Lanjut Usia di BPSTW Abiyoso
Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada. 205-211.
https://doi.org/10.34035/jk.v11i2.453

Anda mungkin juga menyukai