Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

DENGAN INKONTINENSIA URIN

Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Gerontik tahun pelajaran 2020/2021


Dosen Pembimbing : Sri Hidayati S.kep, ns.M.kep

Disusun Oleh : Kelompok 5

1. Meidina Nurul Syafira (P1337421018072)


2. Muchammad Yusrin T (P1337421018073)
3. Muhammad Amar A (P1337421018074)
4. Mutiara Failla Sufah (P1337421018075)

Tingkat : 3B

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TEGAL


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia
dengan Inkontinensia Urin“ Dalam penyususunan makalah ini kami banyak mengalami
hambatan dan kesulitan, tetapi berkat Kerjasama akhirnnya kita dapat menyelesaikannya.
Terakhir kami ucapkan terimakasih untuk semuanya yang mampu bekerjasama dengan baik
serta semangat dan doa untuk keberhasilan dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi semua khususnya bagi perkembangan dunia keperawatan.

Tegal 27 September 2020

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1
C. Tujuan......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3
A. Definisi Inkontinensia urin .......................................................... 3
B. Klasifikasi Inkontinensia Urin ..................................................... 3
C. Etiologi Inkontinensia urin ......................................................... 3
D. Tanda dan Gejala Inkontinensia urin ........................................... 4
E. Patofisiologi Inkontinensia urin ................................................... 4
F. Pemeriksaan diagnostik ............................................................... 5
G. Penatalaksanaan Inkontinensia urin ............................................. 5
H. Asuhan keperawatan Inkontinensia urin ...................................... 7
BAB III PENUTUP .................................................................................. 11
A. Kesimpulan ............................................................................... 11
B. Saran ......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002). Gangguan ini lebih
sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah
melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar panggul.
Kebanyakan penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding depan vagina
disertai sisto-uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total
uterus dan vagina dengan kontinensia urine yang baik. Angka kejadian bervariasi, karena
banyak yang tidak dilaporkan dan diobati. Di Amerika Serikat,diperkirakan sekitar 10-12
juta orang dewasa mengalami gangguan ini. Gangguan ini bisa mengenai wanita segala
usia. Prevalensi dan berat gangguan meningkat dengan bertambahnya umur dan paritas.
Pada usia 15 tahun atau lebih didapatkan kejadian10%, sedangkan pada usia 35-65 tahun
mencapai 12%. Prevalansi meningkat sampai16% pada wanita usia lebih dari 65 tahun.
Pada nulipara didapatkan kejadian 5%, pada wanita dengan anak satu mencapai 10% dan
meningkat sampai 20% pada wanitadengan 5 anak.
Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15 – 30% usia lanjut di
masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami
inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat
berumur 65-74 tahun. Masalah inkontinensia urin ini angkakejadiannya meningkat dua
kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.Perubahan-perubahan akibat proses menua
mempengaruhi saluran kemih bagian bawah. Perubahan tersebut merupakan predisposisi
bagi lansia untuk mengalami inkontinensia, tetapi tidak menyebabkan inkontinensia. Jadi
inkontinensia bukan bagian normal proses menua.
Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya
keluarnya urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan
jarangditemukan adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan miksi
mendadak. Keinginan ini demikian mendesaknya sehingga sebelum mencapai kamar kecil
penderita telah membasahkan celananya. Jenis inkontinensia ini dikenal karena gangguan
neuropatik pada kandung kemih.

1
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian inkontinensia urin?
2. Apa klasifikasi dari inkontinensia urin?
3. Apa etiologi inkontinensia urin?
4. Apa saja manifestasi klinis inkontinensia urin?
5. Bagaimana patofisiologi inkontinensia urin?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada inkontinensia urin?
7. Bagaimana penatalaksanaan inkontinensia urin?
8. Bagaimana asuhan keperawatan inkontinensia urin pada lansia?
C. Tujuan
1. Untuk definisi dari inkontinensia urin
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari inkontinensia urin
3. Untuk mengetahui etiologi inkontinensia urin
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis inkontinensia urin
5. Untuk mengetahui patofisiologi inkontinensia urin
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik inkontinensia urin
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan inkontinensia urin
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan inkontinensia urin

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak terkendali pada
waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, yang
mengakibatkan masalah social dan higienis penderitanya (FKUI,2006).
Menurut internasional continence society, inkontinensia urine adalah kondisi
keluarnya urin tak terkendali yang dapat didemontrasikan secara objektif dan
menimbulkan gangguan hygiene dan social.
B. Klasifikasi
Klasifikasi inkontinensia urin menurut (H. Alimul Aziz, 2006)
1. Inkontinensia Dorongan
Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk
berkemih
2. Inkontinensia Total
Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran
urin terus menerus dan tidak dapat diperkirakan.
3. Inkontinensia Stres
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami kehilangan urin kurang dari 50 ml,
terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
4. Inkontinensia Refleks
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang tidak
dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih
mencapai jumlah tertentu.
5. Inkontinensia fungsional
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin tanpa disadari
dan tidak dapat diperkirakan.
C. Etiologi inkontinensia urine
1. Poliuria, nokturia
2. Gagal jantung
3. Faktor usia : lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun
4. Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini disebabkan oleh :

3
a. Penurunan produksi estrogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek akibat
melahirkan dapat mengakibatkan penurunan otot-otot dasar panggul.
b. Perokok, minuman alcohol
c. Obesitas
d. Infeksi saluran kemih (ISK)
D. Tanda dan Gejala
1. Tanda-tanda inkontinensia urine menurut (H. Alimul Aziz, 2006)
a. Inkontinensia dorongan
1) Sering miksi
2) Spasme kandung kemih
b. Inkontinensia total
1) Aliran konstan terjadi pada saat tidak diperkirakan
2) Tidak ada distensi kandung kemih
3) Nokturia dan pengobatan inkontinensia tidak berhasil
c. Inkontinensia stress
1) Adanya urine menetes dan peningkatan tekanan abdomen
2) Adanya dorongan berkemih
3) Sering miksi
4) Otot pelvis dan struktur penunjang lemah
d. Inkontinensia reflex
1) Tidak dorongan berkemih
2) Merasa bahwa kandung kemih penuh
3) Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval.
e. Inkontinensia fungsional
1) Adanya dorongan berkemih
2) Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin
E. Patofisiologi
Perubahan yang terkait dengan usia pada system perkemihan Vesika Urinaria
(kandung kemih). Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar 300-600 ml. Dengan
sensasi keinginan untuk berkemih diantara 150-350 ml. berkemih dapat ditundas 1-2 jam
sejak keinginan untuk berkemih dirasakan. Ketika keinginan berkemih atau miksi terjadi
pada otot detrusor kontraksi dan sfingter internal sfingter eksternal relaksasi, yang
membuka uretra. Pada orang dewasa hamper semua urin dikeluarkan, tetapi residu urine
50 ml atau kurang dianggap adekuat. Jumlah lebih dari 100 ml mengindikasikan adanya
4
retensi urine. Perubahan yang lainnya pada proses penuaan adalah terjadinya kontraksi
kandung kemih tanpa disadari. Wanita lansia, terjadi penurunan produksi estrogen
menyebabkan atrofi jaringan uretra dan efek akibat melahirkan mengakibatkan
penurunan pada otot-otot dasar (Stanley M & Beare G Patricia, 2006).
Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.
Tejadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak
dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Fungsi sfingter yang terganggu
menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk dan bersin.
F. Pemeriksaan diagnosa
1. Pengkajian fungsi otot destrusor.
2. Radiologi dan pemeriksaan fisik (mengetahui tingkat keparahan/kelainan dasar
panggul).
3. Cystometrogram dan electromyogram
4. Laboratorium : Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk
menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan polyuria
5. Kultur urine
a. Bersih
b. Pertumbuhan tak bermakna (100.000 koloni/ml)
c. Organisme
6. Catatan berkemih (Voiding record)
Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini digunakan
untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia urin dan tidak
inkontinensia urin, dan gejala terkaitan dengan inkontinensia urin. Pencatatan pola
berkemih tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan untuk
memantau respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi terapeutik karena
dapat menyadarkan pasien faktor-faktor yang memicu terjadinya inkontinensia urin
pada dirinya.
G. Penatalaksanaan medik
Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko,
mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan,
medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari bebeerapa hal tersebut di atas, dapat
dilakukan sebagai berikut :

5
1. Pemanfaatan kartu catatan berkemih
Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang
keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan,
selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum
2. Terapi non farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia
urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi.
3. Terapi farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik
seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada
inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk
meningkatkan retensi uretra.Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti
Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi,
dan terapi diberikan secara singkat.
4. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila
terapi nonfarmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow
umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin.
Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan
prolaps pelvic (pada wanita).
5. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan
inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang
mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu
toilet seperti urinal, komod dan bedpan.
6. Pemantauan asupan cairan
Pada orang dewasa minimal asupan cairan adalah 1500 ml perhari dengan rentan
lebih adekuat antara 2500 dan 3500 ml perhari dengan asumsi tidak ada kondisi
kontaindikasi. Lansia yang kontinen dapat membatasi asupan cairan secara tidak tepat
untuk mencegah kejadian-kejadian yang melakukan. Pengurangan asupan cairan
sebelum waktu tidur dapat mengurangi inkontinensia pada malam hari, tetapicairan
harus diminum lebih banyak pada siang hari sehingga total asupan cairan setiap
harinya tetap sama.

6
H. Asuhan keperawatan inkontinensia urin pada lansia
Kasus
Ny. M (60 thn) ke RS. B diantar keluarga. Keluarga mengatakan Ny. M sering kencing
tanpa disadari (ngompol). Klien sendiri mengatakan tidak bias menahan jika sudah
terasa ingin BAK. Frekuensi berkemih tiap hari 15-18x/hari. Klien juga mengatakan saat
dia bersin, membungkuk, batuk tiba-tiba keluar sedikit air kencing. Klien memakai
popok dan menggantinya 2x sehari sehingga terasa lembab. Kira-kira Ny. M minumnya
tiap hari sekitar 200 ml. sebelumnya Ny. M ada riwayat hipertensi 2 tahun lalu dan
mengonsumsi obat diuretic. Klien mengatakan disekitar area genetalia/perineal terasa
nyeri, panas dan gatal. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data TB/BB Ny. M adalah
150 cm 45 kg, TD 180/140 mmHg, Nadi 80x/mnt, respirasi 18x/mnt dan suhu 36’C,
output 2100cc. Terdapat ruam kemerahan pada sekitar area genetalia, kelembapan bibir
kering. Terdapat distensikandung kemih. Saat ini klien terpasang infus RL 2000cc/24
jam, kateter indwelling. Kegiatan sehari-hari Ny. M adalah menjadi guru mengaji, akan
tetapi semenjak ia sering mengompol kegiatan menjadi terganggu.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada lansia
(usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup
kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat
ini. Berapakah frekuensi inkontinensianya, apakah ada sesuatu yang
mendahului inkontinensia (stress, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan,
usia/kondisi fisik, kekuatan dorongan/aliran, jumlah cairan berkenaan dengan
miksi. Apakah ada penggunaan diuretic, terasa ingin berkemih sebelum terjadi
inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
2) Riwayat kesehatan klien
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa
sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi
trauma/cedera genitorius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah
dirawat dirumah sakit.
3) Riwayat kesehatan keluarga
7
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat bawaan atau keturunan, penyakit ginjal
bawaan/bukan bawaan.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum 8) Sistem muskuloskeletal
2) Tingkat kesadaran 9) Sistem endokrin
3) Tanda-tanda vital 10) Sistem immune
4) Sistem kardiovaskuler 11) Sistem gastrointestinal
5) Sistem pernapasan 12) Sistem reproduksi
6) Sistem integument 13 Sistem persyarafan
7) Sistem perkemihan
Pemeriksaan persistem B1-B6
a) B1 (Breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola napas, sianosis karena suplai
oksigen yang menurun, kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
b) B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
c) B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
d) B4 (bladder)
Inspeksi : Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat
karena adanya aktifitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih
serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran
daerah supra publiklesi pada meatus uretra, banyak kencing dan nyeri saat
berkemih menandakan dysuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang
kateter sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri didapat pada daerah supra public/pelvis, seperti rasa
terbakar diuretra luar sewaktu kencing/dapat juga di luar waktu kencing.
e) B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan. Adakah nyeri tekan
abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi
ginjal.
f) B6 (bone)

8
Periksa kekuatan otot dan membandingkan dengan ekstremitas yang lain,
adakah nyeri pada persendian.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Urinalis
a) Hematuria
b) Poliuria
c) Bakteriuria
2) Pemeriksaan radiografi
a) IVP (intravenous pyelography), memprediksi lokasi ginjal dan ureter.
b) VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk, dan fungsi
VU, melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi prostat), mengakaji PVR
(Post Voiding Residual).
3) Kultur urine
a) Steril
b) Pertumbuhan tak bermakna (100.000 koloni/ml)
c) Organisme
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan eliminasi urine.
2) Resiko kerusakan integritas kulit
3) Resiko kekurangan volume cairan tubuh
3. Intervensi
a. Diagnosa keperawatan 1 : Gangguan eliminasi urine
NOC : Eliminasi urin
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien bias
melaporkan suatu pengurangan atau penghilangan inkontinensia
Kriteria Hasil :
1) Intake cairan dalam rentang normal
2) Tidak ada spasme bladder
3) Balance cairan seimbang
NIC : Perawatan retensi urin
1) Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada inkontinensia
(misalnya, output urin, pola berkemih, fungsi kognitif, dan masalah kencing
praeksisten)
2) Kaji kebiasaan pola berkemih dan gunakan catatan berkemih sehari
9
3) Memantau asupan dan keluaran pasien
4) Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
5) Membantu dengan toilet secara berkala yang sesuai
6) Merujuk ke spesialis kontinensia kemih sesuai

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak terkendali pada
waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, yang
mengakibatkan masalah social dan higienis penderitanya biasanya lebih sering terjadi
pada pasien lansia (>60 thn) .
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
kekeliruan. Oleh karena itu penulis berharap pembaca dapat memberikan kritik dan
saran yang dapat membangun kreativitas penulis.

11
DAFTAR PUSTAKA
Amin. Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis. Mediaction
Publishing. Yogyakarta

Pramita, Putri. (2013). Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia. Diakses 27
September 2020 https://id.scribd.com/doc/174416641/Asuhan-Keperawatan-
Inkontinensia-Urin-Pada-Lansia

12

Anda mungkin juga menyukai